Bab Iv
Bab Iv
ANALISA KASUS
4.1. Pembahasan
Pada kasus ini akan dibahas mengenai seorang pasien Ny. A,
perempuan, 39 tahun sebagai Ibu Rumah Tangga, datang dengan keluhan
utama bercak yang meninggi di lengan bawah, perut dan punggung.
Berdasarkan tinjauan pustaka lesi dengan bercak eritema yang meninggi,
maka didapatkan tiga diagnosis banding pada kasus ini, yaitu psoriasis,
dermatitis seboroik, atau ptiriasis rosea. Psoriasis merupakan penyebabnya
autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak
eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan
transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.1 Dermatitis
seboroik adalah segolongan kelainan kulit berupa eritema dengan skuama
yang berminyak kekuningan batasnya agak kurang tegas yang didasari oleh
faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik.
Sedangan pritiasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui
penyebabnya, dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan
skuama halus.
Berdasarkan anamnesis bila dilihat dari aspek epidemiologi maka
diagnosis banding belum dapat disingkirkan. Dimana ketiga penyakit
tersebut sama-sama berusia kisaran sampai 40 tahun (dewasa). Pada
psoriasis vulgaris dan dermatitis seboroik pria lebih banyak, sedangkan
pitiriasis rosea insiden pada pria dan wanita sama, sedangkan pada kasus
berjenis kelamin wanita, hal ini tidak berarti langsung menyingkirkan
diagnosis banding psorasis vulgaris, dermatitis seboroik dan pitiriasis
rosea.1
Ditinjau berdasarkan etiologi, pada kasus ini keluhan dirasakan sejak
1 tahun yang lalu yang lalu. Pasien mengatakan bahwa keluhan bertambah
terutama saat kelelahan ataupun banyak beban pikiran. Pasien mengaku
keluhan bertambah ketika putus obat. Kehidupan sehari-hari sebagai ibu
rumah tangga. Pasien juga mengatakan bahwa kakak tertua mengalami
keluhan yang sama sekitar 10 tahun yang lalu. Pada penyakit psoriasis dan
35
36
dermatitis seboroik dapat timbul bila disebabkan oleh faktor kelelahan dan
stress serta biasanya diturunkan. Namun pasien mengaku tidak terlalu sering
berkeringat ataupun berminyak. Pada dermatitis seboroik biasanya
berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea sehingga pada pasien
yang dermatitis seboroik umumnya mempunyai kulit kaya sebum dan
berminyak. Berdasarkan hal tersebut diagnosis psoriasi vulgaris lebih
mendekati pada kasus, sehingga diagnosis pitiriasis rosea dan dermatitis
seboroik dapat disingkirkan karena kita ketahui sesuai teori bahwa pada
pitiriasis rosea penyakit swasima (self limiting disease) yang umumnya
sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu, sedangkan pada kasus pasien
sudah mengalami keluhan kurang lebih 1 tahun dan tidak pernah benar-
benar sembuh.1
Ditinjau berdasarkan gejala klinis dan predileksi, pada kasus diketahui
bahwa pasien mengeluh bercak-bercak merah yang meninggi di lengan
bawah, perut, dan punggung. Berdasarkan lokasi lesi, dapat terjadi pada
psoriasis vulgaris ataupun ptiriasis rosea. Berdasarkan tempat predileksi
pada psoriasis vulgaris tempat predileksi: kulit kepala, perbatasan daerah
tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta
lutut, dan daerah lumbosacral. Pada pitirasis rosea tempat predileksi: badan,
lengan atas bagian proksimal, tungkai atas. Pada dermatitis seboroik tempat
predileksi: daerah-daerah seboroik yaitu, kulit kepala, wajah, alis, lipat
nasolabial, telinga, dan liang telinga, bagian atas-tengah dada dan
punggung, lipa gluteus, inguinal, genital, ketiak. Mulanya bercak sebesar
seperti di gigit nyamuk, namun karena gatal kemudian digaruk lama-lama
melebar sebesar uang koin. Dalam waktu 1 bulan bercak menyebar ke
seluruh daerah perut, punggung, lengan kanan dan kiri serta kepala. Keluhan
disertai gatal, gatal dirasakan hilang timbul, biasanya muncul terutama saat
beraktivitas. Karena gatal, pasien sering menggaruk-garuk dengan
menggunakan kukunya. Saat menggaruk bercak tersebut pasien mengaku
timbul sisik yang berwarna putih. Demam tidak ada, mata merah dan
belekan tidak ada. Pasien mengatakan bahwa dikepalanya terdapat sisik-
sisik putih, yang akan menghasilkan seperti ketombe bila di garuk. Rambut
37
Pemeriksaan Tempat predileksinya pada skalp, Pada status dermatologis di Regio scalp
Fisik perbatasan daerah tersebut dengan muka, terdapat macula hipopigmentasi, soliter,
ekstremitas bagian ekstensor terutama ireguler, ukuran 2 cm x 1 cm, disertai
siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. skuama. Pada Regio facialis terdapat
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak macula eritema, multipel, irregular, ukuran
eritema yang meninggi (plak) dengan 0,5 cm 2,0 cm x 0,5 cm 1,5 cm, sebagian
skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip ditutupi skuama kasar yang sudah menipis
dan merata, tetapi pada stadium berwarna putih, diskret sebagian konfluens.
penyembuhan sering eritema yang di Pada regio truncus posterior terdapat plak
tengah menghilang dan hanya terdapat di eritema, multipel, irregular, ukuran 0,5 cm
pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan 2,0 cm x 0,5 cm - 1,5 cm x 0,2 cm 0,3
berwarna putih seperti mika, serta cm, sebagian ditutupi skuama kasar, diskret
transparan. Besar kelainan bervariasi: sebagian konfluens. Pada regio epigastrica
lentikuler, numular atau plakat, dapat et umbilicus terdapat papul eritema soliter,
berkonfluensi. 1 regular, ukuran 0,4 cm x 0,4 cm x 0,3 cm.
Pada regio epigastrica, umbilicus, lumbal
dextra et sinistra terdapat makula
hiperpigmentosa, multipel, irregular,
ukuran 1,0 cm 5,0 cm x 0,5 cm 3 ,0 cm,
39
Tatalaksana Farmakologi
Tatalaksana farmakologi diberikan berupa pengobatan sistemik dan topikal.
Secara sistemik, pasien diberikan antihistamin generasi II yaitu cetirizin
dengan dosis 1 x 10 mg per hari selama 1 minggu. Sedangkan secara topikal
diberikan kortikosteroid golongan III (potensi tinggi) yaitu salep Betamethasone
valerate 0,01% 64,4 gram dengan dosis 2 kali sehari diberikan selama 1 minggu
dan krim Betamethasone valerate 0,01% 7 gram dengan dosis 2 kali sehari
diberikan selama 1 minggu.
Pasien diberikan antihistamin generasi II, yaitu cetirizine sebagai obat anti
gatal karena masa kerjanya panjang, efek sedasi minimal dan aktivitas
antikolinergiknya minimal, sehingga pemberiannya cukup 1 kali per hari dengan
dosis 10 mg.
Cetirizine merupakan antihistamin yang sangat kuat dan spesifik. Cetirizine
merupakan antagonis reseptor histamin-1 (H1) generasi kedua yang aman
digunakan. Selain mempunyai efek antihistamin, cetirizine juga mempunyai efek
antiinflamasi. Cetirizin adalah metabolit aktif asam karboksilat dari antagonis
reseptor H1 generasi pertama yaitu hidroksizin. Efek antiinflamasi cetirizine
terutama ditunjukkan melalui penghambatan migrasi eosinofil ke lokasi kulit.11
Cetirizin tidak menyebabkan aritmia jantung, tidak atau sangat sedikit
menembus sawar darah otak sehingga biasanya tidak menyebabkan kantuk,
gangguan koordinasi atau efek lain pada SSP.11
Bila dibandingkan dengan cetirizine, loratadin membutuhkan dosis yang
lebih besar dibandingkan cetirizine untuk memberikan efek yang sama, sehingga
cetirizine mempunyai potensi sampai 6 kali lebih kuat dibandingkan loratadin. Hal
ini juga berlaku apabila cetirizine dibandingkan dengan antihistamin generasi kedua
lainnya. Perbedaan ini disebabkan oleh proses metabolisme. Komponen cetirizine
tidak dimetabolisme di hati, sehingga efek terapetiknya tidak tergantung pada
biotransformasi. Obat lain seperti terfenadine, secara cepat dimetabolisme di hati,
dan hasil metabolit tersebut yang memberikan efek H1. Oleh karena itu,
45
0,005% fluticasone Meredakan inflamasi dan Rosacea, perioral Kulit kering, rasa terbakar,
propionate pruritis pada dermatosis dermatitis, acne vulgaris, jangka lama pemakaian
yang responsif terhadap hepes simpleks, varisella, mengakibatkan atrofi kulit
kortikosteroid sptekism, infeksi jamur dan bakteri
prurigo, dermatitis pada kulit
seboroik, lupus
eritrromatosis, gigitan
serangga, biang keringat.
0,05% fluocinonide dermatosis yang responsif Infeksi di lokasi Dermatitis kontak dan alergi;
terhadap kortikosteroid pengobatan; intoleransi iritasi kulit dan reaksi;
terhadap obat tersebut; hirsutisme; erupsi acneiform.
atrofi kulit yang sudah
ada sebelumnya. Tidak
diperbolehkan saat
menyusui.
0,05% diflorosone Inflamasi dan pruritus dari Pada pasien dengan Penyerapan sistemik setelah
diacetate dermatosis yang responsif riwayat hipersensitivitas pemberian topikal dapat
terhadap kortikosteroid. terhadap diflorasone dan mengakibatkan manifestasi
Umumnya paling efektif beberapa komponen dari dari Cushing syndrome,
dalam dermatosis akut atau sediaan. hiperglikemia dan glukosuria
kronis misalnya seboroik, dalam beberapa pasien. Efek
dermatitis atopik, lokal samping lokal meliputi rasa
neurodermatitis, terbakar, gatal, iritasi, kulit
anogenital pruritus, kering, folikulitis,
psoriasis, fase akhir dari hipertrikosis, erupsi
dermatitis kontak alergi akneformis, hipopigmentasi,
dan fase inflamasi dari dermatitis perioral, dermatitis
xerosis. kontak alergi, maserasi kulit,
infeksi sekunder, atrofi kulit,
striae dan miliaria.
0,01% Meringkan inflmasi dari penyakit virus pada kulit, Perubahan kulit atrofi lokal.
betamethasone dermatosis yang responsif TB kulit, infeksi perubahan pigmentasi kulit,
valerate terhadap kortikosteroid bernanah akut bakteri, striae.
jamur.
47
Rata-rata indikasi dari kortikosteroid golongan III (potensi tinggi) yaitu untuk
dermatosis yang responsif terhadap kortikosteroid topikal, yang termasuk dalam
dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid topikal tersebut ialah psoriasis,
dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis
sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis stasis, dermatitis venenata,
dermatitis intertriginosa dan dermatitis solaris (fotodermatitis).
Betamethasone valerate 0,01% lebih dipilih karena memiliki efek samping
yang lebih ringan dibanding dengan KT golongan III yang lain dan indikasinya
lebih spesifik untuk psoriasis.
Pada kasus, Betamethasone valerate 0,01% diberikan dalam bentuk salep dan
krim dengan dosis pemberian 2 kali sehari selama 1 minggu, karena masa kerja
Betamethasone valerate 0,01% adalah 8-12 jam sehingga pemberian dapat
diberikan 2-3 kali sehari. Dipilih 2 kali sehari karena berdasarkan tinjauan pustaka
pengolesan lebih dari 2 kali tidak memberikan perbedaan bermakna, bahkan dapat
mengurangi kepatuhan pasien dan untuk menghindari efek samping pemakaian.
Bila menggunakan potensi sedang atau kuat, cukup dioleskan 2 kali sehari. Perlu
diingat bahwa makin sering dioleskan makin mudah terjadi takifilaksis, yaitu
penurunan respons efek vasokonstriksi (kulit toleran terhadap efek vasokonstriksi).
Pada psoriasis dengan skuama yang tebal berupa plakat dapat diberikan KT
golongan sangat poten selama 1 minggu penuh lalu dihentikan selama 1 minggu,
kemudian dilanjutkan kembali sampai lesi terkontrol.
KT golongan sangat poten atau poten sebaiknya digunakan tidak lebih dari 2
minggu. Bila digunakan jangka panjang, turunkan potensi perlahan-lahan, turunkan
ke potensi yang lebih rendah setelah digunakan 1 minggu, kemudian hentikan.
Penghentian tiba-tiba potensi kuat menyebabkan rebound symptoms (dermatosis
48
4. Quo ad cosmetica pada kasus ini adalah dubia ad malam karena penyakit ini
tidak berbahaya tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, mengingat bahwa
perjalanannya menahun dan residif.