Anda di halaman 1dari 15

35

BAB IV
ANALISA KASUS
4.1. Pembahasan
Pada kasus ini akan dibahas mengenai seorang pasien Ny. A,
perempuan, 39 tahun sebagai Ibu Rumah Tangga, datang dengan keluhan
utama bercak yang meninggi di lengan bawah, perut dan punggung.
Berdasarkan tinjauan pustaka lesi dengan bercak eritema yang meninggi,
maka didapatkan tiga diagnosis banding pada kasus ini, yaitu psoriasis,
dermatitis seboroik, atau ptiriasis rosea. Psoriasis merupakan penyebabnya
autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-
bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis
dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.1
Dermatitis seboroik adalah segolongan kelainan kulit berupa eritema
dengan skuama yang berminyak kekuningan batasnya agak kurang tegas
yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-
tempat seboroik. Sedangan pritiasis rosea adalah penyakit kulit yang
belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan sebuah lesi inisial
berbentuk eritema dan skuama halus.
Berdasarkan anamnesis bila dilihat dari aspek epidemiologi maka
diagnosis banding belum dapat disingkirkan. Dimana ketiga penyakit
tersebut sama-sama berusia kisaran sampai 40 tahun (dewasa). Pada
psoriasis vulgaris dan dermatitis seboroik pria lebih banyak, sedangkan
pitiriasis rosea insiden pada pria dan wanita sama, sedangkan pada kasus
berjenis kelamin wanita, hal ini tidak berarti langsung menyingkirkan
diagnosis banding psorasis vulgaris, dermatitis seboroik dan pitiriasis
rosea.1
Ditinjau berdasarkan etiologi, pada kasus ini keluhan dirasakan sejak
1 tahun yang lalu yang lalu. Pasien mengatakan bahwa keluhan
bertambah terutama saat kelelahan ataupun banyak beban pikiran. Pasien
mengaku keluhan bertambah ketika putus obat. Kehidupan sehari-hari
sebagai ibu rumah tangga. Pasien juga mengatakan bahwa kakak tertua
mengalami keluhan yang sama sekitar 10 tahun yang lalu. Pada penyakit
36

psoriasis dan dermatitis seboroik dapat timbul bila disebabkan oleh faktor
kelelahan dan stress serta biasanya diturunkan. Namun pasien mengaku
tidak terlalu sering berkeringat ataupun berminyak. Pada dermatitis
seboroik biasanya berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea
sehingga pada pasien yang dermatitis seboroik umumnya mempunyai kulit
kaya sebum dan berminyak. Berdasarkan hal tersebut diagnosis psoriasi
vulgaris lebih mendekati pada kasus, sehingga diagnosis pitiriasis rosea
dan dermatitis seboroik dapat disingkirkan karena kita ketahui sesuai teori
bahwa pada pitiriasis rosea penyakit swasima (self limiting disease) yang
umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu, sedangkan pada kasus
pasien sudah mengalami keluhan kurang lebih 1 tahun dan tidak pernah
benar-benar sembuh.1
Ditinjau berdasarkan gejala klinis dan predileksi, pada kasus
diketahui bahwa pasien mengeluh bercak-bercak merah yang meninggi di
lengan bawah, perut, dan punggung. Berdasarkan lokasi lesi, dapat terjadi
pada psoriasis vulgaris ataupun ptiriasis rosea. Berdasarkan tempat
predileksi pada psoriasis vulgaris tempat predileksi: kulit kepala,
perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor
terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosacral. Pada pitirasis rosea
tempat predileksi: badan, lengan atas bagian proksimal, tungkai atas. Pada
dermatitis seboroik tempat predileksi: daerah-daerah seboroik yaitu, kulit
kepala, wajah, alis, lipat nasolabial, telinga, dan liang telinga, bagian atas-
tengah dada dan punggung, lipa gluteus, inguinal, genital, ketiak. Mulanya
bercak sebesar seperti di gigit nyamuk, namun karena gatal kemudian
digaruk lama-lama melebar sebesar uang koin. Dalam waktu 1 bulan
bercak menyebar ke seluruh daerah perut, punggung, lengan kanan dan kiri
serta kepala. Keluhan disertai gatal, gatal dirasakan hilang timbul,
biasanya muncul terutama saat beraktivitas. Karena gatal, pasien sering
menggaruk-garuk dengan menggunakan kukunya. Saat menggaruk bercak
tersebut pasien mengaku timbul sisik yang berwarna putih. Demam tidak
ada, mata merah dan belekan tidak ada. Pasien mengatakan bahwa
dikepalanya terdapat sisik-sisik putih, yang akan menghasilkan seperti
37

ketombe bila di garuk. Rambut bagian depan sering rontok sehingga


rambutnya menipis. Berdasarkan gejala klinis tersebut pada dermatitis
seboroik kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak
dan agak kekuningan, rambut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di
bagian vertex dan frontal, dan dapat terjadi blefaritis. Berdasarkan hal
tersebut dapat mengarah kepada psoriasis vulgaris dibandingkan pitiriasis
rosea dan dermatitis seboroik. Dimana berdasarkan teori untuk gejala
klinis psoriasis vulgaris kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema
yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Skuama berlapis-lapis,
kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
Dilihat dari efloresensi pada kasus pada regio scalp terdapat makula
hipopigmentasi, soliter, ireguler, ukuran 2 cm x 1 cm, disertai skuama
kasar. Pada Regio facialis terdapat makula eritema, multipel, irregular,
ukuran 0,5 cm 2,0 cm x 0,5 cm 1,5 cm, sebagian ditutupi skuama kasar
yang sudah menipis berwarna putih, diskret sebagian konfluens. Pada
regio truncus posterior terdapat plak eritema, multipel, irregular, ukuran
0,5 cm 2,0 cm x 0,5 cm - 1,5 cm x 0,2 cm 0,3 cm, sebagian ditutupi
skuama kasar, diskret sebagian konfluens. Pada regio epigastrica et
umbilicus terdapat papul eritema soliter, regular, ukuran 0,4 cm x 0,4 cm x
0,3 cm. Pada regio epigastrica, umbilicus, lumbal dextra et sinistra terdapat
makula hiperpigmentosa, multipel, irregular, ukuran 1,0 cm 5,0 cm x 0,5
cm 3 ,0 cm, diskret sebagian konfluens. Pada regio limbal sinistra
terdapat macula eritema, soliter, irregular, ukuran 2,0 cm x 1,7 cm. Dan
pada region antebrachii sinistra terdapt plak eritema multipel, irregular,
ukuran 0,4 cm 0,7 cm x 0,3 cm 0,4 cm x 0,1 cm - 0,2 cm, diskret.
Berdasarkan teori efloresensi pada kasus lebih mendekati diagnosis
psoriasi vulgaris yaitu berupa plak eritroskuamosa. Pada pitiriasis rosea
biasanya ada lesi awal berupa herald patch, lesi berikut: lebih khas lebih
kecil dari awal, susunan sejajar dengan costae menyerupai pohon cemara
terbalik Christmas tree, dan pada dermatitis seboroik kelainan kulit terdiri
atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan batasnya
agak kurang tegas.3 Sedangkan pada kasus tidak didapatkan gejala klinis
38

pitiriasis rosea dan dermatitis seboroik. Pada kasus juga terdapat fenomena
tetesan lilin sehingga diagnosis lebih mendekati psoriasis vulgaris.
Berdasarkan epidemiologi, etiologi, gejala klinis, predileksi dan
eflorensi yang telah dijelaskan, maka diagnosis kerja kasus ini lebih
mengarah ke psoriasi vulgaris.

Tabel 6. Perbandingan teori dan kasus


Teori Kasus
Anamnesis Psoriasis vulgaris adalah penyakit yang Sejak 1 tahun yang lalu Ny. A mengeluh
penyebabnya autoimun, bersifat kronik timbul bercak kemerahan yang meninggi
dan residif, dapat diturunkan, ditandai Mulanya bercak sebesar seperti di gigit
dengan adanya bercak-bercak plak nyamuk, namun karena gatal kemudian
eritema berbatas tegas dengan skuama digaruk lama-lama melebar sebesar uang
yang kasar, berlapis-lapis dan koin. Dalam waktu 1 bulan bercak
transparan.1 menyebar ke seluruh daerah perut,
punggung, lengan kanan dan kiri serta
kepala. Keluhan disertai gatal, gatal
dirasakan hilang timbul, biasanya muncul
terutama saat beraktivitas. Karena gatal,
pasien sering menggaruk-garuk dengan
menggunakan kukunya. Saat menggaruk
bercak tersebut pasien mengaku timbul
sisik yang berwarna putih. Pasien mengaku
bahwa keluhan bertambah bila pasien stres.
Kakak tertua pasien, menderita keluhan
yang sama 10 tahun yang lalu.

Pemeriksaan Tempat predileksinya pada skalp, Pada status dermatologis di Regio scalp
Fisik perbatasan daerah tersebut dengan muka, terdapat macula hipopigmentasi, soliter,
ekstremitas bagian ekstensor terutama ireguler, ukuran 2 cm x 1 cm, disertai
siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. skuama. Pada Regio facialis terdapat
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak macula eritema, multipel, irregular, ukuran
eritema yang meninggi (plak) dengan 0,5 cm 2,0 cm x 0,5 cm 1,5 cm,
skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip sebagian ditutupi skuama kasar yang sudah
dan merata, tetapi pada stadium menipis berwarna putih, diskret sebagian
penyembuhan sering eritema yang di konfluens. Pada regio truncus posterior
tengah menghilang dan hanya terdapat di terdapat plak eritema, multipel, irregular,
pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan ukuran 0,5 cm 2,0 cm x 0,5 cm - 1,5 cm x
berwarna putih seperti mika, serta 0,2 cm 0,3 cm, sebagian ditutupi skuama
transparan. Besar kelainan bervariasi: kasar, diskret sebagian konfluens. Pada
lentikuler, numular atau plakat, dapat regio epigastrica et umbilicus terdapat
berkonfluensi. 1 papul eritema soliter, regular, ukuran 0,4
cm x 0,4 cm x 0,3 cm. Pada regio
epigastrica, umbilicus, lumbal dextra et
sinistra terdapat makula hiperpigmentosa,
multipel, irregular, ukuran 1,0 cm 5,0 cm
x 0,5 cm 3 ,0 cm, diskret sebagian
39

konfluens. Pada regio limbal sinistra


terdapat macula eritema, soliter, irregular,
ukuran 2,0 cm x 1,7 cm. Dan pada region
antebrachii sinistra terdapt plak eritema
multipel, irregular, ukuran 0,4 cm 0,7 cm
x 0,3 cm 0,4 cm x 0,1 cm - 0,2 cm,
diskret.
Pemeriksaan Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan - Terdapat fenomena tetesan lilin
Penunjang lilin (kaarsvlek phenomena), Auspitz dan - Fenomena auspitz, kobner pemeriksaan
Kobner (isomorfik). histopatologi dan pemeriksaan
Pada pemeriksaan histopatologi laboratorium tidak dilakukan.
didapatkan gambaran hiperkeratosis,
parakeratosis, akantosis, papilomatosis
dan hilangnya stratum granulosum. Pada
stratum spinosum terdapat kelompok
leukosit yang disebut dengan abses
Munro dan ditemukan pula
papilomatosis dan vasodilatasi
subepidermis.1
Tidak ada kelainan laboratorium yang
spesifik pada penderita psoriasis tanpa
terkecuali pada psoriasis pustular general
serta eritroderma psoriasis dan pada plak
serta psoriasis gutata. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan bertujuan
menganalisis penyebab psoriasis, seperti
pemeriksaan darah rutin, kimia darah,
gula darah, kolesterol, dan asam urat.
Bila penyakit tersebar luas, pada 50 %
pasien dijumpai peningkatan asam urat,
dimana hal ini berhubungan dengan
luasnya lesi dan aktifnya penyakit.2,5

4.2. Diagnosis Banding Kasus


Berdasarkan keluhan utama pasien yaitu timbul bercak-bercak merah
yang meninggi di lengan bawah, perut dan punggung sejak 1 tahun yang lalu,
maka didapatkan tiga diagnosis banding pada kasus ini, yaitu psoriasis
vulgaris, dermatitis seboroik dan pitiriasis rosea. Diagnosis banding ditinjau
dari aspek epidemiologi, etiologi, gejala klinis, predileksi, eflorensi dan
pemeriksaan penunjang yang dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 7. Diagnosis banding kasus berdasarkan ditinjau dari aspek epidemiologi


Epidemiologi
Kasus Psoriasis Vulgaris Ptiriasis Rosea Dermatitis
40

Seboroik
Epidemiologi Seorang perempuan Insidens pada pria Pada semua umur, Pada umur 18-40
berusia 39 tahun, sebagai lebih banyak dari terutama antara tahun. lebih sering
IRT, Indonesia pada wanita.2 pada 15-40 tahun, pada terjadi pada pria
semua usia tetapi wanita dan pria daripada wanita.
umumnya pada sama banyaknya.
usia 30-50 tahun.1

Tabel 8. Diagnosis banding kasus berdasarkan ditinjau dari aspek etiologi


Etiologi
Kasus Psoriasis Ptiriasis Rosea Dermatitis Seboroik
Vulgaris
Etiologi Berdasarkan etiologi, Penyebab Penyebab belum Penyebabnya belum
pada kasus ini keluhan psoriasis masih diketahui, ada diketahui pasti. Faktor
sudah sejak 1 tahun belum diketahui, yang predisposisinya ialah
kelainan konstitusi berupa
yang lalu dan tidak namun terdapat mengemukakan
status seboroik yang
pernah benar-benar beberapa faktor hipotesis bahwa rupanya diturunkan.
sembuh. Pasien resiko timbulnya penyebabnya Penderita dermatitis
mengatakan bahwa psoriasis seperti adalah virus seboroik biasanya
keluhan bertambah faktor genetik dan karena merupakan mempunyai kulit kaya
terutama bila pasien faktor imunologi. penyakit sebum dan berminyak.
kelelahan atau banyak Stress psikis swasima (self Berhubungan dengan
beban pikiran dan putus merupakan faktor limiting keaktifan glandula sebasea.
obat. Pasien sehari-hari pencetus yang disease) yang dapat disebabkan oleh
tinggal dirumah sebagai utama umumnya sembuh proleferasi epidermis yang
ibu rumah tangga, tidak sendiri dalam meningkat seperti pada
terlalu sering berkeringat waktu 3-8 minggu psoriasis.
ataupun berminyak.
Kakak tertua pasien,
menderita keluhan yang
sama 10 tahun yang lalu.

Tabel 9. Diagnosis banding kasus berdasarkan ditinjau dari gejala klinis


Gejala Klinis
Kasus Psoriasis Vulgaris Ptiriasis Rosea Dermatitis
Seboroik
Gejala Sejak 1 tahun yang lalu Ny. Kelainan kulit terdiri Gejala konstitusi Kelainan kulit
A mengeluh timbul bercak atas bercak-bercak tidak ada, penderita terdiri atas
klinis
kemerahan yang meninggi eritema yang biasanya mengeluh eritema dan
gatal ringan. Lesi
mulanya bercak sebesar meninggi (plak) skuama yang
awal berupa herald
seperti di gigit nyamuk, dengan skuama di patch, soliter berminyak dan
namun karena gatal kemudian atasnya. disertai rasa Lesi berikut: lebih agak kekuningan
digaruk lama-lama melebar gatal. khas lebih kecil dari batasnya agak
sebesar uang koin. Dalam awal, susunan kurang tegas.
waktu 1 bulan bercak sejajar dengan
menyebar ke seluruh daerah costae menyerupai
perut, punggung, lengan kanan pohon cemara
dan kiri serta kepala. Keluhan terbalik Christmas
disertai gatal, gatal dirasakan tree.
hilang timbul, biasanya
41

muncul terutama saat


beraktivitas. Karena gatal,
pasien sering menggaruk-
garuk dengan menggunakan
kukunya. Saat menggaruk
bercak tersebut pasien
mengaku timbul sisik yang
berwarna putih.

Tabel 10. Diagnosis banding kasus berdasarkan ditinjau dari efloresensi


Efloresensi
Kasus Psoriasis Ptiriasis Rosea Dermatitis
Vulgaris Seboroik
Efloresensi Pada status dermatologis di Regio Lesi berupa plak Lesi berupa Lesi berupa
scalp terdapat macula hipopigmentasi, eritroskuamosa eritoskuamosa eritroskuamo
3
soliter, ireguler, ukuran 2 cm x 1 cm, sirkumskrip. dengan skuama sa dengan
skuama berlapis-
disertai skuama. Pada Regio facialis halus di pinggir. skuama
lapis, kasar, dan
terdapat macula eritema, multipel, berwarna putih Kemudian berminyak
irregular, ukuran 0,5 cm 2,0 cm x 0,5 seperti mika, serta disusul oleh dan
cm 1,5 cm, sebagian ditutupi skuama transparan. lesi-lesi yang kekuningan
kasar yang sudah menipis berwarna Ada juga lebih kecil di
putih, diskret sebagian konfluens. Pada bentukan yang badan, lengan,
regio truncus posterior terdapat plak khas berupa dan paha atas
eritema, multipel, irregular, ukuran 0,5 cincin dengan yang tersusun
cm 2,0 cm x 0,5 cm - 1,5 cm x 0,2 warna pucat sesuai dengan
cm 0,3 cm, sebagian ditutupi skuama konsentris di atas lipatan kulit.
kasar, diskret sebagian konfluens. Pada kulit yang eritema
regio epigastrica et umbilicus terdapat didekat atau pada
papul eritema soliter, regular, ukuran bagian perifer
0,4 cm x 0,4 cm x 0,3 cm. Pada regio plak psoriasis
epigastrica, umbilicus, lumbal dextra et yang timbul pada
sinistra terdapat makula pengobatan
hiperpigmentosa, multipel, irregular, dengan
ukuran 1,0 cm 5,0 cm x 0,5 cm 3 ,0 kortikosteroid
cm, diskret sebagian konfluens. Pada topikal yang
regio limbal sinistra terdapat macula disebut sebagai
eritema, soliter, irregular, ukuran 2,0 cincin woronoff
cm x 1,7 cm. Dan pada region (woronoff ring).
antebrachii sinistra terdapt plak
eritema multipel, irregular, ukuran 0,4
cm 0,7 cm x 0,3 cm 0,4 cm x 0,1
cm - 0,2 cm, diskret

Tabel 11. Diagnosis banding kasus berdasarkan ditinjau dari predileksi


Predileksi
Kasus Psoriasis Vulgaris Ptiriasis Rosea Dermatitis Seboroik
Predileksi Wajah, lengan atas Kulit kepala. Badan, lengan atas Daerah-daerah
kiri-kanan, Perbatasan daerah bagian proksimal, seboroik: kulit kepala,
punggung dan perut tersebut dengan paha atas. wajah, alis, lipat
muka, ekstremitas nasolabial, telinga, dan
42

bagian ekstensor liang telinga, bagian


terutama siku serta atas-tengah dada dan
lutut, dan daerah punggung, lipa gluteus,
lumbosacral inguinal, genital, ketiak

Tabel 12. Diagnosis banding kasus berdasarkan ditinjau dari pemeriksaan


penunjang
Pemeriksaan penunjang
Kasus Psoriasis Vulgaris Ptiriasis Rosea Dermatitis Seboroik
Pemeriksaan Terdapat Pada psoriasis terdapat Pemeriksaan Pemeriksaan kerokan
fenomena tetesan fenomena tetesan lilin Serologis untuk mengetahui
penunjang
lilin (+) (kaarsvlek gambaran histopatologi,
phenomena), Auspitz
Pemeriksaan mikroflora
dan Kobner
(isomorfik).

Berdasarkan epidemiologi, etiologi, gejala klinis, predileksi dan eflorensi


yang telah dijelaskan, maka diagnosis kerja kasus ini lebih mengarah ke psoriasi
vulgaris.
Pada kasus psoriasis vulgaris dapat diberikan tatalaksana nonfarmakologi
berupa edukasi dan tatalaksana farmakologi meliputi pengobatan sistemik dan
topikal.

Tatalaksana non farmakologi


Memberikan edukasi kepada pasien bahwa penyakit yang diderita pasien
merupakan penyakit autoimun.
Jelaskan bahwa tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan penyakit
bukan untuk menyembuhkan, sehingga menerangkan perlunya kontrol ke
dokter secara teratur.
Memberitahukan kepada pasien agar tidak menggaruk bercak yang ada.
Pola hidup yang sehat dengan perilaku CERDIK:
- Cek kesehatan secara berkala yaitu kontrol ke dokter untuk
mengetahui perkembangan dari penyakit yang dialaminya.
- Enyahkan asap rokok.
- Rajin aktifitas fisik dengan berolahraga rutin minimal 3x/minggu
Selma 30 menit.
- Diet sehat dengan kalori seimbang.
- Makan-makanan yang bervariasi.
- Istirahat yang cukup.
- Kelola stress, karena stress merupakan salah satu faktor pencetus
timbulnya psoriasis.
43

Tatalaksana Farmakologi
Tatalaksana farmakologi diberikan berupa pengobatan sistemik dan topikal.
Secara sistemik, pasien diberikan antihistamin generasi II yaitu cetirizin
dengan dosis 1 x 10 mg per hari selama 1 minggu. Sedangkan secara topikal
diberikan kortikosteroid golongan III (potensi tinggi) yaitu salep Betamethasone
valerate 0,01% 64,4 gram dengan dosis 2 kali sehari diberikan selama 1 minggu
dan krim Betamethasone valerate 0,01% 7 gram dengan dosis 2 kali sehari
diberikan selama 1 minggu.

Alasan pemilihan obat, pada pengobatan sistemik:


Penggolongan antihistamin, dosis, masa kerja, aktivitas kolinergiknya
Golongan dan Contoh Dosis Masa Kerja Aktivitas Komentar
Obat Dewasa kolinergik
ANTIHISTAMIN GENERASI I
Etanolamin
Karbinoksamin 4-8 mg 3-4 jam +++ Sedasi ringan sampai sedang
Difenhidramin 25-50 mg 4-6 jam +++ Sedasi kuat, anti-motion sicknesss
Dimenhidrinat 50 mg 4-6 jam +++ Sedasi kuat, anti-motion sickness
Etilenediamin
Pirilamin 25-50 mg 4-6 jam + Sedasi sedang
Tripelenamin 25-50 mg 4-6 jam + Sedasi sedang
Piperazin
Hidroksizin 25-100 mg 6-24 jam + Sedasi kuat
Siklizin 25-50mg 4-6 jam - Sedasi ringan, anti-motion sickness
Meklizin 25-50 mg 12-24 jam - Sedasi ringan, anti-motion sickness
Alkilamin
Klorfeniramin 4-8 mg 4-6 jam + Sedasi ringan, komponen obat flu
Bromfeneramin 4-8 mg 4-6 jam + Sedasi ringan
Derivat Fenotiazin
Prometazin 10-25 mg 4-6 jam +++ Sedasi kuat, antiemetik
Lain-lain
Siproheptadin 4 mg 6 jam + Sedasi sedang, juga anti serotonin
Mebhidrolin 50-100 mg 4 jam +
napadisilat
ANTIHISTAMIN GENERASI II
Astemizol 10 mg < 24 jam - Mula kerja lambat, risiko
Feksofenadin 60 mg 12-24 jam - aritmia lebih rendah
Lain-lain
Loratadin 10 mg 24 jam - Masa kerja lebih lama
Cetirizine 5-10 mg 12-24 jam -
44

Pasien diberikan antihistamin generasi II, yaitu cetirizine sebagai obat anti
gatal karena masa kerjanya panjang, efek sedasi minimal dan aktivitas
antikolinergiknya minimal, sehingga pemberiannya cukup 1 kali per hari dengan
dosis 10 mg.
Cetirizine merupakan antihistamin yang sangat kuat dan spesifik. Cetirizine
merupakan antagonis reseptor histamin-1 (H1) generasi kedua yang aman
digunakan. Selain mempunyai efek antihistamin, cetirizine juga mempunyai efek
antiinflamasi. Cetirizin adalah metabolit aktif asam karboksilat dari antagonis
reseptor H1 generasi pertama yaitu hidroksizin. Efek antiinflamasi cetirizine
terutama ditunjukkan melalui penghambatan migrasi eosinofil ke lokasi kulit.11
Cetirizin tidak menyebabkan aritmia jantung, tidak atau sangat sedikit
menembus sawar darah otak sehingga biasanya tidak menyebabkan kantuk,
gangguan koordinasi atau efek lain pada SSP.11
Bila dibandingkan dengan cetirizine, loratadin membutuhkan dosis yang
lebih besar dibandingkan cetirizine untuk memberikan efek yang sama, sehingga
cetirizine mempunyai potensi sampai 6 kali lebih kuat dibandingkan loratadin.
Hal ini juga berlaku apabila cetirizine dibandingkan dengan antihistamin generasi
kedua lainnya. Perbedaan ini disebabkan oleh proses metabolisme. Komponen
cetirizine tidak dimetabolisme di hati, sehingga efek terapetiknya tidak tergantung
pada biotransformasi. Obat lain seperti terfenadine, secara cepat dimetabolisme di
hati, dan hasil metabolit tersebut yang memberikan efek H1. Oleh karena itu,
kemampuan metabolisme obat-obat tersebut sangat bervariasi di antara setiap
orang.11
Pada pengobatan topikal untuk psoriasis, kortkosteroid topikal memberi
hasil yang baik. Keberhasilan pengobatan dengan KT, beberapa faktor kunci yang
harus dipertimbangkan adalah diagnosis yang akurat, memilih obat yang benar,
mengingat potensi, jenis sediaan, frekuensi penggunaan obat, durasi pengobatan,
efek samping, dan profi pasien yang tepat.9 Pada truncus, abdomen dan extremitas
digunakan salep karena salep lebih meningkat kan potensi dibandingkan dengan
kemasan krim dan salep bersifat lebih oklusif. Sedangkan pada daerah wajah
digunakan krim. Selain nyaman, krim tidak iritatif. Krim lebih baik untuk efeknya
yang nonoklusif dan cepat kering.
45

Pada psoriasis dengan skuama tebal berupa plakat, memerlukan steroid yang
super poten (golongan I) dengan vehikulum salap/krim. Pada kasus ini skuama
sudah tidak tebal, hal ini menunjukkan bahwa psoriasis dalam penyembuhan
akibat dari pengobatan kortikosteroid topikal, oleh karena itu di pilih
kortikosteroid golongan III.
Tabel 13. Perbandingan Obat Topikal Kortikosteroid Golongan III
Perbandingan Indikasi Kontraindikasi Efek Samping

0,1% Pengobatan tambahan dan Tuberkulosis kulit, Gangguan pencernaan,


triamcinolone untuk penyembuhan infeksi jamur, virus serta edema, reaksi
acetonide sementara pada gejala bakteri pada daerah mulut hipersensitivitas, lemah, dan
yang berhubungan dengan dan tenggorokan. pusing
luka inflamasi oral dan
luka bernanah akibat dari
trauma

0,005% fluticasone Meredakan inflamasi dan Rosacea, perioral Kulit kering, rasa terbakar,
propionate pruritis pada dermatosis dermatitis, acne vulgaris, jangka lama pemakaian
yang responsif terhadap hepes simpleks, varisella, mengakibatkan atrofi kulit
kortikosteroid sptekism, infeksi jamur dan bakteri
prurigo, dermatitis pada kulit
seboroik, lupus
eritrromatosis, gigitan
serangga, biang keringat.

0,1 % amcinonide dermatosis yang responsif - Terbakar, gatal, nyeri,


terhadap kortikosteroid menyengat, iritasi,
kekeringan, folikulitis,
hipertrikosis, erupsi
acneiform, hipopigmentasi,
dermatitis perioral, dermatitis
kontak alergi, infeksi
sekunder, maserasi kulit dan
atrofi, striae, miliaria; HPA
axis dan penekanan
pertumbuhan, sindrom
Cushing, hiperglikemia,
glukosuria.

0,05% fluocinonide dermatosis yang responsif Infeksi di lokasi Dermatitis kontak dan alergi;
terhadap kortikosteroid pengobatan; intoleransi iritasi kulit dan reaksi;
terhadap obat tersebut; hirsutisme; erupsi acneiform.
atrofi kulit yang sudah
ada sebelumnya. Tidak
diperbolehkan saat
menyusui.
46

0,05% diflorosone Inflamasi dan pruritus dari Pada pasien dengan Penyerapan sistemik setelah
diacetate dermatosis yang responsif riwayat hipersensitivitas pemberian topikal dapat
terhadap kortikosteroid. terhadap diflorasone dan mengakibatkan manifestasi
Umumnya paling efektif beberapa komponen dari dari Cushing syndrome,
dalam dermatosis akut sediaan. hiperglikemia dan glukosuria
atau kronis misalnya dalam beberapa pasien. Efek
seboroik, dermatitis samping lokal meliputi rasa
atopik, lokal terbakar, gatal, iritasi, kulit
neurodermatitis, kering, folikulitis,
anogenital pruritus, hipertrikosis, erupsi
psoriasis, fase akhir dari akneformis, hipopigmentasi,
dermatitis kontak alergi dermatitis perioral, dermatitis
dan fase inflamasi dari kontak alergi, maserasi kulit,
xerosis. infeksi sekunder, atrofi kulit,
striae dan miliaria.

0,05% Psoriasis, dermatitis, Hipersensitif terhadap Rasa terbakar atau panas,


betamethasone linken planus, pruritis kortikosteroid, penyakit nyeri tersengat, gatal, iritasi,
dipropionaate anogenital. Inflamasi dan karena virus, infeksi kulit kering, folikulitis,
pruritus dari psoriasis bakteri dan jamur, akne, hipertrikosis, erupsi
yang resisten atau yang rosasea dan dermatitis menyerupai akne,
berat dan dermatosis lain perioral, hindari kontak hipopigmentasi, dermatitis
yang responsif terhadap dengan mata perioral, dermatitis kontak
kortikosteroid alergi, maserasi kulit, infeksi
sekunder, atrofi kulit, striae
dan miliaria.

0,01% Meringkan inflmasi dari penyakit virus pada kulit, Perubahan kulit atrofi lokal.
betamethasone dermatosis yang responsif TB kulit, infeksi perubahan pigmentasi kulit,
valerate terhadap kortikosteroid bernanah akut bakteri, striae.
jamur.

0,05% Eksema, dermatitis, Varisella, sifilis, tb, Folikulitis, hipetrikosis, akne,


desoximetasone psoriasis vaksinasi, dermatitis perubahan pigmentasi kulit,
perioral telangiektasis, striae, atrofi
kulit dan maserasi kulit, rasa
terbakar, kulit kering.

Rata-rata indikasi dari kortikosteroid golongan III (potensi tinggi) yaitu


untuk dermatosis yang responsif terhadap kortikosteroid topikal, yang termasuk
dalam dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid topikal tersebut ialah
psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik,
neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis stasis, dermatitis
venenata, dermatitis intertriginosa dan dermatitis solaris (fotodermatitis).
47

Betamethasone valerate 0,01% lebih dipilih karena memiliki efek samping


yang lebih ringan dibanding dengan KT golongan III yang lain dan indikasinya
lebih spesifik untuk psoriasis.
Pada kasus, Betamethasone valerate 0,01% diberikan dalam bentuk salep
dan krim dengan dosis pemberian 2 kali sehari selama 1 minggu, karena masa
kerja Betamethasone valerate 0,01% adalah 8-12 jam sehingga pemberian dapat
diberikan 2-3 kali sehari. Dipilih 2 kali sehari karena berdasarkan tinjauan
pustaka pengolesan lebih dari 2 kali tidak memberikan perbedaan bermakna,
bahkan dapat mengurangi kepatuhan pasien dan untuk menghindari efek samping
pemakaian. Bila menggunakan potensi sedang atau kuat, cukup dioleskan 2 kali
sehari. Perlu diingat bahwa makin sering dioleskan makin mudah terjadi
takifilaksis, yaitu penurunan respons efek vasokonstriksi (kulit toleran terhadap
efek vasokonstriksi). Pada psoriasis dengan skuama yang tebal berupa plakat
dapat diberikan KT golongan sangat poten selama 1 minggu penuh lalu dihentikan
selama 1 minggu, kemudian dilanjutkan kembali sampai lesi terkontrol.
KT golongan sangat poten atau poten sebaiknya digunakan tidak lebih dari 2
minggu. Bila digunakan jangka panjang, turunkan potensi perlahan-lahan,
turunkan ke potensi yang lebih rendah setelah digunakan 1 minggu, kemudian
hentikan. Penghentian tiba-tiba potensi kuat menyebabkan rebound symptoms
(dermatosis menjadi lebih buruk). Cara menghindari efek rebound dan
memperlambat kekambuhan penyakit kulit kronis adalah dengan pemberian
intermiten.
48

Panduan Pemberian FTU berdasarkan luas regio

Panduan Pemberian FTU untuk dewasa

Kebutuhan pasien setiap kali mengoleskan obat kortikosteroid topikall


dihitung menggunakan Fingertip Unit (FTU), yang mana 1 FTU untuk laki-laki
setara dengan 0,5 gram setara dengan 312 cm2, sedangkan untuk perempuan 1
FTU setara dengan 0,4 gram setara dengan 257 cm 2 10. Karena ukuran lesi dalam
kasus ini bersifat regional, maka dapat menggunakan jumlah TFU yang tertera
pada gambar 2, sehingga pada kasus ini FTU perlu dihitung berdasarkan luas lesi
yang ada.

Fingertip Unit Measurement

Didapatkan 64,4 gram selama 1 minggu dari perhitungan FTU.


Perhitungan ini didapatkan dari total seluruh lesi, pada punggung 7 FTU,
kemudian pada perut 3,5 FTU karena tidak sampai ke dada, kemudian pada
lengan 1 FTU, karena hanya lengan bawah kiri dan lesi sedikit. Jadi total 11,5
FTU x 0,4 gram x 2 x 7 = 64,4 gram. Salep yang diberikan Betamethasone
valerate 0,01% salep 64,4 gram.
49

Didapatkan 7 gram selama 1 minggu. Perhitungan ini didapatkan dari


menggunakan FTU berdasarkan region fasialis dan colli 2,5 FTU. Namun pada
pasien, lesi hanya terbatas pada wajah, jadi 1,25 FTU. Jadi total 1,25x 0,4 x 2 x 7
= 7 gram). Lama pemberian betamethasone valerate krim selama 1 minggu 2x
1hari yang dibutuhkan adalah 7 gram.
Diberikan untuk 1 minggu, yaitu untuk mengurangi efek samping
penggunaan kortikosteroid topikal dan agar pasien bisa kontrol setiap minggu, dan
dilanjutkan dengan penurunan potensi KT.
Berdasarkan teori bahwa psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya
autoimun, bersifat kronik dan residif, maka prognosisnya dengan penjabaran
sebagai berikut:
1. Quo ad vitam pada kasus ini adalah bonam karena penyakit psoriasis tidak
mengancam jiwa.
2. Quo ad fungsionam pada kasus ini adalah bonam karena tidak mengakibatkan
gangguan fungsi organ tubuh lainnya.
3. Quo ad sanationam pada kasus ini adalah malam karena penyakit ini bersifat
kronis dan residif. Penyakit Psoriasis dapat mengganggu penderita dari segi
penampilan fisik secara psikologis yang dapat berdampak menurunkan hidup
kualitas penderita
4. Quo ad cosmetica pada kasus ini adalah dubia ad malam karena penyakit ini
tidak berbahaya tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, mengingat bahwa
perjalanannya menahun dan residif.

Anda mungkin juga menyukai