Anda di halaman 1dari 18

Kepemimpinan Dalam Gereja Mula-Mula

KEPEMIMPINAN DALAM GEREJA PERJANJIAN BARU

Kita telah membahas bahwa di dalam gereja Perjanjian Baru atau jemaat mula-mula, jemaat
saling melayani hingga tidak membutuhkan seorang superstar rohani di tengah mereka. Jemaat
mula-mula dipimpin oleh seorang Kristen yang memiliki kedewasaan dalam Kristus dan nyata
dalam karakter kesehariannya. Dalam Alkitab mereka disebut penatua atau penilik yang bertugas
menggembalakan jemaat Tuhan.

Di dalam jemaat mula-mula penatua lebih merupakan pada fungsi dan bukan titel semata.

Mengapa sekarang kepemimpinan gereja dipimpin oleh para imam profesional? Ini merupakan
bukti kegagalan gereja di dalam menghasilkan murid dan pemimpin secara alamiah. Keengganan
umat Tuhan untuk bertumbuh di dalam Dia dan mengambil tanggungjawab yang Tuhan berikan
membuat sebagian besar umat Tuhan mengalihkan panggilan tersebut. Entah benar-benar tidak
tahu bahwa semua orang percaya dipanggil untuk menjadi imam dan raja atau tidak mau tahu.
Ada pula sebagian yang merasa tidak layak untuk membangun hubungan dan melayani Tuhan
maka dibuatlah organisasi profesional untuk mengakomodasi hal tersebut dan mengangkat
seseorang atau beberapa orang yang bertugas untuk menjalankan roda organisasi atau institusi.

Keadaan ini pertama kali muncul pada masa para Hakim di Israel, saat orang berbuat apa yang
benar menurut dirinya sendiri (Hakim-Hakim 17:6)

Hakim-Hakim 17:6 Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat
apa yang benar menurut pandangannya sendiri.

Hakim-Hakim 17:10 Lalu kata Mikha kepadanya: "Tinggallah padaku dan jadilah bapak dan
imam bagiku; maka setiap tahun aku akan memberikan kepadamu sepuluh uang perak, sepasang
pakaian serta makananmu."

Inilah awal mula munculnya para imam dan bapak profesional yang diawali imam khusus
untuk sebuah keluarga lalu menjadi imam khusus untuk satu suku.

Hakim-Hakim 18:19 Tetapi jawab mereka kepadanya: "Diamlah, tutup mulut, ikutlah kami dan
jadilah bapak dan imam kami. Apakah yang lebih baik bagimu: menjadi imam untuk seisi
rumah satu orang atau menjadi imam untuk suatu suku dan kaum di antara orang
Israel?"

FILOSOFI KEPEMIMPINAN ALKITAB

Dalam Alkitab, kita dapat melihat setiap disebutkan tentang kepemimpinan maka senantiasa
dihubungkan pada:

- Servant leadership (Kepemimpinan kehambaan) sebagaimana tertulis


dalam Markus 10:43-44, Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin
menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan
barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi
hamba untuk semuanya.

- Fathering leadership (kepemimpinan pembapaan) sebagaimana ada


tertulis dalam 1 Tesalonika 2:11, Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap
anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi
seorang.

- Kepemimpinan keteladanan sebagaimana ada tertulis dalam 1 Korintus


4:6, Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada
Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya
ungkapan: Jangan melampaui yang ada tertulis, supaya jangan ada di antara
kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada
yang lain.

-Begitu pula dalam 2 Timotius 3:10, Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku,
cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku.

-
Kita bandingkan juga pola kepemimpinan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru:

PERJANJIAN LAMA PERJANJIAN BARU

ALLAH ALLAH

PEMIMPIN

PEMIMPIN UMAT

UMAT

Kriteria Pemimpin yang Alkitabiah:

1. Memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan (Yohanes 15:1-6)


2. Memiliki karakter ilahi (1 Timotius 3:2-3)
3. Autensitas (bertindak sebagaimana yang dikatakan dengan tepat dan sungguh-sungguh)
4. Integritas (terpadunya gaya hidup dan keyakinan) (Amsal 10:9, 11:3)
5. Kerendahan hati.
6. Mahir membangun hubungan (Matius 23:8, Yohanes 15:15)

Otoritas di dalam gereja merupakan topik yang hangat diperbincangkan . Pertama-tama kita
perlu mengerti dua kata yang memiliki makna berbeda berhubungan dengan aspek otoritas ini :

- Dunamis, yang biasanya di dalam Perjanjian baru diterjemahkan sebagai


kuasa. Pribadi yang memiliki kuasa adalah Tuhan, Yesus, Roh Kudus, malaikat
dan Iblis. Manusia memiliki kuasa dari dirinya sendiri, mereka diberikan pula
kuasa oleh yang memiliki kuasa diatasnya.

- Exousia, kata ini biasanya diterjemahkan sebagai kuasa atau otoritas. Dalam
Perjanjian Baru dinyatakan siapa yang memiliki exousia sama dengan yang
memiliki dunamis. Raja memiliki otoritas untuk memerintah (Roma 13:1-2),
murid-murid Yesus memiliki otoritas atas sakit penyakit dan roh jahat (Matius
10:1). Orang Kristen memiliki otoritas atas berbagai hal dalam kehidupan mereka
seperti benda milik (Kisah para Rasul 5:4), makan, minum, menikah (1 Korintus
11:10). Walaupun demikian dalam Perjanjian Baru tidak pernah dikatakan bahwa
orang Kristen memiliki otoritas atas sesama saudara seiman. Kecuali dalam 2
Korintus 10:8, Bahkan, jikalau aku agak berlebih-lebihan bermegah atas kuasa,
yang dikaruniakan Tuhan kepada kami untuk membangun dan bukan untuk
meruntuhkan kamu, maka dalam hal itu aku tidak akan mendapat malu. Dan ayat
13:10,Itulah sebabnya sekali ini aku menulis kepada kamu ketika aku berjauhan
dengan kamu, supaya bila aku berada di tengah-tengah kamu, aku tidak terpaksa
bertindak keras menurut kuasa yang dianugerahkan Tuhan kepadaku untuk
membangun dan bukan untuk meruntuhkan.

-Paulus berkata ia mempunyai otoritas untuk membangun dan bukannya untuk


meruntuhkan. Penjelasan dari ayat-ayat di atas:

a. Paulus tidak mengatakan bahwa ia mempunyai otoritas atas


seseorang atau sekelompok orang tetapi ia memiliki otoritas untuk
suatu tujuan.

b. Konteks surat ini ditandai dengan nada persuasi atau bujukan.

Bila demikian pada siapa kita harus taat dan tunduk? Jika kita melihat penggunaan kata taat
(hupakouo) dalam Perjanjian Baru maka kita akan melihat bahwa kita diharuskan taat kepada
Allah, Injil (Roma 10:16), doktrin para rasul (Filipi 2:12, 2 Tesalonika 3:14), anak terhadap
orangtuanya (Efesus 6:1), hamba kepada tuannya (Efesus 6:1,5). Tidak ada ketentuan orang
Kristen harus taat pada penatua atau pendeta gerejanya.

Tetapi bagaimana dengan Ibrani 13:17? Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah


kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus
bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira,
bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu.

Mari kita perhatikan kata taat dalam ayat ini. Kata taat dalam ayat ini menggunakan kata
peitho yang berarti meyakinkan. Dalam kalimat ayat di atas tadi itu berarti biarkan dirimu
diyakinkan oleh atau mempunyai keyakinan yang dalam. Jadi maksud ayat itu bukanlah
ketaatan membabi buta tetapi orang percaya memberikan dirinya diyakinkan oleh pemimpinnya
setelah mereka berdiskusi dan membuka hati terhadap apa yang mereka sampaikan.

Kata lain lagi yang ada pada ayat di atas adalah kata tunduk. Kata yang digunakan disini
berbeda dengan kata tunduk yang biasanya digunakan pada ayat-ayat lain yaitu hupotasomai,
dalam ayat ini digunakan kata hupeitko dan hanya digunakan pada ayat ini saja. Arti hupeitko
dapat digambarkan (bila dalam kemiliteran) adalah suatu diskusi yang serius, suatu pertukaran
tempat setelah salah seorang atau partai(kelompok) menyerah. Jemaat tunduk sebab telah terjadi
diskusi terlebih dulu, disadarkan dan dipersuasi. Ia tunduk karena percaya bukan tunduk mati
atau membabi buta.

KITA DIPANGGIL MENJADI AYAH (BAPA), PEMIMPIN DAN MENTOR

Dalam Maleaki 4:5-6 dinubuatkan bahwa akan ada pemulihan fungsi ayah rohani di hari akhir,
Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari TUHAN yang
besar dan dahsyat itu. Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya
dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga
musnah. Pemulihan tersebut dimulai sejak pelayanan Yohanes Pembaptis, dalam Lukas 1:17
dikatakan, dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat
hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran
orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-
Nya.

Menjadi seorang ayah rohani merupakan sesuatu yang ditekankan dalam Alkitab karena
Tuhan sendiri menyatakan dirinya sebagai ayah atau bapa. Mazmur 103:13, Seperti bapa
sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan
Dia. Di dalam Yohanes 14:18, Tuhan Yesus menyatakan Aku tidak akan meninggalkan kamu
sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu.

Generasi ini telah kehilangan figur ayah yang baik, mereka seperti Filipus di dalam Yohanes
14:8 Kata Filipus kepada-Nya: Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup
bagi kami. Gereja selama ini telah gagal dalam fungsi pembapaan bagi generasi. Gereja yang
seharusnya kental dengan nuansa keluarga kini berubah bernuansa perusahaan. Ada pertentangan
model kepemimpinan antara fathering leadership (kepemimpinan pembapaan) dengan CEO
leadership (kepemimpinan perusahaan).

Gereja harus membapai generasi ini, bila tidak maka orang lain akan membapai generasi ini
kepada kebinasaan. Sejarah membuktikan ketika Perang Dunia I usai, anak muda di Jerman tidak
memiliki figur ayah sebab banyak diantara ayah mereka tewas dalam peperangan tersebut.
Kala itu bangkit seorang muda yang karismatik bernama Adolf Hitler dan ia menjadi ayah bagi
generasi terhilang ini. Selanjutnya kita semua tahu, sejarah berbicara mengenai terjadinya Perang
Dunia II. Gereja harus segera bangkit membapai generasi atau seorang antikristus lain akan
mempengaruhi generasi ini pula.
Kepemimpinan Pembapaan (Fathering Leadership)

Tujuan kepemimpinan pembapaan adalah membangkitkan pemimpin yang mempersiapkan umat


yang layak bagi Tuhan.

Dalam 1 Korintus 4:14-17, Hal ini kutuliskan bukan untuk memalukan kamu, tetapi untuk
menegor kamu sebagai anak-anakku yang kukasihi. Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-
ribu pendidik dalam Kristus, kamu tidak mempunyai banyak bapa. Karena akulah yang dalam
Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu. Sebab itu aku
menasihatkan kamu: turutilah teladanku! Justru itulah sebabnya aku mengirimkan kepadamu
Timotius, yang adalah anakku yang kekasih dan yang setia dalam Tuhan. Ia akan
memperingatkan kamu akan hidup yang kuturuti dalam Kristus Yesus, seperti yang kuajarkan di
mana-mana dalam setiap jemaat, disini terdapat 4 hal yang mendasari kepemimpinan
pembapaan:

1. Injil Yesus Kristus, Injil Yesus Kristus mempunyai tiga ciri yaitu Kebenaran (Firman
Allah), Anugerah (bukan karena usaha kita) dan Sukacita (bukan keluhan atau bersungut-
sungut). Dengan demikian maka kepemimpinan pembapaan memiliki ciri berdasarkan
kebenaran, anugerah dan sukacita.
2. Hubungan kasih, kepemimpinan pembapaan didasarkan pada hubungan yang penuh
kasih. Kasih disini merupakan kasih tanpa syarat, kasih yang tidak mementingkan diri
sendiri dan dalam kasih seorang ayah mengembangkan anak.
3. Teladan kehidupan, seorang anak tidak selalu mendengar apa kata ayahnya tetapi
seringkali meniru sikap sang ayah. Sebab itu keteladanan merupakan dasar
kepemimpinan ini. Teladan berbicara mengenai karakter, saat sang ayah mengambil
keputusan, motivasi, integritas kehidupan.
4. Kepercayaan, selalu terjadi dua arah, perlu waktu dan kedekatan hubungan.

Keempat hal di atas akan menghasilkan OTORITAS.

Kepemimpinan pembapaan berbicara mengenai kepemimpinan yang:


1. Menjadi model atau teladan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Terbuka, rendah hati dan orang lain dapat melihat kehidupan pribadinya dengan
keluarga.
3. Yakin akan panggilan Tuhan dalam hidupnya.
4. Selalu hadir dan ada kala dibutuhkan.

Tanda seorang ayah atau bapa rohani dapat kita lihat ciri khas seperti fleksibel ( tidak takut
berbuat salah), dapat diandalkan, dapat dipercaya, lemah lembut dan rendah hati (tidak
memaksakan kehendak).

Mari kita lihat definisi seorang ayah atau bapa, dalam bahasa Ibrani adalah Abba, ini merupakan
sebutan atau titel dan arti kata ini adalah sumber atau pemelihara. Sedang dalam bahasa Yunani
adalah Pater yang berarti sumber dan pemelihara (yang mendukung). Kata Bapa disebut juga
sebagai fondasi dari semuanya.

Bila seseorang kehilangan figur ayah maka ia akan kehilangan identitas diri, kasih sayang dan
tujuan hidup.

Visi kita adalah membangkitkan sumber-sumber yang baik untuk menghasilkan anak-anak atau
generasi yang baik kini.

Fungsi ayah (bapa) adalah:

1. Memberikan rasa aman.

Rasa aman adalah kebutuhan manusia secara naluri sejak bayi. Seorang bayi secara naluriah
selalu memegang erat setiap tangan yang diulurkan kepadanya. Alkitab menasehatkan kita agar
jangan takut, ini menunjukkan bahwa Tuhan memberikan rasa aman kepada kita. Gereja
seharusnya dapat berfungsi sebagai ayah dan ibu. 1 Tesalonika

2:7-12, Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan
merawati anaknya. Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja
rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena
kamu telah kami kasihi. Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah
kami. Sementara kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun juga di
antara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu. Kamu adalah saksi, demikian juga
Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu, yang percaya. Kamu
tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan
hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan
kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya.

Fungsi ibu adalah menasehati dan menguatkan hati agar anak berani mengambil keputusan dan
menjadi percaya diri. Seorang ibu yang meminta dengan sangat atau mendisiplin supaya anak
Tuhan, tanpa mempermalukan anaknya. 1 Korintus 4:14-15, Hal ini kutuliskan bukan untuk
memalukan kamu, tetapi untuk menegor kamu sebagai anak-anakku yang kukasihi. Sebab
sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus, kamu tidak mempunyai banyak
bapa. Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang
kuberitakan kepadamu.

Orangtua, ayah dan ibu membentuk karakter anak-anaknya.

2. Menyediakan ruang bila melakukan kesalahan

Kita harus menyadari bahwa seorang anak tak sempurna, ia pun dapat melakukan kesalahan.
Sebab itu kita tidak boleh menuntut kesempurnaan. Bila kita ingat si bungsu dalam kisah anak
terhilang dalam Lukas 15, kita dapat melihat teladan bagaimana seorang ayah dapat menerima
kembali anak yang telah menyakiti, berdosa dan meninggalkan dirinya.

3. Menyediakan ruang dan mendorong anak agar kreatif

Ada tiga hal yang patut diperhatikan sebelum kita mendisiplin anak:

- Jangan mendisiplin dalam keadaan marah dengan berbagai ancaman. Disiplin


anak dalam kasih, ada rasa sakit saat kita memutuskan untuk memberikan
disiplin. Rasa sakit akibat kita didorong oleh kasih bukannya amarah. Kita
harus mendisiplin sebelum terlambat.

- Setiap anak memiliki temperamen berbeda sehingga cara pendisiplinan pun


berbeda.

- Mendisiplin anak tidak boleh menyakiti hatinya. Kolose 3:21, Hai bapa-
bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya. Ingat tangan
berfungsi untuk mengasihi atau membelai anak dan bekerja. Alkitab mengajarkan
dalam kitab Amsal media untuk mendisiplin adalah rotan.
Membapai generasi

Pembapaan dimulai semenjak kita memberitakan Injil pada seseorang, 1 Korintus 4:15-16,
Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus, kamu tidak mempunyai
banyak bapa. Karena akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang
kuberitakan kepadamu. Sebab itu aku menasihatkan kamu: turutilah teladanku! Beberapa hal
yang perlu diketahui perihal pembapaan:

1. Pembapaan terjadi karena hubungan, bukan sebutan atau panggilan. Hal ini
digambarkan dalam 1 Tesalonika 2:7, Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama
seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. Rasul Paulus menggambarkan
dirinya sebagai seorang ibu yang merawat dan mengasuh. Mengasuh berbicara mengenai
penjagaan dan merawat berbicara mengenai pertumbuhan. Seorang ibu yang penuh
kasih pasti dekat dengan anaknya. 4 langkah untuk membangun hubungan adalah:

- Selangkah demi selangkah, hubungan merupakan suatu proses.

- Belajar dari pengalaman, hubungan terjadi sebab ada proses pembelajaran


karena pengalaman dalam kebersamaan.

- Keterlibatan emosional, hubungan terjadi dan makin erat sebab melibatkan


keterlibatan emosional.

- Sederhana, hubungan menjadikan segala sesuatu sederhana dan tidak rumit.

2. Pembapaan berarti membagi hidup kita dengan orang lain. Apa yang dimaksud dengan
membagi hidup? Itu berarti kita membagi waktu, tenaga, emosi, dll. 1 Tesalonika
2:8,Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela
membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena
kamu telah kami kasihi. Kunci pembapaan adalah mencari dan menemukan kebutuhan
orang yang kita layani selayak orangtua mencari tahu kebutuhan mendasar anaknya.
3. Pembapaan bersifat pribadi. Paulus memperhatikan setiap orang. 1 Tesalonika 2:11-
12,Kamu tahu, betapa kami, seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati
kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya
kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan
dan kemuliaan-Nya.
3.

Mentoring

Sebenarnya Mentor adalah nama seseorang yang pada masa lalu ditugaskan menjaga anak raja
selama beliau pergi berperang. Karena ia menjalankan tugas dengan baik dalam mendidik putra
mahkota itulah sampai kini terlahir istilah mentor atau yang dalam bahasa Indonesia berarti
penasehat.

Seorang mentor akan melakukan mentoring (tugas menasehati dan membimbing) dan hal ini
dapat terjadi bila ada hubungan dua arah. Markus 1:16-18, Ketika Yesus sedang berjalan
menyusur danau Galilea, Ia melihat Simon dan Andreas, saudara Simon. Mereka sedang
menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: Mari,
ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia. Lalu mereka pun segera meninggalkan
jalanya dan mengikuti Dia. Tuhan Yesus memanggil orang-orang yang akan Ia muridkan. Proses
mentoring harus ada persetujuan atau kesepakatan keduabelah pihak. Amos 3:3, Berjalankah
dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji? Dasar suatu hubungan dalam mentoring
adalah kasih, seorang mentor mampu melihat potensi seorang murid (anak rohani), optimis
terhadap muridnya dan dapat melihat segala sesuatu yang tidak atau belum terlihat oleh orang
lain. Mengambil teladan Yesus, Ia membatasi memilih 12 orang murid saja, sebab kuncinya
adalah memiliki hubungan dan waktu yang berkualitas.

Di dalam mentoring harus terjadi persekutuan yang intim antara sang mentor dengan mentori
(orang yang dimentor). Rahasia sukses proses mentoring adalah datang sebagai manusia, jangan
menjadi superman rohani. Tuhan Yesus sendiri memberikan contoh dalam Filipi 2:1-11, Jadi
karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra
dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati
sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau
puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap
yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya
memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Hendaklah kamu
dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai
milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan
sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati
di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya
nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan
yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: Yesus Kristus
adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Rasul Paulus juga menyatakan dalam 1 Korintus 9:20, Demikianlah bagi orang Yahudi aku
menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-
orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah
hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat
memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat.

Hubungan bukan sebagai guru dan murid tetapi sebagai keluarga, 1 Timotius 5:1-2, Janganlah
engkau keras terhadap orang yang tua, melainkan tegorlah dia sebagai bapa. Tegorlah orang-
orang muda sebagai saudaramu, perempuan-perempuan tua sebagai ibu dan perempuan-
perempuan muda sebagai adikmu dengan penuh kemurnian.

Dalam proses mentoring kita sendiri sebagai mentor harus tetap belajar dan membayar harga, 1
Timotius 4:12-16, Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda.
Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam
kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu. Sementara itu, sampai aku datang
bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar. Jangan
lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh
nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua. Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah
di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang. Awasilah dirimu sendiri dan
awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau
akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.

SEORANG AYAH MENINGGALKAN WARISAN BERHARGA

2 Samuel 18:18, Sewaktu hidupnya Absalom telah mendirikan bagi dirinya sendiri tugu yang
sekarang ada di Lembah Raja, sebab katanya: Aku tidak ada anak laki-laki untuk melanjutkan
ingatan kepada namaku. Dan ia telah menamai tugu itu menurut namanya sendiri; sebab itu
sampai hari ini tugu itu dinamai orang: tugu peringatan Absalom.

Sebagaimana kita tahu Absalom memiliki akhir kehidupan yang tragis, ia tidak memiliki pewaris
tahta. Hingga ia berinisiatif untuk mendirikan sebuah monumen bagi dirinya sendiri.

Kita bukan saja telah ditebus dari kematian tetapi juga ditebus dari kehidupan sia-sia yang tidak
memiliki tujuan.

Dalam Mazmur 127:3 Tuhan berfirman, Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka
dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah. Ini juga harus menjadi kerinduan
dalam hati kita untuk melahirkan anak-anak rohani.
Mengapa kita perlu meninggalkan warisan bagi anak-anak rohani kita? Sebab Tuhan Yesus
memberikan teladan tersebut, Ia mewariskan 4 hal:

1. Kehidupan
o Tuhan Yesus kini berada di surga, tetapi kehidupanNya ada pada kita sebab telah
Ia wariskan.
o Tidak ada yang dapat mengambil kehidupan Yesus dari dalam diri kita.
o Tuhan Yesus mewariskan kepada kita kehidupan yang tanpa cacat cela.

2. Pelayanan
o Tuhan Yesus mewariskan pelayananNya pada kita.

3. Pesan
o Berita Injil, Kabar Baik rekonsiliasi hubungan antara kita dengan Tuhan.
o Tuhan Yesus mewariskan Amanat Agung.
o Teladan kehidupan Tuhan Yesus merupakan berita itu sendiri.

4. Kuasa dan Urapan


o Pengenalan akan Allah
o Memiliki kerinduan untuk berada dimana Tuhan berada.
o Berjalan dan bergerak bersama Tuhan senantiasa.
o Mewarisi kuasa dan urapan Kristus.
o Tuhan mau kita mewariskan urapan dan kuasaNya pada anak-anak rohani kita.

Selain itu warisan yang dapat kita tinggalkan adalah nama baik. Nama baik berbicara mengenai
karakter, tentang pekerjaan orang tersebut, tentang tanggungjawabnya, kita harus menjaga nama
naik Bapa di sorga dan tentunya nama baik kita sendiri untuk diwariskan pada anak-anak.

Kita juga dapat mewariskan teladan kuasa dan pengenalan akan Tuhan. Kita semua
bertanggungjawab untuk memindahkan tongkat estafet kebenaran kepada generasi berikutnya.

DNA atau kode genetika kita pun dapat diwariskan. Kita meninggalkan standar teladan
mengenai bagaimana mngerjakan sesuatu. Teladan kita adalah kehambaan dan nilai-nilai
pembapaan.

Kita semua mutlak harus mengalami lima tingkatan kehidupan:

1. Berpindah dari ketidakbenaran kepada kebenaran.


2. Berpindah dari kebenaran kepada tujuan hidup.(visi misi dalam kehidupan dapat
memperbesar kapasitas hidup kita)
3. Berpindah dari tujuan hidup kepada kesuksesan.(sukses bukan tujuan tetapi perjalanan)
4. Berpindah dari kesuksesan kepada signifikan.(signifikan berarti kehidupan yang memberi
arti bagi orang lain)
5. Berpindah dari signifikan kepada suksesi. (melahirkan penerus atau ahli waris)

Dalam bukunya Warisan Abadi, Steven J Lawson (terbitan Metanoia) mengisahkan bahwa
beberapa tahun lalu ada sebuah tim sosiolog di negara bagian New York yang berupaya
menyelidiki pengaruh yang ditimbulkan oleh kehidupan seorang ayah terhadap anak-anaknya
maupun generasi penerusnya. Dalam kajian itu menreka menyelidiki riwayat dua orang pria yang
hidup dalam kurun waktu yang sama di abad ke 18. Satu orang bernama Max Jukes yang
merupakan seorang tak beriman dan berprinsip sedang seorang lagi adalah Jonathan Edwards
yang dikenal sebagai gembala dan sarjana yang terpandang.

Inilah gambaran perbedaannya, keturunan Max Jukes:

- 440 hidup berpesta pora.

- 310 menjadi gelandangan dan peminta-minta

- 190 menjadi pelacur

- 130 menjadi narapidana

- 100 menjadi pecandu alkohol

- 60 orang suka mencuri

- 55 orang menjadi korban pelecehan seksual

- 7 orang menjadi pembunuh

Keluarga ini terkenal akan keburukannya dan telah merugikan negara bagian New York secara
kolektif sebesar $ 1.200.000.

Bandingkan dengan keturunan Jonathan Edwards:

- 300 menjadi pendeta, misionaris atau dosen di bidang theologia.

- 120 orang menjadi profesor di bidang akademis

- 110 menjadi pengacara

- Lebih dari 60 orang menjadi dokter

- Lebih dari 60 orang menjadi pengarang buku bermutu

- 30 orang menjadi hakim

- 14 orang menjadi rektor universitas

- Banyak yang menjadi pemilik usaha atau pabrik

- 3 orang menjadi anggota kongres Amerika Serikat

- 1 orang menjadi wakil presiden Amerika Serikat

Bentuk warisan seperti apa yang hendak Anda tinggalkan bagi keturunan Anda?

Doa dan harapan saya adalah setiap kita maupun generasi selanjutnya dapat terus bertumbuh
makin segambar dengan Kristus dan kerajaan Allah makin berkembang dan berdampak.

Mengapa kepenatuaan (kepemimpinan jamak)?

Selama beberapa tahun terakhir ini banyak sekali kabar menyedihkan tersiar, bagaimana
raksasa-raksasa rohani yang terkenal memiliki pelayanan internasional jatuh dalam dosa.
Sebagian bertobat dan bangkit kembali tetapi banyak juga yang lalu hilang dari peredaran.
Mengapa hal ini dapat terjadi?

Saat saya tengah merintis sebuah gereja, mentor lapangan saya, Inban Caldwel, memberikan
sebuah peringatan bahwa banyak orang menginginkan jabatan pemimpin namun tidak menyadari
akan tanggungjawabnya. Belum lagi menjadi seorang pemimpin harus tahan banting menghadapi
terpaan badai masalah. Seorang pemimpin seringkali kesepian dan tidak memiliki sahabat untuk
berbagi. Bila ia sembarangan terbuka, bisa-bisa ia diserang. Maka akibatnya banyak pemimpin
menjaga imagenya. Sampai pada satu ekstrim dimana pemimpin menjaga jarak dan kehidupan
pribadi-nya dari jemaat yang dia pimpin.

Banyak sekali hamba Tuhan jatuh sebab ia tanpa sadar menjadi the lone ranger (mencoba
menjadi pahlawan seorang diri). Kakak rohani saya, Cornelius Wing mengajarkan bahwa saya
harus memiliki tiga komunitas dalam kehidupan.

Yang pertama komunitas murid, berbicara mengenai orang-orang yang kita muridkan dimana
kita menjadi ayah rohani dan teladan bagi mereka.

Komunitas kedua berbicara mengenai komunitas rekan sekerja, teman jejaring dimana kita dapat
saling berbagi satu dengan yang lain sebagai saudara dan tidak perlu jaim (menjaga image).
Kita bisa saling mempercayai, mengasihi dan melindungi.

Komunitas ketiga adalah komunitas orangtua rohani, dimana kita terbuka apa adanya hingga
bahkan menceritakan pergumulan hidup atau apa pun. Dimana mereka memberikan nasehat
bahkan menegur dalam kasih bila kita melakukan kesalahan.

Dengan memiliki tiga komunitas ini, maka kehidupan rohani kita akan lebih mudah bertumbuh
dan beresiko untuk jatuh dapat diminimalisir.

Tuhan mengetahui bahwa kita rentan jatuh dalam dosa bahkan sebagai seorang pemimpin rohani.
Mengapa kepemimpinan dalam Alkitab itu jamak? Saya percaya karena alasan tersebut di atas.
Kita rentan akan dosa dan kejatuhan sebab itu diperlukan pemimpin lain untuk dapat saling
menjaga dalam kasih. Ketika saudara kita jatuh, segera ulurkan tangan untuk mengangkat dan
bukannya malah menginjak-injak sebagaimana yang sering terjadi.

Sebagai contoh saat seorang tokoh muda Kristen yang saya kagumi, Roberts Liardon, jatuh
dalam dosa beberapa tahun lalu. Saya digerakkan Tuhan mendoakannya dan mengirimkan
sebuah email untuk mendukung dia agar segera bangkit kembali. Meski secara pribadi saya tidak
mengenalnya tetapi karya-karyanya sangat memberkati hidup saya. Puji Tuhan, kini ia sudah
kembali melayani dan pulih dari dosa yang dahulunya pernah membelenggu dia. Kita harus
berhenti menggosipkan anak Tuhan lainnya dan mulai mendoakan bila memang ada masalah.
Kita turun tangan untuk menolong mereka yang jatuh sebab itulah yang Tuhan mau.

Dalam Kisah Para Rasul dan surat-surat yang ditulis oleh Paulus, Petrus,Yakobus, Yudas dan
Yohanes dalam Perjanjian Baru dikatakan bahwa penatua (atau tua-tua jemaat) merupakan para
pemimpin yang bertanggungjawab atas kehidupan jemaat. Tugas mereka adalah
menggembalakan kawanan domba Allah, dan sebagai teladan bagi kawanan domba itu sebab
mereka ini bertanggungjawab kepada Gembala Agung (1 Petrus 5:1-4)

Setiap penatua memiliki keunikan dari segi jawatan maupun karunia hingga bila disinergikan
akan menjadi sebuah dampak yang besar bukan saja dalam tubuh Kristus tetapi juga dunia. Hal
ini akan dibahas dalam bab selanjutnya.

Mengapa kita tidak menganut kependetaan? Pertama kata pendeta itu sendiri tidak ada di dalam
Alkitab. Kalau mau jujur kata pendeta diadaptasi dari kitab suci di luar
kekristenan. Kemungkinan besar penggunaan kata pendeta pertama kali digunakan oleh orang
Kristen Protestan akibat kata pastor (gembala) sudah digunakan gereja Katolik. Sebagaimana
kita tahu dahulu kedua kubu berseteru dengan hebat hingga diperlukan nama jabatan untuk
membedakan ke dua golongan.

Masa kini kata gembala (pendeta) sudah dianggap jabatan gereja bahkan banyak orang yang
ingin memiliki jabatan tersebut.

Efesus 4:11-12, Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik
pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk
memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh
Kristus.

Jelas ayat di atas berbicara mengenai hal karunia atau jawatan bukan jabatan atau gelar
kedudukan. Kita harus mengerti bahwa tidak semua penatua memiliki jawatan (karunia)
gembala, namun ada pula yang memiliki karunia mengajar, memimpin (visioner) (Roma 12:8),
atau memimpin (administrasi) (1 Korintus 12:28) dan sebagainya. Tugas penatua adalah
menggembalakan secara kolektif kawanan domba Allah (1 Petrus 5:1-4).
IMPLEMENTASI KEPENATUAAN ALKITAB

Ketekunan dalan doa. Lukas 11:5-13 dan 18:1-8 menunjukkan pentingnya bertekun di dalam
doa kepada Tuhan. Kita harus ingat bahwa perubahan tidak terjadi seketika itu tetapi memakan
waktu. Jangan pernah meremehkan kekuatan ketekunan di dalam doa. John Wesley seorang yang
bukan saja pengkhotbah besar tetapi juga pendoa yang luar biasa menyampaikan puisi yang
indah ini:

SEBUAH HATI UNTUK MEMUJI ALLAHKU

SEBUAH HATI YANG TAK BERDOSA

SEBUAH HATI YANG SELALU HIDUP

YANG MENJADI NAUNGAN BAGIKU

SEBUAH HATI YANG BERSERAH, TAAT, LEMAH LEMBUT

TAHTA PENEBUSKU YANG BESAR

DI MANA HANYA KRISTUS YANG BERKATA-KATA

DI MANA YESUS SENDIRI YANG MEMERINTAH

Doa harus terlahir dari hubungan yang intim secara pribadi dengan Tuhan, melalui doa pulalah
kita diubahkan olehNya. Kita tidak dapat merubah seorang pun kecuali kita diubahkan oleh
Tuhan terlebih dahulu. Kita harus mempersembahkan hati kita setiap saat padaNya, mengizinkan
hanya Tuhan saja yang bertahta atasnya.

Haus akan kebenaran. Lukas menceritakan dalam kitab Kisah Para Rasul bagaimana gaya
hidup orang percaya di Berea. Mereka suka menyelidiki firman Tuhan. Penatua harus menjadi
teladan pribadi yang haus dan lapar akan kebenaran. Firman Tuhan seharusnya memerdekakan
dan mengubah kehidupan pribadi kita terlebih dahulu, jangan mengharapkan orang lain berubah
sebelum kita sendiri berubah. Kita pun harus mengetahui kebenaran firman Tuhan hingga kita
dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan kebenaran.
Kerendahan hati. Tuhan Yesus memberikan teladan ini ketika Ia datang ke dunia dan
mengosongkan diriNya agar dapat berinkarnasi sebagai Anak Manusia dalam misi penebusan
dosa. Ia juga memberikan teladan dengan membasuh kaki murid-muridNya menunjukkan sifat
kehambaan. Siapa kita bila masih sombong dan merasa diri harus selalu dihormati orang lain?
Kerendahan hati kita hanya dapat dinilai oleh orang yang ada disekitar kita.

Pemuridan (melahirkan pemimpin baru). Tuhan memberikan amanat agung pada kita semua
untuk melahirkan murid-murid bagiNya.

Mobilisasi umat Tuhan terlibat pekerjaanNya. Tidak ada kumpulan penonton dalam keluarga
Allah. Tuhan menghendaki penatua memperlengkapi jemaat untuk terlibat pekerjaanNya. Ingat
bahwa pelayanan pekerjaan Tuhan bukanlah monopoli kalangan elit rohani.

Anda mungkin juga menyukai