Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Perilaku Seksual

2.1.1 Definisi Perilaku Seksual

Berikut ini adalah pengertian tentang batasan perilaku seksual, aktivitas seksual,

hubungan seksual dan perilaku seksual pra nikah (Martopo, 2000):

1.Perilaku seksual adalah perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis.

Perilaku seksual juga merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik

anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim,

biasanya dilakukan oleh pasangan suami isteri.

2.Aktivitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi dorongan seksual

atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin melalui berbagai perilaku.

3.Hubungan seksual merupakan kontak seksual yang dilakukan berpasangan dengan

lawan jenis atau sesama jenis.

4.Perilaku seks pra nikah adalah perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses

pernikahan yang resmi menurut hukum ataupun agama dan kepercayan masing-masing

individu.

5.Menurut Soetjiningsih (2004), perilaku seks pranikah pada remaja adalah segala

tingkah laku remaja yang didorong oleh hasrat baik dengan lawan jenis maupun sesama

jenis yang dilakukan sebelum adanya hubungan resmi sebagai suami istri. Objek

seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri.
6.Perilaku seksual menurut Sarwono (2007) merupakan segala bentuk perilaku yang

didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis.

Bentuk perilaku seksual, mulai dari bergandengan tangan (memegang lengan pasangan),

berpelukan (seperti merengkuh bahu, merengkuh pinggang), bercumbu (seperti cium

pipi, cium kening, cium bibir), meraba bagian tubuh yang sensitif, menggesek-gesekkan

alat kelamin sampai dengan memasukkan alat kelamin Demikian halnya dengan

perilaku seksual pranikah pada remaja akan muncul ketika remaja mampu

mengkondisikan situasi untuk merealisasikan dorongan emosional dan pemikirannya

tentang perilaku seksualnya atau sikap terhadap perilaku seksualnya.LEngle et.al.

(2005) dalam Tjiptanigrum, (2009) mengatakan bahwa perilaku seksual ringan

mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan, 3) mengkhayal, 4) berpegangan tangan, 5)

berciuman ringan (kening, pipi), 6) saling memeluk,sedangkan yang termasuk kategori

berat adalah : 1) Berciuman bibir/mulut dan lidah, 2) meraba dan mencium bagian

bagian sensitive seperti payudara, alat kelamin, 3) menempelkan alat kelamin, 4) oral

seks, 5) berhubungan seksual (senggama) Faktor yang juga diasumsikan sangat

mendukung remaja untuk melakukan hubungan seksual adalah teman sebaya yang

dilihat dari konformitas remaja pada kelompoknya di manakonformitas tersebut

memaksa seorang remaja harus 5) Kelompok Geng Remaja yang tidak termasuk klik

atau kelompok besar dan yang merasa tidak puas dengan kelompok yang terorganisasi

mungkin mengikuti kelompok geng. Anggota geng yang biasanya terdiri dari anak-anak

sejenis dan minat utama mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman

melalui perilaku antisosial.


2.2.8 Peluang/ Waktu luang

Dengan adanya waktu luang yang tidak bermanfaat maka lebih mudah

menimbulkan adanya pergaulan bebas, dalam arti remaja mementingkan hidup

bersenang-senang, bermalas-malas, berkumpul-kumpul sampai larut malam yang akan

membawa remaja pada pergaulan bebas. ( Gunarsa,1995)

2.2.9 Budaya Menurut Koenjaraningrat (1997),

Budaya adalah pedoman yang bernilai dan memberikan arah atau norma yang

terdiri dari aturan aturan untuk bertindak yang apabila dilanggar menjadi tertawaan,

ejekan dan celaan sesaat oleh masyarakat di sekitarnya. Budaya suatu kaidah yang

timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhan pada suatu saat lazimnya, budaya

disuatu tempat berbeda dengan budaya ditempat lain, demikian pula budaya disuatu

tempat berbeda menurut kurun waktunya (Soekanto, 2008). Sarwono (2012)

mengatakan, walaupun pada zaman sekarang ini marak terjadi perilaku seks bebas tetapi

sebenarnya dalam masyarakat Indonesia masih menjungjung tinggi nilai tradisional.

Nilai tradisional dalam perilaku seksual yang paling utama adalah tidak melakukan

hubungan seksual sebelum menikah. Nilai ini tercermin dalam bentuk keinginan

mempertahankan kegadisan seseorang sebelum menikah Orang tua belum memiliki

kesiapan dengan perubahan dan kemampuan anak-anak dalam beradaptasi dengan nilai-

nilai yang baru. Mereka masih khawatir anak-anak akan mendapatkan pengaruh

negatifdari nilai-nilai baru tersebut. Hal ini yang membuat anak mengalami

kebingungan dalam memahami nilai-nilai kontradiktif yang diterapkan orang tua kepada

mereka. Tidak mengherankan jika pada usianya mereka masih memperlihatkan


kehidupan emosional yang kurang matang dan relasi sosial yang kurang berkembang.

Mereka juga kesulitan untuk menjadi individu yang lebih berbudaya, yang mewarnai

kehidupan perilaku mereka sehari-hari.Budaya mempunyai peranan penting dalam

membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga

membentuk kepribadian dan pola pikir masyarakat tertentu. Budaya mencakup

perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun

masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideologi yang mereka anut. Tentu

saja pada kenyataannya budaya antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya

berbeda, terlepas dari perbedaan karakter masing-masing kelompok masyarakat ataupun

kebiasaan mereka.Peran budaya yang ada dalam masyarakat dapat dijadikan titik acuan

dalam membentuk kepribadian seseorang atau kelompok masyarakat. Karena melalui

kebudayaan manusia dapat bertukar pikiran. Apalagi di jaman sekarang yang dimana

teknologi informasi sangat menjadi acuan atau pengaruh dalam pertukaran kebudayaan

dalam masyarakat berbangsa maupun bernegara.Masyarakat sering sekali menerima

langsung kebudayaan-kebudayaan negatif yang seharusnya dan memang bertentangan

dengan norma-norma, karena kebudayaan negatif inilah yang tidak dapat mengubah

kepribadian seseorang/masyarakat sehingga remaja menelan begitu saja apa yang

dilihatnya dari budaya barat.

2.2.10 Gender

Menurut Raharjo (1997), permasalahan hubungan genderyang asimetris masih

tetap mengganjal dan dianggap sebagai sebab utama dari permasalahan-permasalahan

perempuan saat ini, termasuk yang berkaitan dengan hak dan kesehatan reproduksi.
Ketidakberdayaan perempuan adalah sebagai akibat dari konstruksi sosial yang selama

ini menempatkan perempuan pada kedudukan yang subordinat. Di bidang reproduksi,

ketidakberdayaan perempuan itu terlihat dari hubungan yang tidak berimbang antara

laki-laki dan perempuan dalam hal seksual dan reproduksi seperti tercermin dalam

kasus pemaksaan hubungan kelamin yang dapat mengakibatkan kehamilan yang tidak

diinginkan yang apabila terjadi pada remaja dapat menyebabkan remaja tersebut hamil

di usia muda. Menurut Sarwono (2007) faktor yang menyebabkan perilaku seksual pada

remaja adalah :

1.Pengetahuan Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja yang

sudah mulai berkembang kematangan seksualnya secara lengkap kurang mendapat

a.Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang

dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang

bersangkutan dan akan memengaruhi perkembangan selanjutnya.

b.Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak-

kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas,

keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan

menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.

c.Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan

tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang

dianut, serta keinginan akan kebebasan

d.Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha

untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat Masa remaja
sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit

diatur,cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua

menjadi takut.

f.Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang

kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan orang lain

sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.

g.Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan

didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan didalam memberikan

kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-

minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka

menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

2.3.3 Tahapan Perkembangan Remaja Menurut Hurlock (2011)

Tahap perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu: Tahapan

Perkembangan Remaja Masa Remaja Awal(12-15 Tahun)Masa Remaja Tengah(15-

18Tahun)Masa Remaja Akhir (18-21 Tahun)Lebih dekat dengan teman sebayaMencari

identitas diriPengungkapan identitas diriIngin bebasTimbulnya keinginan untuk kencan

Lebih selektif dalam mencari teman sebayaLebih banyak memperhatikan keadaan

tubuhnya dan mulai berpikir abstrakMempunyai rasa cinta yang

mendalamMempunyaicitra jasmani dirinyaMengembangkan kemampuan berpikir

abstrak.Dapat mewujudkan rasa cintaBerkhayal tentang aktifitas seks.Mampu berpikir

abstrak.Sumber : Hurlock, 2011

2.3.4 Perkembangan Sosial Remaja


Menurut Hurlock (2011) ada tiga proses dalam perkembangan sosial adalah sebagai

berikut:

a.Berperilaku dapat diterima secara sosial

Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang prilaku yang

dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya harus mengetahui

prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan prilakunya

sehingga ia bisa diterima sebagian dari masyarakat atau lingkungan sosial tersebut.

b.Memainkan peran di lingkungan sosialnya Setiap kelompok sosial mempunyai pola

kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap

anggota dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya.

c.Memiliki sikap yang positif terhadap kelompok sosialnya

Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang menjadi

kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi berarti, ia berhasil dalam

penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka

menggabungkan diri.

2.4 Landasan Teori

Perilaku adalah adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme baik yang dapat

diamati baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).

LEngle et.al. (2005 dalam Tjiptanigrum, 2009) mengatakan bahwa perilaku seksual

ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan, 3) mengkhayal, 4) berpegangan

tangan, 5) berciuman ringan (kening,pipi), 6) saling memeluk sedangkan yang termasuk

kategori berat adalah : 1) Berciuman bibir/mulut dan lidah, 2) meraba dan mencium
bagian bagian sensitive seperti payudara, alat kelamin, 3) menempelkan alat kelamin, 4)

oral seks, 5) berhubungan seksual (senggama).Santrock (2007) yang mengutip Bandura

(1998) menyatakan bahwa, faktor perilaku

dan faktor lingkungan dapat berinteraksisecara timbal-balik. Dengan demikian dalam

pandangan Bandura, lingkungan dapat memengaruhi perilaku seseorang, namun

seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan.

Berdasarkan teori tersebut, maka landasan teori dapat digambarkan dalam gambar di

bawah ini :

Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam

belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh

perilaku (modeling).

2.5 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep penelitian ini secara skematis dapat digambarkan pada

bagan berikut ini :

Variabel Independen

Variabel Dependen

PenelitianFaktor yang Memengaruhi :

1.Umur Pubertas

2.Pengetahuan Perilaku Seksual

3.Sikap

4.Harga Diri

5.Peran Media Informasi


6.Peran Orang Tua

7.Peran Teman Sebaya

8.Waktu luang

9.Budaya

10.Gender Perilaku Seksual pada Remaja

Anda mungkin juga menyukai