:: KOAS EMERGENSI ::
KELOMPOK I
RUMAH SAKIT KARTIKA HUSADA
2013
1
Disusun Oleh:
Dibimbing oleh:
Tim Penyusun
2
:: DAFTAR ISI ::
3
:: HIPERTENSI PADA KEHAMILAN ::
4
:: LUKA BAKAR ::
- Terbatas pada lapisan - meliputi epidermis dan sebagian - meliputi seluruh tebal
epidermis (surperficial), dermis, kulit dan lapisan yang
- kulit hipermik - inflamasi(+), eksudasi(+), bula(+) lebih dalam mencapai
- bulla(-), vesikel (-) - nyeri(+) subkutan, otot dan tulang.
- nyeri(-) - bua(-), nyeri (-)
- penyembuhan spontan - penyembuhan lama
- mengenai bagian - mengenai hampir
epidermis dan lapisan seluruh bagian dermis
atas dari dan sisa-sisa
corium/dermis. jaringanepitel tinggal
- folikel rambut, sedikit.
- kelenjar sebecea - folikel rambut,
masih banyak. kelenjar keringat,
- sembuhspontan 10- kelenjar sebacea
14hr tinggal sedikit.
- sembuh > satu bulan.
Sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 %
- Luka bakar derajat II 10-20 % pada
anak anak
- Luka bakar derajat III < %10 %
Berat
- Luka bakar derajat II >25 %
Kepala dan leher=9 % - Luka bakar derajat II >20 % pada
anak anak
Lengan=18 % - Luka bakar derajat III > %10
Badan Depan=18 % - Luka bakar mengenai tangan, wajah,
Badan Belakang=18 %
telinga, mata, kaki dan
Tungkai=36 %
Genitalia/perineum=1% genitalia/perineum.
Total=100 % - - Luka bakar dengan cedera inhalasi,
listrik, disertai trauma lain.
5
Penatalaksanaan:
1. Diwajibkan memakai sarung tagan steril bila melakukan pemeriksaan penderita.
2. Bebaskan pakaian yang terbakar.
3. Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan adanya trauma lain
yang menyertai.
4. Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distress jalan napas dapat dipasang
endotracheal tube. Traheostomy hanya bila ada indikasi.
5. Pemasangan intraveneous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan pemasanga scalp
vein. Diberikan cairan ringer Laktat dengan jumlah 30-50 cc/jam untuk dewasa dan 20-30
cc/jam untuk anak anak di atas 2 tahun dan 1 cc/kg/jam untuk anak dibawah 2 tahun.
6. Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor jumlah urine produksi. Dicatat jumlah
urine/jam.
7. Di lakukan pemasangan nosogastrik tube untuk gastric dekompresi dengan intermitten
pengisapan.
8. Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena dan jangan secara
intramuskuler.
9. Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid booster bila penderita
tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.
10. Pencucian Luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum. Luka dicuci debridement
dan di disinfektsi dengan salvon 1 : 30. Setelah bersih tutup dengan tulle kemudian olesi
dengan Silver Sulfa Diazine (SSD) sampai tebal. Rawat tertutup dengan kasa steril yang
tebal. Pada hari ke 5 kasa di buka dan penderita dimandikan dengan air dicampur Salvon 1 :
30
11. Eskarotomi adalah suatu prosedur atau membuang jaringan yang mati (eskar)dengan teknik
eksisi tangensial berupa eksisi lapis demi lapis jaringan nekrotik sampai di dapatkan
permukaan yang berdarah.
12. Fasiotomi dilakukan pada luka bakar yang mengenai kaki dan tangan melingkar, agar bagian
distal tidak nekrose karena stewing.
13. Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi bed luka telah dilakukan
dimana didapatkan kondisi luka yang relative lebih bersih dan tidak infeksi. Luka dapat
menutup tanpa prosedur operasi. Secara persekundam terjadi proses epitelisasi pada luka
bakar yang relative superficial.
14. Untuk luka bakar yang dalam pilihan yang tersering yaitu split tickness skin grafting. Split
tickness skin grafting merupakan tindakan definitive penutup luka yang luas. Tandur alih
kulit dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh - sembuh dalam waktu 2 minggu dengan
diameter > 3 cm.
6
Baxter Formula:
7
:: DIAGNOSIS BANDING DEMAM ::
Definisi: demam adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat
pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-1.
Zat yang dapat menyebabkan demam pirogen
No Pirogen mikrobial Pirogen non-mikrobial
1 Bakteri gram (-) endotoksin Fagositosis
2 Bakteri gram (+)peptidoglikan Kompleks antigen-antibodi
dinding sel Steroid
3 Virus pembentukan antibody, Sistem monosit-makrofag
induksi oleh interferon, nekrosis sel Interleukin-1 (IL-1)
akibat virus Tumor necrosis factor (TNF)
4 Jamur baik hidup/ mati Limfosit yang teraktivasi
Interferon(INF)
Interleukin-2(IL-2)
GM-CSF
Menurut protocol Kaiser Permanente Appoinment and Advice Call Center 2000:
Demam pada anak jika:
1. Suhu rektal > 38 C
2. Suhu aksila > 37,5 C
3. Suhu membrane timpani 38,2 C
Disebut demam tinggi bila suhu >39,5 C dan disebut hiperpireksia bila suhu > 41,1 C
demam
8
:: PERBEDAAN DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE ::
9
:: DERAJAT PENYAKIT DBD ::
10
:: KOMPLIKASI DEMAM DENGUE ::
1. Syok (dengue Shock Syndrome)
Peningkatan permeabilitas diding pembulug darah yang mendadak sehingga terjadi
perembesan plasma dan elektrolit melalui endotel vaskuler dan masuk ke dalam ruang
interstitial. Menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi cairan
ke rongga serosa.
2. Perdarahan
- Trombositopenia hebat yang disebabkan oleh infeksi.
- Gangguan fungsi trombosit
- Kelainan sistem koagulasi, masa tromboplastin parsial, masa protrombin memanjang,
sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin normal. Beberapa
factor pembekuan menurun, termasuk factor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen.
- Pembekuan intravascular yang meluas(Disseminated Intravascular Coagulation,
DIC)
3. Komplikasi DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
Terjadi aktivasi koagulasi intravascular yang tidak terlokalisir (menyebar). Manifestasi
berupa:
- Perdarahan
- Disfungi ginjal
- Disfungsi hati
- Disfungsi pernapasan
- syok
- Disfungsi SSP ensefalopati
- Trombosis pada pembuluh darah besar
11
:: INDIKASI TRANSFUSI DARAH PADA DBD ::
1. Bila terdapat perdarahan massif (perdarahan dengan jumlah darah 4-5 ml/ kgB/ jam)
misalnya perdarahan hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena,
hematosekia), perdarahan saluran kencing, perdarahan otak dengan jumlah trombosit
<100.000/ l dengan atau tanpa koagulasi intravascular diseminata (KID) dapat diberikan
transfusi trombosit (Trombocyte concentrate (TC)).
2. Bila secara klinis dan laboratoris ditemukan tanda-tanda KID ( proses aktivasi sistem
koagulasi, terjadi pembentukan fibrin di vascular, terjadi oklusi trombotik yang
menyebabkan kerusakan banyak organ, terjadi pemakaian trombosit & protein dari factor
pembekuan yang bermanifestasi perdarahan dengan gejala kinis petekie, ekimosis,
hematuria, melena, epistaksis, hemoptisis, perdarahan gusi, perdarahan otak, gagal ginjal
akut, iskemik fokal dan gangren dapat diberikan transfuse heparin.
3. Bila terjadi factor-faktor pembekuan (PT, PTT memanjang), berikan transfuse FFP
(Frozen Fresh Plasma)
4. Bila hemoglobin < 10 g %, diberi transfuse PRC (Packed Red Cell)
12
:: DERAJAT DEHIDRASI PADA DEWASA ::
TATALAKSANA DEHIDRASI
1. Dehidrasi minimal (<5%) : 103% dari kebutuhan cairan normal
2. Dehidrasi ringan-sedang (5-10%) : 109 % dari kebutuhan cairan normal
3. Dehidrasi berat (>10%) : 112% dari kebutuhan cairan normal
13
:: REHIDRASI ::
14
:: KLASIFIKASI TINGKAT DEHIDRASI ANAK ::
Klasifikasi Tanda-Tanda/Gejala Tatalaksana
Dehidrasi Berat Terdapat dua atau lebih dari tanda di Rencana Terapi C
bawah ini:
Letargis/tidak
Mata cekung
Tidak bisa minum atau malas
minum
Cubitan kulit perut kembali sangat
lambat ( 2 detik)
Dehidrasi Ringan/Sedang Terdapat dua atau lebih tanda di Rencana Terapi B
bawah ini:
Rewel, gelisah
Mata cekung
Minum dengan lahap, haus untuk
Cubitan kulit kembali lambat
Catatan: larutan intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat (disebut pula larutan Hartman
untuk penyuntikan). Tersedia juga larutan Ringer Asetat. Jika larutan Ringer Laktat tidak
tersedia, larutan garam normal (NaCl 0.9%) dapat digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa)
tunggal tidak efektif dan jangan digunakan.
15
16
Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. DEPKES RI
17
:: FOTO SERIAL PADA MULTIPLE TRAUMA ::
Pada trauma multiple foto serial yang dilakukan adalah:
18
:: INDIKASI EMERGENCY CT-SCAN SETELAH CEDERA KEPALA ::
1. GCS < 13 tanpa adanya intoksikasi alkohol atau fraktur tulang tengkorak.
2. GCS < 14 dengan adanya fraktur tulang tengkorak.
3. Pupil yang berdilatasi unilateral pada keadaan AMS
4. Depressed Skull Fraktur
5. Defisit neurologik fokal
6. Pasien cedera kepala yang membutuhkan ventilasi
19
:: INDIKASI CT SCAN::
Resiko tinggi untuk intervensi bedah Resiko sedang untuk intervensi bedah
1. GCS < 15 setelah 2 jam cedera 1. Amnesia > 30 menit
2. Curiga adanya fraktur terbuka atau 2. Mekanisme cedera yang berbahaya
fraktur depresi tengkorak (pejalan kaki yang tertabrak truk,
3. Usia > 65 tahun jatuh dari ketinggian > 3 kaki)
4. Muntah lebih dari 2 episode
5. terdapat tanda fraktur basis cranii
(hemotimpanum, raccoon eyes,
otorrhea, rhinorrhea)
20
:: FAST (FOCUSED ABDOMINAL SONOGRAPHY IN TRAUMA)::
Penggunaan USG pada trauma tumpul abdomen terutama untuk mendeteksi adanya
hemoperitoneum dan ini dilakukan berkairan dengan didapatkannya hasil sensitifitas yang tinggi
pada berbagai penelitian. FAST telah dikembangan sebagai protocol di berbagai senter trauma,
pemeriksaan USG bergerak (driven ultrasound) bertujuan untuk mendeteksi dini adanya
hemoperitoneum dan hemopericardium dan manfaatnya telah banyak dilaporkan.1,2
Di ruang gawat darurat, USG selalu diperlukan untuk penilaian yang cepat kemungkinan
adanya hemoperitoneum. Tujuan utama USG Emergency pada trauma abdomen adalah
menilai adanya cairan abnormal (cairan bebas) serta menetapkan indikasi untuk dilakukan
operasi. 3,4
Saat ini penggunaan Ultrasonografi sebagai sarana diagnostic pada trauma lebih diperluas
dengan mengarah kepada penegakan diagnosis dengan cepat dan akurat dengan istilah FAST
(Focused Abdominal Sonography for Trauma).
Pemeriksaan Ultrasonografi (FAST) diindikasikan pada pasien dengan trauma tumpul
abdomen baik dengan hemodinamik stabil maupun tidak stabil. Ultrasonografi kurang peka
untuk identifikasi dan menentukan gradasi cedera organ solid, cedera usus, cedera
retroperitoneal. Pemeriksaan USG (FAST) dapat langsung dengan jelas mendeteksi adanya
cairan bebas intraperitoneal atau adanya Cardiac Tamponade 5
Alogaritma pemeriksaan USG (FAST) pada trauma tumpul abdomen sebagai berikut. 5
Alogaritma Ultrasonografi (FAST) pada trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik
tidak stabil (Sistolik < 90 mmHg)
21
Alogaritma Ultrasonografi (FAST) pada trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik stabil.
(Sistolik 90 mmHg)
22
- Meskipun bekuan darah memberikan gambaran yang khas, ia tidak dapat dengan tepat
menentukan jenis dari cairan bebas intraperitoneal.
Teknik Pemeriksaan 5
Untuk mencari cairan abdominal tranducer ditempatkan pada empat posisi dasar yaitu :
Perihepatik dan pada celah hepatorenal
Perisplenic
Pervis
23
Pericardium
Perbandingan berbagai Metode Diagnostik untuk mengevaluasi Trauma tumpul dan Tajam
Abdomen
24
Sumber:
25
:: BURR HOLE ::
Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan
reflek cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan
brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa ektra aksial.
Burr hole merupakan suatu alat diagnostik untuk mengetahui ada tidaknya perdarahan ektra
aksial tersebut, yang bila hasilnya positif dapat dilakukan dengan kompresi awal sebelum
tindakan Craniotomy defenitif dilakukan. Dengan makin berkembang dan meluasnya
penggunaan CT scan kepala, tindakan Burr hole diagnostik jadi jarang dilakukan. Namun untuk
RS daerah dimana fasilitas CT Scan tidak ada, dapat merupakan tindakan live saving yang
dilakukan oleh dokter bedah.
Indikasi :
Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT scan kepala
tidak bisa dilakukan
Teknik Operasi :
Pasien diposisikan supine dengan kepala dimiringkan sehingga lkasi yang akan dibuka
terletak diatas, dan dibawah bahu diletakan gulungan kain untuk membantu perutaran
kepala.
Burr hole pertama dilakukan dedaerah temporal 2 cm diatas arkus zigoma, 2 cm didepan
tragus. Insisi kulit dilakukan secara tajam sehingga tulang, setelahnya infiltrasi dengan
Pehacain.
Perdarahan dari arteri superfisial temporalis derawat dengan kauter atau ligasi, kemudian
dipasang retraktor secara otomatis.
Dilakukan burr hole menggunakan bor atau drill hingga menembus tulang temporal dan
tampak duramater.
Pemilihan lokasi :
o Ipsilateral dengan pupil yang pertama kali midriasis, atau kontralateral dengan
hemiparesis
o Bila tidak adatanda lateralisasi dilakukan pada daerah dibawah fraktur tulang atau
pada jejas SCALP yang bermakna
o Bila penderita koma tanpa tanda yang jelas, dilakukan pertama pada sisi kiri
sebagai hemisfer dominan.
26
o Gambar lokasi Burr Hole
27
:: FLOATING PROSTAT ::
Adalah terdorongnya prostat kea rah cranial atau caudal yang diakibatkan oleh trauma
maupun suatu penyakit.
Floating prostat dapat ditemukan dengan melakukan pemeriksaan colok dubur (rectal
toucher). Biasanya akan didapatkan perabaan prostat mobile. Floating prostat biasa ditemukan
pada trauma uretra.
Jika terdapat floating prostat pada pemeriksaan colok dubur, maka ini merupakan
kontraindikasi tindakan pemasangan kateter urin karena hal terebut dapat menyebabkan
kerusakan uretra lebih parah / perdarahan massif.
28
:: CARA SEDERHANA MEMBEDAKAN RHINOREA/ORTORHEA PERDARAHAN
LOKAL ATAU PERDARAHAN DARI INTRAKRANIAL ::
Pada perdarahan rhinorea/ortorhea perdarahan lokal, normalnya tidak bercampur dengan CSS,
namun pada keadaan fraktur tulang tengkorak, darah yang keluar bisa bercampur dengan cairan
CSS.
Cara pemeriksaan :
Dengan menggunakan kasa treril atau tisu kering, darah yang keluar ditempelkan/ didep dengan
kasa/tisu.
Hasil positif jika resapan darah pada kasa bercampur dengan CSS, memberikan gambaran
darah yang dikelilingi resapan bening (basah yang menyebar). Kemungkinan darah
bercampur dengan CSS.
Hasil negatif jika resapan pada kain murni hanya darah, tidak dikelilingi cairan resapan
bening.
29
:: PROSEDUR RECTAL WASHOUT::
Pengertian:
Wash out adalah pemberian cairan ke dalam rectum dan kolon sampai ke lambung dengan
menggunakan selang melalui anus. Wash out diberikan untuk merangsang peristaltic dan segera
mengeluarkan feces. Wash Out pembersih digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa pencernaan
yang terutama dilakukan untuk pemeriksaan dengan sinar-x (rontgen) atau bila perut mengeras/
tegang karena tidak dapat platus.
Tujuan:
Prosedur ini bertujuan untuk mengosongkan isi rectum/colon dari gas, peces atau mucus dan
membilas saluran pencernaan bagian bawah untuk radiologi, persiapan operasi atau pemeriksaan
lain.
Indikasi:
irigasi usus pada bayi dan anak-anak pada beberapa keadaan/ penyakit (Hirschsprung disease,
ileus mekonium, kloaka atau stoma distal yang membutuhkan irigasi usus.
Kontra Indikasi:
1. Irigasi kolon regular.
2. Hemoroid yang mudah berdarah
3. Keganasan kolon atau rectum
Peralatan:
1. Natrium klorida hangat 0,9%. Jumlah cairan yang dianjurkan:
a. Dewasa: 700-1000 ml
b. Bayi : 150-250ml
c. Usia bermain (Toddler) : 250-350ml
d. Usia sekolah : 300-500 ml
e. Remaja : 500-700 ml
30
6. Memasang selimut mandi dengan hanya memperlihatkan daerah anal.
7. Melepaskan penyumbat spuit/ pompa suit kemudian hubungkan dengan kateter.
8. Meleskan gel pelumas pada kateter dan anus sepanjang 7,5-10 cm.
9. Membuka bokong klien dengna cermat sampai anus terlihat ; menganjuurkan klien untuk
bernafas dalam dan menghmbuskan nafas melalui mulut.
10. Memasukkan kateter ke dalam rectum.
11. Memasukkan cairan nacl hangat ke dalam mangkuk, pegang kateter dengan satu tangan
kemudian isi corong spuit hingga 20ml.
12. Corong spuit ditinggikan perlahan sampai setinggi 30-45cm diatas anus. Lama waktu
pemasangan infuse terganatung dari jumlah cairan yang dialirkan (1 liter=10 menit).
13. Klem selang kateter bila cairan telah selesai dialirkan.
14. Meletakan kertas toilet sekitar anus dan mencabut selang dengan cermat.
15. Memberi tau klien bahwa perasaan kembung yang timbul,merupakan hal yang
biasa.menganjurkan klien untuk menahan cairan selama mungkin sambil berbaring dengan
tenang di tempa tidur.(untuk anak/bayi,memegang bokong anak selama beberapa menit.
16. Merapikan wadah,mencuci,mengeringkan,dan menyimpan kembali.
17. Membuka sarung tang secara terbalik,dan mambuang kepada tempatnya.
18. Mambawa klien ke toilet atau medudukannya pada pispot ; mengingatkan klien untuk tidak
menyiram toilet sebelum dilihat perawat.
19. Mengamati sifat feces dan cairan yang keluar
20. Membantu klien untuk membersihan daerah anus dengan air dan sabun.
21. Mancuci tangan
(Sumber:Leeds neonatal and paediatric services Guideline for the management of bowel
irrigation (rectal washout) for under one year old infants and children. Published August 2011)
31
:: INDIKASI INTUBASI TRAKEA ::
32
:: PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RECTAL TOUCHER) ::
Pemeriksaan ini sangat penting untuk dapat kita peroleh informasi penting untuk
menegakan diagnosa. Tetapi pemeriksaan ini sering terabaikan. Begitu pentingnya hingga pernah
dicetuskan bahwa tidak ada telunjuk untuk colok dubur, boleh digunakan jari kaki untuk colok
dubur.
Ada beberapa posisi untuk colok dubur :
1. Left lateral (Sims ) position: Rutin digunakan untuk wanita atau prosedue standar laki-laki.
Pasien miring kekiri, dengan tungkai atas kanan fleksi, sedangkan tungkai bawah kiri semi
ekstensi. Panggul harus menungging dan sejajar dengan pinggir tempat tidur.
2. Knee-elbow position :Baik untuk perabaan prostat dan vesikula seminalis.
3. Dorsal position :Pasien tidur dengan posisi setengah duduk posisi lutut ditekukkan(fleksi).
Telunjuk tangan kanan pasien masuk kedubur dengan melintasi dibawah paha kanan pasien.
Untuk bimanual palpasi tangan kiri diatas supra pubis.
4. Lithotomy position :Dilakukan pada meja operasi. Bimanual dengan telunjuk kanan pada
rektum sedang tangan kiri pada supra pubis.
33
2. Palpasi Prostat:
Waktu melakukan palpasi prostat, buli-buli harus kosong.
Dilakukan pada posisi knee-elbow posisi atau left lateral posisi.
Gunakan telunjuk yang telah diberi pelicin dan masukan perlahan ke anus.
Perabaan prostat normalnya kenyal dan elastis. Teraba lobus medial yang dibatasi oleh
sulkus medial. Telusuri sulkus kebawah maka akan teraba bagian yang lunak berarti
kita telah sampai pada pool bawah prostat sampai pada uretra membranous, yang pada
masing-masing sisinya kadang teraba kelenjer bulbouretra (Cowper), sedangkan bila
kita telusuri keatas teraba pool atas prostat dan vesikula seminalis. Keadaan yang akan
ditemukan:
Dalam keadaaan normal vesikula seminalis ini tidak teraba.
Dalam keadaan prostatitis kronis, prostat teraba membesar, agak panas dan nyeri
tekan.
Pada keganasan prostat yang asimptomatik yang lokasinya pada lobus lateral yang
dalam dan lobus medius tidak dapat diraba melalui rectal. Bila terletak pada
permukaan kapsul teraba nodul, konsistensi keras, dalam keadaan lanjut prostat
irreguler, sulkus medianus obliterasi dan kadang ukuran prostat membesar.
34
:: PERBEDAAN ILEUS PARALITIK DAN ILEUS OBSTRUKTIF ::
Ileus Obstruktif Ileus Paralitik
Definisi Keadaan dimana usus Penyumbatan mekanis pada usus
gagal/tidak mampu melakukan sehungga menutup dan mengganggu
kontraksi peristaltik jalanya isi usus.
Etiologi Adhesi (perlekatan usus Neurologik:
halus) - Pasca operasi
Hernia inkarserata eksternal - Kerusakan medula spinalis
(inguinal, femoral, umbilikal, - Keracunan timbal kolik ureter
insisional, atau - Iritasi persarafan splanknikus
parastomal) - Pankreatitis
Neoplasma Metabolik:
Intususepsi usus halus - Gangguan keseimbangan
Penyakit Crohn elektrolit (terutama hipokalemia)
Volvulus - Uremia
Batu empedu yang masuk ke - Komplikasi DM
ileus - Penyakit sistemik seperti SLE,
sklerosis multipel
Benda asing, seperti bezoar.
Obat-obatan
Divertikulum Meckel
- Narkotik
Fibrosis kistik
- Antikolinergik
- Katekolamin
- Fenotiasin
- Antihistamin
Infeksi
- Pneumonia
- Empiema
- Urosepsis
- Peritonitis
- Infeksi sistemik berat lainnya
Iskemia usus
Diagnosis
Anamnesis Nyeri abdomen, muntah, Kembung, anoreksia, konstipasi,
distensi, kegagalan BAB kadang-kadang muntah
(konstipasi) & buang gas
Palpasi Nyeri tekan, defance muskular, Perasaan tidak enak di perut, nyeri
masa abdominal tekan (-), nyeri lepas (-)
35
Auskultasi Bunyi rush diantara masa Bising usus lemah atau jarang,
tenang (metalic sound) bahkan tidak terdengar sama sekali
Radiologi
Gambaran dilatasi usus + air Air fluid level berupa suatu gambaran
fluid level step ladder (pola line up (segaris)
anak tangga)
Diagnosis Baik bila diagnosis dan tindakan Bail bila penyakit primer dapat diatasi
dilakukan dengan cepat
kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-
35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/hari dan K+=1 mmol/kgBB/hari
36
:: RUANG TRAUBE (TRAUBE SPACE) ::
Ruang Traube adalah ruang dengan bentuk bulan sabit di dalam perut. Penanda ruang Traube
pada permukaan perut adalah costae keenam, garis mid-aksilaris kiri dan margin
costae kiri.Perkusi harus dilakukan pada satu atau lebih tingkat Traube ruang dari medial
kelateral. batas anatominya adalah:1. Kanan: tepi bawah lobus kiri hati.2. Kiri: bagian anterior
dari limpa.3. Superior: tepi bawah paru kiri (paru Resonansi).
37
:: PPOK ::
KLASIFIKASI PPOK(dikutip dari GOLD 2010)
38
Penatalaksanaan menurut derajat PPOK(dikutip dari GOLD 2010)
39
b. LABA berulang
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
Derajat IV(PPOK VEP1 / KVP < 70%; 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
sangat berat) VEP1 < 30% bronkodilator:
prediksi atau gagal a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi
nafas atau gagal pemeliharaan
jantung kanan b. LABA
c. Pengobatan komplikasi
d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan
respons klinis atau eksaserbasi berulang
2. Rehabilitasi
3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas
4. Pertimbangkan terapi bedah
40
Keterangan:
Kortikosteroid hanya diberikan pada penderita dengan uji steroid positif. Uji steroid
positif apabila dengan pemberian steroid oral selama 10-14 hari menunjukan perbaikan
gejala klinis dan fungsi paru
SABA: short acting beta 2 angonist; LABA: long acting beta 2 angonist
41
42
Terapi medikamentosa PPOK
43
:: RIWAYAT ALAMIAH GAGAL GINJAL KRONIK ::
Riwayat alamiah gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu:
1. Stadium I
Stadium pertama ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Pada stadium ini kreatinin serum
dan kadar BUN normal (10-20 mg per 1000 ml), dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi
ginjal hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti
tes pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes LFG yang teliti.
2. Stadium II
Stadium kedua perkembangan ini disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan
yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN baru
mulai meningkat di atas batas normal dan kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi
kadar normal. Pada stadium ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria mulai timbul. Gejala-
gejala ini timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan atau minuman yang
tiba-tiba.
3. Stadium III
Stadium ketiga atau stadium akhir gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium akhir atau
uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur,
atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari keadaan
normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada keadaan ini
kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita
mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, penderita biasanya menjadi oligurik
(pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun proses
penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti
akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau
dialisis.
44
:: TERAPI ANTIBIOTIC UNTUK PENGOBATAN ISK ::
45
:: HIPOGLIKEMIA DAN CARA MENGATASINYA ::
Defisini
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL. atau kadar glukosa
darah ,<80 mg/dL,dengan gejala klinis. Hipoglikemia pada DM terjadi karena;
- Kelebihan obat / dosis obat ; terutama insulin ,atau obat hipoglikemia oral.
- Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun ; gagal ginjal kronik pasca persalinan.
- Asupan makan tidak adekuat ; jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat
- Kegiatan jasmani berlebihan.
Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan
sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus
dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada
pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lambat dan memerlukan
pengawasan yang lebih lama.
Pemeriksaan penunjang
- Kadar glukosa darah (GD) ,tes fungsi ginjal ,tes fungsi hati ,C- peptide
Terapi
Stadium permulaan ( sadar )
- Berikan gula murni 30 gram ( 2 sendok makan ) atau sirop /permen atau gula murni ( bukan
pemanis pengganti gula atau gula diit /gula diabetes ) dan makanan yang mengandung
karbohidrat.
- Hentikan obat hipoglikemik sementara
- Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
- Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL ( bila sebelumnya tidak sadar)
- Cari penyebab
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia );
- Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL)bolus intra vena ,
- Diberikan cairan dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam perkolf
- Periksa GD sewaktu (GDs) ,kalau memungkinkan dengan glukometer ;
46
- Bila GDs < 50 mg /dL-- + bolus dekstrosa 40% 50 ml IV
- Bila GDs < 100 mg /dL --+ bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV
- periksa GDs setiap satu jam setelah pemberian dekstrosa 40%
- bila GDs < 50 mg/dL -- + bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV
- bila GDs <100 mg/dL -- +bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV
- bila GDs 100 200 mg /dL -- tanpa bolus dekstrosa 40 %
- bila GDs > 200 mg/dL pertimbangan menurunkan kecepatam drip dekstrosa 10 %
- Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 berturut turut ,pemantauan GDs setiap 2 jam ,dengan
protocol sesuai diatas ,bila GDs >200 mg/dL pertimbangkan mengganti infuse dengan
dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %.
- Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut- turut ,pemantauan GDs setiap 4 jam , dengan
protocol sesuai diatas .bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan mengganti infuse dengan
dekstrosa 5 % atau NaCI 0.9 %
- Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut ,slinding scale setiap 6 jam :
47
(Sumber: PERKENI, 2006)
48
:: APPENDISITIS ::
Pemeriksaan Laboratorium:
a. Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis, Creaktif
Pemeriksaan protein meningkat. LED akan
Penunjang meningkat.
b. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan
bakteri di dalam urin
49
Abdominal X-Ray : Digunakan untuk melihat adanya fecalith
sebagai penyebab appendisitis.
USG : USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.
10.prognosis
50
:: ASMA::
Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa:
51
Obat-obat asma:
52
- Alternatif pengontrol lainnya adalah anti-leukotrien bagi pasien
yang tidak tepat menggunakan kortikosteroid inhalasi dan
pasien dengan rhinitis alergika.
- Selain itu, dapat pula diberikan teofilin lepas lambat kepada
pasien dengan gangguan asma malam hari.
- Kortikosteroid bekerja dengan menghambat metabolisme asam
arakidonat, mencegah migrasi sel inflamasi, dan meningkatkan
sensitivitas reseptor beta. Kortikosteroid yang diberikan secara
inhalasi merupakan antiinflamasi paling poten, tetapi dapat
menimbulkan efek samping berupa kandidiasis oral dan
disfonia. Uniknya, kombinasi tetap kortikosteroid inhalasi dan
beta agonis dapat meningkatkan sintesis reseptor, menurunkan
desentisasi reseptor, dan efek sinergi
Tahap 3 - Tahap ini untuk pasien yang tidak kunjung membaik di tahap 2
selama kurang-lebih 12 minggu dan diyakini tidak ada masalah
lain seperti kepatuhan, pencetus, dan lain-lain.
- Pasien diberikan pengontrol kombinasi inhalasi dosis rendah
dan agonis beta-2 kerja lama (LABA) yang disebut LABACS.
Alternatif lainnya sama dengan tahap 2.
- Jika tidak kunjung membaik, maka pasien dirujuk ke spesialis
asma
Tahap 4 - Tahapan setelah tahap 3 dimana harus dinilai apakah gejala
pasien sudah terkontrol sebagian atau belum terkontrol,
kepatuhan pasien, komorbiditas, dan pencetus.
- Pengobatan yang diberikan adalah LABACS dimana
kortikosteroid inhalasi diberikan dalam dosis sedang-tinggi.
- Pemberian kortikosteroid dosis sedang dianjurkan melalui IDT
(inhalasi dosis terukur) dan spacer untuk meningkatkan
penghantaran obat ke saluran napas
(Sumber: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia,
2004 dan DAI (Dewan Asma Indonesia Tahun 2011)
53
:: TERAPI OKSIGEN ::
1. Tujuan :
a. meningkatkan konsentrasi oksigen pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerob
b. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 % untuk :
Mencegah dan mengatasi hipoksemia/hipoksia serta mempertahankan oksigenasi
jaringan yang adekuat
Menurunkan kerja napas dan miokard
Menilai fungsi pertukaran gas
Oksigen aliran rendah cocok untuk pasien stabil dengan pola napas, frekuensi dan volume ventilasi
normal, misalnya klien dengan volume tidal 500 ml dengan kecepatan pernapasan 16-20 kali per menit.
Contoh sistem aliran rendah :
Tabel 1. Alat suplementasi oksigen, kecepatan aliran dan persentase oksigen yang dihantarkan
ALat Kecepatan aliran % oksigen
Kanul nasal 1 L/menit 21-24
2 L/menit 25-28
3 L/menit 29-32
4 L/menit 33-36
5 L/menit 37-40
Max :6 L/menit 41-44
Sungkup muka sederhana 6-10 L/menit 35-60
Sungkup muka dengan 6 L/menit 60
reservoir oksigen 7 L/menit 70
8 L/menit 80
9 L/menit 90
10-15 L/menit 95-100
54
Tabel 2.
Nilai oksimetri denyut Arti klinis Pilihan alat Indikasi
(%) suplementasi O2
95 - 100 Dalam batas normal O2 4 L/menit Pasien yang dicurigai
SKA
90 - < 95 Hipoksia ringan-sedang Sungkup muka
sederhana
85 - < 90 Hipoksia sedang-berat Sungkup muka Sakit kritis,
dengan reservoir kesadaran masih
O2 baik, ventilasi
Ventilasi dibantu adekuat tetapi
membutuhkan O2
konsentrasi tinggi
Sebelum ada
indikasi intubasi
endotrakea;
edema paru akut,
asma akut, PPOK
atau pasien tidak
sadar tetapi
ventilasi adekuat
dengan refleks
batuk masih ada
< 85 Hipoksemia berat yang Ventilasi dibantu
mengancam nyawa
Sumber : Karo, Santoso, dkk. 2012. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Lanjut ACLS Indonesia. Jakarta :
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI)
55
:: PERBEDAAN GAGAL JANTUNG KANAN DAN GAGAL JANTUNG KIRI ::
56