Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu penyakit mata yang dapat membahayakan serta dapat

mengakibatkan seseorang kehilangan penglihatannya adalah selulitis orbita1.

Selulitis orbita adalah infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak posterior dari

septum orbita. Lebih dari 90% kasus selulitis orbita terjadi akibat kasus sekunder

karena sinusitis bakterial akut atau kronis. Gambaran klinisnya antara lain demam

(lebih dari 75% kasus disertai lekositosis), proptosis, kemosis, hambatan

pergerakan bola mata dan nyeri pergerakan bola mata. Keterlambatan pengobatan

akan mengakibatkan progresifitas dari infeksi dan timbulnya sindroma apeks orbita

atau trombosis sinus kavernosus. Komplikasi yang terjadi antara lain kebutaan,

kelumpuhan saraf kranial, abses otak, dan bahkan dapat terjadi kematian.2 Selulitis

Orbita memiliki berbagai penyebab dan mungkin terkait dengan komplikasi yang

serius. Sebanyak 11% dari kasus-kasus Selulitis Orbita hilangnya penglihatan.

Diagnosis yang tepat dan pengelolaan yang tepat sangat penting untuk

menyembuhkan pasien dengan selulitis orbita.1 Selulitis Orbita bakteri adalah

infeksi yang mengancam nyawa dari jaringan lunak di belakang septum orbital. Hal

ini dapat terjadi pada segala usia tetap ilebih sering terjadi pada anak-anak,

organisme penyebab yang paling umum adalah Streptococcus pneumonia,

Staphylococcus aureus, Staphylococcus pyogenes dan Haemophilus influenza.1

Penyebab dan faktor predisposisi selulitis orbita antara lain sinusitis, trauma okuli,
riwayat operasi, dakriosistitis, sisa benda asing di mata dan periorbita, infeksi gigi

(odontogen), tumor orbita atau intraokuler, serta endoftalmitis.1,2

Selulitis orbita karena infeksi gigi (odontogen) merupakan kasus yang sedikit,

hanya 25% dari semua kasus selulitis orbita. Sedangkan sinusitis yang disebabkan

oleh faktor odontogen diperkirakan 1012% dari semua kasus sinusitis. Sumber

infeksi dapat timbul dari semua gigi, terutama premolar dan molar superior.3,4
BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi

Anatomi Palpebra

Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata,

sertamengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan

kornea.Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi

bola mataterhadap trauma, paparan sinar, dan pengeringan bola mata .1 Kelopak

mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan pada bagian

belakang ditutupi oleh selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsa.1

Pada kelopak terdapat bagian-bagian :

-Kelenjar, seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar

Zeis pada pangkal rambut,dan kelenjar Meibompada tarsus.

-Otot, seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas

dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra

terdapat otot orbikularis okuli yang disebut M. Rioland. M.orbikularis berfungsi

menutup bola mata yang dipersarafi N. fasial. M.levator palpebra, yang berorigo

pada annulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian

menembus M. orbikularisokuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit

tempat insersi M.levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini
dipersarafi oleh N. III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau

membuka mata.

-Di dalam kelopak mata ada tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar

di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.

-Septum orbita, yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita

merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan. Tarsus ditahan oleh septum

orbita yang melekat pada rima orbitapada seluruh lingkaran pembukaan rongga

orbita.

-Tarsus, terdiri atas jaringan ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak

dengan kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah).

-Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra.

-Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal n.

V,sedangkan kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.

Anatomi Orbita

Orbita adalah sebuah rongga berbentuk segi empat seperti

buah pir yang berada di antara fossa kranial anterior dan sinus

maksilaris. Tiap orbita berukuran sekitar 40 mm pada ketinggian,

kedalaman, dan lebarnya. Orbita dibentuk oleh 7 buah tulang:

- Os. Frontalis

- Os. Maxillaris

- Os. Zygomaticum

- Os. Sphenoid
- Os. Palatinum

- Os. Ethmoid

- Os. Lacrimalis

Secara anatomis orbita dibagi menjadi enam sisi, yaitu:

1. Dinding medial, terdiri dari os maxillaris, lacrimalis, ethmoid, dan sphhenoid.

Dinding medial ini seringkali mengalami fraktur mengikuti sebuah trauma. Os

ethmoid yang menjadi salah satu struktur pembangun dinding medial merupakan

salah satu lokasi terjadinya sinusitis etmoidales yang merupakan salah satu

penyebab tersering selulitis orbita.

2. Dinding lateral, terdiri dari sebagian tulang sphenoid dan zygomaticum.

3. Langit-langit, berbentuk triangular, terdiri dari tulang sphenoid dan frontal.

Defek pada sisi ini menyebabkan proptosis pulsatil.

4. Lantai, terdiri dari os. Palatina, maxillaris, dan zygomaticum. Bagian

posteromedial dari tulang maksilaris relatif lemah dan seringkali terlibat dalam

fraktur blowout.

5. Basis orbita, merupakan bukaan anterior orbita

2.2 Selulitis Orbita

2.2.1 Definisi

Adalah peradangan supuratif jaringan ikat jarang intraorbita di belakang septum

orbita. Keadaan ini merupakan infeksi preseptal utama dari jaringan adneksa dan

orbital ocular.
2.2.2 Patofisiologi dan etiologi

Selulitis Orbita terjadi dalam 3 situasi berikut:

(1) perluasan infeksi daristruktur periorbital, paling sering dari sinus paranasal,

tetapi juga dariwajah, dan kantung lacrimalis

(2) inokulasi langsung orbita setelah adanya trauma, operasi,dan infeksi kulit

(3) penyebaran hematogen dari bacteremia, misalnya dari fokus-

fokus seperti otitis media dan pneumonia (2).

Dinding medial orbital tipis dan berlubang tidak hanya oleh banyak pembuluh

darah tanpa katup dan saraf tetapi juga oleh berbagai defek lainnya. Kombinasi

tulang yang tipis, adanya foramen untuk jalur neurovaskular, dan defek alami yang

terjadi pada tulang memungkinkan jalur yang mudah bagi bahan infeksius antara

sel-sel udara ethmoidal dan ruang subperiorbital dalam bagian medial orbita.

Lokasi yang paling umum dari abses subperiorbital adalah sepanjang dinding

medial orbital. Periorbita adalah relatif longgar melekat pada tulang dinding medial

orbita, yang memungkinkan material abses untuk dengan mudahnya berpindah ke

lateral, superior, dan inferior dalam ruang subperiorbital (2). Selain itu, ekstensi

lateral selubung dari otot-otot luar mata, septaintermuskularis, memperpanjang otot

rektus dari satu ke yang berikutnya. Bagian posterior orbita, fasia antara otot rektus

adalah tipis dan sering secara tidak lengkap memungkinkan perluasan mudah antara
ruang orbitextraconal dan intraconal (2). Drainase vena dari sepertiga tengah wajah,

termasuk sinus paranasal, terutama melalui vena orbita, yang tanpa katup, yang

memungkinkan alur infeksi baik anterograde dan retrograde. Bahan infeksius dapat

masuk ke dalam orbit secara langsung dari trauma kecelakaan atau trauma operasi

melalui kulit atau sinus paranasalis(2).

Sinusitis ethmoid adalah penyebab paling umum dari orbital selulitis pada semua

kelompok usia dan bakteri aerobik non-spora adalah organisme yang paling sering

bertanggung jawab (2). Organisme yang sering menjadi penyebab adalah

organisme yang sering ditemukan di dalam sinus: Haemophilus Influenzae type B,

Streptococcus Pneumonia, Staphylococcus aureus yang resisten methicillin,

streptokokus lainnya dan stafilokokus lainnya. Jamur penyebab selulitis yang

paling sering adalah Mucor dan Aspergillus (2). Mucormycosis tersebar luas dalam

distribusi yang sangat luas, sementara aspergilosis lebih sering terlihat di iklim

lembab/hangat. Mucormycosis memiliki onset yang cepat (1-7 hari), sedangkan

aspergilosis jauh lebih lambat (bulan sampai tahun).

2.2.3 Epidemiologi

Peningkatan insiden selulitis orbita terjadi di musim dingin, baik nasional maupun

internasional, karena peningkatan insiden sinusitis dalam cuaca. Ada peningkatan

frekuensi selulitis orbita pada masyarakat disebabkan oleh infeksi Staphylococcus

aureus yang resisten methicillin dan beberapa faktor lainnya :

a.Mortalitas / Morbiditas (3).


Sebelum ketersediaan antibiotik, pasien dengan selulitis orbita memiliki angka

kematian dari 17%, dan 20% dari korban yang selamat buta di mata yang terkena.

Namun, dengan diagnosis yangcepat dan tepat penggunaan antibiotik, angka ini

telah berkurang secara signifikan; kebutaan terjadi dalam 11% kasus. Selulitis

orbita akibat S. aureus yang resisten terhadap methicillin dapat menyebabkan

kebutaan meskipun telah diobati antibiotic (3).

b.Ras

Selulitis orbita tidak dipengaruhi oleh rasial (3).

c.Sex

Tidak ada perbedaan frekuensi antara jenis kelamin pada orang dewasa, kecuali

untuk kasus-kasus S. aureus yang resisten terhadap methicillin, yang lebih sering

terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan rasio 4:1. Namun, pada anak-anak,

selulitis orbita telah dilaporkan dua kali lebih sering terjadi pada laki-laki daripada

perempuan (3).

d. Usia

Selulitis orbita, pada umumnya, lebih sering terjadi pada

anak-anak daripada di dewasa muda. Kisaran usia anak-anak yang

dirawat dirumah sakit dengan selulitis orbita adalah 7-12 tahun (3).

2.2.4 Gambaran klinis

Gambaran klinis selulitis orbita yaitu:


Gejala subjektif berupa demam, nyeri pergerakan bola mata, penurunan

penglihatan. Gejala objektif berupa mata merah, kelopak sangat edema, proptosis,

kemosis, restriksi motilitas bola mata, exophtalmus, peningkatan tekanan

intraokular, rinore. Proptosis dan oftalmoplegi adalah tanda kardinal dari selulitis

orbita (4).

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Evaluasi pada pemeriksaan penunjang mencakup sebagai berikut :

a.Leukositosis lebih besar dari 15.000

b.Pemeriksaan kultur darah

c.Usap sekret hidung

d.Pap smear untuk Gram stain

e.CT Scan

Pandangan aksial untuk menyingkirkan kemungkinan pembentukan abses otak dan

abses peridural parenkim. Pandangankoronal sangat membantu dalam menentukan

keberadaan dan batas dari setiap abses subperiorbital. Namun, pandangan

koronal,yang membutuhkan hiperfleksi atau hiperekstensi leher, mungkin sulitpada

anak-anak tidak kooperatif dan pada pasien yang akut (5).

f.MRI
membantu dalam mendefinisikan abses orbita dan dalam mengevaluasi

kemungkinan penyakit sinus kavernosa. Dan juga bermanfaat untuk memutuskan

kapan dan dimana melakukan drainase pada abses orbita (6).

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada selulitis orbita adalah

a)Okular Komplikasi meliputi keratopathy, tekanan intraokular meningkat,oklusi

dari arteri atau vena retina sentral, dan neuropati optik endophthalmitis (7).

b)Intrakranial Komplikasi yang jarang terjadi, termasuk meningitis, abses otak dan

trombosis sinus kavernosus. Yang terakhir adalah komplikasi yang jarang namun

sangat serius yang harus dicurigai bila ada bukti-bukti keterlibatan bilateral,

perkembangan proptosis yang sangat cepat dan sumbatan pembuluh darah wajah,

konjungtiva danretina (8).

c)Abses Subperiosteal adalah yang paling sering terletak di sepanjang dinding

medialorbital. Merupakan masalah serius karena potensi perkembangan yang cepat

dan perluasan intracranial (9).

d)Abses orbita relatif langka di selulitis orbital terkait sinusitis, tetapi mungkin

terjadi pada kasus paska-trauma atau paska operasi (9).

2.2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terhadap selulitis orbita meliputi :

1)Rawat inap rumah sakit


Pengawasan dan penilaian oleh ahli mata dan otolaryngological sangat diperlukan.

Pembentukan abses intrakranial mungkin memerlukan drainase (9).

2) Terapi antimikroba

- Melibatkan ceftazidime 1g intramuskular setiap 8 jam dan oral metronidazole

500mg setiap 8 jam untuk bakteri anaerob.

- Antibiotik intravena dosis tinggi 1.5g oksasilin dikombinasikan dengan satu juta

unit penicillin G setiap 4 jam

- Vankomisin intravena adalah alternatif yang berguna jika alergi penisilin

- Anak-anak usia sekolah dapat diterapi dengan oksasillinkombinasi dengan

cefuroxime, atau antibiotik ampisilin-sulbaktam.Bayi sebaiknya diterapi dengan

ceftriakson (9).

3) Dekongestan hidung dan vasokonstriktor Dapat membantu drainase sinus

paranasalis (9).

4)Pemantauan fungsi saraf optik.

Setiap 4 jam dipantau dengan pengujian reaksi pupil, ketajaman visual, penglihatan

warna dan apresiasi cahaya (9).

5)Intervensi bedah

Tidak respon terhadap antibiotik, penurunan penglihatan, orbital atau subperiosteal

abses (9).

Beberapa jenis antibiotik yang dapat digunakan dalam terapi

selulitis orbita yaitu :

a. Vankomisin (Vancocin)

Trisiklik glycopeptide antibiotik untuk pemberian intravena.


Diindikasikan untuk pengobatan strain staphylococcus methicillin-

resistant (tahan beta-laktam) pasien yang alergi penisilin (9).

b. Klindamisin (Cleocin)

Menghambat sintesis protein bakteri pada ribosom bakteri

tuas, mengikat dengan preferensi 50S subunit ribosom dan

mempengaruhi proses inisiasi rantai peptide (9).

c. Sefotaksim (Claforan)

Semisintetik antibiotik spektrum luas untuk penggunaan

parenteral. Efektif terhadap gram positif aerob, seperti

Staphylococcus aureus (tidak mencakup methicillin-resistant strain),

termasuk penisilinase dan non-penisilinasestrain, dan

Staphylococcus pyogenes , gram negatif aerob (misalnya,

Hinfluenzae), dan anaerob (misalnya , spesies Bacteroides) (9).

d. Nafcillin (Unipen

Efektif terhadap spektrum gram-positif yang luas,

termasuk Staphylococcus, pneumococci, dan grup A beta-hemolitik

streptokokussemisintetik penisilin (9).

e.Ceftazidime (Fortaz, Ceptaz)

Semisintetik, spektrum luas, beta-laktam antibiotik untuk

injeksi parenteral. Memiliki spektrum yang luas dari efektivitas

terhadap gram negatif aerob seperti H. influenzae, gram positif

aerob seperti Staphylococcus aureus(termasuk penisilinase dan

non-penghasil penisilinase strain) dan S. pyogenes ,dan anaerob,


termasuk Bacteroides spesies (9).

f. Kloramfenikol (Chloromycetin)

Efek bakteriostatik terhadap berbagai bakteri gram negatif

dan gram-positif dan sangat efektif terhadap H influenza (9).

g. Tikarsilin (Ticar)

Penisilin semisintetik suntik yang bakterisida terhadap kedua

organisme gram positif dan gram negatif, termasuk H influenzae,

Staphylococcus S (non-penghasil penisilinase), beta-hemolitik

streptokokus (kelompok A), S.pneumoniae, dan organisme anaerob,

termasuk Bacteroides dan Clostridiumspesies (9).

h. Cefazolin (Ancef, Kefzol, Zolicef)Sefalosporin IM atau IV

semisintetik. Memiliki efek bakterisidal terhadapStaphylococcus S

(termasuk strain yang memproduksi penisilinase-), kelompok

Astreptokokus beta-hemolitik, dan H influenza (9).

Anda mungkin juga menyukai