Anda di halaman 1dari 15

Laporan kasus

INFARK MIOKARD DENGAN ELEVASI SEGMEN ST

Disusun oleh:

GUNTUR HERLAMBANG

1607101030085

Pembimbing:

dr. M.Muqsith, Sp.JP-FIHA

BAGIAN /SMF ILMU KARDIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA


RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis syukuri,
keluarga yang mencintai dan teman-teman yang penuh semangat, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus ini.
Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar Muhammad Saw,
atas semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.

Adapun tugas presentasi laporan kasus berjudul Infark Miokard dengan


Elevasi Segmen ST. Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Unsyiah BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh.Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya
kepada dr. M. Muqsith, SP.JP-FIHA yang telah meluangkan waktunya untuk
memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan
penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran
dan bekal di masa mendatang.

Banda Aceh, Oktober 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Infark miokard merupakan gangguan pada pembuluh darah jantung yang


menyebabkan terjadinya kerusakan bahkan kematian pada sel otot jantung.1 Pada
tahun 2013, 478.000 penduduk di Indonesia didiagnosa dengan penyakit Jantung
Koroner. Dan untuk saat ini, angka prevalensi STEMI meningkat dari 25% menuju
40% dari presentasi total kasus infark miokard.2
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST didefinisikan sebagai terjadinya
oklusi mendadak di arteri koroner epikardial dangan gambaran pada EKG yang
menunjukkan elevasi dari segmen ST.3
Infak miokard akut dengan elevasi segmen ST merupakan bagian dari Sindrom
koroner akut (SKA) yang dibagi atas angina pektoris tak stabil, Infark miokard akut
tanpa elevasi segmen ST, dan infark miokard akut dengan elevasi segmen ST.3
Gejala klinis dari STEMI adalah biasanya pasien dijumpai dengan nyeri dada
substernal yang lamanaya lebih dari 20 menit, disertai dengan keringat dingin, dan
terdapat satu atau lebih faktor risiko yang menyertai seperti Diabetes melitus,
kolesterol, darah tinggi ataupun faktor hereditas.4
Untuk menegakkan diagnosis STEMI dibutuhkan beberapa bukti klinis tertentu,
yaitu: hasil anamnesis yang menunjukkan adanya nyeri dada, hasil EKG yang
membuktikan bahwa terdapatnya elevasi segmen ST, adanya perubahan pada
segmen ST atau gelombang T, dan pada hasil lab terdapatnya peningkatann yang
abnormal dari enzim CKMB dan/atau Troponin.4
Prognosis dari STEMI adalah baik, bila ditangani dengan segera dan tepat.3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas I
Nama : Tn. S
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Alamat : Cot Batee, Bireun
Suku : Aceh
Agama : Islam
Nomor RM : 1-14-61-38
Masuk RS : 13/10/2017
Tgl Periksa : 15/10/2017

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri dada
Keluhan tambahan : dada terasa berat
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang melalui rujukan dari RS
Fauziah Bireun, dengan diagnosa STEMI anteroseptal. Pasien mengeluhkan
nyeri dada sejak 2 hari yang lalu, dada terasa berat seperti dihimpit dan
tembus ke belakang disertai rasa panas. Sesak nafas tidak ada, mual dan
muntah tidak ada, BAB dan BAK lancar tidak ada keluhan. Pasien tidak
memiliki riwayat demam. Pasien memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus
per hari. Pasien dirawat disana selama 2 hari, lalu pasien diberikan obat
suntik di sekitar pusat.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat DM sejak 1 bulan ini, riwayat hipertensi tidak ada
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengeluhkan keluhan yang sama.
Riwayat Penggunaan Obat :
- Sc. Lovenox 0,6 cc/12 jam

2
- Nitral 3 x 1
- Aspilet 1x80 mg
- Clopidogrel 1x75 mg
- Riwayat minum obat herbal
Riwayat Kebiasan Sosial
Pasien bekerja pegawai negeri sipil dan memiliki kebiasaan merokok1
bungkus per harinya.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Nadi : 78 kali per menit
Frekuensi pernafasan : 22 kali per menit
Temperatur : 36,7 C
Pemeriksaan fisik
Mata : konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), ikterus (-/-)
T/H/M : dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-), TVJ : tidak ada peningkatan
Pulmo
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, jejas ( - )
Palpasi : suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikular (+/+), Ronki (- / -), wheezing (- / -)
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicular sinistra
Perkusi : atas : ICS II linea parasternal sinistra
Kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 > bunyi jantung 2, bising tidak ada

3
Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Palpasi : shifting dullness (-)
Perkusi : cairan bebas (-)
Auskultasi : peristaltik (+) 4 kali dalam 1 menit
Ekstremitas
Superior : akral hangat (+), edema (-)
Inferior : akral hangat (+), edema (-)
Motorik
55555555
Kekuatan otot :55555555

Refleks patologis : - /-

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pada Pemeriksaan Echo

Severe Rheumatic Mitral Stenosis and Moderate Mitral Insufficiency with


Massive Tricupid Insufficiency Moderate Pulmonic and Aortic Insufficiency

Laboratorium

Jenis 13/10/17 Nilai Rujukan


Pemeriksaan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 15,7 14,0 17,0 g/dl

Hematokrit 48 45 55 %

Eritrosit 6,8 4,7 6,1 106/mm3

Leukosit 16,6 4,5 10,5 106/mm3

Trombosit 260 150 450 103/mm3

MCH 23 80 100 fL

MCV 71 27 31 Pg

MCHC 33 32 36 %

4
RDW 16,5 11,5 14,5 %

MPV 8,8 7,2 11,1 fL

Eosinofil 0 06%

Basofil 1 0 2%

Neutrofil batang 0 26%

Neutrofil segmen 61 50 70 %

Limfosit 27 20 40 %

Monosit 11 28%

GINJAL HIPERTENSI

Ureum 31 13 43

Creatinine 1,02 0,67 1,17

Natrium 133 132 146 mmol/L

Kalium 4,7 3,7 5,4 mmol/L

Klorida 98 98 106 mmol/L

BIOMARKA JANTUNG

Troponin I 0,15 <1,5

CK-MB 45 <25

2.5 Diagnosis
Diagnosa kerja :
STEMI Anteroseptal Late Onset
DM tipe 2 normoweight

2.6 Tatalaksana
- Bed rest
- O2 2-4 liter/menit
- IVFD RL 20 gtt / menit
- Clopidogrel 1x75 mg
- Aspilet 1x80 mg
- Atorvastatin 1x40 mg

5
- Sc Lovenox 0,6cc / 12 jam
- Isosorbit Dinitrat 2x5 mg
- Ramipril 1x2,5 mg
- Laxadyn syrup 1 x C1 (malam)
- Sc Arixtra 2,5mg /24 jam

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan EKG

6
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien datang melalui rujukan dari RS Fauziah Bireun, dengan diagnosa


STEMI anteroseptal. Pasien mengeluhkan nyeri dada sejak 2 hari yang lalu, dada
terasa berat seperti dihimpit dan tembus ke belakang disertai rasa panas. Sesak nafas
tidak ada, mual dan muntah tidak ada, BAB dan BAK lancar tidak ada keluhan.
Pasien memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus per hari. Pasien juga memiliki
riwayat Diabetes Melitus sejak 1 tahun yang lalu.
Pada pasien didiagnosa dengan Infark Miokard dengan elevasi segmen ST.
Diagnosa STEMI dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,dan
pemeriksaan penunjang. Saat anamnesis didapatkan pasien dengan keluhan nyeri
pada bagian dada, seperti dihimpit, seperti tembus ke belakang, disertai dengan rasa
panas. Sesak nafas tidak ada, mual dan muntah tidak ada, BAB dan BAK lancar
tidak ada keluhan.
Pada pemeriksaan EKG ditemukan gambaran elevasi pada segmen ST di
sadapan prekordial V1, V2, V3 dan V4 dengan elevasi 2mm dan pada sadapan
ekstremitas AVF dan AVL juga ditemukan adanya elevasi segmen ST 1mm.
Pemakaian EKG untuk diagnosis STEMI sangat bermanfaat dalam
mendukung diagnosa, sekalipun dilakukan di fasilitas kesehatan primer oleh dokter
umum.
Pada pemeriksaan EKG ditemukan gambaran elevasi segmen ST pada
sadapan V1, V2, V3, V4, II dan III tanpa gelombang Q patologis. Hal ini
menunjukan telah terjadi kerusakan miokardium pada regio anteroseptal jantung.
Pemberian terapi fibrinolitik pada pasien dengan gambaran STEMI diperlukan
untuk melihat muncul atau tidaknya gelombang Q patologis yang menunjukkan
bahwa ada atau tidak terjadi kematian sel yang irreversibel. Berdasarkan teori,
STEMI menggambarkan cedera dan derajat kerusakan sel yang lebih sekedar dari
iskemia, tetapi masih memiliki kemungkinan besar untuk reversible, dan dalam
beberapa kasus, segmen ST dapat langsung kembali normal. Namun dalam kasus
infark sejati, segmen ST biasanya juga kembali ke garis dasar kemudian dalam

7
beberapa jam disertai dengan kemunculan gelombang Q patologis yang
menunjukkan bahwa telah terjadinya kerusakan yang irrevesibel.
Pemakaian EKG untuk diagnosis STEMI sangat bermanfaat sekalipun
dilakukan di fasilitas kesehatan primer oleh dokter umum. Perekaman dan
interpretasi selambat-lambatnya 10 menit dari saat pasien tiba guna untuk
pencegahan delay dan untuk mendukung penatalaksanaan yang berhasil. Ketika
nyeri dada muncul pasien dibawa ke klinik dokter umum terdekat di desanya, pasien
mendapat obat nitrat sublingual namun nyeri tidak hilang, kemudian di bawa ke RS
Fauziah dilakukan pemeriksaan EKG dan didiagnosis STEMI Anteroseptal. Jika
dihitung dari pertama kali muncul nyeri hingga mendapat terapi reperfusi adalah
sekitar 24 jam (>12 jam), sehingga disebut dengan late onset.

Pada pasien ini dilakukan reperfusi di RS Fauziah dengan fibrinolitik


medikamentosa berupa medikamentosa antiplatelet aspirin 4 x 80 mg dan
clopidogrel 4 x 75 mg yang digunakan sebagai obat tambahan. Fibrinolitik
merupakan strategi reperfusi yang sangat penting terutama apabila PCI primer tidak
dapat dilakukan karena masalah fasilitas, sumber daya, dan demografi. Setelah itu
pasien dirujuk ke RSUDZA yang memiliki fasilitas untuk PCI. Antiplatelet aspirin
memiliki efek anti-agregasi pada trombosit. Hal ini terjadi karena aspirin bekerja

8
dengan menghambat aktivitas enzim siklo-oksigenasi 1 dan 2 (COX-1 dan COX-2)
pada trombosit yang kemudian mengakibatkan terhambatnya produksi tromboksan
yang merupakan zat perangsang terjadinya agregasi trombosit dan vasokonstriksi.
Dosis yang tinggi (3-4 gram) digunakan pada aspirin mampu menghambat sintesis
prothrombin dan factor koagulasi seperti factor VII, IX, dan X. Efek fibrinolitik
aspirin merangsang asetilasi fibrinogen yang menyababkan thrombus lebih mudah
untuk lisis. Sedangkan obat fibrinolitik lainnya yaitu Clopidogrel bekerja dengan
cara menghambat reseptor P2Y12 di platelet secara irreversible. Clopidogrel
dilaporkan lebih efektif dibantingkan aspirin untuk mencegah kejadian penyakit
jantung coroner dan obat ini memiliki sifat anti-inflamasi yang membuat obat ini
lebih efektif bila dibandingkan dengan Aspirin. Akan tetapi, kombinasi kedua jenis
obat ini telah diteliti dapat menurunkan kejadian kardiovaskuler pada penderita
sindrom koroner akut.
Pada pasien dengan infark miokard akut digunakan obat-obat trombolitik
yang berperan untuk melarutkan gumpalan darah (thrombus). Obat trombolitik
akan melarutkan gumpalan darah dengan mengaktifkan plasminogen yang
membentuk produk yang disebut plasmin. Plasmin merupakan enzim penghancur
protein yang dapat memutuskan ikatan antara molekul fibrin yang menyusun
gumpalan darah. Obat ini disebut juga sebagai aktivator plasminogen obat
fibrinolitik. Terdapat 3 kelas utama obat trombolitik yaitu Aktivator Plasminogen
Jaringan (tPA), Streptokinase (SK), dan Urokinase (UK) yang ketiga kelas obat ini
memiliki mekanisme trombolitik yang berbeda.
Pengobatan menggunakan trombolitik harus diberikan sedini mungkin.
Pasien infark miokard akut memerlukan trombilitik bila nyeri dada timbul
sekurang-kurangnya selama 30 menit dan terjadinya peningkatan segmen ST yang
persisten.
Obat trombolitik tPA merupakan obat trombolitik yang sering digunakan
karena kekhasannya yang mengaktifkan plasminogen yang terikat pada fibrin.
Plasmin dilepaskan dari plasminogen yang terikat fibrin, kemudian molekul fibrin
dihancurkan oleh plasmin dan komponen tersebut. Plasmin adalah protease yang
dapat menghancurkan molekul fibrin, sehingga dapat melarutkan gumpalan.
Namun, plasmin juga dapat menghancurkan protein yang ada pada sistemik

9
termasuk fibrinogen sehingga dapat menimbulkan fibrinolisis pada sistemik.
Berbeda halnya dengan streptokinase yang bukan merupakan protease dan tidak
memiliki aktivitas enzimatik, streptokinase bekerja dengan membentuk komleks
dengan plasminogen yang melepaskan plasmin. Streptokinase tidak sama dengan
tPA, karena Streptokinase tidak terikat secara seimbang pada plasminogen yang
bersirkulasi maupun yang tidak bersirkulasi. Sedangkan Urokinase merupakan
Aktivator Plasminogen tipe urine (uPA) karena dibentuk di ginjal dan ditemukan
pada urin.
Pada prinsipnya trombolitik diberikan diberikan sesegera mungkin pada
pasien dengan serangan jantung, karena obat ini hanya efektif terhadap bekuan
darah yang baru terbentuk, yaitu belum lebih dari 6 jam. Maka dari itu obat ini tidak
diberikan terhadap pasien ini karena obat ini dipertimbangkan memiliki sedikit
efek.
Di IGD RSUDZA pasien diberikan NaCl 0,9% sebagai terapi cairan.
Kemudian dilanjutkan dengan injeksi Sub Cutaneous Arixtra 2,5 mg per harinya
sebagai antikoagulan untuk pencegahan terbentuknya trombus kembali pada
pasien. Terapi aspirin 1 x 80 mg dan clopidogrel 1 x 75 mg tetap dilanjutkan pada
hari awal masuk hingga hari-hari berikutnya.
Pasien juga diberikan Isosorbit Dinitrat 2 x 5 mg dan Ramipril sebagai obat
antihiperteensi pada pasien ini, dan juga injeksi Sub Cutaneous Lovenox 0,6 cc
setiap 12 jam untuk mencegah terjadinya tromboemboli pada pembuluh darah
koroner pasien ini.
Pasien juga diberikan atorvastatin 1 x 40 mg yang merupakan obat golongan
statin. Statin harus dimulai pasca reperfusi setelah haemodinamik stabil. Obat ini
berfungsi sebagai pengontrol lipid dan juga sebagai pencegahan sekunder untuk
menghindari terjadinya penumpukan Low Density Lipid (LDL) pada pembuluh
darah koroner. Golongan obat statin adalah obat penurun kolesterol yang paling
baik. Golongan obat ini selain menurunkan kolesterol juga mampu memperbaiki
fungsi endotel, meningkatkan ke=olestereol HDL, dan menghambat matriks
metalloproteinase.

10
BAB III
KESIMPULAN

11
Infark miokard akut dibagi menjadi ke dalam beberapa bagian, salah
satunya infark miokard dengan elevasi pada segmen ST. Infark miokard dengan
elevasi pada segmen ST merupakan gangguan berupa nyeri pada dada disertai
gambaran elektrokardiogram elevasi segmen ST. Hasil dari pemeriksaan EKG juga
didapatkan abnormalitas pada dua sadapan yang bersebelahan berupa elevasi pada
segmen ST tersebut mendukung diagnosa klinis pasien ini berupa infark miokard
pada anterior dan septal jantung. Pasien ini didiagnosa klinis dengan STEMI
anteroseptal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC., Hall JE., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
2. Depkes Litbang. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta

12
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut 2015.
4. Rilantono, LL. Penyakit Kardiovaskular (PKV). 2012. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 390-408
5. Thaler, MS. Satu-satunya Buku EKG yang Anda Perlukan Edisi 5. 2009.
Pjakarta. Penerbit Buku Kedokteran EG. Hal 128-129

13

Anda mungkin juga menyukai