Anda di halaman 1dari 19

Gastro Esofageal Reflux Disease pada Bayi

Beradona (102009011), Tari Erasti (102013279), Cornelia Tabita S (102014004),


Rendy Cendranata (102014017), Fanny Mariska S (102014045), Minati Puspawardani
(102014149), Julio Ludji P (102014183), Ayuni Syahira (102014238)

Kelompok F4

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 1151

Email: tabita_aji@yahoo.co.id

Abstract

Gastroesophageal reflux ( ger is a the state of the return of stomach contents into esophagus
with or without regurgitation and vomiting .Ger is a a physiological state in infants , children
and adults healthy .Signs and symptoms in the older - all which was above , plus heartburn
and the acts of vomiting , regurgitation , no teeth healthy , and mouth smelt ( halitosis ) .In
toddlers and older children , regurgitation excessive can caused trouble teeth significant
caused by effect acid on tooth enamel .When disease refluk gasto the esophagus this not
treated promptly can cause complication as stricture , barrets esophagus , and bleeding the
inside of the esophagus .

Keywords: GER, refluk , barret s esophagus

Abstrak

Refluks gastroesophageal atau gastroesophageal reflux (GER) adalah suatu keadaan


kembalinya isi lambung ke esophagus dengan atau tanpa regurgitasi dan muntah. GER
merupakan suatu keadaan fisiologis pada bayi, anak-anak dan orang dewasa sehat. Tanda
dan gejala pada anak yang lebih tua - Semua yang diatas, ditambah heartburn dan riwayat
muntah, regurgitasi, gigi tidak sehat, dan mulut berbau (halitosis). Pada balita dan anak-anak
yang lebih tua, regurgitasi yang berlebihan dapat mengakibatkan masalah gigi signifikan
disebabkan oleh efek asam pada enamel gigi. Apabila penyakit refluk gasto esofagus ini tidak

Page 1
segera diobati dapat menyebabkan komplikasi seperti striktur, Barrets esophagus, dan
perdarahan dalam esofagus.

Kata kunci : GER, refluk, Barrets esophagus

ANALISIS MASALAH

Prognosis Anamnesis
Pemeriksaan
Fisik
Komplikasi
Pemeriksaan
Penunjang
Penatalaksana
an Bayi 4 bulan sehabis
Diagnosis
minum susu sering keluar Kerja
kembali melalui mulut.
Patofisiologi
Diagnosis
Banding
Manifestasi
klinik
Epidemiologi Etiologi

Pendahuluan

Penyakit refluks gastroesophageal (PRGE) atau Gastroesophageal Reflux Disease


(GERD) merupakan fisiologis normal yang banyak dialami orang sehat, terutama sesudah
orang tersebut makan, namun dalam batasan normal. Penyakit refluks gastroesophageal
adalah kondisi dimana sejumlah isi lambung berbalik (refluks) ke esofagus melebihi jumlah
normal. refluks kandungan lambung ke esofagus maupun ekstraesofagus, dapat menyebabkan
komplikasi yang berat maupun striktur, Barretts esofagus bahkan adeno karsinoma di kardia
dan esofagus.1

Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang terkait dengan GERD dan diagnosa bandingnya, pembahasan
mengenai diagnosa banding, serta GERD itu sendiri.

Anamnesis 2

Page 2
Anamnesis merupakan wawancara terarah antara dokter dan pasien. Tujuan
anamnesis adalah dokter dapat memperoleh informasi mengenai keluhan dan gejala penyakit
yang dirasakan oleh pasien,hal-hal yang diperkirakan sebagai penyebab penyakit dan hal-hal
lain yang akan mempengaruhi perjalanan penyakit dan proses pengobatan.

Pada anamnesis dapat dilakukan dengan menanyakan; (1) menanyakan identitas


pasien, (2) keluhan utama dan lamanya sakit, (3) riwayat penyakit sekarang dengan
menanyakan karakter keluhan utama,perkembangan keluhan utama seperti obat-obat yang
telah diminum dan hasilnya, (4) riwayat penyakit dahulu, (5) riwayat pribadi seperti
kebiasaan makan, kebiasaan merokok, alkohol, dan penggunaan narkoba, serta riwayat
imunisasi, (6) riwayat sosial ekonomi seperti lingkungan tempat tinggal dan hygiene, (7)
riwayat kesehatan keluarga, dan (8) riwayat penyakit menahun keluarga seperti alergi, asma,
hipertensi, kencing manis, dll.

Kita harus ingat bahwa gejala tipical / khas (misalnya: heartburn, muntah, regurgitasi)
pada orang dewasa tidak dapat langsung dinilai pada bayi dan anak-anak. Pasien anak dengan
refluks gastroesophageal (RGE) biasanya menangis dan gangguan tidur serta penurunan
nafsu makan.

Identitas Pasien

1. Nama lengkap pasien

2. Jenis kelamin

3. Umur pasien

4. Tempat dan tanggal lahir pasien

5. Status perkawinan

6. Agama

7. Suku bangsa

8. Alamat

9. Pendidikan

10. Pekerjaan

Page 3
11. Riwayat keluarga yang meliputi kakek dan nenek sebelah ayah, kakek dan nenek sebelah
ibu, ayah, ibu, saudara kandung dan anak-anak

Keluhan utama

1. Anaknya ada keluhan apa?

Pada kasus keluhan yang dialaminya adalah bayinya sehabis minum susu sering
mengeluarkannya kembali melalui mulut

2. Sudah berapa lama?

Sejak 2 minggu yang lalu

3. Kira-kira,berapa banyak susu yang dikeluarkan kembali oleh anak ibu?

1-2 sendok makan

Riwayat penyakit sekarang

1. Apakah setelah makan atau berbaring pasien mengalami regurgitasi? (keluarnya susu
atau ASI dari mulut setelah diminum oleh bayi)
2. Apakah ada riwayat muntah ?
3. Bagaimana muntahnya? ( warna, apakah ada darah)
4. Seberapa sering bayi diberikan susu?
5. Apakah ada rasa terbakar?
6. Apakah disertai nyeri epigastrium? (faktor yang memperingan dan memperburuk nyeri,
serta derajat nyeri)
7. Apakah mulut bayi bau?
8. Apakah ada erosi pada gigi?
9. Apakah nafsu makanya baik atau berkurang ?
10. Apakah ada penurunan berat badan ?
11. Apa ibu mencoba untuk mengobatinya?
12. Bayi ibu minum obat apa?
13. Bila minum obat, apa obatnya memberikan efek?

Riwayat penyakit dahulu

Page 4
Pernah bayinya mengalami penyakit seperti ini tidak sebelumnya ?
Apakah ada riwayat alergi?
Apa ada riwayat penyakit seperti diabetes, miokard infark, asma, hepatitis, dan gastritis
?
Apakah ada obat-obatan yang sedang dikonsumsi ? (khususnya obat yang digunakan
jangka panjang)

Riwayat Keluarga

Apakah keluarga pasien ada yang mengalami keluhan sama?


Apakah di keluarga ada yang memiliki riwayat alergi, diabetes, myocard infark, asma,
hepatitis, dan gastritis?

Riwayat Sosial

Pada riwayat sosial, tanyakan kebiasaan makan (teratur atau tidak, sering makan
sebelum tidur, sering makan makanan yang pedas, bersoda, kafein, dan asam atau tidak),
kebiasaan merokok, dan kebiasaan minum minuman beralkohol.

Pemeriksaan Fisik 3

Pemeriksaan fisik yang diperlukan meliputi survei umum keadaan pasien, tingkat
kesadaran, ekspresi wajah dan aktivitas motorik, tanda-tanda vital, pemeriksaan mata, dan
yang pasti adalah pemeriksaan abdomen, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Inspeksi

Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama dinding
abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:

Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya (menurun


pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-
bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan
lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena
(obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).

Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).

Page 5
Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan lokal (hernia, hepatomegali, splenomegali,
kista ovarii, hidronefrosis).

Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.

Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau
tumor apa.

Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada
dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).

Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan gambaran
pulsasi di daerah epigastrium dan umbilikal.

Palpasi

Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:

Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang. Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.

Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan. Sedangkan
untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak
melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding
abdomen.

Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang
dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.

Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta untuk
menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan menekan daerah
muskulus rektus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus rectus relaksasi,
maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang selama siklus
pernapasan, itu adalah spasme sejati.

Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan kiri
berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di bagian
depan dinding abdomen.

Page 6
Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,
konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan
warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.

Perkusi

Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,


menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi
cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara
bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ
berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).

Aukultasi

Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltik usus dan bising
pembuluh darah.Dilakukan selama 2-3 menit.

Mendengarkan suara peristaltik usus.

Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke seluruh


bagian abdomen.Suara peristaltik usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara
dalam usus.Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.Bila terdapat obstruksi usus,
peristaltik meningkat disertai rasa sakit (borborigmi).Bila obstruksi makin berat,
abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltik lebih tinggi seperti dentingan
keeping uang logam (metallic-sound).Bila terjadi peritonitis, peristaltik usus akan
melemah, frekuensinya lambat, bahkan sampai hilang.

Mendengarkan suara pembuluh darah.

Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase.Misalnya pada
aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi portal,
terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.

Pemeriksaan Penunjang

Barium Contrast Radiography

Pemeriksaan fluoroskopi menggunakan barium untuk melihat upper GI tract.


Pemeriksaan ini baik digunakan untuk melihat anatomi dari upper GI tract (esofagus,

Page 7
lambung dan duodenum). Kontras barium merupakan metode yang sudah lama digunakan
untuk mendiagnosis refluks gastroesofageal. Pemeriksaan ini menggunakan barium sulfat
yang merupakan medium kontras yang dapat dilihat oleh sinar X-rays. Pasien harus menelan
barium (materi kontras) dan X-rays of esophagus kemudian diambil. Sehingga pada kasus ini,
bayi tersebut akan diberikan satu botol susu yang sudah dicampur dengan barium, setelah 1/3
dari total barium habis, dilakukan pemotretan dengan sinar X-rays untuk melihat adakah
penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus atau penyempitan lumen, stenosis esophagus,
malrotasi intestinal dan melihat fungsi sfingter gastroesofageal dengan mengganti-ganti
posisi miring ke kiri dan ke kanan.4,5

PH monitoring

Pemantauan pH esofagus adalah prosedur untuk mengukur reflux asam dari lambung
ke esofagus yang terjadi pada penyakit refluks gastroesophageal. Monitoring pH esofagus
digunakan untuk mendiagnosa efek GERD, untuk menentukan efektivitas obat yang
diberikan untuk mencegah refluks asam, dan untuk menentukan apakah episode refluks asam
yang menyebabkan episode nyeri dada. Pemantauan pH esofagus juga dapat digunakan untuk
menentukan apakah asam mencapai faring dan mungkin bertanggung jawab atas gejala
seperti batuk, suara serak, dan sakit tenggorokan.

Pemantauan pH esofagus dilakukan dengan melewatkan sebuah kateter plastik tipis


dengan diameter 1 / 16 inci melalui satu lubang hidung, terus ke belakang tenggorokan, dan
dan kedalam esofagus sejalan dengan gerakan menelan. Ujung kateter berisi sensor yang bisa
mendeteksi keadaan asam. Sensor diposisikan dalam esofagus tepat di atas sfingter esofagus
bagian bawah, sebuah area khusus pada otot esofagus yang terletak di persimpangan antara
esofagus dan lambung yang mencegah asam mengalami refluks ke esofagus.

Kateter yang keluar dari hidung dihubungkan ke perekam yang bisa mendeteksi
refluks asam. Pasien dikirim rumah dengan kateter dan perekam terpasang dan kembali
keesokan harinya untuk melepaskan alat tersebut. Selama 24 jam kateter terpasang, pasien
bisa melakukan kegiatan seperti biasanya, misalnya, makan, tidur, dan bekerja. Makanan,
periode tidur, dan gejala dicatat oleh pasien dalam buku harian dan atau dengan menekan
tombol pada perekam. Setelah kateter dilepaskan, perekam disambungkan ke komputer
sehingga data yang telah dikumpulkan bisa diunduh ke komputer untuk selanjutnya dianalisa
dan dimasukkan ke dalam bentuk grafis.

Page 8
Perangkat yang baru-baru ini dikembangkan untuk memantau pH esofagus adalah
dengan menggunakan kapsul. Kapsul tesebut berisi alat pendeteksi asam, baterai, dan
pemancar. Alat tersebut memantau asam di esofagus dan mengirimkan informasi ke perekam
yang dipasangkan pada ikat pinggang pasien. Kapsul ini dimasukkan ke dalam esofagus
dengan kateter melalui hidung atau mulut dan melekat pada lapisan esofagus dengan sebuah
klip. Kateter kemudian dilepaskan dari kapsul, sehingga tidak ada kateter yang menonjol dari
hidung. Kapsul tersebut bekerja selama dua hari atau tiga hari, dan kemudian baterai mati.
Lima sampai tujuh hari kemudian, kapsul jatuh dari lapisan esofagus dan keluar melalui tinja
sebagai kapsul yang tidak dapat digunakan kembali.

Kelebihan dari perangkat kapsul terkait dengan tidak adanya kateter yang
menghubungkan alat ke perekam. Ada kenyamanan yang lebih besar tanpa kateter di bagian
belakang tenggorokan, dan pasien lebih mungkin untuk pergi bekerja dan melakukan lebih
banyak kegiatan normal. Kelemahan dari kapsul adalah tidak dapat digunakan dalam faring
dan, sejauh ini, belum pernah digunakan dalam lambung.4,5

Pemeriksaan endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan pemeriksaan yang
sering di lakukan untuk mendiagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di
esofagus (esofagitis refluks). Dengan endoskopi, dapat dinilai perubahan makroskopik dari
mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan kelainan patologis lain yang dapat
menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini
disebut sebagai non-erosive reflux disease (NERD).
Pemeriksaan histopatologi/biopsi juga dapat memastikan adanya Barretts esophagitis,
displasia atau keganasan. Jika penderita dengan keluhan GERD namun hasil endoskopi
SCBA tidak didapatkan kelainan atau lesi mukosa, maka diagnosis menjadi non erosive
reflux disease (NERD). 4

Diagnosis Kerja
Gastro Esophageal Reflux Disease

Penyakit refluk gastroesofageal (Gastroesophageal reflux disease/GERD) adalah


suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus,

Page 9
dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran
nafas.6

Refluks gastroesofagus ini biasaya terjadi setelah makan dan disebabkan melemahnya
tonus sfingter esofagus atau adanya tekanan didalam lambung yang lebih tinggi dari
esofagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam akan bergerak ke
arah esofagus. Sfingter ini normalnya terbuka apabila gelombang peristaltik menyalurkan
bolus makanan ke bawah esofagus. Akan tetapi, jika sfinter melemah atau inkompeten,
sfingter tidak dapat menutup lambung. Refluk akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi
(lambung) ke daerah bertekanan rendah (esofagus). Pada beberapa keadaan meskipun tonus
sfingter dalam keadaan normal, refluks dapat terjadi jika terdapat gradien teknanan yang
sangat tinggi pada sfingter. Sebagai contoh, jika isi lambung berlebihan, tekanan abdomen
dapat meningkat secara bermakna. Kondisi ini dapat disebabkan porsi makan yang besar, dan
posisi berbaring terutama setelah makan dan menyebabkan refluks.7

DIAGNOSA BANDING
Stenosis Pilorus

Stenosis pilorus terjadi pada bayi berusia antara 2-6 minggu. Pada bayi yang
mengalami stenosis pilorus akan merasa lapar dan tetap makan dengan baik, tetapi kemudian
makanan itu akan dimuntahkan dengan kuat (muntah proyektil). Pada kondisi normal,
makanan yang masuk ke lambung akan ditahan oleh cincin otot pilorus sehingga lambung
sempat mencerna dan mempersiapkan makanan ke proses selanjutnya. Kemudian, makanan
yang telah diproses di lambung akan disalurkan ke usus untuk pencernaan selanjutnya dan
penyerapan oleh tubuh. Namun, pada pengidap stenosis pilorus, otot pilorus yang menjadi
gerbang antara lambung dan usus mengalami penebalan dan penyempitan, akibatnya
makanan tidak bisa disalurkan. Jika tidak ditangani secara seksama, stenosis pilorus
berpotensi memicu kondisi serius pada bayi, seperti berkali-kali muntah dan tidak adanya
nutrisi yang terserap oleh tubuh.

Bayi yang mengalami kondisi ini biasanya mulai menunjukkan gejala muntah-muntah
pada usia dua minggu hingga dua bulan. Di samping muntah, beberapa gejala lain yang
umumnya dialami oleh sang bayi meliputi:

Selalu merasa lapar.


Perut bagian yang seperti membengkak setelah menyusu.

Page
10
Sakit perut.
Bersendawa.
Gerakan perut bagian atas seperti gelombang yang terlihat setelah bayi menyusu
sesaat sebelum muntah.
Dehidrasi, misalnya air mata bayi yang tidak keluar saat menangis.
Buang air besar yang sedikit dan keras melebihi biasa.
Jarang buang air kecil.
Berat badan yang tidak bertambah atau malah turun.
Obstruksi / atresia duodenum.8
Atresia Duodeni

Atresia duodenum adalah suatu keadaan kegagalan kanalisasi pada masa embrional
disertai atresia di bagian usus lainnya. Gejala klinis yang sering terjadi adalah muntah-
muntah yang mengandung empedu (berwarna kehijauan). Bila atresia di bawah ampula
vateri, muntahnya berupa gumpalan susu atau muntahnya keruh. Gejala lainnya yaitu
mekonium tidak keluar dalam waktu lebih dari 24 jam. Pada penderita atresia duodenum,
dapat ditemukan juga massa atau distensi abdomen terjadi pada bagian atas yang disebabkan
oleh pembengkakakn didalam rongga abdomen. Bila penderita habis minum, tampak gerakan
peristaltik melintasi garis tengah, dari kiri ke kanan. Dengan foto abdomen polos, tampak
adanya gambaran Double buble yaitu tidak adanya gambaran udara di usus halus.
Pengobatan definitif adalah operasi.9

Etiologi

Penyebab dari PRGE/GERD adalah kompleks. Mungkin ada berbagai penyebab-


penyebab, dan penyebab-penyebab yang berbeda mungkin bekerja pada individu-individu
yang berbeda, atau bahkan pada individu yang sama pada waktu-waktu yang berbeda. Faktor-
faktor yang berkontribusi pada PRGE/GERD adalah menurunnya tonus LES (Lower
Esophageal Sphincter), bersihan asam dari lumen esofagus menurun, ketahanan epitel Hiatus
hernia (menyebabkan heartburn), esofagus menurun, hbahan refluksat mengenai dinding
esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam empedu, HCL, kelainan pada lambung, infeksi
H. Pylori dengan corpus predominan gastritis, non acid refluks (refluks gas) menyebabkan
hipersensitivitas, alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks.6

Epidemiologi

Page
11
Prevalensi penyakit refluk gastro esofageal di Asia, termaksud Indonesia, relatif
rendah dibanding negara maju. Di Amerika, hampir 7% populasi mempunyai keluhan
heartburn dan 20%-40% diantaranya diperkirakan menderita GERD. Prevalensi esofagitis di
negara barat berkisar antara 10%-20%, sedangkan di Asia hanya 3%-5%, terkecuali Jepang
dan Taiwan (13-15%). Tidak ada predileksi gender pada GERD, laki-laki dan perempuan
mempunyai risiko yang sama, namun insiden esofagitis pada laki-laki lebih tinggi (2:1-3:1),
begitu pula Barretts esophagitis lebih banyak dijumpai pada laki-laki (10:1). GERD dapat
terjadi di segala usia, namun prevalensi meningkat pada usia diatas 40 tahun.1

Pada bayi mengalami refluks ringan sekitar 1:300 sampai 1:1000.


Gastrorefluksesofagus pada bayi banyak terjadi pada bayi sehat berumur 4 bulan, dengan >
1x episode regurgitas, pada umur 6 sampai 7 bulan, gejala berkurang dari 61% menjadi 21% .
Hanya 5 % bayi berumur 12 bulan yang mengalami GERD.5

Patofisiologi

Patogenesis PRGE meliputi ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan faktor


defensif dari bahan refluksat.Yang termasuk faktor defensif antara lain pemisahan antirefluks,
bersihan asam dari lumen esofagus, dan ketahanan epitel esophagus (epithelial resistance).6

Pemeran terbesar pemisahan antirefluks adalah tonus sfingter esofagus bawah


(LES).LES yang melipat berbentuk sudut dan kekuatan menutup dari sfingter, menjadikan
LES penting dalam mekanisme antirefluks. Serangan refluks terjadi saat tonus LES dan
diafragma krural mendekati nol, yang terutama terjadi selama transient LES relaxation
(TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan berlangsung kurang lebih 5 detik
tanpa didahului proses menelan.TLESR semakin sering terjadi pada peregangan lambung,
misalnya setelah makan.Ini dihubungkan dengan pengosongan lambung lambat (delayed
gastric emptying) dan dilatasi lambung. Peningkatan tekanan intraabdomen (batuk), proses
gravitasi saat berbaring, dan kelainan anatomis seperti sliding hernia hiatal mempermudah
terjadinya refluks.6

Setelah isi lambung masuk ke esofagus (refluks), sebagian besar bahan refluksat akan
kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan.
Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar
esofagus. Mekanisme bersihan asam sangat penting, karena makin lama kontak antara bahan
refluks dengan esofagus (waktu transit esofagus) makin besar kemungkinan terjadi esofagitis

Page
12
(konsentrasi asam, pepsin atau empedu yang lebih tinggi).Sebagian besar pasien GERD
memiliki waktu transit esofagus yang normal sehingga kelainannya disebabkan
peristaltikesofagus yang minimal.Ketahanan epitel esofagus berasal dari lapisan mukus di
permukaan mukosa.6

Sementara yang menjadi faktor ofensif adalah peningkatan asam lambung atau adanya
pepsin atau garam empedu (sekresi gaster), dilatasi lambung (daya pilorik), kelainan yang
mengakibatkan berkurangnya kemampuan pengosongan lambung seperti obstruksi gastric
outlet dan delayed gastric emptying.6

Manifestasi klinis

Gejala klinik GERD yang khas adalah rasa nyeri atau tidak enak pada bagian
epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri ini sering dideskripsikan sebagai rasa
terbakar atau nyeri ulu hati (heartburn), kadang-kadang dengan gejala disfagia (kesulitan
menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Rasa tidak enak retrosternal
mungkin mirip dengan keluhan pada serangan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat
makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang
dari Barretts esophagus. Odinofagia (rasa kasit pada waktu menelan makanan) bisa timbul
jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat.7

GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal yaitu nyeri dada
non kardiak, suara serak, laringitis, erosi gigi, batuk kronis, bronkiektasis, dan asma. Pasien
yang menunjukkan gejala tipikal dengan frekuensi minimal dua kali seminggu selama 4-8
minggu atau lebih diduga mengalami GERD.7

Penatalaksanaan

Non- medikamentosa

Perubahan posisi

Posisi terlentang mengurangi jumlah paparan asam lambung pada esofagus yang bisa
dikteahui melalui pemeriksaan PH, dibandingkan dengan posisi telungkup. Akan tetapi,
posisi telentang dan posisi lateral berhubungan dengan meningkatnya angka kejadian sindrom
bayi mati mendadak atau sudden infant death syndrome (SIDS). Oleh karena resiko tersebut,
maka posisi telentang atau lateral tidak terlalu direkomendasikan untuk bayi dengan GERD,

Page
13
tetapi sebagian besar bayi usia dibawah 12 bulan lebih disarankan untuk ditidurkan dengan
posisi telungkup.10
Bayi dengan GERD berat harus ditidurkan telungkup dengan posisi kepala lebih
tinggi (30o). Setelah menetek atau minum susu formula bayi digendong setinggi payudara
ibu, dengan muka menghadap dada ibu (seperti metoda kangguru, hanya baju tidak perlu
dibuka). Hal ini menyebabkan bayi tenang sehingga mengurangi refluks.10
Modifikasi gaya hidup :
a. Setelah menyusui, bayi jangan langsung ditidurkan. Bayi baru ditidurkan dengan
posisi kepala lebih tinggi dan miring ke sebelah kiri, paling cepat setengah jam
setelah menyusu atau minum susu formula
b. Hindari paparan asap rokok dan konsumsi kopi pada ibu (caffein yang berlebihan
pada ibu mempengaruhi terjadinya GERD pada bayi).
c. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan.
d. Menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurang tekanan intra abdomen
e. Menghindarkan pemberian obat-obatan yang dapat menurunkan tonus LES seperti
anti kolinergik, teofilin, diazepam,progesteron, opiat.6
Penambahan agen pengental seperti beras sereal pada susu formula tidak mengurangi
durasi pH < 4 (index refluks) yang terukur pada saat monitoring pH esofagus, tetapi bisa
menurunkan frekuensi dari kejadian regurgitasi. Studi dengan kombinasi pH/MII
menunjukkan bahwa tinggi refluks esofagus berkurang dengan pemberian susu formula yang
lebih kental meskipun dengan pemberian ini tidak akan mengurangi frekuensi dari refluks.4

Di Amerika serikat, beras sereal adalah agen pengental yang paling sering
ditambahkan pada susu formula. Susu formula yang dikentalkan dengan beras sereal
menurunkan volume regurgitasi tetapi bisa menyebabkan batuk selama pemberian. Susu
formula yang dikentalkan dengan sereal bila diberikan melalui botol dot maka lubang pada
dot harus dilebarkan sehingga susu yang dikentalkan tersebut bisa keluar dengan lancar.4

Medikamentosa

Antagonis Reseptor H2

Yang termasuk golongan obat ini adalah simetidine,ranitidine, famotidine, nizatidine.


Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat iniefektif dalam pengobatan penyakit refluks
gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kalilebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan
obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa

Page
14
komplikasi. Antagonis reseptor H2 adalah lini pertama untuk pasien dengan gejala ringan
sampai sedang dan kelas I-II esofagitis. Pilihan meliputi ranitidine (Zantac), cimetidine
(Tagamet), famotidine (Pepcid). 6,11

Para antagonis reseptor H2 blocker kompetitif reversibel pada reseptor histamin H2,
khususnya di sel parietal lambung, di mana mereka menghambat sekresi asam. Obat
golongan ini sangat selektif, tidak mempengaruhi reseptor H1, dan antikolinergik. Pemberian
intravena blocker H2 dapat digunakan untuk mengobati komplikasi akut (misalnya,
perdarahan gastrointestinal), imbalan tersebut belum terbukti. 6,11

Agen ini efektif untuk penyembuhan hanya esofagitis ringan pada 70-80% pasien
dengan GERD dan untuk menyediakan terapi pemeliharaan untuk mencegah kambuh.
Tachyphylaxis telah diamati, menunjukkan bahwa toleransi farmakologik dapat mengurangi
khasiat jangka panjang obat ini. 6,11

Tambahan H2 blocker terapi telah dilaporkan berguna pada pasien dengan penyakit
berat (terutama mereka dengan esofagus Barrett) yang memiliki terobosan asam nokturnal.

Ranitidine (Zantac) Ranitidine menghambat rangsangan dari reseptor histamin H2


pada sel parietal lambung, yang, pada gilirannya, mengurangi sekresi asam
lambung, volume lambung, dan konsentrasi hidrogen.
Cimetidine (Tagamet) Simetidin menghambat histamin pada reseptor H2 sel
parietal lambung, yang menghasilkan sekresi asam lambung berkurang, volume
lambung, dan konsentrasi hidrogen.
Famotidine (Pepcid) Famotidin kompetitif menghambat histamin pada reseptor
H2 sel parietal lambung, sehingga sekresi asam lambung berkurang, volume
lambung, dan konsentrasi hidrogen. 6,11

Obat-obatan Prokinetik. Secara teoritis obat ini paling sesuai untuk pengobatan
GERD karena penyakit ini dianggap lebig condong ke arah gangguan motilitas. Namun, pada
prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung kepada penekanan sekresi asam. 6,11

Beberapa contoh obat-obatan pro kinetik :

Metoklopramid, bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin. Efektivitasnya rendah


dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esofagus kecuali
dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena

Page
15
melalui sawar darah otak, maka dapt tumbuh efek terhadap susunan saraf pusat berupa
mengantuk, pusing, agitasi, tremor.

Domperidon. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamin dengan efek
samping yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalu sawar
darah otak. Golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta
mempercepat pengosongan lambung.
Cisapride. Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat
pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektifitasnya
dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esofagus lebih baik
dibandingkan domperidon.
Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan antasida
dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam
lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa
esofagus, sebagai buffer terhadap HCl di esofagus serta dapat mengikat pepsin
dangaram empedu. Golongan opat ini cukup aman diberikan karena bekerja
secara topikal (sitoproteksi). 6,11

Penghambat Pompa Proton (PPI/Proton Pumb Inhibitor)

Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Inhibitor
pompa proton (PPI) menghambat sekresi asam lambung dengan menghambat sistem + / K +
H enzim ATPase dalam sel parietal lambung. Obat golongan ini digunakan dalam kasus-
kasus esofagitis berat dan pada pasien yang kondisinya tidak menanggapi terapi antagonis
reseptor H2. Pilihan termasuk omeprazole (Prilosec), lansoprazole (Prevacid), rabeprazole
(Aciphex), dan esomeprazole (Nexium). PPI merupakan obat yang paling kuat yang tersedia
untuk mengobati GERD. Agen ini harus digunakan hanya ketika kondisi ini telah
didokumentasikan secara obyektif. Mereka memiliki efek samping sedikit dan ditoleransi
dengan baik untuk penggunaan jangka panjang. Namun, data menunjukkan bahwa PPI dapat
mengganggu homeostasis kalsium dan memperburuk cacat konduksi jantung. Obat golongan
ini juga bertanggung jawab untuk patah tulang pinggul pada wanita menopause. 6,11

Golongan obat ini bekerja secara langsung pada pompa proton sel parietal dengan
mempengaruhi enzim H, K-ATPase yang dianggap tahap akhir sebagai proses pembentukan
asam lambung. Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta

Page
16
penyembuhan lesi esofagus, bahkan pada esofagitis erosif derajat berat serta yang refrakter
dengan golongan antagonist reseptor H2.

Omeprazole (Prilosec) Omeprazole digunakan untuk sampai 4 minggu untuk


mengobati dan meringankan gejala ulkus duodenum aktif. Dapat digunakan
hingga 8 minggu untuk mengobati semua nilai esofagitis erosif.
Lansoprazole (Prevacid) Lansoprazole menghambat sekresi asam lambung. Hal
ini digunakan hingga 8 minggu untuk mengobati semua nilai esofagitis erosif.
Rabeprazole (Aciphex) Rabeprazole adalah untuk jangka pendek (4 untuk 8-
minggu) dan bantuan pengobatan GERD erosif atau ulseratif gejala. Pada pasien
yang tidak sembuh setelah 8 minggu, pertimbangkan kursus 8-minggu tambahan.
Esomeprazole (Nexium) Esomeprazole adalah S-isomer dari omeprazol.
Menghambat sekresi asam lambung dengan menghambat sistem + / K +-ATPase
H enzim pada permukaan sekresi sel parietal lambung.
Pantoprazole (Protonix) Pantoprazole menekan sekresi asam lambung dengan
secara khusus menghambat + / K +-ATPase H sistem enzim pada permukaan
sekresi sel parietal lambung. Penggunaan persiapan intravena hanya telah
dipelajari untuk penggunaan jangka pendek (yaitu, 7-10 d). 6,11
Pada kasus ini terapi farmologik yang digunakan adalah obat prokietik ( sisaprid (0,2-
0,3 mg/kg/dosis), Metoklopramid (0,15 mg/kg)). Obat sekresi asam yang utama adalah
penghambat reseptor H2 (Simetidin, 10-15 mg/kg/dosis empat kali per hari, atau Ranitidin 5
mg/kg/dosis dua kali per hari).5

Komplikasi 12

Barrett's esophagus

PRGE/GERD yang sudah berjalan lama dan/atau yang parah menyebabkan


perubahan-perubahan pada sel-sel yang melapisi esofagus pada beberapa pasien-pasien.Sel-
sel ini adalah bersifat prakanker dan akhirnya menjadi bersifat kanker.Kondisi ini dirujuk
sebagai Barrett's esophagus dan terjadi pada kira-kira 10% dari pasien-pasien dengan
PRGE/GERD. Tipe dari kanker esofagus yang berhubungan dengan Barrett's esophagus
(adenocarcinoma) meningkat dalam frekwensinya.

Stricture esofagus

Page
17
Penyempitan lumen esofagus karena terbentuknya fibrosis pada dinding esofagus,
biasanya terjadi akibat inflamasi. Ciri dari stricture esofagus ini adalah pasien mengeluh
disfagia atau mengeluhkan kesulitan menelan makanan padat.

Esophagitis

Cairan dari lambung yang mengalir balik (refluks) kedalam esofagus merusak sel-sel
yang melapisi esofagus. Tubuh merespon dalam cara yang ia biasanya merespon pada
kerusakan, yang adalah peradangan (esophagitis). Tujuan dari peradangan adalah untuk
menetralkan agen yang merusak dan memulai proses penyembuhan. Jika kerusakannya
berjalan dalam kedalam esofagus, borok terbentuk. Borok adalah hanya pecahan pada lapisan
esofagus yang terjadi pada area peradangan. Borok-borok dan peradangan tambahan akan
mengikis kedalam pembuluh-pembuluh darah esofagus dan menimbulkan perdarahan
kedalam esofagus.

Prognosis

Prognosis dari penyakit ini baik jika derajat kerusakan esofagus masih rendah dan
pengobatan yang diberikan benar pilihan dan pemakaiannya. Namun jika tidak dapat
ditangani dengan benar maka dapat menyebabkan komplikasi yaitu striktur, dan Barrets
esophagus.

Kesimpulan

Penyakit gastoresophageal reflux adalah penyakit klasik yang ditandai dengan rasa
nyeripada epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan
sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia
(kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah.

Daftar Pustaka

1. Ndraha S. Penyakit refluks gastroesophageal. Vol.1. Jakarta : Medicinus; 2014: h.5


2. Gleadle J. At a Glance: anamnesis dan pemeriksaan. edisi bahasa indonesia, ahli
bahasa: anisa rahmalia. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2006: h.10-21
3. Swartz HM. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC; 2006: h.239-56
4. NIH. Gastroesophageal Reflux (GER) and Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
in Infants. Edisi 8 April 2015. http://www.niddk.nih.gov/health-information/health-
topics/digestive-diseases/ger-and-gerd-in-infants/Pages/diagnosis.aspx. 14 Mei 2016

Page
18
5. Rudolph A, Hoffman J, Rudolph C. Buku ajar pediatri Rudolph. Vol 2.
Jakarta:EGC;2006:h.1168-70
6. Makmun D. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2015:
h.1750.
7. Corwin E. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3. Jakarta:EGC; 2009: h.601-602
8. Eliastam M, Sternbach G, Bresler M. Penuntun kedaruratan medis. Edisi ke-5.
Jakarta: EGC;2007: h.319-320
9. Suandi I. Diit pada anak sakit. Jakarta:EGC; 2008: h.69
10. Lowry A, Bhakta Y, Nag P. Buku saku pediatri dan neonatalogi. Jakarta:EGC;2014:
h.528
11. The Royal Childerns Hospital Melbourne. Gastrooesophageal Reflux in infants.Edisi
2014.http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/Gastrooesophageal_Reflux
_in_infants/. 16 Mei 2016
12. Mitchell, Kumar, Abbas & Fausto. Buku saku dasar patologis penyakit. Jakarta: EGC;
2008: h.470-1

Page
19

Anda mungkin juga menyukai