Anda di halaman 1dari 16

Case Report

WIL (Wanita Idaman Lain) Sebagai Pemicu


Keretakan Rumah Tangga yang Berakibat
Timbulnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga
dan berdampak kepada anak-anaknya
di Polres Jakarta Timur

Evira Syahfitri
110.2008.096

Bidang Kepeminatan Domestic Violence

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI


Jakarta
ABSTRAK

Latar belakang :

Banyak permasalahan dalam rumah tangga yang dapat menimbulkan pecahnya hubungan

suami istri, salah satu faktor pemicunya ialah adanya wanita idaman lain yang dapat berakibat

suami dapat melakukan tindakan kekerasan kepada istrinya dan berdampak kepada anak-

anaknya.

Deskripsi kasus :

Seorang istri melaporkan tindak kekerasan dalam rumah tangga ke Polres Jakarta Timur

karena ia dipukul oleh suaminya. Kekerasan ini timbul karena pertengkaran suami istri yang

bermula karena istri mendapati suaminya serumah dengan wanita lain.

Diskusi :

Perselingkuhan yang terjadi di dalam sebuah keluarga menjadi faktor pemicu terjadinya

pertengkaran suami istri. Seringkali istri lah yang menjadi korban kekerasan dalam rumah

tangga dalam bentuk psikis maupun fisik.

Simpulan :

Saling menjaga dan menghormati antara suami istri serta berpegang teguh pada ajaran agama

dapat mencegah terjadinya perselingkuhan dan dapat mengurangi tindak kekerasan dalam

rumah tangga.
LATAR BELAKANG

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang

terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

seksual, psikologis dan / penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan

perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup

rumah tangga (UU PKDRT No. 23).

Menurut catatan Mitra Perempuan, hanya 15,2 % perempuan yang mengalami KDRT

menempuh jalur hukum, dan mayoritas (45,2 %) memutuskan pindah rumah dan 10,9 %

memilih diam. Berdasarkan studi kasus persoalan Kekerasan Terhadap Istri (KTI) yang

masuk di Rifka Annisa Womens Crisis Center pada tahun 1998, dari 125 kasus KTI, 11 %

diantaranya mengakhiri perkawinannya dengan perceraian, 13 % mengambil jalan keluar

dengan cara melaporkan suami ke polisi, ke atasan suami, atau mengajak berkonseling, dan

mayoritas korban (76 %) mengambil keputusan kembali kepada suami dan menjalani

perkawinannya yang penuh dengan kekerasan (Hayati, 2002).

Kekerasan dalam rumah tangga biasa dipicu oleh faktor internal dan eksternal, dapat

dipicu oleh faktor perselingkuhan, sosial ekonomi, lingkungan dll. Namun faktor

perselingkuhan menjadi faktor pemicu yang sering ditemukan dalam masyarakat.

Perselingkuhan merupakan hubungan antara seseorang yang sudah menikah dengan

orang lain yang bukan merupakan suami/istri yang sah. Hubungan tersebut dapat terbatas

pada hubungan emosional yang sangat dekat atau juga melibatkan hubungan seksual.

Menurut Glass & Staeheli (2003) serta Subotnik & Harris (2005), terdapat 3 komponen dari
perselingkuhan emosional, yaitu keintiman emosional, kerahasiaan, dan sexual chemistry.

Jadi walaupun hubungan yang terjalin tidak diwarnai oleh hubungan seks, namun tetap

membahayakan keutuhan perkawinan karena hubungan ini dapat menjadi lebih penting

daripada perkawinan itu sendiri.

Maka dari itu tujuan dari case report ini adalah untuk memahami bagaimana faktor

perselingkuhan dalam sebuah rumah tangga merupakan masalah penting yang harus dapat

ditangani dan sebisa mungkin dicegah agar tidak menimbulkan perpecahan dan tindakan

kekerasan dalam rumah tangga.


DESKRIPSI KASUS

Ny. C (istri) berusia 33 tahun yang berdomisili di daerah Pulo Gebang Jakarta Timur,

beragama Islam dan berkewarganegaraan Indonesia, datang ke Unit PPA Lt. 1 Kantor Satuan

Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Timur pada hari Jumat tanggal 26 Oktober 2007.

Ny. C melaporkan Tn. A (suami) berusia 44 tahun dalam perkara tindak kekerasan yang

dilakukan suami kepada istri. Pada waktu terjadinya KDRT, status mereka masih terikat

dalam suatu ikatan perkawinan yang sah sejak tanggal 29 Januari 1999. Mereka memiliki 2

orang anak. Tn. A bekerja sebagai wiraswasta, sedangkan Ny. C hanya sebagai ibu rumah

tangga. Namun, mereka sudah berpisah rumah selama 4 bulan. Tn. A tinggal di daerah Pulo

Gebang sedangkan Ny. C tinggal bersama orang tua nya di Indramayu.

Perkara dimulai pada hari Jumat tanggal 26 Oktober 2007 sekiranya pukul 15.00 WIB

Ny. C (istri), Nn. S (anak kandung korban), Nn. P (saudara korban), serta Nn. R (teman

korban) baru pulang dari kampung (Indramayu) datang ke rumah suami (Pulo Gebang).

Mereka melihat suami sedang duduk berdua di ruang tv dengan teman wanitanya, Nn. Y.

Karena kesal istri menanyakan kepada suami bagaimana kelangsungan keluarga mereka,

kemudian suami bilang kalau ia akan menceraikan sang istri. Namun istri masih kesal dan

marah-marah kepada suami karena merasa dikhianati karena suaminya sudah kumpul kebo

dengan wanita lain padahal status mereka masih terikat suatu ikatan perkawinan yang sah.

Suami tidak terima lalu ia menampar pipi kanan dan kiri istri, membenturkan kepala istri ke

pintu rumah depan dan mencekik leher istri, kemudian istri menarik kerah suami. Nn. P

melerai mereka dan anaknya Nn. S memohon agar ayahnya tidak memukuli ibunya. Lalu

suami mengusir mereka semua keluar dari rumah.


Ny. C kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polres Jakarta Timur. Setelah

dilakukan visum kepada korban, didapatkan luka lecet dan luka memar pada kepala, leher,

dan anggota gerak akibat kekerasan tumpul. Adapun luka tersebut tidak menimbulkan

penyakit atau halangan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.

Akibat masalah tersebut, istri menuntut suami nya agar dikenakan sanksi dan

hukuman yang sesuai atas perbuatannya menurut Undang-undang yang berlaku. Karena istri

sebagai korban merasa dianiaya secara fisik dan psikis oleh suami nya.
DISKUSI

Banyak faktor yang mempengaruhi kekerasan terhadap perempuan, kekerasan

terhadap perempuan secara domestik yaitu kekerasan rumah tangga terhadap istri. Seperti

halnya faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat beragam. Menurut Sukri (2004, h. 32),

faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi kekerasan meliputi : Usia, pendidikan, kondisi

Ekonomi Djannah (2002, h. 51), mengemukakan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi

kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri, yaitu : kemandirian ekonomi istri, karena

pekerjaan istri, perselingkuhan suami, campur tangan pihak ketiga, pemahaman yang salah

terhadap ajaran agama, kebiasaan suami, dan kekuasaan suami.

Kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri bisa meliputi kekerasan fisik,

kekerasan psikis, kekerasan ekonomi dan kekerasan seksual. Kekerasan fisik yaitu meliputi di

tampar, di tendang, di pukul, dilempar barang. Kekerasan psikis meliputi ancaman

pembunuhan, suami selingkuh. Kekerasan ekonomi meliputi suami tidak memberikan nafkah

terhadap istri. Kekerasan seksual meliputi pemaksaan dalam melakukan hubungan intim.

Dalam kasus ini, adanya wanita idaman lain sebagai pemicu tindakan KDRT

merupakan aspek yang harus ditinjau lebih dalam. Selingkuh adalah tindakan yang

disembunyikan, serta tidak diungkapkan sebagaimana mestinya, sehingga menimbulkan

perasaan tidak baik terhadap orang yang tidak mendapatkan hak dari apa yang

disembunyikannya itu. Dalam perkembangannya, selingkuh dikonotasikan dengan hubungan

selain hubungan resmi. Misalnya, hubungan suami dengan selain istrinya atau seorang istri

dengan selain suaminya. Hubungan tersebut dibangun seperti hubungan suami dan istri.

Selingkuh, sejatinya adalah tahap awal pengembangan dusta dalam rumahtangga. Sehingga
melahirkan rasa saling tidak percaya, saling curiga dan pengkhianatan akan janji setia. Akibat

selingkuh, tidak ada lagi kehangatan dan canda tawa dalam keluarga.

Karena akibat yang ditimbulkannya sangat berbahaya, maka Islam memandang selingkuh

sebagai zina. Allah SWT sangat membenci zina. Jangankan melakukannya, mendekatinya

saja tidak boleh (QS Al-Israa' [17]: 32). Islam pun tidak mentoleransi perbuatan zina sedikit

pun. Hal ini terlihat dari beratnya sanksi yang diberikan kepada pelakunya (QS An-Nuur [24]:

2).

Selingkuh terjadi karena adanya dorongan kuat untuk melakukan penyimpangan.

Kadang berupa keinginan bertemu seseorang yang dulu pernah dicintai dan sekarang sudah

berkeluarga. Kadang melihat "kelebihan" orang lain dibanding milik sendiri, dsb. Andai

dirunut, setidaknya ada empat penyebab utama terjadinya selingkuh.

Pertama, kurang harmonisnya hubungan suami dan istri. Kondisi ini disebabkan kurang

intensnya berkomunikasi yang terjalin. Bisa pula masing-masing kurang mendapat porsi

mengekspresikan emosinya. Sebenarnya kalau pun ada faktor-faktor lain yang bermasalah,

seperti faktor ekonomi, apabila komunikasinya bagus, keluarga akan tetap harmonis.

Kedua, adanya ketidakpuasan suami atau istri yang tak terungkap. Harapan, tuntutan,

keinginan yang tidak terkomunikasikan bisa membuat seseorang mencari pemenuhan dari

orang lain. Patut dicatat, selingkuh itu tidak selalu dengan orang yang fisik dan hartanya lebih

baik dari pasangan sahnya. Ada kasus seorang majikan selingkuh dengan sopir atau

pembantunya. Alasannya, mereka merasa lebih dihargai oleh selingkuhannya.

Ketiga, kurangnya perhatian dari pasangan. Apa yang diharapkan pasangannya tidak

direspon dengan baik.

Keempat, dilanggarnya etika pergaulan dengan lawan jenis. Sebab, sepanjang pandangan dan

perkataan tidak dijaga, sepanjang pergaulan tanpa hijab, sepanjang itulah peluang selingkuh

terbuka lebar.
Secara umum perselingkuhan menimbulkan masalah yang amat serius dalam

perkawinan. Tidak sedikit yang kemudian berakhir dengan perceraian karena istri merasa

tidak sanggup lagi bertahan setelah mengetahui bahwa cinta mereka dikhianati dan suami

telah berbagi keintiman dengan wanita lain (Weiner-Davis, 1992). Pada perkawinan lain,

perceraian justru karena suami memutuskan untuk meninggalkan perkawinan yang

dirasakannya sudah tidak lagi membahagiakan. Bagi para suami tersebut perselingkuhan

adalah puncak dari ketidakpuasan mereka selama ini (Subotnik & Harris 2005).

Bagi pasangan yang memutuskan untuk tetap mempertahankan perkawinan, dampak

negatif perselingkuhan amat dirasakan oleh istri. Sebagai pihak yang dikhianati, istri

merasakan berbagai emosi negatif secara intens dan seringkali juga mengalami depresi dalam

jangka waktu yang cukup lama. Rasa sakit hati yang amat mendalam membuat mereka

menjadi orangorang yang amat pemarah, tidak memiliki semangat hidup, merasa tidak

percaya diri, terutama pada masamasa awal setelah perselingkuhan terbuka. Mereka

mengalami konflik antara tetap bertahan dalam perkawinan karena masih mencintai suami

dan anakanak dengan ingin segera bercerai karena perbuatan suami telah melanggar prinsip

utama perkawinan mereka (Snyder, Baucom, & Gordon, 2008; Hargrave, 2008).

Dalam Islam, adanya perselingkuhan dalam sebuah rumah tangga tidak dapat ditolerir.

Dari Ibnu Masud Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa

sallam bersabda, Tidak halal darah seorang muslim, kecuali karena salah satu dari tiga

hal: orang yang berzina padahal ia sudah menikah, membunuh jiwa, dan orang yang

meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah (kaum muslimin). (HR

Bukhri no.6878 dan Muslim 1676)

Dalam Undang-undang yang berlaku jika suami atau istri selingkuhan sakit hati dan

melaporkan perzinaan suami atau isterinya ke Polisi dengan membawa Bukti dan Saksi
karena selingkuh / zina model ini adalah melanggar Pasal 284 KUHP yaitu termasuk

kategori kejahatan dalam kesusilaan.

Kekerasan terhadap istri harus di hilangkan, karena hal ini merupakan bentuk

pelanggaran terhadap Pasal 2 dari Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap

Perempuan (PBB, 1993), yang menyebutkan bahwa kekerasan fisik, seksual dan psikologis

yang terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas perempuan

kanak-kanak dalam rumah tangga, kekerasan yang berhubungan dengan mas kawin,

perkosaan dalam perkawinan, perusakan alat kelamin perempuan dan praktek-praktek

kekejaman tradisional lain terhadap perempuan, kekerasan di luar hubungan suami istri dan

kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi (Kalibonso, 2002).

Suami yang menjadi kepala rumah tangga dalam sebuah keluarga haruslah bisa

berlaku adil dan bijaksana, karena kekuasaan yang dimiliki oleh suami haruslah ditempatkan

secara proporsional tanpa harus bersifat sewenang-wenang dengan istri, apalagi melakukan

kekerasan terhadap istri. Karena hubungan suami dan istri pada dasarnya adalah dilakukan

untuk membentuk suatu keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah, tanpa harus ada

pemaksaan dan kekerasan.


SIMPULAN

Kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri dalam kenyataannya adalah disebabkan

oleh beberapa hal, diantaranya, penghasilan suami yang tidak diberikan kepada istri, gaya

hidup berbeda, dan suami bekerja di luar kota. Gaya hidup yang berbeda, dimana istri

mempunyai gaya hidup yang modern sedangkan gaya hidup suami yang konservatif. Suami

bekerja di luar kota yang menyebabkan intensitas pertemuan mereka menjadi berkurang, hal

ini dikarenakan suami mempunyai wanita idaman lain (WIL).

Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami oleh istri adalah kekerasan fisik, kekerasan

psikis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Kekerasan fisik meliputi ditampar,

ditonjok, dipukul dan dilempar benda. Kekerasan psikis meliputi ancaman pembunuhan,

perkataan suami yang menyakitkan hati, diusir dari rumah dan suami selingkuh.

Dampak dari kekerasan yang dialami oleh istri secara fisik istri mengalami memar-

memar pada tubuhnya, karena dipukul, ditampar oleh suami. Sedangkan dampak secara

psikis, istri menjadi trauma bila pergi sendirian karena takut nanti bertemu dengan suaminya,

istri menjadi tertekan batinnya. Solusi yang diambil oleh istri adalah bercerai dari suaminya,

karena mereka mengganggap bahwa rumah tangga mereka tidak dapat dipertahankan lagi,

disebabkan adanya kekerasan yang dilakukan oleh suami.

Kekerasan terhadap istri masih sering terjadi karena adanya pandangan dari

masyarakat bahwa kekerasan yang dilakukan oleh suami itu dikarenakan istri tidak menurut

pada suami serta budaya yang menempatkan suami sebagai pemimpin yang berhak

mengontrol istri dalam segala hal. Sehingga bila istri bertindak tidak sesuai dengan
keinginannya, maka suami berhak untuk melakukan tindakan termasuk melakukan kekerasan.

Adanya ketergantungan ekonomi yang membuat istri tidak mempunyai ketegasan dalam

mengambil keputusan jika terjadi kekerasan terhadapnya.

Kesuksesan rumah tangga dibangun dengan landasan kecintaan dan kesetiaan. Namun

kenyataannya banyak orang yang diam-diam mengkhianati cinta pasangannya dengan

selingkuh. Rumahtangga yang telah dibangun selama bertahun-tahun, akhirnya kandas karena

pasangan berselingkuh. Bagaimana mengeliminasinya?

Bangun Komitmen Spiritual

Sebuah perbuatan akan terjadi kalau ada peluang dan kemampuan. Keduanya hanya bisa

dihalangi oleh kuatnya komitmen agama. Komitmen inilah yang membuat Nabi Yusuf

mampu menghindari perselingkuhan dengan Zulaikha. Nabi Yusuf benar-benar mendapatkan

kesempatan langka, namun ia tidak tergoda (QS Yusuf [12]: 23). Komitmen spiritual akan

membuat seseorang tunduk pada kebenaran dan mampu berakhlak mulia. Pandangan, ucapan

serta pergaulannya akan senantiasa dijaga.

Bangun Komitmen Berkeluarga

Pernikahan akan terasa dinamis, andai suami istri memiliki komitmen untuk memenuhi hak

dan kewajibannya sebaik mungkin. Suami berkomitmen untuk menjadi kepala rumahtangga

terbaik. Begitu pun istri, berkomitmen menjadi ratu di rumahtangga. Ketika fungsi-fungsi ini

tidak berjalan, maka akan lahir ketimpangan dan penyelewengan.

Bangun Komunikasi yang Sehat

Suami istri perlu membiasakan suasana komunikasi yang enak dan musyawarah. Suasana

dialogis perlu dikembangkan untuk menjaga keharmonisan, melahirkan keterbukaan, mampu

mendeteksi adanya perubahan sikap, serta mengetahui keadaan pasangan.

Selesaikan Masalah Sejak Dini

Jangan sepelekan masalah yang timbul, termasuk masalah yang kita anggap kecil. Sebab,
perselingkuhan sering berawal dari masalah-masalah sepele. Maka, berhati-hatilah ketika

pasangan marah-marah melihat salah satu kebiasaan kita. Atau ia mengatakan bosan. Segera

cari solusi terbaik yang menguntungkan kedua belah pihak.

Jadilah Pasangan Tepercaya dan Dibutuhkan

Setiap pasaharus mampu memberikan service memuaskan bagi pasangannya. Sehingga ia

tidak mencari kepuasan di luar rumah. Suami atau istri harus menjadi penenteram bagi

pasangannya ketika didera masalah. Ia hadir, membantu dan menenteramkan, bukan malah

menambah masalah.

Bersikap dengan Bijak dan Tepat

Sikapi dengan bijak dan tepat bila mengetahui adanya gejala-gejala peselingkuhan. Caranya:

[1] Kembalikan semua masalah kepada aturan Allah dan Rasul-Nya, [2] Tiap pasangan

melakukan koreksi diri dan saling mengingatkan untuk menemukan dan menilai kesalahan

yang telah terjadi.


Acknowledgement

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur saya curahkan kepada Allah SWT, karena berkat izin nya saya dapat

menyelesaikan case report ini, salawat serta salam tidak lupa kepada Nabi Muhammad SAW

juga kepada ayah dan ibu saya, yang selalu tidak lupa untuk terus menyebut nama saya dalam

doa mereka setiap harinya, kepada Prof. Dr. Qomariah selaku dekan fakultas kedokteran

Universitas Yarsi, juga kepada DR. Drh. Hj. Titiek Djannatun selaku koordinator penyusun

Blok Elektif dan dr. Hj. RW Susilowati, Mkes selaku koordinator pelaksana Blok elektif.

Kepada dr. Ferryal Basbeth,SpF.DFM selaku dosen pengampu bidang kepeminatan domestic

violence yang sedikit banyak telah memberikan beberapa pelajaran hidup bagi saya pribadi,

kepada dr. Resmi Kartini MS., selaku mentor kelompok 3 domestic violence, terimakasih atas

masukan, saran-saran dan nasihat yang telah banyak diberikan sehingga saya berhasil

menyelesaikan tugas case report ini, serta terima kasih kepada Polres Jakarta Timur yang

telah memberikan kesempatan untuk mendapat contoh kasus demi kelancaran penyelesaian

tulisan ini. Tidak lupa kepada teman-teman 3 kelompok domestic violence dan elektif teams

atas kerja sama dan kekompakan nya selama ini.

Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulilah, semoga Allah SWT selalu memberikan kita

semua jalan yang benar dan tulisan ini dapat berguna bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, Oktober 2011

Evira Syahfitri

DAFTAR PUSTAKA

Alsa, A. (2003). Metode Kualitatif Dan Kuantitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitian
Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hayati, E. N. (2000). Menggugat Harmoni. Yogyakarta: Kerjasama Rifka Annisa Womens


Crisis Center Dengan Ford Fondation.

________. (2001). Derita Dibalik Harmoni. Yogyakarta: Rifka Annisa Womens Crisis
Center.

________. (2002). Panduan Untuk Pendamping Perempuan Korban Kekerasan, Konseling


Berwawasan Gender. Yogyakarta: Rifka Annisa Womens Crisis Center.

Kalibonso, R. S. (2002). Kejahatan Itu Bernama Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jurnal
Perempuan. Vol 25 (7-21).

Koblinsky, M. Timyan, J. Gay, J. (1997). Kesehatan Wanita: Sebuah Perspektif Global


Terjemahan Utarini, A. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Meiyenti, S. (1999). Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga. Yogyakarta:


Pusat Penelitian Kependudukan UGM.

Mosse, J. C. (2003). Gender Dan Pembangunan. Yogyakarta: Kerjasama Rifka Annisa


Womens Crisis Center Dengan Pustaka Pelajar.

Nurani, A. (2004). Sikap Jender Patriarkhis Dan Kekerasan Terhadap Istri. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.

RAWCC. (2001). Menjadi Suami Sensitif Gender. Yogyakarta: Rifka Annisa Womens Crisis
Center.

Suharman. (1997). Kekerasan Terhadap Perempuan, Refleksi Sebuah Ketimpangan


Kekuasaan Rejim Yang Kehidupan Kelaki-lakian. Perempuan Dalam Wacana
Perkosaan. Yogyakarta: Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.
Subekti, R. Tjisudibio, R. (2003). Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: PT.
Pradnya Paramita.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan


Dalam Rumah Tangga.

Veralia Maya Bekti : Persepsi Istri Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga. from:
http://eprints.undip.ac.id/11140/1/INTISARI.pdf

Anda mungkin juga menyukai