Anda di halaman 1dari 15

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja

Muhammad Imran Amin bin Md Jelani


102014233
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta, Indonesia
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061, Fax. 021-5631731

Pendahuluan
Jika manusia melakukan suatu pekerjaan maka sangat banyak faktor yang terlibat dan
mempengaruhi keberhasilan pekerjaan itu. Secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi manusia tersebut dapat dibagi dua, yaitu faktor individual dan faktor
situasional. Faktor individual berasal dari diri manusia itu sendiri misalnya usia, pendidikan,
motivasi, pengalaman. Faktor situasional berasal dari luar diri manusia itu mis. kondisi
mesin, kondisi pekerjaan, karakteristik lingkungan. Berbeda dengan faktor-faktor individual,
faktor-faktor situasional ini dapat diubah untuk memberikan pengaruh pada keberhasilan
kerja. Dengan kata lain agar pekerjaan yang dilakukan efisien, hasil kerja yang didapat efektif
dengan produktivitas tinggi. 1

Apa yang dilakukan manusia dalam menghadapi pekerjaannya banyak dipengaruhi


keadaan lingkungannya. Jika mesin dengan segala perangkat kelengkapannya adalah obyek
fisik pekerjaan, maka suhu, pencahayaan, getaran dan lain-lain adalah lingkungan pekerjaan
yang nirhayati.1

Kondisi lingkungan memberi beban tersendiri pada manusia dalam melakukan


pekerjaannya. Manusia harus melakukan usaha-usaha pengaturan agar ia merasa nyaman
dalam melakukan tugasnya. Tujuan yang hendak dicapai adalah meningkatkan efektivitas
kerja dengan tetap memandang manusia sebagai pusat sistem untuk mempertahankan dan
meningkatkan unsur kenyamanan dan kesehatan.1

Definisi Kecelakaan Kerja


Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 1
Kecelakaan kerja merupakan kejadian atau peristiwa yang tidak diharapkan atau
diduga sama sekali yang terjadi di tempat kerja. Secara umum dapat dikualifikasikan bahwa
kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia (unsafe act) sebesar 78%, yang
disebabkan kondisi berbahaya dari peralatan (unsafe condition) sebesar 20%, dan faktor
lainnya sebesar 2%. Perilaku manusia merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan di
tempat kerja. Padahal, kecelakaan kerja yang terjadi dapat mengakibatkan korban jiwa, cacat,
kerusakan peralatan, menurunnya kualitas dan produktifitas, terhentinya proses produksi,
kerusakan lingkungan, yang pada akhirnya akan merugikan semua pihak. Dalam skala besar,
akibat kecelakaan kerja yang banyak terjadi dan besarnya jumlah kerugian yang diderita
perusahaan, secara kumulatif akan pula merugikan perekonomian sosial. Hal ini
menunjukkan bahwa masalah K3 adalah masalah yang strategis, yang tidak lepas dari
kegiatan dalam suatu industri secara keseluruhan.2
Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang tidak terjadi kebetulan, melainkan ada
sebabnya. Oleh karena ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar
untuk selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan
upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang
kembali.3

Tiga faktor utama penyebab kecelakaan kerja

Kecelakaan terjadi disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu manusia (host), alat
(vector) dan lingkungan (environment) sesuai dengan teori Haddon.6

Menurut Side (1998) penyebab kecelakaan dapat diklasifikasikan menjadi 3 faktor, yaitu : 7
a) Faktor manusia yang terdiri dari pelatihan/kemampuan yang tidak memadai, tidak
mengikuti prosedur, bekas latihan yang tidak aman, penyimpangan dari peraturan
keselamatan, dan bahaya yang tidak terdeteksi.
b) Faktor keadaan seperti pengaruh rancangan perlengkapan, konstruksi yang tidak
memenuhi syarat, penyimpanan bahan atau peralatan bahaya yang tidak layak, serta
tata letak fasilitas yang tidak cukup.
c) Faktor lingkungan yang terdiri dari faktor fisika, paparan kimia, faktor biologis dan
faktor ergonomi. Faktor fisika seperti kebisingan, penerangan, atau getaran. Paparan
kimia yang berbentuk debu, gas, uap, asap atau kabut. Faktor biologis seperti
sensitivitas, usia, jenis kelamin, kekuatan atau kondisi. Faktor ergonomi seperti
gerakan berulang, pengangkatan dan rancangan stasiun kerja.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 2


Teori Dua Faktor
Ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja. Golongan pertama adalah faktor
mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor manusia. Golongan
kedua adalah faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan. Untuk
menentukan sebab dari suatu kecelakaan dilakukan analisis kecelakaan. Contoh analisis
kecelakaan kerja adalah sebagai berikut : seorang pekerja menhalami kecelakaan kerja yang
dikarenakan oleh kejatuhan benda tepat mengenai kepalanya. Sesungguhnya pekerja tidak
perlu mengalami kecelakaan itu seandainya ia mengikuti pedoman kerja yang selalu
diingatkan oleh supervisor kepada segenap pekerja agar tidak berjalan di bawah katrol
pengangkat barang. Jadi dalam hal ini penyerbab kecelakaan adalah faktor manusia.3

Faktor Manusia (unsafe Action) pekerja merupakan hal yang paling


mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Dalam hal ini, seperti ketidaktahuan,
kecerobohan, membuka alat pelindung mesin, bekerja sambil bersenda gurau, semua hal ini
termasuk penyebab yang paling sering mendatangkan kecelakaan kerja. 8

Faktor mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan
suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun menurut
kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak dan pengangkat, terjatuh di lantai dan
tertimpa benda jatuh, peakaian alat atau perkakas yang dipegang dengan tangan (manual),
menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda pijar, dan tansportasi. Kira kira
sepertiga dari kecelakaan ang menyebabkan kematian dikarenakan terjatuh, baik dari tempat
yang tinggi, maupun di tempat yang datar. 3

Faktor Peralatan dan Mesin-Mesin (unsafe condition) , mesin mesin tanpa alat
pelindung, alat kerja yang rusak dan instalasi yang tidak memenuhi syarat dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan. Oleh sebab itu, sangat diperlukan pemeriksaan secara
berkala untuk segala macam peralatan yang digunakan demi untuk menghindari kecelakaan
kerja. 8

Faktor Faktor Lingkungan Kerja

Kondisi lingkungan kerja pada suatu perusahaan merupakan hal yang paling
berpengaruh dalam produktifitas kerja para karyawan. Kondisi lingkungan yang aman dan
nyaman dapat mencegah timbulnya penyakit serta mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Aman dalam konteks ini adalah hal yang berkaitan dengan keselamatan kerja atau dengan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 3


kata lain mengurangi potensi bahaya sehingga mengurangi resiko kecelakaan kerja. Nyaman
dalam konteks ini adalah hal yang berkaitan dengan kesehatan perusahaan atau dengan kata
lain mengurangi resiko timbulnya penyakit kerja. 2

Kondisi lingkungan perusahaan dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu faktor fisik, faktor
kimia, faktor biologis, faktor fisiologis, dan faktor psikologis. Faktorfaktor ini dalam jumlah
tertentu dapat mengganggu daya kerja seseorang ketika bekerja, misalnya suhu ruangan kerja
yang sangat panas dapat mengganggu konsentrasi kerja karyawan sehingga berpotensi
terjadinya kecelakaan kerja (Suardi, 2005). Faktor fisik hal paling utama yang mempengaruhi
kondisi kerja. Faktor fisik meliputi kebisingan, penerangan, suhu, dan kelembaban. 2

1. Kebisingan diartikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki, jika bunyibunyian tersebut
dapat memberikan pengaruh yang buruk. Menurut Syamsudin (2004) secara umum
tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kebisingan bagi pekerja dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu :
Intensitas dan frekuensi kebisingan.
Jenis kebisingan (steady atau non steady noise).
Waktu kontak harian dan tahunan (exposure duration).
Umur pekerja.
Penyakit-penyakit / ketidaksempurnaan sistem pendengaran bagi pekerja
(yang bukan disebabkan oleh kebisingan).
Kondisi lingkungan (kecepatan angin, suhu, kelembaban udara, dan
sebaliknya) dimana bahaya kebisingan tersebut sudah berada.
Jarak antara pekerja dengan sumber kebisingan
Posisi telinga dengan gelombang suara.

Lingkungan kerja, khususnya di pabrik dengan berbagai macam kegiatan sangat


mempengaruhi tingkat kebisingan yang ditimbulkan. Pada umumnya kebisingan sangat
mengganggu dan mempengaruhi kinerja operator (pekerja), yang mengakibatkan
kurangnya pendengaran, mengganggu tenaga kerja, dan menimbulkan kesalahan dalam
berkomunikasi dan bahkan pada taraf yang sangat buruk dapat menimbulkan ketulian,
atau dapat menimbulkan reaksi protes dari masyarakat sekitar pabrik.

Kebisingan dari mesin dapat dikurangi dengan diberi penutup fiber glass atau
ditempatkan di atas bahan yang lunak seperti karet, plastik, asbes dan lain-lain. Pada
industri yang bersih, penggunaan karpet dapat mengurangi kebisingan. Namun jika

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 4


kebisingan masih belum dapat diatasi, maka pekerja harus memakai pelindung telinga
(ear protection). Macam-macam pelindung telinga antara lain cotton balls, swedish wool,
earplugs, molded ear caps, earmuffs, helmets.

2. Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja melihat
pekerjaannya dengan teliti, cepat, dan tanpa usaha yang keras, serta membantu
menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan. Sebaliknya penerangan yang kurang
baik akan menimbulkan kesalahan, kelelahan dan keterlambatan dalam melakukan
pekerjaan. Hal ini disebabkan karena pekerja harus bekerja keras untuk memastikan hal
yang dikerjakannya benar dalam kondisi penerangan yang kurang baik. Bahkan mata
yang bekerja keras terus-menerus dan kelelahan pada akhirnya akan menimbulkan
kelelahan mental. Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain adalah sakit kepala,
penurunan kemampuan intelektual, daya konsentrasi, dan kecepatan. Penerangan yang
baik akan sangat dipengaruhi ukuran obyek, derajat kontras, luminasi dan lamanya
melihat. Pada prinsipnya semakin teliti suatu pekerjaan diperlukan tingkat penerangan
yang lebih baik pula.
Menurut Sumamur (1980), usaha yang harus dilakukan untuk menciptakan suasana kerja
yang aman dan nyaman adalah :
i. Mencegah cahaya yang berlebihan
ii. Warna yang tepat pada lingkungan kerja
iii. Panas yang tidak berlebihan pada tempat kerja
iv. Pembagian cahaya / luminasi yang tepat
3. Suhu Pengaturan suhu yang tepat akan dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi
kerja. Suhu udara yang terlalu tinggi akan mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu
reaksi, mengganggu kecermatan kerja otak, dan mengganggu koordinasi syaraf perasa
dan motoris. Sedangkan suhu udara yang terlalu dingin akan mengurangi efisiensi dengan
keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot.

Menurut Sumamur (1980), suhu udara kerja yang terlalu tinggi dapat menyebabkan :
Heat Cramps, yaitu proses kehilangan garam tubuh akibat pengeluaran keringat
yang berlebihan. Gejala-gejala yang ditimbulkan seperti kejangkejang otot tubuh
dan perut.
Heat Exhaustion, biasanya timbul akibat kurang adanya aklimitasi. Gejala yang
ditimbulkan adalah keringat banyak keluar sedangkan suhu tubuh relatif normal.
Heat Stroke, yaitu dengan gejala suhu badan naik sedangkan kulit kering dan
panas.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 5


Millairia, yaitu kelainan kulit sebagai akibat keluarnya keringat yang berlebihan.
4. Kelembaban (Humidity) Kelembaban dalam hal ini adalah banyaknya air yang
terkandung dalam udara (dinyatakan dalam %). Kelembaban ini sangat berhubungan atau
dipengaruhi oleh temperatur udara sekitar. Suatu keadaan dimana udara sangat panas dan
kelembaban tinggi akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran
karena sistem penguapan. Pengaruh lainnya adalah semakin cepatnya denyut jantung
karena semakin aktif peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen

Diagram Fishbone

Diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yag menunjukkan faktor faktor atau
sebab sebab yang mengakiatkan kejadian tertentu dan bagaimana mereka dapat
dikategorikan. Diagram ini juga disebut sebagai Ishikawa diagram, karenan dikembangkan
oleh Kaoru Ishikawa. Juga disebut Fishbone Diagram, ini mengilustrasikan sebab sebab
utama dan sebab sebab sampingan yang mengarah/mengakibatkan suatu kejadian (gejala).9

Suatu diagram sebab akibat adalah metode grafis sederhana untuk membuat hipotesis
mengenai rantai penyebab dan akibat serta untuk menyaring potensi penyebab dan
mengorganisasikan hubungan antar variabel. Pada akhir garis horizontal, sebuah
permasalahan dituliskan.

Setiap cabang yang menunjuk ke ranting utama mewakili suatu kemungkinan penyebab.
Cabang cabang yang menunjuk ke sebab sebab merupakan kontributor dari sebab
tersebut. Diagram ini mengidentifikasi penyebab yang mungkin dari suatu masalah sehingga
pengumpulan data dan analisis lebih lanjut dapat dilaksanakan. (Gambar 1). 10

Diagnosis sebab akibat disusun dalam suatu atmosfer brainstorming. Semua orang
dapat terlibat dan merasa bahwa mereka adalah bagian yang penting dari proses pemecahan
masalah. Biasanya kelompok kelomok keci yang diamil dari wilayah operasi atau
manajemen bekerja dengan seorang fasilitator terlatih dan berpengalaman. Fasilitator tersebut
bertugas memandu perhatian kepada diskusi mengenai masalah yang dibicarakan dan sebab
sebabnya, bukan pada pendapat. 10

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 6


Gambar 1.
Struktur
Umum
Diagram
Sebab
Akibat.10

Manfaat
penggunaan
diagram sebab
akibat adalah membantu menentkan akar penyebab, mendorong partisipasi kelompok,
mengindikasikan variasi kemungkinan penyebab, meningkatkan proses pengetahuan dan
mengidentifikasi area pengumpulan data. 9

Berikut ini tahapan yang dilakukan dalam menyusun diagram sebab dan akibat : 11

a) Tentukan masalah/akibat yang akan dicari penyebabnya. Tuliskan dalam kotak yang
menggambarkan kepala ikan yaitu yang berada di ujung tulang utama (garis
horisontal).

b) Tentukan grup/kelompok faktor faktor penyebab utama yang mungkin akan menjadi
penyebab masalah itu dan tuliskan masing masing pada kotak yang berada pada
cabang. Pada umumnya, pengelompokkan didasarkan atas unsur material peralatan
(mesin), metode kerja (manusia), dan pengukuran (inspeksi). Namun, pengelompokan
dapat juga dilakukan atas dasar analisis proses.
c) Pada setiap cabang, tulis faktor faktor penyebab yang lebih rinci yang dapat menjadi
faktor penyebab masalah yang dianalisis. Faktor faktor penyebab ini berupa ranting,
yang bila diperlukan bisa dijabarkan lebih lanjut ke dalam anak ranting.
d) Lakukan analisis dengan membandingkan data/keadaan dengan persyaratan untuk
setiap faktor dalam hubungannya dengan akibat, sehingga dapat diketahui penyebab
utama yang mengakibatkan terjadi masalah mutu yang diamati.

Pencegahan Kecelakaan

Jelas bahwa kecelakaan kerja menelan biaya yang luar biasa tinggi. Dari segi biaya
saja dapat dipahami, bahwa terjadinya kecelakaan kerja harus dicegah. Pernyataan ini

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 7


berbeda dari pendapat umum jaman dahulu yang menyatakan bahwa kecelakaan adalah nasib.
Kecelakaan kerja seolah - olah takdir yang harus diterima. Kecelakaan dapat dicegah, asal
ada kemauan yang cukup untuk mencegahnya dan pencegahan dilakukan atas dasar
pengetahuan yang memadai tentang sebab sebab terjadinya kecelakaan dan penguasaan
teknik teknologi upaya preventif terhadap kecelakaan.3

Pencegahan kecelakaan berdasarkan tentang penyebab kecelakaan. Sebab sebab


kecelakaan pada suatu perusahaan diketahui dengan mengadakan analisis setiap kecelakaan
yang terjadi. Metoda analisis penyebab kecelakaan harus betul betul diketahui dan
diterapkan sebagaimana mestinya. Selain analisis mengenai penyebab terjadinya suatu
peristiwa kecelakaan, untuk pencegahan kecelakaan kerja sangat penting artinya
dilakukannya identifikasi bahaya yang terdapat dan mungkin menimbulkan insiden
kecelakaan di perusahaan serta mengakses (assessment) besarnya risiko bahaya. 3

Pencegahan ditujukan kepada ligkungan, mesin, peralatan kerja, perlengkapan kerja,


dan terutama factor manusia. Lingkungan harus memenuhi sayarat lingkungan kerja yang
aman serta memenuhi pesryaratan keselamatan. Penyelenggaraan ketatarumah tanggaan yang
baik, kondisi gedung dan tempat kerja yang memenuhi syarat keselamatan. Syarat syarat
lingkungan kerja meliputi hygiene umum, sanitasi, ventilasi udara, pencahayaan dan
penerangan di tempat kerja, dan pengaturan suhu udara ruang kerja. Penyelenggaraan
ketatarumahtanggaan perusahaan meliputi pengaturan penyimpanan barang, penemparan, dan
pemasangan mesin, penggunaan tempat dan ruangan.

Gedung harus memiliki alat pemadam kebakaran, pintu dan jalan keluar daerurat,
instalasi bentilasi, dan lantai yang terpelihara. Perencanaan yang baik tercermin dari
pengaturan operasi proses produksi, pengaturan instalasi mesin, penerapan norma
keselamatan, cukup peralatan dan perlengkapan, dan memadainya pedoman dan aturan
pelaksanaan kerja. Mesin dan peralatan kerja harus didasarkan perencanaan yang baik dengan
memperhatikan ketentuan yang berlaku, serta cukup dilengkapi alat pelindung. 3

Perencanaan yang baik terlihat dari baiknya pagar atau tutup pengaman (guarding)
pada bagian bagian mesin atau perkakas yang bergerak antara lain bagian yang berputar.
Bila pagar atau tutup pengaman telah terpasang, harus diketahui dengan pasti efektif tidaknya
lat pelindung keaselematan dimaksud. Efektif tidaknya pagar atau tutup pengaman terlihat
Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 8
dari bentuk dan ukurannya yang sesuai terhadap mesin atau alat serta perkakaks yang
terhadapnya keselamatan pekerja dilindungin. 3

Selain tentang perencanaan, juga perawatan mesin dan perkakas kerja harus
diperhatikan. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut upaya perawatan preventif dalam
keselamatan sehingga mesin atau peralatan kerja tidak menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Kurangnya perawatan sering mengakibatkan bencana besar, seperti misalnya meledaknya
mesin disel atau kompor gas atau pesawat uap. Alat pelindung diri berupa pakaian kerja,
kacamata, sarung tangan, harus cocok ukurannya sehingga nyaman penggunaannya. 3

Pencegahan kecelakaan terhadap factor manusia harus memperhatikan tentang betapa


pentingnya peraturan kerja. Mempertimbangkan batas kemampuan dan keterampilan pekerja,
meniadakan hal hal yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakkan disiplin kerja,
menghindari perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, serta menghilangkan adanya
ketidakcocokkan fisik dan mental.

Aturan kerja harus lengkap, jelas dan diterapkan dengan penuh kepatuhan, agar pekerja
melaksanakannya dengan penuh kesungguhan. Ketidakmampuan pekerja meliputi kurangnya
pengalaman, tidak memadainya kecakapan, dan lambatnya mengambil keputusan.
Konsentrasi berkurang biasanya merupakan akibat ngelamun, kurangnya perhatian, dan sikap
yang tidak mau memperhatikan, atau pelupa. Disiplin kurang harus diatasi dengan peringatan
(warning) kepada pekerja yang melanggar peraturan, atau kepada sesame pekerja yang
mengganggu pekerjaan lain, serta kepada pekerja yang main main ketika bekerja. Perilaku
yang mendatangkan bahaya ialah berbuat iseng atau main coba coba, mengambil jalan
pintas atau cara mudahnya, dan sifat tergesa gesa. Untuk mengatasi ketidakcocokkan fisik
perlu diperhatikan kecacatan fisik, kelelahan dan penyakit. Ketidak-cocokkan mental yang
terutama perlu diatasi adalah kelelah menyal berupa kejemuan atas dasar konflik batin, sifat
permarah yang luar biasa dan emosi mudah tersinggung. 3

Selain dengan cara pencegahan tersebut banyak hal dapat membantu upaya
pencegahan kecelakaan kerja di perusahaan. Pemeriksaan kesehatan sebelum dan pada waktu
waktu kerja sangat berguna dalam rangka upaya menemukan aspek factor manusia yang
potential dapat mendatangkan kecelakaan. Pelatihan kerja yang dengannya keterampilan
kerja senantiasa ditingkatkan sangat mengurangi frekuensi dan parahnya kecelakaan kerja.
Lebih berarti lagi, jika keselamatan telah dijadikan bagian terintegrasi dari keterampilan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 9


kerja. Pengawasan yang kontinyu akan mempertahankan kualitas pelaksana keselamatan dan
upaya pencegahan kecelakaan.

Demikian pula insentif berupa penghargaan akan meningkatkan keberhasilan program


pencegahan kecelakaan kerja. Sebaliknya teguran atau peringatan pun sangat perlu dan cukup
berperan, bahkan sampai kepada pemberhentian pekerja yang mengabaikan aturan aturan
pencegahan kecelakaan. Bilamana terdapat kasus kecenderungan untuk celaka, batunan
psikiater dan psikolog sangat berfaedah untuk menyelesaikan persoalan. 3

Alat Perlindungan Diri (APD)

Salah satu faktor yang berperan untuk terjadinya cedera akibat kerja adalah
pemakaian APD yang sesuai dan benar cara pakainya. Hasil penelitian menyatakan bahwa
cedera akibat kerja 11% terjadi karena kurangnya perhatian tenaga kerja untuk menggunakan
alat pelindung diri pada saat bekerja khususnya pada tenaga kerja bagian produksi.12

APD merupakan seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi
seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan danya potensi bahaya/kecelakaan kerja.
APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha
rekayasa(engineering) dan administratif telah dilakukan namun masih terdapat potensi yang
dapat menyebabkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pemakaian APD bukanlah
pengganti dari kedua usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir. 4

Menurut Bennet (1995), dari kasus kecelakaan yang sering terjadi di tempat kerja,
penyebab terbesar antara lain karena rendahnya pengetahuan dan pemahaman serta kesadaran
tentang keselamatan dan kesehatan kerja menempati persentase tertinggi, yaitu 64,26 %.13

Perlindungan keselamatan pekerja melalui upaya pengamana tempat. Mesin, peralatan


dan lingkungan kerja wajib diutamakan. Namun kadang kadang risiko terjadinya
kecelakaan masih belum sepenuhnya dapat dikendalikan, sehingga digunakan alat pelindung
diri (alat proteksi diri). Jadi penggunaan APD adalah alternative terakhir yaitu kelengkapan
dari segenap upaya teknis pencegahan kecelakaan, APD harus memenuhi persyaratan : 3

1) Enak (nyaman) dipakai

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 10


2) Tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan
3) Memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahay yang dihadapi

Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya kecelakaan.
Pakaian pekerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak
longgar) pada dada atau suatu punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan ataupun kerutan
yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala atau
ikat rambut, baju yang pas dan tidak mengenakan perhiasan. Pakaian kerja sintetis hanya baik
terhadap bahan kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahan
yang dapat meledak oleh aliran listris statis. 3

Alat proteksi diri beraneka ragam. Jika digolongkan menurut tubuh yang
dilindunginya, maka jenis alat proteksi diri dapat dilihat pada daftar sebagai berikut : 3

a. Kepala
Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu topi pengaman
(safety helmet), topi atau tudung kepala, tutup kepala.
b. Mata
Kacamata pelindung (protective googles)
c. Muka
Pelindung muka (face shields)
d. Tangan dan jari
sarung tangan biasa (gloves), pelindung telapak tangan (hand pad), dan sarung
tangan menutupi pergelangan tangan sampai lengan (sleeve).
e. Kaki
Sepatu pengaman (safety shoes)
f. Alat pernafasan
Respirator, masker, alat bantu pernafasan
g. Telinga
sumbat telinga, tutup telinga
h. Tubuh
Pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja tahan panas, pakaian kerja
tahan dingin, pakaian kerja lainnya.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 11


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu aspek perlindungan
tenaga kerja sekaligus melindungi asset perusahaan. Hal ini tercermin dalam pokok-pokok
pikiran dan pertimbangan dikeluarkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yaitu bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatan dalam melakukan pekerjaan dan setiap orang lainnya yang berada di tempat
kerja perlu terjamin keselamatannya serta setiap sumber produksi perlu dipakai dan
dipergunakan secara efisien sehingga proses produksi berjalan lancar. Oleh karena itu, K3
harus dianggap sebagai kebutuhan dan bukan sebagai beban tambahan, karena pada dasarnya
K3 merupakan suatu manfaat yang jelas menguntungkan bagi tempat kerja. Hak atas jaminan
keselamatan ini membutuhkan persyaratan adanya lingkungan kerja yang sehat dan aman
bagi tenaga kerja dan masyarakat di sekitarnya.4,5

Menurut Markkanen (2004),diantara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara


yang telah memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang
sistem manajemen K3, khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang beresiko tinggi.
Peraturan tersebut menyebutkan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan 100
karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau bahan produksinya mengandung bahaya
karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja 16 berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3.14

Secara normatif sebagaimana terdapat pada PER.05/MEN/1996 pasal 1, Sistem


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan,
prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 12


Tujuan sistem manajemen K3 adalah terciptanya sistem K3 di tempat kerja yang
melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Gambar 2.
Prinsip
Penerapan
Manajemen
Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja
(SMK3).

Menurut Permenaker 05/MEN/1996, terdapat 5 prinsip dan 12 elemen yang menjadi


pedoman untuk penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Lima prinsip
ini merupakan siklus yang berkesinambungan, sedangkan 12 elemen sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja diterapkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Lima prinsip yang menjadi pedoman untuk penerapan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja yaitu:

a. Komitmen dan kebijakan


Salah satu bentuk komitmen sebuah perusahaan menerapkan SMK3 adalah dengan
menyediakan sumber daya yang memadai.
b. Perencanaan
Perusahaan diharuskan merencanakan untuk memenuhi kebijakan, sasaran dan tujuan
K3 yang telah diterapkan. Perencanaan yang baik harus memiliki kedua hal yang
penting diterapkan yaitu manajemen risiko yang baik dan pemenuhan peraturan
standar yang ada.

c. Penerapan
o Kemampuan menyiapkan sumberdaya yang andal dan profesional.
o Integrasi SMK3 ke dalam sistem manajemen perusahaan sehingga
dapat berjalan secara selaras dan seimbang.
o Kesadaran semua pihak untuk mendukung.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 13


d. Pengukuran dan evaluasi
Perusahaan perlu mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3. Adapun
pelaksanaannya meliputi inspeksi dan pengujian peralatan, metode dan temuan yang
terdapat pada pekerjaan.
e. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen
Tinjauan berkala berguna untuk meningkatkan SMK3 dengan tujuan meningkatkan
kinerja K3 secara keseluruhan.

Kesimpulan

Berdasarkan skenario kasus, 4 orang karyawan tersebut menjadi korban dari


kecelakaan akibat kerja. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya
dengan kerja, dalam kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
pekerjaan. Hubungan kerja di sini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh
pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Sebab kecelakaan harus diteliti dan
ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab
itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa
tidak berulang kembali.

Daftar Pustaka

1. Abidin Z, Widagdo S. Studi Literatur Tentang Lingkungan Kerja Fisik Perkantoran.


Yogyakarta. 2009. h. 520.
2. Keselamatan dan kesehatan kerja. Diunduh dari:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51326/Bab%20II%20Tipus
%20F10dwi-4.pdf?sequence=6, 15 Oktober 2017
3. Suma'mur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. edisi ke-2. Jakarta : CV Sagung
Seto; 2013.h.453-62
Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 14
4. Sumamur. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : CV. Haji
Masagung;2005.h.11-5
5. Pusat Kesehatan Kerja. Kecelakaan di Industri. Jakarta : Puskesja, Depkes RI;2002.h.
22
6. Holder, Peden M, Krug E. Injury Surveillance Guidelines. World Health Organization,
Geneva; 2001.
7. Side, G.W. Environmental, health, and safety. New York : Mc. Graw Hill;1998.
8. Mangkunegara, A.A. Manajemen sumber daya manusia perusahaan. Bandung: PT.
Reamaja Rosda Karya;2001.
9. Sugian SO. Kamus manajemen (Mutu). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum;
2006.h.45-6.
10. Evans JR, Lindsay WM. Pengantar six sigma : an introduction to six sigma & process
improvement. Jakarta : Penerbit Salembat Empat; 2007.h.187-8
11. Herjanto E. Manajemen operasi. Edisi ke-3. Jakarta : Grasindo ; 2007.h.426.
12. Thamrin Y, Star A. Studi tentang cedera akibat kerja pada tenaga kerja berdasarkan
laporan PT Jamsostek Makassar tahun 2003. J Med Nus J 2005:26(1).
13. Bennet. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.Jakarta: PT. Pustaka Binaman
Pressindo; 2000.h. 35
14. Markkanen, PK. Keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia. Manila: International
Labor Organization Sub regional Officer for South East Asia and the Pacific ; 2004
15. Ramli, S. Pedoman Praktis Manajemen Bencana. Jakarta : PT. Dian Rakyat ; 2011.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Kecelakaan di Tempat Kerja Page 15

Anda mungkin juga menyukai