Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL

PROSES KELOMPOK

di SUATU WILAYAH

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI

MOJOKERTO

2015
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Para ahli mendefenisikan komunitas atau masyarakat dari berbagai sudut
pandang, WHO (1974) mendefenisikan sebagai kelompok sosial yang ditentukan
oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai keyakinan dan minat yang sama serta adanya
saling mengenal dan berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dengan
yang lainnya, sedangkan Saunders (1991) mendefenisikan komunitas sebagai
tempat atau kumpulan orang-orang atau sistem sosial. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa komunitas berarti sekelompok individu yang tinggal pada
wilayah tertentu, yang memiliki nilai-nilai keyakinan minta relatif sama serta ada
interaksi satu sama lain untuk mencapai tujuan. Spradley (1985) juga
mendefenisikan komunitas sebagai sekumpulan orang yang saling bertukar
pengalaman penting dalam hidupnya..
Selain itu komunitas juga dipandang sebagai target pelayanan kesehatan,
yang bertujuan mencapai kesehatan komunitas sebagai suatu peningkatan
kesehatan dan kerjasama sebagai suatu mekanisme untuk mempermudah
pencapaian tujuan yang berarti masyarakat/komunitas tersebut dilibatkan secara
aktif untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam suatu komunitas pasti kita temui masalah, sehingga dalam
komunitas sering kita temui kelompok-kelompok tertentu yang dibuat
berdasarkan kesamaan yang ada pada mereka dan saling membantu untuk
menyelesaikan masalah atau dengan kata lain, kelompok adalah sekumpulan
orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk
mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka
sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga,
kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah
berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga
melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi
antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok
Menurut DeVito (1997) kelompok merupakan sekumpulan individu yang
cukup kecil bagi semua anggota untuk berkomunikasi secara relatif mudah. Para
anggota saling berhubungan satu sama lain dengan beberapa tujuan yang sama
dan memiliki semacam organisasi atau struktur diantara mereka. Kelompok
mengembangkan norma-norma, atau peraturan yang mengidentifikasi tentang apa
yang dianggap sebagai perilaku yang diinginkan bagi semua anggotanya.
Menurut Joseph S. Roucek Suatu kelompok meliputi dua atau lebih
manusia yang diantara mereka terdapat beberapa pola interasi yang dapat
dipahami oleh para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan.
Dengan demikiaan di dalam keperawatan komunitas penggunaan
teknologi tepat guna, tumbuh kembang pada balita di wilayah binaannya,
seyogyanya ia bisa memilih alat permainan edukatif sederhana yang tersedia di
wilayah tersebut. Bantuan yang diberikan karena ketidakmampuan, ketidaktahuan
dan ketidakmauan dengan menggunakan potensi lingkungan untuk mendirikan
masyarakat, sehingga pengembangan wilayah setempat (Locality Development)
merupakan bentukpengorganisasian yang tepat digunakan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan proses kelompok?
1.2.2 Apa yang dimaksud suport group, self help group dan peer group?
1.2.3 Bagaimana cara mengelompokkan mana yang termasuk suport group,
self help group dan peer group.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas komunitas 4 agar mahasiswa memahami proses
kelompok.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu mendefinisikan tentang proses kelompok
(support group, self help group, peer group)
1.3.2.2 Mahasiswa dapat mengelompokkan mana yang termasuk
suport group, self help group dan peer group.
1.3.2.3 Untuk mengetahui fungsi, ciri, dan perkembangan dari peer
group dan untuk mengetahui tujuan dari suport group dan self
help group
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Proses kelompok adalah suatu bentuk intervensi keperawatan komunitas yang
dilakukan bersamaan dengan masyarakat melalui pembentukan peer atau sosial
support berdasarkan kondisi dan kebutuhan masyarakat (Sthanhope & Lancaster,
2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Strategi proses kelompok meliputi Self
Help Group (Kelompok Swabantu), Support Group (kelompok pendukung) dan Peer
Group (Kelompok sebaya).

2.1.1 Peer group


Kelompok bermain (peer group) merupakan agen sosialisasi lain di luar
keluarga, seperti teman sepermainan, kerabat, tetangga, dan teman sekolah. Bila
dalam keluarga, kebanyakan interaksi dilakukan dengan melibatkan hubungan yang
tidak sederajat (seperti paman, kakek, ibu, tante, kakak, dan lain-lain), sedangkan
dalam kelompok bermain mereka bisa melakukan interaksi dengan orang-orang yang
sebaya
Menurut Sunarto, Peer group merupakan teman bermain yang terdiri atas
kerabat maupun tetangga dan teman sekolah dimana seorang anak mulai belajar nilai-
nilai keadilan. Sedangkan menurut Riyanti, Peer group adalah salah satu ciri yang
dibentuk dalam perilaku social dimana perilaku kelompok tersebut akan
mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu-individu yang menjadi anggotanya
sehingga individu tersebut akan membentuk pola perilaku dan nilai-nilai yang baru
yang pada gilirannya dapat menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang
dipelajari di rumah.
Peer group bagaimanapun juga terbentuk mulai dari kelompok informal ke
organisasi. Semula individu yang bukan anggota kelompok sekarang menjadi anggota
kelompok teman sebayanya. Anak-anak sebaya akan berinteraksi dengan anggota
teman sebayanya, sehingga ia bertumbuh di dalamnya.
Peer group mempunyai aturan-aturan tersendiri baik ke dalam maupun ke
luar. Hal ini juga dimiliki oleh organisasi sosial lainnya dan merupakan harapan bagi
anggota kelompoknya. Aturan-aturan itu, misalnya bagaimana menolong teman
sekelompoknya atau bagaimana memanggil teman bila bertemu di jalan.
Peer group menyatakan tradisi-tradisi mereka, kebiasaan-kebiasaan, nilai-
nilai, bahkan bahasa mereka. Karena dalam peer group mempunyai aturan-aturan
tersendiri maka mereka juga ingin menunjukkan ciri khas kelompoknya dengan tradisi
atau kebiasaan mereka. Dalam kelompok itu ada standar tertentu dalam berpakaian,
berbicara antar anggota kelompok dan dalam bertingkah laku.
Situasi daripada harapan peer group, sepenuhnya disetujui oleh harapan-
harapan orang dewasa. Pembentukan kelompok sebaya seperti kelompok bermain di
sekitar anak secara tidak langsung disetujui oleh orang tua, karena orang tua mudah
mengawasinya. Atau kelompok teman di sekolahnya disetujui oleh guru, karena
memenuhi harapan guru agar anak berkembang hubungan sosialnya.
Pada kenyataannya peer group diketahui dan diterima oleh sebagian besar
orang tua dan guru. Kepentingan dalam hubungan sosial individu sering tidak dikenal
oleh anak. Sebagai perbandingan dengan lembaga sosial lainnya seperti keluarga atau
sekolah, maka peer group anak belajar tentang hubungan sosialnya dari yang sempit
sampai hubungan sosialnya yang semakin luas, dari teman sebaya di rumah sampai
teman sekolahnya dan hal ini dapat diketahui dan diterima oleh orang tua dan guru.
Secara kronologis, peer group adalah lembaga kedua yang utama untuk
sosialisasi. Biasanya antara usia 4-7 tahun dunia sosial anak berubah secara radikal
dari dunia sempit dalam keluarga menuju dunia yang lebih luas dalam peer group.
Jadi anak berkembang dari lembaga pertama yaitu keluarga menuju lembaga kedua
dalam peer groupnya.
Agen ini baru didapatkan setelah seorang anak dapat bepergian ke luar rumah.
Disinilah mereka mempelajari berbagai kemampuan baru dengan memasuki tahap
game stage (mempelajari aturan-aturan yang mengatur peranan orang-orang yang
kedudukannya sederajat)sehingga memperoleh nilai-nilai keadilan. Pada tahap ini,
sikap egosentris seorang anak masih sangat menonjol. Keadaan ini tentu akan banyak
menimbulkan konflik dengan teman-temannya. Meski demikian, dengan adanya
konflik tersebut akan membuat individu dipaksa untuk memperbaiki sifat
egosentrisnya. Tujuan perbaikan diri tersebut adalah agar dia dapat diterima kembali
oleh teman-temannya sebagai anggota kelompok.
Melalui kelompok bermain, mereka juga bisa membentuk sebuah kelompok
belajar ketika mereka duduk di bangku sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa
kelompok bermain merupakan titik pergaulan pertama terhadap sesama/sebaya bagi
anak yang belum sekolah. Dari kelompok belajar, anak akan belajar untuk bekerja
sama menyelesaikan tugas rumah yang sulit, belajar untuk saling mengajari bila ada
yang tidak mengerti, dan sebagainya. Dengan begitu, mereka akhirnya belajar
bagaimana bersosialisasi disekolah. Agen sosialisasi kelompok bermain sangatlah
berpengaruh dalam pembentukan kepribadian masing-masing individu, karena
pergaulan merupakan hal yang pasti dilakukan mulai dari anak kecil sampai tingkat
remaja. Apa yang dilakukan temannya, pasti juga dipraktekkan dalam kehidupan
individu tersebut sebagai akibat adanya rasa setia kawan antar sesama. Maka dari itu,
dari sinilah para remaja harus berhati-hati dalam bergaul karena mereka sangatlah
rentan terhadap perubahan yang didasari oleh rasa ingin tahu yang sangat besar.
Interaksi yang dilakukan oleh manusia mengakibatkan sosialisasi. Menurut
Berger (dalam Sunarto, 2004), sosialisasi merupakan proses di mana seorang anak
belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Durkin (dalam
Komalasari dan Helmi, 2009) mengatakan bahwa sosialisasi merupakan suatu proses
transmisi nilai-nilai, system belief, sikap, ataupun perilaku-perilaku dari generasi
sebelumnya kepada generasi berikutnya dengan tujuan agar generasi berikutnya
mempunyai sistem nilai yang sesuai dengan tuntutan norma yang diinginkan oleh
kelompok, sehingga individu dapat diterima dalam suatu kelompok.
Dan berdasarkan pada pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
sosialisasi peer group adalah suatu proses transmisi nilai-nilai, sistem belief, sikap-
sikap kultural, ataupun perilaku-perilaku dalam kelompok sosial remaja di mana
perilaku berkelompok tersebut akan mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu-
individu yang menjadi anggotanya sehingga individu tersebut akan membentuk pola
perilaku dan nilai-nilai baru yang pada gilirannya dapat menggantikan nilai-nilai serta
pola perilaku yang dipelajari di rumah.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan
yang tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman dan peranan), sosialisasi dalam
kelompok sebaya dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-
orang yang sederajat dengan dirinya. Karena itulah dalam kelompok sebaya, anak
dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya
sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
1. Pada masa anak-anak awal
Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan social dengan
teman sebaya memiiki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi
anak. Salah satu fungsi kelompok peer group yang paling penting adalah
menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar
keluarga. Anak-anak menerima umpan balik tentang kemampuan-kemampuan
mereka dari kelompok teman sebaya. Anak-anak mengevaluasi apakah yang
mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh
anak-anak lain. Mereka menggunakan orang lain sebagai tolak ukur untuk
membandingkan dirinya. Proses pembandingan social ini merupakan dasar
bagi pembentukan rasa harga diri dan gambaran diri .

2. Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak


Seperti halnya dengan masa awal anak-anak, berinteraksi dengan teman
sebaya merupakan aktivitas yang banyak menyita waktu anak selama masa
pertengahan dan akhir-anak. Barker dan Wright (dalam Santrock, 1995)
mencatat bahwa anak-anak usia 2 tahun menghabiskan 10% dari waktu
siangnya untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Pada usia 4 tahun, waktu
yang dihabiskan untuk berinteraksi dengan teman sebaya meningkat menjadi
20%. Sedangkan anak usia 7 hingga11 meluangkan lebih dari 40% waktunya
untuk berinteraksi dengan teman sebaya.

3. Pada masa remaja


Seorang remaja yang telah mantap dengan keberadaan dirinya akan lebih
percaya diri memulai hubungan dengan orang lain. Ketika menjalin relasi
dengan orang lain ia tidak akan berorientasi pada dirinya sendiri melainkan
akan menaruh keberadaan di luar dirinya. Hal ini tampak pada remaja yang
memberikan rasa kepedulian kepada temannya yang dikenal, remaja akan
lebih aman bila membagikan permasalahan, ide-ide, pkiran-pikiran yang
dimiliki untuk dibagikan pada orang lain yang dikatakan teman atau sahabat
Sekali terbangun suatu hubungan akrab, dibandingkan dengan hubungan biasa
akan mengakibatkan dua individu atau lebih menghabiskan banyak waktu
yang lebih bervariasi menjadi self-disclosing, saling memberikan dukungan
emosional dan membedakan antara sahabat dan teman lainnya. Teman biasa
adalah seseorang yang menyenangkan untuk bersama, sementara sahabat
dihargai karena ia murah hati, sensitive, dan jujur. Seseorang yang dapat
diajak bersantai dan menjadi diri kita sendiri.
Kuatnya pengaruh teman sebaya tidak terlepas dari adanya ikatan yang terjalin
kuat dalam kelompok teman sebayanya tersebut (peer group), sedemikian
kuatnya sehingga mengarah ke fanatisme. Sehingga tiap-tiap anggota
kelompok menyadari bahwa mereka adalah satu kesatuan yang terkait dan
saling mendukung. Di mana kelompok teman sebaya (peer group) merupakan
kelompok yang terdiri dari teman seusianya dan mereka dapat
mengasosiasikan dirinya (Chaplin, 2001). Dan juga menurut Santrock (2003),
pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya
merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Bahkan remaja
akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota. Untuk
mereka, yang tidak kohesi atau mengikuti aturan kelompoknya akan
dikucilkan dan berarti stres, frustasi, dan kesedihan.
Dalam Peer group, individu merasakan adanya kesamaan satu dengan yang
lainnya seperti bidang usia, kebutuhan dan tujuan yang dapat memperkuat
kelompok itu. Di dalamPeer group tidak dipentingkan adanya struktur
organisasi, namun diantara anggota kelompok merasakan adanya tanggung
jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya. Dalam Peer
group, individu merasa menemukan dirinya serta dapat menegmbangkan rasa
sosialnya sejalan dengan perkembangan kepribadiannya.

2.1.2 Latar Belakang Timbulnya Peer group


Dalam kehidupan sehari-hari, individu hidup dalam tiga lingkungan yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat. Menurut Havinghurs, anak tumbuh dan
berinteraksi dalam dua dunia sosial yaitu: Dunia orang dewasa. Misalnya: orang-
tuanya, gurunya, tetangganya. Dunia peer group (sebayanya). Misalnya: kelompok
permainan, kelompok teman di sekolah, teman-temannya. Dalam dua dunia sosial
tersebut terdapat perbedaan-perbedaan yang menimbulkan latar belakang Peer
group, perbedaan tersebut adalah :
1. Perbedaan dasar.
Dalam dunia orang dewasa, anak selalu dalam posisi subordinat status (status
bawahan) dengan kata lain status dunia dewasa selalu di atas anak. Sedangkan
dalam dunia sebayanya, anak mempunyai status yang sama di antara yang lain.
Jadi peer group selalu berada di bawah orang dewasa, maka kemudian anak-
anak peer ini biasanya membutuhkan kelompok sendiri, karena ada kesamaan
dalam pembicaraan di segala bidang.
2. Perbedaan pengaruh
Perbedaan peer group ini makin lama makin penting fungsinya, sehingga
membuat pengaruh keluarga makin kecil.

2.1.3 Fungsi Peer group


Sebagaimana kelompok sosial yang lain, maka peer group juga mempunyai fungsi.
Perlu diketahui lebih dahulu tentang pengertian peer group yaitu kelompok anak
sebaya yang sukses di mana ia dapat berinteraksi. Hal-hal yang dialami oleh anak-
anak tersebut adalah hal-hal yang menyenangkan saja. Fungsi-fungsi tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Mengajarkan kebudayaan. Dalam peer group ini diajarkan kebudayaan yang
berada di tempat itu. Misalnya: orang luar negeri masuk ke Indonesia, maka
teman sebayanya di Indonesia mengajarkan kebudayaan Indonesia.
2. Mengajarkan mobilitas sosial. Mobillitas sosial adalah perubahan status yang
lain. Misalnya ada kelas menengah dan kelas rendah (tingkat sosial). Dengan
adanya kelas rendah pindah ke kelas menengah dinamakan mobilitas sosial.
Dalam hal ini Neugarten mengadakan penyelidikan pada kelas V dan VI,
mendapatkan data bahwa apabila mereka ditanya siapa teman mereka yang
paling baik, kebanyakan mereka menunjuk anak yang berasal di atas sosial
mereka, baru kemudian anak dari kelas mereka sendiri.
3. Membantu peranan sosial yang baru. Peer group memberi kesempatan bagi
anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang baru. Misalnya: anak yang
belajar bagaimana menjadi pemimpin yang baik, dan sebagainya.
4. Peer group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk
masayarakat. Kelompok teman sebaya di sekolah bisa sebagai sumber
informasi bagi guru dan orang tua tentang hubungan sosial individu dan
seorang yang berprestasi baik dapat dibandingkan dalam kelompoknya. Peer
group di masyarakat sebagai sumber informasi, kalau salah satu anggotanya
berhasil, maka di mata masyarakat peer group itu berhasil. Atau sebaliknya,
bila suatu kelompok sebaya itu sukses maka anggota-anggotanya juga baik.
5. Dalam peer group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain.
Karena dalam peer group ini mereka dapat merasakan kebersamaan dalam
kelompok, mereka saling tergantung satu sama lainnya.
6. Peer group mengajar moral orang dewasa. Anggota peer group bersikap dan
bertingkah laku seperti orang dewasa, untuk mempersiapkan diri menjadi
orang dewasa mereka memperoleh kemantapan sosial. Tingkah laku mereka
seperti orang dewasa, tapi mereka tidak mau disebut dewasa. Mereka ingin
melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang dewasa, mereka ingin
menunjukkan bahwa mereka juga bisa berbuat seperti orang dewasa.
7. Di dalam peer group, individu dapat mencapai kebebasan sendiri. Kebebasan
di sini diartikan sebagai kebebasan untuk berpendapat, bertindak atau untuk
menemukan identitas diri. Karena dalam kelompok itu, anggota-anggota yang
lain juga mempunyai tujuan dan keinginan yang sama. Berbeda dengan kalau
anak bergabung dengan orang dewasa, maka anak akan sulit untuk
mengutarakan pendapat atau untuk bertindak, karena status orang dewasa
selalu berada di atas dunia anak sebaya.
8. Di dalam peer group, anak-anak mempunyai organisasi sosial yang baru.
Anak belajar tentang tingkah laku yang baru, yang tidak terdapat dalam
keluarga. Dalam keluarga yang strukturnya lebih sempit, anak belajar
bagaimana menjadi anak dan saudara. Sekarang dalam peer group mereka
belajar tentang bagaimana menjadi teman, bagaimana mereka berorganisasi,
bagaimana berhubungan dengan anggota kelompok yang lain, dan bagaimana
menjadi seorang pemimpin dan pengikut. Peer group menyediakan peranan
yang cocok bagi anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang baru.

2.1.4 Ciri-Ciri Peer group


Adapun ciri-ciri daripada peer group adalah sebagai berikut:
1. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Peer group terbentuk secara
spontan. Di antara anggota kelompok mempunyai kedudukan yang sama,
tetapi ada satu di antara anggota kelompok yang dianggap sebagai pemimpin.
Di mana semua anggota beranggapan bahwa dia memang pantas dijadikan
sebagai pemimpin, biasanya anak yang disegani dalam kelompok itu. Semua
anggota merasa sama kedudukan dan fungsinya.
2. Bersifat sementara. Karena tidak ada struktur organisasi yang jelas, maka
kelompok ini kemungkinan tidak bisa bertahan lama, lebih-lebih jika yang
menjadi keinginan masing-masing anggota kelompok tidak tercapai, atau
karena keadaan yang memisahkan mereka seperti pada teman sebaya di
sekolah. Yang terpenting dalam peer group adalah mutu hubungan yang
bersifat sementara.
3. Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas. Misalnya
teman sebaya di sekolah, mereka pada umumnya terdiri dari individu yang
berbeda-beda lingkungannya, di mana mempunyai aturan-aturan atau
kebiasaan-kebiasaan yang berbeda-beda pula. Lalu mereka memasukkannya
dalam peer group, sehingga mereka saling belajar secara tidak langsung
tentang kebiasan-kebiasaan itu dan dipilih yang sesuai dengan kelompok
kemudian dijadikan kebiasaan-kebiasaan kelompok.
4. Anggotanya adalah individu yang sebaya. Contoh konkritnya pada anak-anak
usia SMP atau SMA, di mana mereka mempunyai keinginan dan tujuan serta
kebutuhan yang sama.

2.1.5 Pengaruh Perkembangan Peer group


Pada dasarnya individu di samping sebagai makhluk sosial juga sebagai makhluk
individu/pribadi. Di mana dalam perkembangan sosialnya, anak juga dipengaruhi
oleh perkembangan kepribadiannya. Peer group juga berpengaruh baik dalam
kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan kelompok.
Menurut Havinghurst pengaruh perkembangan peer group ini mengakibatkan
adanya:
1. Kelas-kelas sosial. Pembentukan kelompok sebaya berdasarkan tingkat status
sosial ekonomi individu, sehingga dapat digolongkan atas kelompok kaya dan
kelompok miskin.
2. Peer group ini dapat kita rasakan dalam kelas, di mana kita mempunyai teman
akrab dan teman tidak akrab (biasa). Teman yang akrab tersebut dinamakan
in group dan teman yang lainnya kita sebut Out group.
3. Apabila individu di dalam kehidupannya memiliki peer group maka mereka
akan lebih siap menghadapi kehidupan yang akan datang.
4. Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas antar kawan.
5. Bila individu masuk dalam peer group, maka setiap anggota akan dapat
membentuk masyarakat yang akan direncanakan sesuai dengan kebudayaan
yang mereka anggap baik (menyeleksi kebudayaan dari beberapa temannya).
6. Setiap anggota dapat berlatih memperoleh pengetahuan, kecakapan dan
melatih bakatnya.
7. Mendorong individu untuk bersikap mandiri.
8. Menyalurkan perasaan dan pendapat demi kemajuan kelompok.
9. Sulit menerima seseorang yang tidak mempunyai kesamaan.
10. Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota.
11. Menimbulkan rasa iri pada anggota satu dengan anggota yang lain yang tidak
memiliki kesamaan dengan dirinya.

2.1.6 Bentuk-Bentuk Peer Group

Kelompok dalam peer group mengalami penggolongan lagi dan kelompok ini bisa
beranggotakan besar maupun kecil sesuai dengan interaksi antar anggotanya.
Hurlock pun menggolongkannya sebagai berikut :

1. Teman Dekat
Terdiri dari dua atau tiga orang yang mempunyai jeis kelamin, minat dan
kemampuan yang hampir sama. Jarang sekali orang yang berbeda kelamin bisa
berteman dekat. Relative sedikit penelitian yang dilakukan pada hubungan
semacam ini, tetapi baru-baru ini dilaporkan bahwa laki-laki dan perempuan
berbeda dalam harapan mereka mengenai pertemanan awan jenis (Bleske-
Rechek & Brush, 2011). Contohnya laki-laki cenderung memulai pertemanan
semacam itu jika perempuannya menarik, dan mereka mengharapkan
tumbuhnya hubungan yang mengandung unsure seksual. Jika keintiman secara
fisik tidak ada, laki-laki mempersepsikan hal ini sebagai alsan untuk
menghentikan hubungan tersebut. Perempuan sebaliknya, cenderung memulai
hubungan semacamini untuk memperoleh perlindungan fisik, dan tanpa
adanya perlindungan semacam ini, meeka merasa berhak menghentikan
hubungan tersebut
2. Kelompok kecil
Terdiri dari beberapa kelompok teman dekat, pada mulanya mereka terdiri dari
jenis kelamin yang sama, tetapi kemudian meliputi jenis kelamin laki-laki dan
perempuan.
3. Kelompok besar
Terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat, lalu
berkembang dengan meningkatnya minat dan interaksi antar mereka. Karena
kelompok ini besar, maka penyesuaian minat antar anggotanya berkurang
sehingga terdapat jarak social yang lebih besar di antara mereka.
4. Kelompok yang terorganisir
Kelompok ini mempunyai struktur organisasi atau susunan kepengurusan yang
jelas dan terwujud dalam organisasi sekolah atau masyarakat yang dibentuk
untuk memenuhi kebutuhan social para remaja yang masih berada dibawah
bimbingan dan pengawasan orang dewasa sehingga remaja yang mengikuti
kelompok ini sering bosan karena selau diatur dan dibatasi ruang geraknya.
5. Kelompok geng
Kelompok ini biasanya terbentuk karena adanya penolakan atau perasaan tidak
puas dengan kelompok terorganisir. Terdiri dari anak-anak berjenis kelamin
sama dan minat terhadap penolakan melalui perilaku anti social.

2.2 SELF HELP GROUP (SHG)


Self help group merupakan sekumpulan orang yang mempunyai keinginan
untuk berbagi permasalahan, saling membantu terhadap hal yang dialami atau yang
menjadi fokus perhatian bertujuan mengatasi masalah dan meningkatkan kemampuan
kognitif dan emosional sehingga tercapai perasaan sejahtera.

Mutual help group atau self help group adalah grup komunitas baru dan
supportif yang berhubungan satu sama lain dalam jaringan sosial, memuaskan
oranglain yang membutuhkan yang berada dalam suatu lingkaran dan mereka belajar
bagaimana menghadapi pengalaman baru (Silverman, 1980 dalam Hunt, 2004).

Self help group bisanya berawal dan didirikan oleh orang-orang yang
mempunyai masalah yang sama, memberikan dukungan antar masing-masing anggota
dengan lingkungan yang saling mengerti dan aman.
2.2.1 Tujuan self help group

Tujuan self help group dalam kelompok adalah memberikan support terhadap sesama
anggota dan membuat penyelesaian masalah secara lebih baik dengan cara berbagi
perasaan dan pengalaman, belajar tentang penyakit dan memberikan asuhan,
memberikan kesempatan caregiver untuk berbicara tentang permasalahan dan
memilih apa yang akan dilakukan, saling mendengarkan satu sama lain, membantu
sesama anggota kelompok untuk berbagi ide-ide dan informasi serta memberikan
support, meningkatkan kepedulian antar sesama anggota sehingga tercapainya
perasaan aman dan sejahtera, mengetahui bahwa mereka tidak sendiri

2.2.2 Prinsip Self help group


Pembentukan self help group harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Tiap anggota kelompok berperan secara aktif untuk berbagi pengetahuan dan
harapan terhadap pemecahan masalah serta menemukan solusi melalui
kelompok.
2. Sesama anggota saling memahami, mengetahui dan membantu berdasarkan
kesetaraan, respek antara satu dengan yang lain dan hubungan timbal balik
3. Self help group merupakan kelompok informal dan dibimbing oleh volunteer
4. Self help group adalah kelompok self supporting. anggota self help group
berbagi pengetahuan dan harapan terhadap pemecahan masalah serta
menemukan solusi melalui kelompok. Pembiayaan untuk pelaksanaan
kegiatan ditanggung bersama kelompok
5. Kelompok harus menghargai privacy dan kerahasiaan dari anggota
kelompoknya.
6. Pengambilan keputusan dengan melibatkan kelompok dan kelompok harus
bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan

2.2.3 Karakteristik self help group


Kelompok kecil berjumlah 10 -12 orang, homogen, berpartisipasi penuh, mempunyai
otonomi, kepemimpinan kolektif, keanggotaan sukarela, non politik dan saling
membantu. Anggota bisa membaca dan menulis serta berpartisipasi penuh dalam
kegiatan.
2.2.4 Aturan dalam self help group

1. Kooperatif,.
2. Menjaga keamanan dan keselamatan kelompok
3. Mengekspresikan perasaan dan keinginan berbagi pengalaman
4. Penggunaan waktu efektif dan efisien.
5. Menjaga kerahasiaan
6. Komitmen untuk berubah
7. Mempunyai rasa memiliki, berkontribusi,dapat menerima satu sama lain,
mendengarkan, saling ketergantungan, mempunyai kebebasan, loyalitas, dan
mempunyai kekuatan.

2.2.5 Pengorganisasian kelompok


1. Leader
Leader dipilih oleh anggota kelompok. Setiap anggota kelompok bergantian
menjadi leader. Tugas leader adalah :
a) Memimpin jalannya diskusi
b) Memilih topik pertemuan sesuai dengan daftar masalah bersama
dengan anggota kelompok
c) Menentukan lama pertemuan (60-120 menit)
d) Mempertahankan suasana yang bersahabat agar anggota dapat
kooperatif, produktif dan berpartisipasi.
e) Membimbing diskusi dan menstimulasi anggota kelompok
f) Memberikan kesempatan peserta untuk mengekspresikan masalahnya,
berpartisipasi dan mencegah monopoli saat diskusi
g) Memahami opini yang diberikan anggota kelompok.

2. Anggota kelompok
Anggota kelompok bertugas mengikuti jalannya proses pelaksanaan self help
group sesuai dengan yang kesepakatan kelompok dan leader. Anggota
kelompok juga harus berpartisipasi aktif selama proses kegiatan berlangsung.
Memberikan masukan, umpan balik selama proses diskusi, dan melakukan
simulasi.
3. Fasilitator
Fasilitator dalam kelompok ini adalah terapis. . Tugas fasilitator mendampingi
leader, memberikan motivasi peserta untuk mengungkapkan pendapat dan
pikirannya tentang berbagai macam informasi. Memberikan penjelasan ,
masukan dan umpan balik positif jika diperlukan.

2.2.6 Waktu pelaksanaan self help group


Waktu pelaksanaan sesuai dengan kesepakatan kelompok. Pertemuan dilaksanakan
seminggu sekali, seminggu dua kali atau dua minggu sekali disesuaikan dengan
kebutuhan kelompok. Alokasi waktu yang diperlukan selama kegiatan adalah 60-120
menit

2.2.7 Tempat pelaksanaan self help group


Tempat pelaksaanaan terapi ini menggunakan setting komunitas dapat dilakukan
dirumah salah satu keluarga, balai pertemuan, ataupun sarana lainnya yang tersedia
dimasyarakat

2.2.8 Pelaksanaan self help group


Strategi pelaksanaan self help group terbagi menjadi dua tahap yaitu
Pembentukan self help group terdiri dari dua kali pertemuan : pertemuan pertama
menjelaskan tentang konsep self help group, pertemuan kedua dan seterusnya
melakukan role play lima langkah kegiatan self help group.
Kelima langkah kegiatan tersebut adalah :

a. Langkah I : Memahami masalah


Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan masalah yang oleh masing-
masing peserta. Setiap peserta mengungkapkan masalah yang dihadapinya.
Pertemuan kedua dan seterusnya mendiskusikan kembali apa ada masalah lain
yang dialami oleh peserta. Hasil dari langkah pertama adalah kelompok
memiliki daftar masalah.

b. Langkah II : cara untuk menyelesaikan masalah.


Kegiatan yang dilakukan adalah peserta saling berbagi informasi bagaimana cara
mengatasi permasalahan yang terjadi berdasarkan daftar masalah yang sudah
dibuat. Bila penyelesaian masalah tidak ditemukan kelompok dapat meminta
tenaga kesehatan atau orang yang ditunjuk dan sepakati oleh kelompok untuk
memberikan cara penyelesaian masalah. Pertemuan kedua dan seterusnya kegiatan
yang dilakukan adalah mendiskusikan cara penyelesaian masalah yang lain,
apakah ada tambahan. Jika cara penyelesaian masalah tidak ditemukan dapat
konsul kepada ahlinya. Hasil dari langkah kedua adalah kelompok memiliki
daftar cara penyelesaian masalah

c. Langkah III: Memilih cara pemecahan masalah


Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan tiap-tiap cara penyelesaian
masalah yang ada dalam daftar penyelesaian masalah dan memilih cara
penyelesaian masalah dengan mempertimbangkan faktor pendukung dan
penghambat dalam menyelesaikan masalah tersebut. Pertemuan ke dua dan
seterusnya adalah mendiskusikan apakah ada cara lain yang dipilih dalam
mengatasi masalah. Hasil dari langkah ke tiga ini adalah daftar cara penyelesaian
masalah yang dipilih

d. Langkah IV : melakukan tindakan untuk penyelesaian masalah.


Kegiatan yang dilakukan adalah tiap peserta melakukan role play (bermain peran)
cara penyelesaian masalah yang telah dipilih. Pertemuan ke dua dan selanjutnya
melakukan role play cara lain yang telah dipilih oleh kelompok. Hasil dari
langkah ke empat adalah kelompok memiliki daftar penyelesaian masalah yang
sudah dilatih.

e. Langkah V : Pencegahan kekambuhan.


Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan cara cara mencegah
kekambuhan, tanda dan tanda kekambuhan dan tindakan yang dilakukan saat
kekambuhan terjadi. Pertemuan kedua dan selanjutkan adalah mendiskusikan
tentang cara lain untuk mencegah kekambuhan dan tindakan yang dilakukan saat
kekambuhan terjadi. Hasil dari langkah kelima adalah daftar cara mencegah
kekambuhan dan tindakan yang dilakukan jika kekambuhan terjadi.
2.2.9 Implementasi
Implementasi adalah penerapan kegiatan self help group. Implementasi dilakukan
sebagai upaya menjaga keberlangsungan kegiatan self help group agar dapat
mencapai tujuan pelaksanaan self help group itu sendiri. Kegiatan yang dilakukan
adalah : menyusun jadual kegiatan self help group, menyusun topik setiap pertemuan,
menyusun leader setiap pertemuan ( leader yang dipilih merupakan anggota
kelompok itu sendiri, dan setiap anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk
menjadi leader), melaksanakan lima langkah kegiatan self help group yang dimulai
dengan pembukaan, kerja dan penutup, mencatat kemampuan yang dimiliki oleh
kelompok, melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan kelompok.
PERTEMUAN PERTAMA

Tujuan Umum: Memahami tentang self help group

Tujuan Khusus:

1. Memahami konsep self help group


2. Memahami langkah-langkah kegiatan self help group

Setting:
Terapis dan peserta duduk bersama setengah lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang

Alat:
Flipchart
Buku kerja dan pulpen

Metode:
1. Diskusi dan tanya jawab
2. Role Play

Langkah-langkah:
a. Orientasi
1. Salam
2. Doa
3. Memperkenalkan diri terapis dan peserta
4. Menanyakan perasaan peserta hari ini
5. Menjelaskan tujuan, waktu dan tempat
b. Kerja
1. Menjelaskan tentang konsep: pengertian, tujuan, prinsip, membuat beberapa
kesepakatan (nama kelompok, anggota kelompok) dan aturan
2. Menjelaskan 5 langkah kegiatan
a. Memahami masalah
b. Cara untuk menyelesaikan masalah
c. Memilih cara pemecahan masalah
d. Melakukan tindakan untuk penyelesaian masalah
e. Pencegahan kekambuhan

c. Terminasi
1. Express feeling dan evaluasi pemahaman anggota tentang SHG
2. Rencana Tindak lanjut
3. Kontrak untuk pertemuan berikutnya
4. Doa
5. Mengucap salam

Evaluasi: Format Evaluasi

Dokumentasi: Dokumentasi kemampuan yang dimiliki peserta ditulis pada buku kerja
masing-masing anggota
PERTEMUAN KEDUA DAN SETERUSNYA

Tujuan umum: Peserta melakukan 5 langkah self help group

Tujuan khusus:

a. Identifikasi masalah
b. Mengetahui cara penyelesaian maslah
c. Memilih cara penyelesaian masalah
d. Melakukan cara penyelesaian masalah
e. Mengetahui cara mencegah kambuh

Setting:
Terapis dan peserta duduk bersama setengah lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang

Alat / bahan:
Flipchart
Buku kerja dan pulpen
Spidol

Metode:
Curah pendapat
Diskusi
Tanya jawab
Role Play

Langkah-langkah:

a. Orientasi
1. Salam
2. Doa
3. Menanyakan perasaan anggota hari ini dan evaluasi rencana tindak lanjut pertemuan
sebelumnya.
4. Menyepakati topic permasalahan, tujuan, waktu dan tempat
b. Kerja
a. Memahami masalah
b. Cara untuk menyelesaikan masalah
c. Memilih cara pemecahan masalah
d. Melakukan tindakan untuk penyelesaian masalah
e. Pencegahan kekambuhan
f. Memberikan pujian

c. Terminasi
Express feeling dan evaluasi tentang masalah yang dipilih
Rencana tindak lanjut
Kontrak pertemuan selanjutnya
Doa
Mengucap salam

Evaluasi: Format Evaluasi

Dokumentasi: Dokumentasi kemampuan yang dimiliki peserta ditulis pada buku kerja
masing-masing anggota
2.3 SUPPORTIF GROUP

Supportif group merupakan sekumpulan orang-orang yang berencana,


mengatur dan berespon secara langsung terhadap issue-isue dan tekanan yang khusus
maupun keadaan yang merugikan. Tujuan awal dari grup ini didirikan adalah
memberikan support dan menyelesaikan masalah (Grant-Iramu, 1997 dalam Hunt,
2004).

Supportif group hampir mirip dengan self help group, pada support group
fasilitator kelompok merupakan orang professional yang terlatih dalam pekerjaan
sosial, psikologi, keperawatan dan lainnya yang dapat memberikan arti dan aturan
kepemimpinan yang benar dalam kelompok. Sedangkan self help group bisanya
berawal dan didirikan oleh orang-orang yang mempunyai masalah yang sama,
memberikan dukungan antar masing-masing anggota dengan lingkungan yang saling
mengerti dan aman.

Tabel 1. Perbedaan antara self help group dan support group serta orientasi proses
dalam kelompok (Striegel-Moore & Steiner-Adair, 1998 dalam Hunt, 2004).

Self help group Support group Orientasi proses dalam


kelompok

Self help group Suatu organisasi atau orang Keanggotaan kelompok


merupakan kumpulan profesional yang memulai merupakan faktor yang
satu atau lebih orang group dan berespon penting dalam perubahan
dengan satu masalah terhadap kenginan yang teraupuetik
utama yang sama dibutuhkan
(contoh: eating
disorder) yang
membuat suatu
kelompok

Fasilitator atau Orang yang memfasilitasi / Anggota berhati-hati dalam


pemimpin dalam group memimpin merupakan menjaga kekohesivan dari
berrotasi dan berbagi profesional yang telah kelompok
dengan anggota group terlatih
yang lain.

Semua anggota grup Fasilitator diluar dari Fokus penting adalah


mempertimbangkan pertemuan hubungan dan interaksi
kesamaan antara anggota kelompok

Topik diputuskan oleh Fasilitator memutuskan Tujuan untuk memulihkan


kelompok. topik dan kegiatan isue yang teeridentifikasi
kelompok untuk pada individu anggota
anggotanya kelompok

Anggota kelompok Aturan pemimpin adalah


mengidentifikasi memfasilitasi anggota
pengalaman yang biasa untuk berbagi,
dan melindungi mengidentifikasi
keamanan dan pengalaman, melindungi
kontinuitasnya dalam dan menjaga kontinuitas
kelompok.. kelompok

Rotasi ledaer/fasilitator Leader menggunakan


menunjukkan bahwa dirinya secara terang-
semua anggota terangan untuk menarik
kelompok sama perhatian dari anggota
kelompok

Kelompok terbuka,
keanggotaan dapat
tidak stabil dan
kehadiran sukarela..

Anggota mempunyai
keragaman keinginan,
hidup dan sejarahnya

Fokus utama adalah


sejarah hidup dan
pengalaman pribadi
partisipan

Tujuannya untuk
memberikan support,
validasi dan informasi
2.3.1 Tujuan

Maksud didirikannya supporift group adalah untuk memberikan support, focus untuk
pemulihan, aksi social termasuk kebijakan organisasi. Tujuan dan harapan dalam
group adalah pengalaman kelompok yang positif. Tujuan penting adalah resolusi
permasalahan dengan segera, memberikan motivasi dan perubahan prilaku individu
2.3.2 Indikasi
Memberikan dukungan pada pasien dengan :
Mental health, weight loss, addiction related recovery, bereavement, diabetes,
caregiver, elderly people, cancer dan chronic illness (Kyrouz & Humphreys, 2008).
Dukungan dapat juga diberikan pada pasien dengan:
1. Potensial pertumbuhan dan perkembangan
2. Masalah keperawatan resiko
3. Masalah kesehatan fisik dan psikologis
2.3.3 Jumlah peserta
Grup kecil 5-8 anggota untuk grup yang berpengalaman
2.3.4 Waktu
Lama waktu yang digunakan dalam terapi disesuaikan dengan kesepakatan anggota
kelompok
2.3.5 Kegiatan
Kegiatan dipimpin oleh perawat, dapat terstruktur atau tidak struktur bervariasi sesuai
kebutuhan, seperti alternatif meeting dimana waktu dibagi menjadi kegiatan yang
terstruktur dan tidak terstuktur, atau semua pertemuan memiliki alokasi waktu untuk
sharing cerita atau setengah pertemuan untuk pembicara tamu atau kegiatan
lain.Kegiatan dapat berupa:
a) Reading dalam tentang topic masalah kesehatan
b) Art dan drawing
c) Game dan latihan
d) Menulis
e) Mendatangkan pembicara / tamu yang berkompeten untuk memberikan materi
yang sesuai dengan topik yang disepakati
f) Role Play
g) Imaginatif tehnik
h) Sharing stories personal dan pengalama
2.3.6 Aktivitas

Menurut Dombec & Moran (2000), aktivitas yang dapat dilakukan adalah

Sesi 1-4 analisa masalah

a. Memahami masalah, tiap anggota harus memahami isu, gejala atau masalah
yang dialami, langkah pertama ke self help, selanjutnya memahami issue dan
sifat masalah. Perhatikan kecenderungan yang mungkin terjadi terhadap
masalah. Pertanggungjawaban ketika membuat atau mempertahankan suatu
masalah
b. Memecahkan masalah kedalam bagian-bagian kecil ketika sudah memahami
masalah, kemungkinan masalah dirasakan terlalu besar untuk digambarkan
yang dapat dilakukan adalah mencoba menangkap semua masalah, membagi
kedalam bagian-bagian selanjutnya buat rencana bagaimana memperbaiki
bagian demi bagian
c. Menentukan tujuan, pada sesi ini setiap masalah sudah dibagi menjadi bagian-
bagian kecil, selanjutnya membuat tujuan, dimana, berapa lama akan
diselesaikan
d. Menentukan bagaimana mengukur pencapaian tujuan. Beberapa cara untuk
mengukur pencapaian tujuan adalah apa permasalahan utama yang terlihat,
berapa lama waktu untuk mencapai tujuan, apa yang telah dilakukan untuk
mencapai tujuan
Sesi 5-7 merencanakan suatu solusi

e. Membuat pendidikan tentang pemecahan masalah dengan belajar metode-


metode yang tersedia untuk mengelola issue-issue dan permasalahan
sehingga kita akan tahu apa yang akan dilakukan dalam memecahkan
masalah yang dialami. Bicarakan dengan anggota yang lain bagaimana tiap
anggota atau yang pernah mengalami permasalahan
f. Memilih solusi yang terbaik. Setelah mempelajari sebanyak mungkin tentang
cara memecahkan maslah. Pilih cara yang akan dipakai berdasarkan faktor
kekuatan dan kelemahan yang ada
g. Menulis rencana
Hal ini dilakukan setelah mengerti:

1) Apa permasalahan yang ingin diubah


2) Bagaimana cara merubahnya
3) Apa tujuan dan sasaran dari permasalahan
4) bagaimana cara mengukur kemajuan
5) Pemecahan masalah apa yang akan dipilih
6) Metode dan pilihan upaya yang terbaik sesuai dengan situasi dan
kondisi. Tulis rencana kedalam kertas, pilih metode, pendekatan dan
tehnik yang akan digunakan untuk menyelesaikan rencana dan batas
waktu\

h. Melakukan tindakan sesuai rencana


Aktivitas pada sesi ini melakukan rencana yang disusun dan komitmen untuk
tetap berpegang pada rencana. Tanamkan dalam diri bahwa masalah yang
sedang diselesaikan akan membantu mengatasi masalah yang lebih besar,
tindakan yang dilakukan saat ini agar masalah tidak bertambah buruk

i. Setia kepada rencana


Hindari kekambuhan (relaps). Bagian akhir dari supprt group adalah tetap
berpedoman pada rencana bila terjadi kekambuhan. Relaps terjadi ketika
seseorang gagal untuk melakukan sesuai rencana
PERTEMUAN PERTAMA

Tujuan Umum: Memahami tentang Supportif group

Tujuan Khusus:

1. Memahami konsep Supportif group


2. Memahami langkah-langkah kegiatan Supportif group

Setting:
Terapis dan peserta duduk bersama setengah lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang

Alat:
Flipchart
Buku kerja dan pulpen

Metode:
Diskusi dan tanya jawab
Role Play

Langkah-langkah:

a. Orientasi
1. Salam
2. Doa
3. Memperkenalkan diri terapis dan peserta
6. Menanyakan perasaan peserta hari ini
7. Menjelaskan tujuan, waktu dan tempat
b. Kerja
1. Menjelaskan tentang konsep: pengertian, tujuan, prinsip, membuat beberapa
kesepakatan (nama kelompok, anggota kelompok) dan aturan
2. Menjelaskan 7 langkah kegiatan
1) Identifikasi permasalahan yang ingin diubah
2) Mengetahui cara penyelesaian masalah
3) Menetapkan tujuan dan sasaran dari permasalahan
4) Menentukan cara mengukur kemajuan (kriteria standar, waktu)
5) Memilih pemecahan masalah
6) Menentukan metode yang terbaik sesuai dengan situasi dan kondisi.
7) Melakukan tindakan sesuai rencana

c. Terminasi
1. Express feeling dan evaluasi pemahaman tentang permasalahan
2. Kontrak
3. Doa
4. Mengucap salam

Evaluasi: Format Evaluasi

Dokumentasi: Dokumentasi kemampuan yang dimiliki peserta ditulis pada buku kerja
masing-masing anggota
PERTEMUAN KEDUA DAN SETERUSNYA

Tujuan umum: Peserta melakukan 7 langkah supportif group

Tujuan khusus:

1. Identifikasi permasalahan yang ingin diubah


2. Mengetahui cara penyelesaian masalah
3. Menetapkan tujuan dan sasaran dari permasalahan
4. Menentukan cara mengukur kemajuan (kriteria standar, waktu)
5. Memilih pemecahan masalah
6. Menentukan metode yang terbaik sesuai dengan situasi dan kondisi.
7. Melakukan tindakan sesuai rencana

Setting:
Terapis dan peserta duduk bersama setengah lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang

Alat / bahan:
Flipchart
Buku kerja dan pulpen
Spidol

Metode:
Curah pendapat
Diskusi
Tanya jawab
Role Play

Langkah-langkah:
a. Orientasi
1. Salam
2. Menanyakan perasaan peserta hari ini dan evaluasi rencana tindak lanjut pertemuan
sebelumnya
3. Menyepakati topic ( permasalahan ), tujuan, waktu dan tempat
b. Kerja
Melakukan role play:
1. Identifikasi permasalahan yang ingin diubah
2. Mengetahui cara penyelesaian masalah
3. Menetapkan tujuan dan sasaran dari permasalahan
4. Menentukan cara mengukur kemajuan (kriteria standar, waktu)
5. Memilih pemecahan masalah
6. Menentukan metode yang terbaik sesuai dengan situasi dan kondisi.
7. Melakukan tindakan sesuai rencana

c. Terminasi
1. Express feeling dan evaluasi pemahaman anggota tentang topik yang diangkat
2. Rencana tindak lanjut
3. Kontrak
4. Doa
5. Mengucap salam

Evaluasi: Format Evaluasi

Dokumentasi: Dokumentasi kemampuan yang dimiliki peserta ditulis pada buku kerja
masing-masing anggota
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Proses kelompok adalah suatu bentuk intervensi keperawatan komunitas yang


dilakukan bersamaan dengan masyarakat melalui pembentukan peer atau sosial
support berdasarkan kondisi dan kebutuhan masyarakat (Sthanhope & Lancaster,
2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Strategi proses kelompok meliputi Self
Help Group (Kelompok Swabantu), Support Group (kelompok pendukung) dan Peer
Group (Kelompok sebaya).
DAFTAR PUSTAKA

Baron, A. Robert. 2003. Psikologi Sosial Jilid 2 Edisi Sepuluh.Jakarta : Erlangga


Desmita. Psikologi Perkembangan. 2005. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai