Anda di halaman 1dari 24

TUGAS

STRATIGRAFI ANALISIS

FASIES SUB MARINE

Disusun oleh :
1. Dominikus Judha (410014065)
2. Sakila Gia Mentari (410014066)
3. Novia Ribka Utami (410014067)
4. Moh. Arie Junanto (410014068)
5. Maulana Rafsanjani (410014070)
6. Muslianda (410014071)

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL
YOGYAKARTA
2016
FASIES LAUT DALAM
(SUB MARINE FACIES)
1.1 Sistem Sedimen Klastik Laut Dalam
Pada awalnya karakteristik umum dari sistem klasifikasi laut dalam
didasarkan pada kejadian dari lapisan-lapisan batupasir dimana ukuran butir
sedimennya akan menghalus kearah atas. Lapisan dengan tekstur demikian
menjadi terkenal sebagai turbidit laut dalam (Kuenen,1957). Hal ini didasarkan
dari hasil pengamatan pada sistem pengendapan arus pekat (turbit) dimana ukuran
butirnya semakin keatas semakin menghalus. Adanya perubahan secara vertikal
dalam fabrik (kemas) batuan ini kemudian dikenal sebagai Bouma Sequence
(Shanmugam, 2000). Saat ini telah diakui bahwa meskipun tidak semua siklus
pengendapan laut dalam memiliki fabrik seperti turbidit dari Bouma Sequence
(Shanmugam, 2000), proses yang mendukung adanya keterkaitan atau hubungan
antara facies sedimen laut dalam dengan geometrinya. Banyak contoh dari proses
yang mendukung adanya keterkaitan ini. Salah satu contoh yang menjadi
perhatian para ahli stratigrafi adalah Singkapan Batupasir Ross yang terdapat di
Irlandia yang berumur Karbon dimana pada singkapan batuannya terlihat adanya
siklus (sekuen) yang meningkat dari perselingan mudstone (batulumpur) dan
slump (longsoran nendatan) yang terhubungkan dengan lapisan mudstone dan
debris dan aliran densitas yang tidak kohesif dari lidah turbidit yang bersifat
pasiran.
Gambar 1 memperlihatkan adanya hubungan atau keterkaitan antara
berbagai aliran densitas yang berada di dalam air dan bagaimana sedimen
diangkut (ditransport). Pada gambar diperlihatkan bagaimana aliran yang kohesif
berubah menjadi aliran yang bersifat non-kohesif saat melewati daerah transisi
dari aliran yang bersifat hybrid. Sedimen yang berasal dari aliran yang berbeda
genesanya akan sama dan akumulasi aliran sebagai percampuran kedua material
kohesif dan non kohesif. Untuk menyimpulkan pengangkutan transportasi
sedimen yang terlibat dalam aliran yang kohesif ke aliran non-kohesif hingga ke
aliran arus densitas yang bersifat turbit (pekat).
Aliran kohesif (Cohesive flows) mempunyai kekuatan matrik dan dibagi
dalam ukuran butir menjadi:
Aliran debris
Aliran Lumpur yang kaya akan lempung dan lumpur lanauan.
Aliran gesek (Strenght flows) tersusun dari kombinasi butiran dan air dimana
ruang antar butir diisi oleh air. Aliran gesek dibagi menjadi:
a. Aliran densitas hipokonsentrasi (hypoconcentrated density flows), aliran debris
pasiran, beberapa lapisan bersusun terbalik, tidak ada lapisan bersusun normal,
bentuk lapisan tidak terawetkan.
b. Aliran densitas terkonsentrasi (concentrated density flows), seperti erosi dasar,
scour & flute, lapisan bersusun normal, lapisan masif bagian bawah dengan
perlapisan bersusun terbalik.
c. Aliran turbidit (dibagi berdasarkan lamanya):
1. Surges
2. Aliran seperti surge (Bouma Sequence)
3. Arus Quasisteady

Gambar 1. Hubungan antara berbagai aliran densitas yang ada di dalam air dan
bagaimana sedimen diangkut (ditransport).
Skema dari sedimen aliran densitas mengangap bahwa setiap aliran
memungkinkan berubah dalam kedua tipe, aliran yang memotong dan aliran
bawah dengan waktu pada setiap saat disuatu titik. Kekuatan dan kelemahan dari
klasifikasi ini adalah bahwa spektrum sedimen yang mewakili terlibat menjadikan
multi-interpretasi dan kualitatif.
1.1.1 Aliran Densitas Konsentrasi Tinggi
Pergerakan turbulensi fluida pada aliran berkonsentrasi tinggi ditafsirkan
berdasarkan volume konsentrasi sedimen yang selalu berada diatas 25%,
seringkali berbentuk partikel partikel berukuran pasir dan kerikil. Fluida tidak
memiliki gaya kohesi akan tetapi karena adanya dukungan interaksi antar butir
serta beban sedimen (material sedimen) yang ditransport. Sebagai aliran, sedimen
tidak selamanya mendukung dan terakumulasi sebagai aliran debris bersifat
pasiran yang seringkali terpilah. Endapan ini menunjukan beberapa lapisan dasar
bergradasi terbalik (tidak bergradasi normal). Struktur silang-siur dan lapisan
lapisan lainnya cenderung tidak terawetkan ketika komposisinya bervariasi antara
lanau, pasir, dan kerikil yang masif.
Gayaberat mendorong aliran ini, dimana sifat dan kecepatan akan
tergantung dari kecuraman lereng dimana aliran melintas. Lereng akan menjadi
curam apabila aliran transportnya dekat dan ketika lereng menjadi landai maka
sedimen cenderung menjadi bebas yang memungkinkan terjadinya interaksi antar
butir.

Gambar 2. Gambar yang


memperlihatkan berbagai
kenampakan dari tipe-tipe
sedimentasi yang berbeda
mekanisme pengangkutan
butirannya. Kesesuaian
pengendapan arus turbidit
(Lowe, 1982) dengan endapan
konsentrasi aliran densitas
menurut Mulder & Alexander's
(2001).
1.1.2 Aliran Densitas Terkonsentrasi
Aliran ini ditentukan berdasarkan pergerakan turbulensi fluida dari aliran
yang didukung 10 25% partikel berukuran pasir. Pada aliran ini, aliran debris
yang bersifat pasiran digambarkan diatas akumulasi. Dasar permukaan terhadap
endapan ini adalah erosional dan seringkali diekpresikan sebagai scour dan flute.
Bidang permukaan ini merupakan bukti adanya arus yang cepat yang
memindahkan kearah bagian bawah lereng yang curam dengan gerakan interaksi
antar butir dengan mengerosi dan menggesek. Dengan berkurangnya kemiringan
lereng, sedimen sedimen berbutir kasar akan diendapkan menghasilkan kombinasi
struktur graded bedding normal dan atau lapisan massif dengan struktur gradded
bedding terbalik.
1.2 Klasifikasi Fasies Laut Dalam
1.2.1 Fasies Turbidit
Istilah turbidit diperkenalkan pertama kalinya oleh Kuenen (1957) untuk
mewakili suatu endapan (turbidite) yang berasal dari arus turbit (turbidity
current). Adalah Arnold Bouma, sebagai mahasiswa yang membantu pekerjaaan
Kuenen dan mempublikasikan hasil penelitiannya untuk singkapan singkapan
batupasir yang berada di daerah Annot sebelah tenggara Perancis yang kemudian
untuk pertama kalinya memperkenalkan model facies turbidit vertikal (Bouma,
1962) yang kemudian dikenal sebagai Bouma Sekuen.

Gambar 3. Mekanisme Pembentukan Arus Turbidit (Shanmugam et al. 1994)


1.2.1.1 Sedimen Turbidit
Meskipun semua sedimen aliran densitas dipahami sebagai sedimen yang
bersifat tidak tetap Mulder & Alexander (2001) membagi sedimen ini berdasarkan
atas lamanya arus turbulen bekerja, yaitu:
a. Durasi aliran densitas yang cepat
b. Perilaku aliran densitas dimana bagian kepala dari aliran densitas
mengendalikan pengendapan. (Bouma sequences atau turbidites)
c. Arus dimana kepala dari aliran densitas tidak berpengaruh bila dilihat sebagai
bagian dari badan aliran. Arus turbidit ini terutama terjadi di laut, dan
merupakan mekanisme yang penting dalam mentrasfer sedimen ke daerah yang
lebih rendah, yakni pada bathial hingga abisal (Koesoemadinata,1981).
1.2.1.2 Endapan Turbidit
1. Definisi Endapan Turbidit
Secara umum turbidit didefinisikan sebagai sedimen yang diendapkan
oleh suatu mekanisme arus turbit. Middelton dan Hampton (1973) menyebut
sebagai sedimen aliran gravitasi yang menyebabkan terjadinya arus kenyang
(turbidity current) karena adanya longsoran pada lereng benua yang disebabkan
oleh getaran, baik itu gempa bumi maupun tsunami. Mekanisme
pengendapannya berasal dari onggokan-onggokan sedimen yang berada pada
lereng suatu cekungan, karena suatu getaran kemudian sedimen tersebut
meluncur kebawah. Luncuran-luncuran ini menghasilkan lengseran yang
kemudian berkembang menjadi suatu arus turbid dimana sedimennya lepas-
lepas dan butir-butirnya bergerak sendiri-sendiri yang pada awalnya masih
terikat dan menyatu karena kohesi antar butirnya. Butiran-butiran ini kemudian
pada akhirnya mengendap pada dasar cekungan. Sedangkan menurut Friedman
dan Sanders (1978), arus turbidit adalah aliran arus pekat yang dihasilkan oleh
masa dari butiran (padatan) sedimen yang berada didalam media aliran
tersebut.
Berdasarkan gerak relatif antara butir dan jarak dari sumber, Middelton
dan Hampton (1973) membagi 4 jenis arus densitas:
1. Aliran Arus Kenyang (Turbidity current): butir-butir telah lepas sama
sekali dan masing-masing butir didukung oleh fluida/media (telah terinduksi
menjadi turbulen)
2. Aliran Sedimen Yang Difluidakan (Fluidizes sediment flow) : butiran
yang lepas didukung oleh cairan yang diperas keatas antar butir. Butir-butir
masih bersentuhan.
3. Aliran Butiran (Grain flow): dimana butir-butir belum lepas dan dalam
mengalir saling berentuhan.
4. Aliran Rombakan (Debris flow) : dimana butir-butir kasar masih didukung
oleh matrik (masa dasar) campuran sedimen yang lebih halus dan media
(air) dan masih mempunyai kekuatan
2. Fasies Turbidit Bouma (1962)
Bouma (1962) mempelajari dengan seksama endapan turbidit purba dan
menemukan urut-urutan yang khas yang dikenal dengan Sekuen Boma. Sekuen
ini merupakan model fasies dari turbidit yang disusun oleh lima interval dan
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Gambar 4)

Gambar 4. Model Fasies Vertikal Turbidit Bouma


Gambar 5. Model Fasies Turbidit Pertama Yang Diusulkan Bouma
(1962)
1. Interval Perlapisan Bersusun (Ta): Interval lapisan bersusun (graded
beding) merupakan bagian terbawah dari model fasies ini, bertekstur pasiran
kadang-kadang krakalan atau krikilan. Struktur perlapisan bersusun ini akan
menjadi tidak jelas atau hilang sama sekali apabila batupasir yang
menyusun interval ini trpilah dengan baik. Tanda struktur lainnya tidak
tampak.
2. Interval Laminasi Sejajar Bagian Bawah (Tb): Interval laminasi sejajar
bagian bawah (lower of paralel laminate). Interval laminasi sejajar bagian
bawah (lower of paralel lamination) tersusun dari perselingan antara
batupasir dengan serpih atau batulempung. Bidang sentuh (kontak) dengan
interval di bawahnya mungkin berlangsung.
3. Interval Riak Arus (Tc): Interval riak arus (interval of current lamination)
dicirikan dengan adanya struktur riak arus yang tingginya maksimal 5 cm
dan panjang maksimal 20 cm, kadang nampak foreset lamination dan
struktur riak arus yang berbentuk konvolut.
4. Interval Laminasi Sejajar Bagian Atas (Td): Interval laminasi sejajar
bagian atas (upper interval of parallel lamination) tersusun dari perselingan
antara batupasir halus dengan batulempung, struktur laminasi sejajarnya
tidak begitu jelas, apabila terkena proses pelapukan atau gangguan tektonik,
kadang-kadang lempung pasirannya berkurang kearah vertikal, bidang
sentuhnya dengan interval di bawahnnya sangat jelas.
5. Interval Pelitik (Te): Interval pelitik tersusun dari batuan yang bersifat
lempungan dan tidak menunjukan adanya struktur yang jelas, kearah tegak
pada interval ini material pasirannya berkurang dan ukuran besar butirnya
makin menghalus. Cangkang foraminifera mungkin ditemukan. Bidang
sentuh dengan interval dibawahnya berangsur, diatas interval ini sering
ditemukan lapisan yang bersifat napalan.
Bouma (1962) menyatakan turbidit dengan fasies yang lengkap (dari
interval Ta hingga interval Te) hanya dijumpai pada lapisan yang tebal saja,
umumnya fasies yang dijumpai telah hilang pada bagian atas, bawah atau
keduanya. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa baik kecepatan maupun ukuran
besar butir berkurang kearah hilir. Hal ini menyebabkan urut-urutan turbidit
menjadi T1 (Ta-e), T2 (Tb-e), T3 (Tc-e), T4 (Tc-e), T5(Te) yang terbentuk.
Urutan - urutan yang umum ditemukan:
1. Base cut out sequence. Merupakan urutan turbidit yang tidak utuh, yaitu
interval bagian bawahnya hilang. Bagian interval yang hilang bisa berupa
Ta, Ta-b, Ta-c dan Ta-d.
2. Trancated sequence. Interval yang hilang pada sekuen ini adalah interval
bagian atas, yakni Tb-e, Tc-e,Td-e dan Te.
3. Truncated, base cut out sequence. Pada sekuen ini baik interval bagian
atas maupun bawahnya hilang. Interval yang muncul berkisar antara Tb
Td. Keadaan ini disebut truncated, base cut out sequence.
Dari berbagai klasifikasi yang ada, klasifikasi yang dibuat oleh Walker
(1978) merupakan klasifikasi yang paling sederhana dalam penggunaannya
untuk menafsirkan endapan turbidit. Walker (1978) membagi fasies turbidit
menjadi lima fasies, yaitu:
a. Turbidit Klasik (Classic Turbidite). Turbidit klastik terdiri atas urutan
batupasir batulempung yang dapat digolongkan dalam urutan Bouma
(1962) yang lengkap untuk suatu endapan turbidit. Namun demikian urutan
urutan yang lengkap jarang dijumpai, dengan demkian juga dalam urutan
terbalik, tetapi yang sering dijumpai adalah urutan yang tidak lengkap.
b. Batupasir Masif (Masive Sandstones). Batupasir masif merupakan
gardasi dari turbidit klastik, yaitu berkurangnya perselingan batulempung
dan bertambahnya paritan serta ketidak aturan perlapisan. Ukuran butir
semakin bertambah kasar, demikian juga dengan ketebalan batupasir
bertambah. Baupasir masif terdiri dari perlapisan batupasir tanpa
perselingan batulempung, yang kalau digolongkan ke dalam urutan Bouma
(1962) merupakan urutan Ta (graded bedding) karena interval lain tidak
terdapat. Lapisan batu pasirmasif tanpa struktur sedimen, kecuali struktur
mangkok yang terkadang mungkin dapat ditemukan, ketebalan lapisan
berkisar 0.5 5 meter.
c. Batupasir Kerikilan (Pebbly Sandstones). Fasies batupasir kerikilan ini
dicirikan oleh ketebalan lapisan berkisar 0.5 5 meter, batas bawah tegas
dan tidak terdapat interkalasi batulepung atau serpih untuk fasies ini.urutan
Bouma atau struktur sedimen turbidit klasitik tidak berlaku atau tidak
digunakan. Merupakan struktur sedimen perlapisan bersusun dapat
ditemukan dengan besar butir mulai kerikilan dibagian dasar sampai ukuran
sedang. Perlapisan yang biasanya terjadi dari perselingan lapisan yang kaya
akan kerikilan dan lapisan yang miskin dengan kerikil dengan tebal rata-
rata lapisan 5 20 cm, dengan struktur sedimen mangkok atau planar
tabular.
d. Konglomerat yang didukung oleh fragmen (Conglomerate supported
by fragment): Fasies konglomerat ini disebut clay supported
conglomerat yang dicirikan oleh:
1. Umumnya terdapat struktur perlapisan bersusun dari jenis normal atau
terbalik dengan ketebalan lapisan 20 30 cm.
2. Stratifikasi bisa ada ataupun tidak
3. Setiap lapisan bisa tebal hingga 1- 5 cm
4. Dasar perlapisan biasanya tegas dan paritan biasanya ada
5. Interkalasi serpih atau batulempung jarang terdapat.
Perlapisan yang didukung oleh matrik (Matrix supported beds). Fasies ini
disebut sebagai matrixs suported beds oleh Walker (1978) yang meliputi
batupasir, kerikil, kerakal dan bongkah yang didukung matrik. Endapan Debris
Flow (DF) dan Slump (SL) termasuk dalam fasies ini. Dasar perlapisan tidak
teratur dan tidak terdapat kemas tertutup, tetapi biasanya fragmen atau bongkah
yang ada terletak mengambang dalam matrik. Distribusi lateral endapan
turbidit sepanjang cekungan menurut Walker (1978) adalah bahwa semakin
kearah laut yang lebih dalam sedimen kasar semakin menghilang. Akibatnya
makin kearah laut dalam akan didapatkan struktur sedimen bagian-bagian atas
dari seri Bouma (1962). Walker (1978) mengajukan formulasi yang lebih
lengkap, yang mencerminkan produk sedimentasi baik oleh arus pekat maupun
oleh longsoran bawah laut, yang memunculkan fasies-fasies endapan turbidit
secara umum mulai dari lereng kontinen yaitu endapan kipas atas, endapan
kipas tengah dan endapan kipas bawah.
Progradasi endapan kipas bawah laut menimbulkan urutan-urutan
stratigrafi hipotesis seperti diperlihatkan pada gambar 8-4. Dapat dilihat adanya
dua sekuen menjadi ciri utama dari stratigrafi hipotesis Walker tersebut.
Pertama sekuen menebal keatas merupakan ciri fasies endapan kipas bawah
sampai kipas tengah. Kedua, sekuen menipis keatas merupakan ciri fasies
endapan kipas tengah (bagian tengah) dan kipas atas.
Struktur turbidit Bouma (1962) lebih berkembang pada fasies kipas
bawah sampai kipas tengah. Beberapa ciri litologi dan asosiasi struktur
sedimen juga membeda bedakan ketiga fasies tersebut diatas. Endapan kipas
bawah dicirikan oleh dominasi batulempung dan perselingan batupasir dengan
struktur turbidit klastik dari Bouma (1962). Munculnya batupasir masif
(Walker,1978) dan sekuen A dari Bouma mencirikan mulainya endapan kipas
tengah bagian bawah. Batupasir yang muncul semakin intensif dengan
disertai munculnya konglomerat menandakan endapan kipas tengah bagian
tengah. Dominasi batulempung kearah kipas tengah bagian atas semakin
berkurang dan menurut stratigrafi hipotesis diatas, batulempung menghilang
pada kipas atas dimana litologinya adalah konglomerat, batupasir endapan
debris flow dan sedimen berstruktur slump.
Gambar 6. Model Hipotetis Gambar 7. A. Konsep Diagram
Kipas Bawah Laut (Walker, 1978) Modern Fan (Normark, 1970) ; B.
Konsep Diagram Klasik Ancient Fan
(Mutti and Ricci Lucchi,1972)

Gambar 8. Urut urutan vertikal Gambar 9. Komponen Classic Ancient


Kipas Bawah Laut (Walker, 1978) Submarine Fan (Mutti and Ricci
Lucchi,1972)
3. Fasies Turbidit Mutti (1992)
Fasies Turbidit dapat didefinisikan sebagai kumpulan genetik fasies
secara lateral yang dapat diidentifikasi melalui lapisan lapisan individu
batuan yang memiliki kesamaan waktu. Secara genetik fasies tracts yang
berasal dari paket sedimen dapat dikatakan sebagai turbidite
faciesassociation (FA), sedangkan ekspresi vertikal dari facies association
tersebut dapat dikatakan sebagai fasies sequence (FS).
Dalam hubungannya dengan mekanisme sediment gravity flow
Mutti (1992) melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai endapan
turbidit. System turbidit dapat dihasilkan oleh 2 komponen dasar, yaitu
komponen erosional yang berada di bagian atas dan dapat
mengindikasikan sumber utama dari material sedimen, serta komponen
pengendapan yang berada di bagian bawah, dimana sedimen tertransport dari
komponen erosional sebelumnya dan diendapkan seiring dengan penyusutan
tingkat arus gravitasi (gravity flow).
Mutti (1992) membagi fasies-fasies pada endapan turbidit
didasarkan pada beberapa hal, diantaranya : tekstur batuan, komposisi
batuan, struktur sedimen dan kenampakan erosi. Sehingga dapat
membedakan antara fasies yang satu dengan fasies yang lain (Gambar 10).

Gambar 10. Fasies Turbidit dan proses proses yang terkait (Mutti, 1992)
Fasies fasies tersebut kemudian digolongkan menjadi 3 tipe utama, yaitu :
1. Very Coarse Grained Facies (VCGF)
Endapan pada Fasies Turbidit ini terdiri dari beragam jenis tipe
sediment, mulai dari mud supported sampai clast-supported
conglomerates. Facies dasar dari Very Coarse Grained Facies adalah F1,
F2 dan F3 (Gambar 5.). Endapan endapan pada fasies F1 dan F2
merupakan endapan endapan debris flow deposits, dimana sediment
tertransport dan terendapkan oleh arus cohesive. cohesive debris flow
dapat mengindikasikan endapan-endapan klastika yang didukung oleh aliran
buoyancy dan cohesivitas dari campuran antara lumpur dan air
sebagai media pentransport sedimen.
Endapan F1 adalah produk dari cohesiv debris flow yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
Terdapatnya lag deposit di bagian dasar aliran
Klastika yang lebih besar mengambang dalam matriks
Kecenderungan klastika yang kasar untuk berada di dasar dan
menerus hingga ke atas dari dasar aliran.
Endapan F2 adalah produk dari hyperconcentrated flow yang
dihasilkan dari proses transportasi dari debris flow menuruni lereng yang
bercampur dengan fluida. Endapan endapan pada fasies F2 umumnya
terdapat pada coarse grained turbidite system. Karakteristik dari endapan-
endapan pada fasies F2 pada dasarnya hampir sama dengan karakteristik
dari endapan-endapan pada fasies F1, diantaranya :
Terdapat peristiwa dimana dasar aliran tergerus dan terbentuk
struktur rip-up mudstone clasts yang relatif besar.
Klastika yang berukuran besar mengambang dalam matriks pasiran
Klastika yang berukuran lebih besar menunjukkan kecenderungan
untuk berada di bagian bawah.
Tahap akhir dari proses transportasi cohesive debris flow adalah
menghasilkan endapan-endapan yang termasuk kedalam fasies F3 ( klastika
kasar dari konglomerat). Endapan endapan pada fasies F3 ini merupakan
salah satu tipe endapan turbidit yang dihasilkan oleh hyperconcentrated
flow yang mentrasnportasikan material berukuran butiran sampai kerikil
(High Density Turbidity Current). Endapan endapan F3 terdiri atas
konglomerat dengan matriks pasiran yang membentuk dasar aliran, yang
pada akhirnya akan dibatasi oleh permukaan erosi. Endapan endapan
pada fasies F3 ini dapat terbentuk akibat adanya shear strses yang
diberikan oleh lapisan material yang tertinggal oleh aliran.
2. Coarse Grained Facies (CGF)
Fasies-fasies yang termasuk ke dalam Coarse Grained Facies dalam
aliran yang menuju dasar cekungan yaitu WF, F4, F5, dan F6 yang dapat
diinterpretasikan sebagai produk dari butiran High Density Turbidity
Currentdan proses transformasi yang akan dihasilkan pada akhir aliran.
Endapan endapan pada fasies F4 dan F5 pada umumnya memiliki
karakteristik yang relatif tebal dan terdiri atas coarse-grained traction
carpets. Endapan-endapan pada fasies WF terdiri atas endapan endapan
yang tipis, memiliki tingkat keseragaman butir yang buruk yang terdiri
atas butiran berukuran pasir sangat kasar dan pasir kasar yang menunjukkan
struktur laminasi bergelombang. Sedimen pada fasies WF dapat
diinterpretasikan sebagai produk dari upper flow regime yang dibentuk oleh
transportasi dari hyperconcentrated flow hingga high density &
supercritical turbidity current. Endapan endapan pada fasies F6
dapat diindikasikan sebagai endapan endapan berukuran kasar yang
memiliki kecenderungan imbrikasi pada butirannya. Endapan endapan
pada fasies F6 ini memiliki tingkat keseragaman butir yang relatif baik
dan di bagian bawahnya membentuk butiran dengan kecenderungan
menghalus ke atas. Sedimen sedimen pada fasies F6 ini adalah produk
dari loncatan fluida yang merubah supercritical high density turbidity
current menjadi sub critical high density turbidity current. Perpindahan
aliran berikutnya membawa butiran yang lebih kasar dimana butiran
tersebut tertransport bersamaan dengan arus turbulensi vertikal, untuk
menyesuaikan searah dengan arus dan dapat tertransport secara traksi dan
terendapkan di sepanjang dasar aliran. Struktur sedimen yang berkembang
terdiri atas : perlapisan sejajar dan perlapisan memotong dalam skala
kecil. Karakteristik pada endapan endapan fasies F6 selanjutnya dapat
dilihat lebih detail, yaitu :
Seluruh ketebalan dari lapisan dasar pada umumnya dibatasi oleh
batas yang tajam dan terbentuk struktur rippled diatas permukaan
lapisan.
Endapan endapan lag deposit yang berada di dasar aliran.
3. Fine Grained Facies (FGF)
Fasies-fasies yang termasuk di dalam Fine Grained Facies adalah F7,
F8 dan F9. sedimen dari fasies fasies tersebut merupakan produk dari
low-density, subcritical turbidity current. Arus turbid ini memulai
pengendapannya setelah melewati hydraulic jump (lihat sediment F6) atau
arus gravity yang telah mentransport fasies F5 dalam arus yang kemudian
menghasilkan endapan fasies F7. Tahap akhir dari pengendapan ini
adalah meningkatnya kandungan lumpur yang mengendap secara suspensi
dan akhirnya dapat menyesuaikan dengan aliran quo static. Endapan
endapan pada fasies F7 dalam sistem arus turbidit pada umumnya memiliki
karakteristik sebagai berikut :
Lapisan tipis dari Batupasir yang relatif kasar
Lapisan horizontal pada bagian dasar aliran dapat diindikasikan
sebagai hasil dari traction carpet , dan di beberapa tempat, endapan
endapan tersebut menunjukkan kecenderungan butiran yang
mengkasar keatas. Tapi pada umumnya traction carpet ini akan
menunjukkan kecenderungan butiran yang menghalus ke atas
yang mengindikasikan arus yang mentransport sedimen tersebut.
Endapan endapan pada fasies F8 merupakan salah satu endapan
yang paling ideal dengan tipe endapan pada sikuen Bouma, yang terdiri
atas struktur sedimen, dan ukuran butir dari pasir sedang pasir halus,
kecenderungan penghalusan ke atas dapat hadir jika arus yang
mentransport dan material yang tertransport dapat memenuhi
persyaratannya. Endapan endapan pada fasies F8 pada umumnya terdiri
atas material material berbutir halus.Endapan endapan pada fasies F7
dan F8 merupakan hasil dari rekonsentrasi sediment yang terbentuk setelah
loncatan fluida tersebut telah terlewati, yang kemudian diikuti oleh proses
sedimentasi sepanjang jalur tipis dari traction carpet (F7) dan suspensi
(F8). Endapan endapan pada fasies F9 terbentuk oleh endapan
endapan berbutir sangat halus dengan struktur laminasi sejajar yang
dibatasi oleh Batulempung berstruktur masif.Tingkatan fasies F9 dapat
didefinisikan sebagai turbidite beds dimana diendapkan oleh proses
selesainya traction carpet yang berhubungan dengan fase sebelumnya
dalam sistem low density turbidity current.
Fasies F9 kemudian dapat dibagi kedalam 2 sub fasies yaitu :
Fasies 9a, yang sangat berkaitan dengan classical turbidite pada sikuen
Bouma.
Fasies 9b, walaupun memiliki karakteristik yang hampir sama
dengan fasies 9a namun pada dasarnya memiliki tingkat perbandingan
sand-shale ratio yang lebih besar, memiliki ukuran butir yang lebih
kasar dibandingkan dengan butiran pada fasies 9a, memiliki tingkat
keseragaman butir yang lebih buruk.
1.2.2 Fasies Kipas Laut Dalam
Sedimentasi dari arus turbidit yang ideal, umunya merupakan suatu fan
(kipas) pada dasar lereng- lereng bawah laut (sub marine fan), yang saling
memotong dan berselang seling dengan endapan bathyal (Koesoemadinata,
1980). Arus turbid yang menggerakan endapan turbidit pada awalnya
terbentuk pada sub marine canyon bersama- sama dengan arus lainnya, yang
termasuk kedalam sediment gravity flow .

Gambar. Lingkungan Pengendapan di Kipas Laut Dalam


Selanjutnya arus arus tersebut yang akan memegang peranan dalam
mentransport sedimen ke daerah bathyal dan abysal. Ternyata arus turbid yang
merupakan bagian dari arus densitas dalam melakukan fungsinya sebagai arus
yang mengalir, tergantung akan adanya perbedaan densitas, yang dihasilkan
oleh sedimen yang tersuspensikan akibat arus turbulen pada tubuh arus
(Fiedman & Sanders, 1978).
Arah umum dari aliran arus densitas yang normal, adalah menuju ke
continental margin atau ke arah basin margin. Aliran dengan arah demikian bisa
terjadi secara terus menerus tetapi bisa juga sewaktu-waktu. Aliran yang tetap
terjadi manakala longshore current pada suatu shelf menjumpai submarine
canyon, yang melintang menghadang arahnya, sehingga arah arus tersebut
berubah secara tiba-tiba, dengan sendirinya arus densitas akan mengalir secara
menerus. Sedangkan aliran yang sewaktu-waktu tersebut hanya akan mengalir
karena sesuatu sebab, misalnya :
Meluncurnya sedimen yang overloading pada sisi continental shelf yang
menghadap ke laut, pada suatu saat mengalir ke arah cekungan.
Runtuhnya dinding dari dua sisi submarine canyon.
Runtuhnya distal margin dari suatu delta yang terdiri terutama dari
lempung serta lanau prodelta yang berisi porewater yang tinggi.
Proses runtuhnya tersebut diakibatkan oleh berat sedimen itu sendiri
yang telah mengalami overload pada bagian tubuhnya. Maka berjuta-juta
ton sedimen yang tak terkonsolidasikan dengan baik meluncur menjadi
suatu aliran suspensi yang akan menambah densitas dari air dan merubah
system arus menjadi arus densita.

Gambar 12. Mekanisme Pembentukan Kipas Laut Dalam


1. Model Kipas Bawah Laut Walker
Model kipas menurut Walker (1978) ini merupakan penyempurnaan dari
beberapa peneliti terdahulu yang terdiri dari saluran utama (fedder channel),
lereng(slope), kipas atas (upper fan ), kipas tengah (middle fan) yang
terdiri dari channeled portion of suprafan lobes, kipas bawah (lower fan) dan
dasar cekungan (basin plain). Pada umumnya kipas tersebut berasosiasi
dengan lima fasies turbidit yang diajukan oleh Walker (1978) yang terdiri atas:
a. Fasies Slump (SL)
Fasies ini terdiri dari bentukan struktur sedimen slump yang terjadi
karena adannya mekanisme longsoran yang mengakibatkan meluncurnya
lapisan sedimen karena adanya dorongan arus graffiti.Fasies ini biasanya
terdapat pada daerah upper fan dimana pengaruh dari kemiringan lereng
sangat berpengaruh.
b. Fasies Turbidit Klasik (Classical Turbidite, CT)
Fasies ini pada umumnya terdiri dari perselingan antara Batupasir dan
serpih/Batulempung dengan perlapisan sejajar tanpa endapan channel.Struktur
sedimen yang sering dijumpai adalah perlapisan bersusun, perlapisan
sejajar, dan laminasi, konvolut atau a,b,c Bouma (1962), lapisan Batupasir
menebal ke arah atas.Pada bagian dasar Batupasir dijumpai hasil erosi
akibat penggerusan arus turbidit (sole mark) dan dapat digunakan untuk
menentukan arus turbid purba. Dicirikan oleh adanya CCC (Clast,
Convolution, Climbing ripples). Climbing ripples dan convolut merupakan
hasil dari pengendapan suspensi, sedangkan clast merupakan hasil erosi arus
turbid (Walker, 1985).
c. Fasies Batupasir masif (Massive Sandstone, MS)
Fasies ini terdiri dari Batupasir masif, kadang-kadang terdapat
endapan channel, ketebalan 0,5-5 meter, struktur mangkok/dish structure.
Fasies ini berasosiasi dengan kipas laut bagian tengah dan atas.
d. Fasies Batupasir Kerakalan (Pebbly Sandstone, PS)
Fasies ini terdiri dari Batupasir kasar, kerikil-kerakal, struktur sedimen
memperlihatkan perlapisan bersusun, laminasi sejajar, tebal 0,5 5
meter. Berasosiasi dengan channel, penyebarannya secara lateral tidak
menerus, penipisan lapisan Batupasir ke arah atas dan urutan Bouma tidak
berlaku.
e. Fasies Konglomeratan (Clast Supported Conglomerate, CGL)
Fasies ini terdiri dari Batupasir sangat kasar, konglomerat, dicirikan
oleh perlapisan bersusun, bentuk butir menyudut tanggung-membundar
tanggung, pemilahan buruk, penipisan lapisan Batupasir ke arah atas, tebal 1-
5 m. Fasies ini berasosiasi dengan sutrafanlobes dari kipas tengah dan kipas
atas. Fasies Lapisan yang didukung oleh aliran debris flow dan lengseran
(Pebbly mudstone, debris flow, slump and slides, SL).Fasies ini terdiri dari
berbagai kumpulan batuan, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah-bongkah
yang terkompaksi. Fasies ini berasosiasi dengan lingkungan pengendapan
kipas atas (upper channel fill).
Dari 5 klasifikasi fasies tersebut memiliki genesa berbeda dalam
proses pembentukannya (Gambar 13).

Gambar 13.Genesa Fasies Turbidit (Walker, 1978).


Adapun material sedimen yang mengisi pada tiap tiap bagian dari kipas
bawah laut Walker ini sangant beragam dan berbeda beda yang dikelompokan
menjadi tujuh fasies yaitu :
Fasies A : Berupa Batupasir berukuran kasar dan konglomerat.
Fasies B : Berupa Batupasir massif berukuran sedang sampai halus.
Fasies C : Berupa Batupasir berukuran sedang sampai halus dimana terdapat
asosiasi dengan sekuen bouma (CT).
Fasies D : Berupa Batupasir berukuran halus sampai sangat halus dimana
terdapat asosiasi dengan sekuen bouma (CT).
Fasies E : Serupa dengan fasies D tetapi memiliki tingkat kandungan
perselingan Batupasir dengan Batulempung yang tinggi.
Fasies F : berupa lapisan yang terganggu seperti adannya aktifitas slump.
Fasies G: Fasies ini merupakan lapisan lempung pelagic ataupun
hemipelagik yang cukup tebal.
Ketujuh fasies tersebut berasosiasi dengan tiga lingkungan pengendapan,
yaitu : lereng (slope), dibagi menjadi lereng atas (upper slope) dan lereng bawah
(lower slope); kipas (fan) dibagi menjadi kipas dalam (inner fan), kipas tengah
(middle fan) dan kipas luar (outer fan); kumpulan daratan cekungan.Walker
(1978) membagi kipas laut dalam 4 bagian pokok, yaitu :
1. Asosiasi Fasies Pada Lembah Pengisi
Lembah pengisi merupakan alur utama dari sedimen yang membentuk
lipas laut dalam. Lembah ini memotong lereng kontinen dan dapat menerus
dari laut dalam sampai dekat pantai. Dari penyelidikan yang dilakukan
umumnya lembah pengisi berisi sedimen berukuran halus (fasies G),
interkalasi lensa-lensa tubuh Batupasir dari fasies A merupakan endapan
paritan (submarine channel), interkalasi batuan yang campur aduk (fasies F)
juga sering didapatkan sisipan fasies E dan D, diperkirakan sebagai akibat
dari kenaikan atau fluktuasi muka air laut setelah zaman es.
2. Asosiasi Fasies Kipas Laut Dalam
Kipas ini dibagi menjadi 3 bagian (Gambar 6), yaitu : kipas atas (upper
fan), kipas tengah (middle fan), dan kipas bawah (lower fan).
a. Kipas Atas (upper fan)
Kipas atas merupakan pengendapan pertama dari suatu sistem kipas laut
dalam, yang merupakan tempat dimana aliran gravitasi itu terhenti oleh
perubahan kemiringan. Oleh karena itu, seandainya aliran pekat (gravitasi
endapan ulang) ini membawa fragmen ukuran besar, maka tempat fragmen
kasar tersebut diendapkan adalah bagian ini. Fragmen kasar dapat berupa
Batupasir dan konglomerat yang dapat digolongkan ke dalam fasies A,B dan F.
Bentuk lembah-lembah pada kipas atas ini bermacam-macam, bias
bersifat meander, bias juga hampir berkelok (low sinuosity). Mungkin hal
ini berhubungan dengan kemiringan dan kecepatan arus melaluinya, ukuran
kipas atas ini cukup besar dan bervariasi tergantung besar dan kecilnya kipas
itu sendiri,lebarnya bisa mencapai mulai dari ratusan meter sampai beberapa
kilometer, dengan kedalaman dari puluhan sampai ratusan meter. Alur-alur pada
kipas atas berukuran cukup besar.
Walker (1978) memberikan model urutan macam sedimen kipas atas ke
bawah. Bagian teratas ditandai oleh fragmen aliran (debris flow) berstruktur
longsoran (slump), jika sedimennya berupa konglomerat, maka umumnya
letak semakin ke bawah pemilahannya makin teratur, mengakibatkan bentuk
lapisan tersusun terbalik ke bagian atas dan berubah menjadi lapisan normal
bagian bawah.
b. Kipas tengah (middle fan)
Bagian tengah kipas laut dalam adalah yang paling menarik dan
sering diperdebatkan. Letak kipas tengah berada di bawah aliran kipas atas.
Morfologi kipas laut dalam bagian tengah, dapat dibagi menjadi 2, yaitu
suprafan dan suprafan lobes, disamping ketinggian dari lautan, juga
morfologi di dalamnya. Suprafan umumnya ditandai lembah yang tidak
mempunyai tanggul alam (Nomark, 1978) dimana lembah tersebut saling
menganyam (braided), sehingga dalam profil seismic berbentuk bukit-bukit
kecil. Relief ini sebenarnya merupakan bukit-bukit dan lembah yang dapat
mempunyai relief 90 meter. Lembah dapat berisi pasir sampai kerakal
(Nomark,1980), kadang-kadang dapat menunjukan urutan Bouma (1962).
Smooth portion of suprafan lobes : Penebalan keatas, asosiasi classical structur
turbidites, dalam sekwen progradasi bagian atas sudah terdapat massive
sandstones.
Channeled portion of suprafan lobes : Penipisan ke atas (thinning upward),
asosiasinya adalah konglomeratan atau pebbly sandstone pada bagian bawah
dan massive sandstone. Konglomerat umumnya berlapis bersusun (graded
bedding)
Bagian suprafan sebenarnya lebih merupakan model yang kadang-
kadang di lapangan sulit untuk diterapkan. Masalah dasar tmbuhnya model
bagian ini adalah adanya urutan batuan yang cirinya sangat menyerupai
kipas luar, tetapi masih menunjukan bentuk-bentuk torehan, dimana ciri
terakhir ini menurut Walker (1978) adalah kipas Suprafan.
Asosiasi fasies kipas bagian tengah berupa tubuh-tubuh Batupasir dengan
sedikit konglomerat yang berbentuk lensa yang lebih lebar dan luas. Batupasir dan
Konglomerat tergolong ke dalam fasies A, B, dan F. Fasies-fasies itu disisipi juga
oleh lapisan-lapisan sejajar dari fasies D dan E, kadang-kadang juga fasies C.
Asosiasi fasies ini berbeda dengan asosiasi fasies yang terdapat di kipas
bagian dalam, yaitu :
Tubuh Batupasir dan konglomerat dimensinya kecil
Geometrinya kurang cembung ke bawah
Adanya sisipan-sisipan perselingan dari Batupasir-Batulempung.
c. Kipas Bawah (Lower Fan)
Kipas bawah terletak pada bagian luar dari system laut dalam,
Umumnya mempunyai morfologi yang datar sangat landai
(Nomark,1978). Kipas bawah merupakan endapan paling akhir dari system
paket atau aliran gravitasi tersebu t yang paling mungkin mencapai bagian kipas
adalah system aliran dari arus kenyang. Ukuran yang paling mungkin di daerah
kipas luar adalah berukuran halus.
Serta menunjukan urutan vertikal , Bouma (1962).Asosiasi fasies kipas
bawah disusun oleh lensa-lensa butiran di dalam Batulempung, perselingan
Batupasir dan batulanau yang berlapis tebal. Lensa-lensa Batupasir dari fasies
B dan C, sedangkan batuan-batuan yang mengapitnya dari fasies D .
Karakteristik asosiasi fasies fasies kipas bagian bawah ditandai oleh :
Langkanya batuan-batuan yang diendapkan di dalamnya paritan (channel
deposit)
Penampang geometrinya berbentuk lensa.
Di bagian puncak sekuen, kadang-kadang didapatkan juga endapan
paritan dan amalgamasi.
Sering kali sekuennya memperlihatkan penebalan lapisan ke bagian atas.
Dari ketiga bagian dari kipas bawah laut tersebut akan menghasilkan
sekuen pengandapan dengan cirri yang berbeda antara satu dengan yang lain
yang dijelaskan oleh sekuen kipas bawah laut Walker,1978 (Gambar 8).
3. Asosiasi Fasies Lantai Cekungan
Daerah lantai cekungan adalah daerah yang tidak dipengaruhi oleh aliran
gravitasi, dan merupakan endapan asli pada bagian laut tersebut. Asosiasi fasies
lantai cekungan dicirikan oleh :
Asosiasi fasies Ddan G
Perlapisan sejajar
Arah purba memancar
Homogenitas fasies dan pola perlapisan, baik ke arah lateral maupun
tegak.

Anda mungkin juga menyukai