Anda di halaman 1dari 7

Pasal Pasal tentang Pengendalian OPT

A. Perlindungan tanaman yang diatur dalam UU No. 12 tahun 1992 adalah sebagai
berikut:
Pengertian perlindungan tanaman dan organisme pengganggu tanaman
sebagaimana diatur pada Pasal 1 butir 7 dan butir 8 bahwa "Perlindungan
tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya
tanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan" dan bahwa
"Organisme pengganggu tumbuhan adalah semua organisme yang dapat
merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan".
Pelaksanaan perlindungan tanaman yang diatur dalam Bagian Keenam
Perlindungan Tanaman yang terdiri atas Pasal 20 sampai Pasal 27.

B. Pelaksanaan perlindungan tanaman yang diatur pada Pasal 20 sampai Pasal 27


adalah sebagai berikut:
Sistem perlindungan tanaman (Pasal 20 Ayat (1)) dan tanggung jawab
pelaksanaan perlindungan tanaman (Pasal 20 Ayat (2))
Pelaksanaan perlindungan tanaman melalui tiga kegiatan (Pasal 21)
Larangan penggunaan sarana dan/atau cara yang dapat mengganggu kesehatan
dan/atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan
kerusakan sumberdaya alam dan/atau lingkungan hidup (Pasal 22 Ayat (1)) dan
pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan larangan tersebut (Pasal 22 Ayat
(2))
Pengenaan tindakan karantina terhadap setiap media pembawa organisme
pengganggu tumbuhan yang dimasukkan ke dalam, dibawa atau dikirim dari
suatu area ke area lain di dalam, dan dikeluarkan dari wilayah Negara Republik
Indonesia (Pasal 23)
Pelaporan OPT dan kewajiban melaksanakan tindakan pengendalian oleh
petani atau badan hukum (Pasal 24 Ayat (1)) dan kewajiban pemerintah
melaksanakan pengendalian hanya jika terjadi ledakan OPT (Pasal 24 Ayat (2))
Pelaksanaan eradikasi oleh pemerintah (Pasal 25 Ayat (1)) terhadap OPT yang
sangat berbahaya (Pasal 25 Ayat (2)) dan pemberian kompensasi terhadap
tanaman atau benda lainnya yang dimusnahkan dalam pelaksanaan eradikasi
(Pasal 26 Ayat (1) dan Ayat (2))
Ketentuan mengenai mengenai pengendalian dan eradikasi organisme
pengganggu tumbuhan yang lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan
Pemerintah (Pasal 27)
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995
Tentang : Perlindungan Tanaman
Pasal 20
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penggunaan pestisida dalam rangka
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Menteri
dapat menunjuk petugas pengawas pestisida.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan, persyaratan,
dan tata cara penunjukan petugas pengawas pestisida sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 21
Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan berupa satwa liar yang dilindungi
dilakukan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 22
Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilakukan secara efektif, efisien
dan aman sesuai petunjuk teknis yang ditetapkan oleh Menteri.
BAB IV
ERADIKASI
Pasal 23
(1) Eradikasi dilakukan apabila serangan organisme pengganggu tumbuhan
dianggap sangat berbahaya dan mengancam keselamatan tanaman secara meluas.
(2) Organisme pengganggu tumbuhan dianggap sangat berbahaya dan mengancam
keselamatan tanaman secara meluas, apabila organisme pengganggu tumbuhan
tersebut telah atau belum pernah ditemukan di wilayah yang bersangkutan dan sifat
penyebarannya sangat cepat serta belum ada teknologi pengendaliannya yang
efektif.
Pasal 24
(1) Selain dilakukan terhadap organisme pengganggu tumbuhan, eradikasi dapat
pula dilakukan terhadap:
a. tanaman atau bagian tanaman yang terserang organisme pengganggu tumbuhan;
b. tanaman atau bagian tanaman yang belum terserang tetapi diperkirakan akan
rusak karena sifat organisme pengganggu tumbuhan yang ganas;
c. inang lain; dan atau
d. benda lain yang dapat menyebabkan tersebarnya organisme pengganggu
tumbuhan.
(2) Pelaksanaan eradikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
selektif atau secara keseluruhan dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber
daya alam dan lingkungan hidup.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara eradikasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 25
(1) Pelaksanaan eradikasi dilakukan oleh:
a. perorangan atau badan hukum, yang memiliki dan atau menguasai tanaman atau
benda lain yang harus dieradikasi; dan atau
b. kelompok masyarakat yang berkepentingan, atas dasar musyawarah.
(2) Dalam hal perorangan atau badan hukum yang memiliki atau menguasai
tanaman, atau kelompok masyarakat yang berkepentingan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tidak mampu melakukan eradikasi, maka Pemerintah dapat
melakukan eradikasi.
Pasal 26
(1) Kepada pemilik yang tanaman dan atau benda lainnya dimusnahkan dalam
rangka eradikasi dapat diberikan kompensasi atau bantuan.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan atas
tanaman dan atau benda lainnya yang tidak terserang organisme pengganggu
tumbuhan tetapi harus dimusnahkan dalam rangka eradikasi.
(3) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan atas tanaman
dan atau benda lainnya yang dimusnahkan karena terserang organisme pengganggu
tumbuhan.
(4) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa uang,
penggantian sarana produksi, dan atau kemudahan untuk melakukan usaha lain.
(5) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat berupa sarana produksi.
(6) Kompensasi atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh
Pemerintah dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi pada saat dilakukan
eradikasi, serta upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat dalam
meringankan beban pemilik yang tanaman dan/atau benda lainnya dimusnahkan
dalam rangka eradikasi.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi atau bantuan oleh
Pemerintah diatur oleh Menteri.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
(1) Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan yang mengatur
penyerahan sebagian urusan pemerintahan di bidang perlindungan tanaman kepada
Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II dinyatakan tetap berlaku.
(2) Urusan pemerintahan di bidang perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) yang telah ditindaklanjuti dengan penyerahan secara nyata,tetap
dilaksanakan oleh Daerah Tingkat I atau Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

C. Ketentuan pada Pasal 27 UU No. 12 Tahun 1992 tersebut menjadi dasar


ditetapkannya PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman yang terdiri
atas 6 Bab dan 29 Pasal sebagai berikut:
Bab I: Ketentuan umum yang mencakup Pasal 1 sampai Pasal 4, memuat
defenisi mengenai istilah yang digunakan di dalam PP ini (Pasal 1), waktu
pelaksanaan tindakan/kegiatan perlindungan tanaman (Pasal 2), sistem dan
tindakan perlindungan tanaman (3), serta sarana dan cara perlindungan
tanaman (Pasal 4).
Bab II: Pencegahan penyebaran OPT yang mencakup Pasal 5 sampai Pasal 7,
memuat ketentuan mengenai tindakan karantina (Pasal 5), jenis tindakan
karantina (Pasal 6), dan penentuan area karantina (Pasal 7).
Bab III: Pengendalian OPT yang mencakup Pasal 8 sampai Pasal 22, yang
memuat pemaduan teknik pengendalian (8), pemantauan dan prakiraan OPT
(9), cara pengendalian OPT (Pasal 10), pelaksanaan pengendalian OPT (11),
sarana pengendalian OPT (Pasal 12 sampai Pasal 16), pelaporan pelaksanaan
pengendalian OPT (Pasal 17), kewajiban memantau, mencegah, dan
mengendalikan dampak negatif pelaksanaan pengendalian OPT (18), pestisida
sebagai alternatif terakhir (19), pengawasan pestisida (20), pengendalian OPT
yang berupa satwa liar (21), dan petunjuk teknis pengendalian OPT (Pasal 22)
Bab IV: Eradikasi yang mencakup Pasal 23 sampai Pasal 26, memuat ketentuan
mengenai eradikasi OPT (Pasal 23), ketentuan mengenai sasaran eradikasi
selain OPT (Pasal 24), pelaksanaan eradikasi (25), dan ketentuan mengenai
kompensasi atau bantuan (Pasal 26).
Bab V: Ketentuan Peralihan yang mencakup Pasal 27 dan Pasal 28, mengatur
mengenai tetap berlakunya peraturan yang mengatur penyerahan sebagian
urusan pemerintahan di bidang perlindungan tanaman kepada Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan tetap berlakunya peraturan
pelaksanaan yang tingkatannya berada di bawah PP
Bab VI: Ketentuan Penutup, yang terdiri hanya atas Pasal 29, mengatur
mengenai mulai berlakunya PP

D. Selain PP No. 6 Tahun 1995, pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UU


No. 12 Tahun 1992 yang berkaitan dengan perlindungan tanaman dapat diperoleh
dari peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
Peraturan Pemerintah RI No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP No. 18
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
Keputusan Menteri Pertanian No. 887/KPTS/OT.210/9/1997 tentang
Pedoman Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
Peraturan Menteri Pertanian No. 42/Permentan/SR.140/5/2007 tentang
Pengawasan Pestisida
Peraturan Menteri Pertanian No. 24/Permentan/SR.140/4/2011 tentang
Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pestisida
Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Pertanian No.
881/MENKES/SKB/VIII/1996 dan 711/Kpts/TP.270/8/1996 tentang Batas
Maksimum Residu Pestisida pada Hasil Pertanian.

E. UU No. 16 Tahun 1992 yang terdiri atas 11 Bab dan 34 Pasal, sebagai berikut :
Bab I: Ketentuan umum yang mencakup Pasal 1 sampai Pasal 4, memuat
defenisi istilah (Pasal 1), azas (Pasal 2), tujuan (Pasal 3), dan ruang lingkup
(Pasal 4).
Bab II: Persyaratan karantina yang mencakup Pasal 5 sampai Pasal 8, memuat
ketentuan pemasukan media pembawa ke wilayah RI (Pasal 5), pemindahan
media pembawa antar area karantina (Pasal 6), pengeluaran media pembawa
dari wilayah RI (7), dan kewajiban tambahan (Pasal 8).
Bab III: Tindakan karantina yang mencakup Pasal 9 sampai Pasal 22, memuat
ketentuan mengenai pengenaan tindakan karantina (Pasal 9), jenis tindakan
karantina (Pasal 10), ketentuan mengenai setiap jenis tindakan karantina (Pasal
11-Pasal 19), pelaksanaan tindakan karantina (Pasal 20), tindakan karantina
terhadap oyek di luar media pembawa (Pasal 21), dan pengutan jasa karantina
(Pasal 22).
Bab IV: Kawasan karantina yang mencakup Pasal 23, memuat penetapan k
awasan sebagai suatu kawasan karantina.Bab V: Jenis Hama dan Penyakit,
Organisme Pengganggu, dan Media Pembawa yang mencakup Pasal 24 dan
Pasal 25, memuat penetapan jenis hama dan penyakit serta organisme
pengganggu karantina, dan jenis media pembawa yang dilarang (Pasal 24),
serta ketentuan mengenai media pembawa lain (Pasal 25).
Bab VI: Tempat pemasukan dan pengeluaran yang mencakup Pasal 26 dan
Pasal 27, memuat penetapan tempat-tempat pemasukan dan ketentuan
mengenai alat angkut transit (Pasal 27).
Bab VII: Pembinaan yang mencakup Pasal 28 dan Pasal 29, memuat
pembinaan kesadaran masyarakat (Pasal 28), dan penggalangan peranserta
masyarakat (Pasal 29).
Bab VIII: Penyidikan yang mencakup hanya Pasal 30, memuat ketentuan
mengenai penyidikan oleh petugas karantina.
Bab IX: Ketentuan pidana yang mencakup hanya Pasal 31, memuat ketentuan
mengenai sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan karantina.
Bab X: Ketentuan peralihan mencakup hanya Pasal 32, memuat ketentuan
mengenai berlakunya peraturan perundang-undangan lain yang tidak
bertentangan.
Bab XI: Ketentuan penutup yang mencakup Pasal 33 dan Pasal 34, memuat
peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak berlaku lagi (Pasal 33),
dan mulainya berlaku undang-undang ini (Pasal 34).

Anda mungkin juga menyukai