Anda di halaman 1dari 15

Infeksi Virus Hepatitis B Akibat Kerja

Ronaldi Susilo
102012459

Falkutas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Ronaldisusilo@yahoo.co.id

Pendahuluan

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan
penyakit yang artifisial atau man made disease.Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan
faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja. Hepatitis virus akut merupakan
penyakit infeksi yang penyebarannya luas dalam tubuh walaupun efek yang menyolok terjadi
pada hepar. Telah ditemukan 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab yaitu Virus Hepatitis
A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HVC). Walaupun ketiga agen ini dapat
dibedakan melalui petanda antigeniknya, tetapi kesemuanya memberikan gambaran klinis yang
mirip, yang dapat bervariasi darI keadaan sub klinis tanpa gejala hingga keadaan infeksi akut
yang total.1

Penularan virus hepatitis B biasanya terjadi akibat selaput lendir atau kulit yang terluka
terpajan dengan darah, semen, cairan otak, saliva, dan urine yang terinfeksi. Dengan demikian,
petugas kesehatan yang sering kontak dengan darah pasien, misalnya petugas yang bertugas di
laboratorium klinis, kamar bedah, unit gawat darurat, unit dialasis, unit karsinoma, bank darah,
dan petugas yang sering kontak dengan cairan tubuh lainnya.1Oleh karena itu, dibutuhkan
keamanan dan keselamatan kerja pada instansi medis yang terkait. Kesehatan/kedokteran kerja
adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja memperoleh derajat kesehatan sebaik-baiknya (dalam hal dimungkinkan; bila tidak,
cukup derajat kesehatan yang optimal), fisik, kuratif, mental, emosional, maupun social, dengan
upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja, serta terhadap penyakit pada
umumnya.2

PEMBAHASAN

Diagnosis klinis

Diagnosis klinis merupakan suatu penegakan status keadaan yang dialami oleh seseorang
mengenai penyakit yang sedang dialaminya. Penegakan diagnosis dilihat berdasarkan keluhan
dan gejala yang timbul dari pasien, dalam menegakkan suatu diagnosis diperlukan beberapa
tahapan antara lain:

Anamnesis

Untuk memastikan kemunculan gejala dalam hubungannya dengan pekerjaan perlu


ditanyakan: apakah gejala yang timbul membaik pada saat istirahat atau liburan?, apakah
terdapat pekerja lain yang menderita gejala yang sama di lingkungan kerja?, apakah terjadi
pajanan debu, uap, atau partikel-partikel zat kimia yang beracun di lingkungan kerja?.

Kemudian pertanyaan kronologis tentang pekerjaan terdahulu sampai sekarang,


mengenai: deskripsi lingkungan tempat kerja, infromasi tentang bahan yg dipakai, proses kerja,
produk yang dihasilkan serta tata cara penanganan limbah industri, lama bekerja di masing-
masing tempat kerja, deskripsi tugas dan jadwal waktu kerja/shift, jumlah hari absen dan
alasannya, penggunaan APD, prosedur pemeriksaan fisik sebelum masuk kerja, adanya
pekerjaan lain disamping pekerjaan utama (misalnya kerja malam hari).

Riwayat kesehatan lingkungan. Dan terakhir mengenai industri lain di sekeliling


tempat kerja (tingkat polusi lingkungan, pajanan limbah indsutri/percikan zat beracun dari
tempat lain).2,3
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien dengan keluhan lemas, nabsu makan
menurun, kembung, dan warna urin seperti teh adalah sebagai berikut :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah : 120/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 70x/menit
- Frekuensi napas : 22x/menit
- Suhu : 37,8C
Pemeriksaan mata
- Sklera : Ikterik
- Konjunctiva : Tidak tampak anemis
Pemeriksaan abdomen
- Hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae

Pemeriksaan Penunjang

Enzim SGOT dan SGPT


Enzim SGOT dan SGPT meningkat dengan konsentrasi puncak mencapai 500-5000 U/L
(bervariasi). Kadar bilirubin serum jarang melebihi 10mg/dL dan kadar alkali fosfatase serum
akan normal atau hanya meningkat sedikit. Pada morfologi darah tepi (MDT) ditemukan
gambaran normal atau limfositosis ringan.3

Pemeriksaan serologi

1. HBsAg
Diagnosis infeksi hepatitis B terutama dengan mendeteksi hepatitis B surface antigen
(HBsAg) dalam darah. Kehadiran HBsAg berarti bahwa ada infeksi virus hepatitis B
aktif. Menyusul suatu paparan pada virus hepatitis B, HBsAg menjadi terdeteksi dalam
darah dalam waktu empat minggu. Pada individu-individu yang sembuh dari infeksi virus
hepatitis B akut, eliminasi atau pembersihan dari HBsAg terjadi dalam waktu empat
bulan setelah timbulnya gejala-gejala.Infeksi virus. Hepatitis B kronis didefinisikan
sebagai HBsAg yang menetap lebih dari 6 bulan.

2. Anti-HBs
Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs)
biasanya timbul. Anti-HBs ini menyediakan kekebalan pada infeksi virus hepatitis B
yang berikutnya. Sama seperti individu-individu yang telah berhasil divaksinasi
terhadap virus hepatitis B mempunyai anti-HBs yang dapat diukur dalam darah.4

3. Anti-HBc
HBc hanya dapat ditemukan dalam hati dan tidak dapat terdeteksi dalam darah.
Kehadiran dari jumlah-jumlah yang besar dari hepatitis B core antigen dalam hati
mengindikasikan suatu reproduksi virus yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa
virus aktif. Antibodi terhadap hepatitis B core antigen, dikenal sebagai antibodi hepatitis
B core (anti-HBc) yang terdeteksi dalam darah ada dua macam yakni IgM dan IgG.

4. HBeAg, anti-HBe,
HBeAg dan antibodi-antibodinya, anti-HBe, adalah penanda-penanda (markers) yang
bermanfaat untuk menentukan kemungkinan penularan virus oleh seseorang yang
menderita infeksi virus hepatitisB kronis. Mendeteksi keduanya HBeAg dan anti-HBe
dalam darah biasanya adalah eksklusif satu sama lain. Sesuai dengan itu, kehadiran
HBeAg berarti aktivitas virusyang sedang berlangsung dan kemampuan menularkan pada
yang lainnya, sedangkan kehadiran anti HBe menandakan keadaan yang lebih tidak aktif
dari virus dan risiko penularan yang lebih kecil.5

5. HBV DNA
Penanda yang paling spesifik dari replikasi dan aktivitas virus hepatitis B. Metode yang
digunakan adalah PCR. Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah untuk
menentukan apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif (diam). Perbedaan ini
dapat dibuat berdasarkan jumlah hepatitis B virus DNA dalam darah. Tingkat-tingkat
yang tinggi dari DNA mengindikasikan suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-tingkat
yang rendah mengindikasikan suatu infeksi yang tidak aktif (tidur).5,6

Tabel 1. Hepatitis B.
HBsAg Anti-HBs Anti-HBc IgM anti HBeAg HBV-DNA
HBc
Hep B Akut + - + + + +
HepB Kronis + - + - +/- +

Carrier + - + - - -
Vaksinasi - + - - - -
Sembuh - + + - - -

Pajanan

Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang
digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor
penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:5

1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat
tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja,maupun yang
terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap,gas,
larutan, awan atau kabut.
3. Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur (infeksi)
4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja.
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

Berbeda dengan pajanan lainnya, pajanan biologis tidak memiliki nilai ambang/ NAB,
karena pada pajanan terendah sekalipun, apabila mikroorganismenya sangat virulen dan daya
tahan tubuh sedang rendah maka dapat menimbulkan penyakit.8 Penyakit akibat kerja karena
pajanan biologis adalah penyakit yang disebabkan pajanan biologis yang terjadi akibat kontak
langsung dengan bahan kerja, proses kerja, dan lingkungan kerja.

Penyakit akibat kerja karena pajanan biologis adalah penyakit yang disebabkan pajanan
biologis yang terjadi akibat kontak langsung dengan bahan kerja, proses kerja, dan lingkungan
kerja. Pajanan biologis dapat terjadi karena akibat:

Proses kerja dan bahan kerja

Bila pekerja terpajan bahan biologis karena bekerja langsung dengan bahan biologis
tersebut ataupun merupakan hasil langsung dari proses kerja yang dilakukan pekerja.

Lingkungan kerja

Bila pekerja terpajan lingkungan yang tercemar pajanan biologis yang berasal langsung
dari proses kerja di tempat kerja. Ini termasuk penyakit akibat kerja. Sebagai contoh, penyakit
hepatitis pada petugas laboratorium kesehatan dan perawat di rumah sakit.

Bila pekerja terpajan bahan biologis akibat tercemarnya lingkungan kerja oleh suatu bahan
biologis yang tidak langsung akibat proses kerja seperti hygene dan pemeliharan tempat kerja
yang tidak baik bukan merupakan PAK.4

Hubungan Diagnosis Klinis dengan Pajanan

Resiko transmisi HBV lewat jarum suntik kira-kira 30%. Bagaimanapun juga, lebih dari
50% infeksi akut HBV pada orang dewasa adalah tanpa gejala/asimptomatik. Mengingat bahwa,
10% dari infeksi akut HBV dapat berujung pada infeksi kronis. Sejumlah besar dari mereka
yang terinfeksi HBV akibat pekerjaan akan menjadi cronic asimptomatik carier.

HBV dapat bertahan hidup setidaknya 1 bulan pada lingkungan yang kering pada
temperatur kering. Ini menimbulkan peluang tambahan bagi pekerja untuk mendapat HBV
infeksi ketika pekerja dengan luka terbuka, kulit terabrasi, atau mukosa membran yang kontak
dengan permukaan yang terkontaminasi. Faktanya, hampir semua infeksi okupasional tidak
memiliki cedera perkutan yang jelas untuk transmisi HBV ini.

Pada skenario, diketahui bahwa pekerjaan tuan X adalah sebagai analis laboratorium.
Baik hepatitis B maupun C dapat menular melalui mikrolesi atapun tusukan jarum. Tetapi pada
umumnya hepatitis C tidak memberikan gejala dan ALT,AST cenderung normal. Prevalensi
hepatitis B dibanding C juga berbeda jauh. Dimana prevalensi hepatitis B lebih sering ditemukan
di Indonesia.7

Jumlah Pajanan

Saat ini kita ingin mencari tahu apakah pajanan yang dialami oleh pasien cukup besar
sehingga dapat menimbulkan penyakit yang dialaminya. Langkah ini melibatkan pemahaman
mengenai patofisiologi penyakit, epidemiologi, observasi tempat dan lingkungan kerja,
pemakaian APD, dan jumlah pajanannya.8

Bukti Epidemiologi

Penularan dari hepatitis B dapat melalui jarum suntik, transfusi darah, kulit yang terabrasi
atau tepotong, absorpsi dari permukaan mukosa, kontak langsung dengan cairan tubuh seperti air
mata, cairan serebrospinal, cairan sinovial, cairan pleura, semen, urin, muntahan, dll. Transmisi
dari ibu ke anak merupakan infeksi yang paling sering terjadi pada neonatus. Anak yang terlahir
dari ibu yang terinfeksi HBV memiliki 90% kemungkinan terinfeksi dari saat jalan lahir. Hampir
seluruhnya menjadi carrier kronik dan sekitar 75% menebabkan kematian. HBV dapat ditemukan
di sekresi vagina, darah, cairan amnion, saliva, dan air susu ibu.9

Bukti Kualitatif

Bukti kualitatif meliputi beberapa hal seperti cara dan proses kerja, lama kerja dan
lingkungan kerjanya.

Lingkungan Kerja.
Pasien bekerja di Rumah sakit sebagai perawat di bagian IGD
Pemakaian APD.
Berdasarkan kasus tidak diberitahukan apakah pasien dalam melakukan pekerjaan
di pabrik menggunakan alat pelindung diri.
Jumlah pajanan
Untuk jumlah pajanan diperlukan pengukuran langsung besarnya pajanan di
tempat kerja pasien.8

Faktor individu

Individu seseorang akan mempengaruhi orang tersebut akan mengalami hepatitis B atau
tidak. Penyakit hepatitis B tidak ditularkan melalui makanan namun melalui percikan darah atau
hubungan seksual sehingga higienis seseorang dalam melakukan tindakan yang berisiko
menimbulkan hepatitis B harus diantisipasi dengan baik misalnya dengan melakukan cucitangan,
hal ini dilakuakan demi menekan angka kejadian penyakit, contohnya seseorang yang
menggunakan sarung tangan dalam menggunakan jarum suntik hal ini bertujuan untuk mencegah
paparan virus.

Berdasarkan kasus pasien belum pernah mengalami penyakit ini sebelumnya. Namun
yang menjadi penyebab timbulnya kecelakaan kerja adalah oleh karena pasien yang tidak
melakukan tindakan sesuai dengan standar operasional praktek, seperti tidak menggunakan alat
pelindung diri yang teratur dalam melakukan pekerjaannya sehingga hal ini dapat menimbulkan
penyakit hepatitis B. Penyakit ini tidak diketahui apakah dialami dengan orang tuanya atau tidak,
sehingga tidak dapat diketahui apakah penyakit ini diturunkan atau tidak.5

Peranan Faktor Lain

Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Seperti misalnya hobi
penderita, kebiasaan sehari hari, pekerjaan sambilan. Apakah penderita mengalami pajanan lain
yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain
tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja. Berdasarkan kasus
tidak dijelaskan adanya pajanan faktor lain di luar pekerjaan.8
Diagnosis Okupasi

Penarikan diagnosis haruslah berdasarkan pada bukti ilmiah dapat dibagi atas :

1. Penyakit Akibat kerja (PAK) atau Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK)
2. Penyakit yang diperberat pajanan di tempat kerja
3. Belum dapat ditegakan
4. Bukan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Hasil dari pendekatan klinis terhadap perempuan berusia 25 tahun yang didasari dengan
bukti ilmiah dapat ditarik kesimpulan bahwa perempuan berusia 25 tahun mengalami hepatitis B
diperberat kerja.9

Working Diagnosis

Berdasarkan 7 langkah diagnosis penyakit akibat kerja dapat disimpulkan bahwa hepatitis
b yang diderita pasien adalah didapatkan akibatnya adanya transmisi dari mikrolesi ketika pasien
ini bekerja. Jadi hepatitis B yang dialami pasien dapat disebutkan sebagai penyakit akibat kerja.

Differential Diagnosis

Hepatitis A

Memiliki gejala klinik seperti demam, lemah, letih, dan lesu, pada beberapa kasus,
seringkali terjadi muntah muntah yang terus menerus sehingga menyebabkan seluruh badan
terasa lemas, penyakit kuning (kulit dan mata menjadi kuning), air kencing berwarna tua, tinja
pucat, tetapi gejala kuning tidak selalu ditemukan.

Demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak seperti demam yang
lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus, dll. Waktu terekspos sampai kena penyakit kira-
kira 2 sampai 6 minggu.
Untuk memastikan diagnosis dilakukan pemeriksaan enzim hati, SGPT, SGOT. Karena
pada hepatitis A juga bisa terjadi radang saluran empedu, maka pemeriksaan gama-GT dan alkali
fosfatase dapat dilakukan di samping kadar bilirubin.

Hasil seroogi : IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan sesudahnya
dan Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan infeksi lampau.

Hepatitis C

Penderita Hepatitis C sering kali tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi
bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah lelah, hilang
selera makan, sakit perut bagian kuadran kanan atas, urin menjadi gelap dan adanya jaundice
pada kulit atau mata (jarang terjadi).

Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan urine,
namun demikian pada penderita Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan
normal.

Hasil serologi : Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama fase akut dari penyakit, 35%
sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu atau bulan kemudian. Tetapi bisa saja Anti HCV
tidak muncul pada <5% pasien yang terinfeksi (pada pasien HIV, anti HCV tidak muncul dalam
persentase yang lebih besar).

Secara umum anti HCV akan tetap terdeteksi untuk periode yang panjang, baik pada pasien yang
mengalami kesembuhan spontan maupun yang berlanjut menjadi kronik. Adanya HCV RNA
merupakan petanda yang paling awal muncul pada infeksi akut hepatitis C. Muncul setelah
beberapa minggu infeksi. Ditemukan pada infeksi kronik HCV.9

Hepatitis D

Penderita hepatitis D berhubungan penderita hepatitis B dan biasanya epidemiologi


dengan transmisinya sama. Resiko terbesar pada pasien dengan hepatitis B kronik, dan pasien
yang terpapar secara parenteral berulang. Pasien akan terdiagnosis terkena hepatitis D apabila
ditemukan HbsAg, anti HDV, dan IgM anti HBc serum. Paling baik mendiagnosis dengan anti
HDV, namun membutuhkan biaya yang mahal. Hepatitis D ini lebih berat infeksinya dan
kerusakan yang ditimbulkan daripada hepatitis B.

Hepatitis E

Hepatitis E jarang sekali terjadi di daerah amerika dan eropa. Transmisi melalui tikus,
faecal oral, melalui air yang terkontaminasi, dan lingkungan yang sanitasinya buruk.mas
ainkubasinya 15-60 hari. Pada pemeriksaan serologi, ditemukan sedikit peningkatan alkali
fosfatase dan bilirubin. Diagnosis untuk hepatitis E bisa ditegakkan apabila gejala klinik sama
seperti hepatitis lainnya yang akut, tetapi harus disertai dengan bukti bahwa pasien habis
berpegian di daerah endemik, perternakan, adanya kontak dengan hewan yang dapat menjadi
reservoir hepatitis E.10

Tabel 2. Agen Penyebab Infeksi.

Agen penyebab infeksi/penyakit Pekerjaan yang beresiko


Hepatitis A Pekerja saluran limbah
Hepatits B Ahli patologi, petugas lab, petugas kamar
mayat
Hepatitis C Petugas laboratorium
Leptospirosis Pekerja limbah
Malaria Pekerja yang terlibat dalam perjalanan dan
bekerja di daerah endemik
Yellow fever Pekerja yang terlibat dalam perjalanan dan
bekerja di daerah endemik
Schistosomiasis Pekerja pertanian, pekerja konstruksi
(bendungan, irigasi)
Gejala Klinis

Manifestasi klinik dari hepatitis akut sangatlah bervariasi, tergantung dari transmisi,
infeksi asimptomatik dari tingkat severe sampai ke tingkat fulminant. Penyakit ini bisa hilang
dengan sendirinya dan kembali terinfeksi, menuju ke arah infeksi kronik.5

periode inkubasi : bervariasi dari 2 sampai 20 minggu. Tergantung dari etiologi virus yang
menginfeksi dan besarnya dosis yang terpapar pada pasien. Pada fase ini virus dapat
dideteksi di dalam darah. Tetapi serum aminotransferase dan bilirubin masih di dalam batas
normal juga antibodi tidak terdeteksi.

peride pre-ikterus : memiliki gejala klinis seperti kelelahan, mual, muntah, nafsu makan yang
menurun, dan sakit yang tidak jelas pada kuadran kanan atas. Antibodi spesifik virus pertama
kali muncul pada fase ini menjadi sangat tinggi pada umumnya, yang biasanya bertahan pada
hari ke-3 sampai hari ke-10. serum aminotransferase juga mulai meningkat.

periode ikterus : Kemunculan urin yang berwarna gelap menandai fase ikterus pada penyakti
ini. Munculnya jaundice, gejala klinik mual dan muntah memburuk, anoreksia, pruritus, dan
kehilangan berat badan 20lb mungkin juga terjadi. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan
perabaaan hepar yang lunak, pada kasus yang lebih berat ditemukan hepatomegali dan
splenomegali. Serum bilirubin meningkat (total dan direct) biasanya serum aminotransferase
meningkat lebih dari 10x dari angka normal.

convalescence : merupakan fase penyembuhan, dapat terlihat dari perbaikan nafsu makan
dan dibarengin oleh serum bilirubin dan serum aminotransferase yang menurun juga
pembersihan virus. Neutralizing antibodies meningkat menjadi level yang tinggi selama fase
penyembuhan.

Tatalaksana

Pada sebagian kasus terjadi pemulihan spontan dan hanya diberikan pengobatan suportif ,
seperti pada hepatitis A. Keadaan karier biasanya asimptomatik namun berhubungan dengan
hepatitis kronis dan kanker hepatoseluler. Infeksi di masa kanak-kanak lebih mungkin menjadi
kronis daripada infeksi di masa dewasa. Pada karier, pemerian interferon disertai inhibitor
reverse transcriptase (misalnya lamivudin) akan direspons dengan menghilangkan HepBeAg dan
DNA virus hepatitis B dari serum.

Pada skenario, diketahui adanya peningkatan ALT dan AST, menurut kaidah diatas
seharusnya dilakukan terapi antivirus, tetapi sebaiknya dipastikan terlebih dahulu titer virus di
dalam darah dengan melakukan pemeriksaan serologi. Karena tidak semua hepatitis B bisa
diterapi.6

Tabel 3. Tatalaksana Hepatitis B.

HbeAg HBV DNA ALT Terapi


(>105)
+ + 2xBANN Efikasi terhadap terapi rendah
Observasi bila ALT meningkat
+ + 2xBANN -Mulai terapi dengan : interferon
alfa,lamivudin atau adefovir
-End point
terapi : serokonversi HBeAg dan timbulnya anti
HBe. Durasi terapi Interferon selama 16
- + >2BANN -Mulai terapi dengan : interferon
-End point
terapi : normalisasi kadarALT dan HBV DNA
(pemeriksaanPCR) tidak terdeteksi-Durasi
terapi :Interferon selama satu tahun

Pencegahan

Dalam tindakan pencegahan kita dapat melakukan pengawasan standar, hal ini bertujuan
demi terciptanya lingkungan kerja yang sesuai standar operasional. Adapun yang perlu di
perhatikan adalah
Proses alat apakah sesuai dengan standar seperti (dekontaminasi, pencucian, dan
sterilisasi/DTT).
Membersihkan permukaan tubuh dari barang yang terkontaminasi cairan tubuh.
Penggunaan alat pelindung diri, seperti memakai sarung tangan pada waktu melakukan
tindakan yang memungkinkan terjadinya kontak dengan cairan tubuh atau mencuci alat-
alat yang terkontaminasi, penggunaan alas kaki tertutup, menggunakan alat pelindung
wajah (google atau mask) bila melakukan tindakan yang berisiko terkena cipratan
vaksinasi hepatitis B dan bila terpajan maka kita harus dengan cepat membersihkan
sampai bersih dengan air dan sabun, bila terkena mata, hidung atau mulut lakukan
pembilasan selama 10 menit, dan pemeriksaan HbsAg pada penderita yang telah terpajan
dan melakukan pengontrolan 6 bulan setelah pajanan.
Deteksi dini
Tindakan ini dianjurkan untuk dilakukan oleh petugas kesehatan termasuk petugas
laboratorium adapun pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk melakukan deteksi dini
antara lain (tes fungsi liver, status vaksinasi, dan tes serologi HbsAg).4

Kesimpulan

Infeksi hepatitis B merupakan infeksi yang disebabkan oleh HBV, virus ini termasuk
golongan hepadnavirus dengan genom DNA. Penularan infeksi ini dapat terjadi melalui jarum
suntik atau kontak dengan darah dan cairan semen. Seseorang yang terinfeksi oleh HBV biasa
akan mengalami gejala flu-like syndrome mual, muntah, atau malaise.
Penyakit ini berisiko tinggi dialami oleh tenaga kesehatan oleh karena tingginya angka
kontak pekerjaan dengan cairan darah yang mungkin saja infeksius, sehingga untuk mencegah
timbulnya penyakit ini adalah dengan melakukan pekerjaan laboratorium sesuai dengan standar
operasional kerja.
Daftar Pustaka

1. Sumamur. Higieni perusahaan dan kesehatan kerja (HIPERKES). Ed 2. Sagung Seto:


Jakarta; 2013. Hal 23-25

2. Harrianto R. Kesehatan kerja. Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2008. Hal 2,16-7.

3. Healey, Bernard J. Introduction to occupational health in public health practice. A Wiley


Imprint: San Fransisco; 2009. Hal 206-7.
4. Kementerian Kesehatan RI. Penyakit akibat kerja karena pajanan biologi. Kementerian
Kesehatan RI: Jakarta; 2011. Hal 3-5,16-8.
5. Gish RG, Locarnini S. Chronic hepatitis b viral infection. In: Yamada T. 5th ed.:
Blackwell Publishing: Oxford; 2009. Hal 2112-38.
6. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Buku Kedokteran EGC:
Jakarta; 2009. Hal 212
7. Shanahan JF, Barahona M, Boyle PJ. Current occupational and environment medicine.
McGraw-Hill Companies Inc: America; 2008. Hal 266-7.
8. Barry S, Levy, et al. occupational and environmental health Ed.5. USA; 2012. Hal 505-9.
9. Eugene RS, Michael FS, Wills CM. Sciffs Diseases of the Liver. Volume 1. Lippincott
Williams & Wilkins : Philadelphia; 2013. Hal 715-7
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Internal Publishing: Jakarta; 2009. Hal 1521-24.

Anda mungkin juga menyukai