DISUSUN OLEH:
LADY MANGA P
AGUNG JAYA
IRVAN ANANTO
PENDAHULUAN
Masa nifas (pueperium) adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah
kelahiran. Lamanya perode ini tidak pasti, sebagian besar menganggap antara 4 sampai 6
minngu. Walaupun merupakan masa yang relative tidak kompleks dibandingkan dengan
kehamilan, nifas di tandai oleh banyak perubahan fisiologis. Beberapa dari perubahan tersebut
mungkin hanya sedikit mengganggu ibu baru, walaupun komplikasi serius juga dapat terjadi.
Pada masa nifas banyak terjadi perubahan perubahan yang dialami ibu pasca
melahirkan. Perubahan ini ada yang bersifat fisiologis (normal terjadi pada umumnya), dan ada
Masa nifas merupakan masa yang rawan karena ada beberapa risiko yang mungkin
terjadi pada masa itu, antara lain : anemia, pre eklampsia/ eklampsia, perdarahan post partum,
depresi masa nifas, dan infeksi masa nifas. Diantara resiko tersebut ada dua yang paling sering
mengakibatkan kematian pada ibu nifas, yakni infeksi dan perdarahan. Berdasarkan Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa angka kematian ibu (AKI)
di Indonesia masih berada pada angka 359 per 100.000 kelahiran hidup
Adapun penyebab langsung yang berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi
pada kehamilan, persalinan, dan nifas tidak ditangani dengan baik dan tepat waktu. Kematian
ibu pada masa nifas biasanya disebabkan oleh infeksi nifas (10%), ini terjadi karena kurangnya
perawatan pada luka, perdarahan (42%) (akibat robekan jalan lahir, sisa placenta dan atonia
PEMBAHASAN
A. Definisi
Masa nifas (pueperium) adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah
kelahiran. Lamanya perode ini tidak pasti, sebagian besar menganggap antara 4 sampai 6
1. Puerperium dini : Kepulihan saat ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Masa
minggu.
3. Puerperium lanjut : waktu yang diperlukan untuk pulih dan kembali sehat sempurna,
terutama jika selama hamil atau sewaktu persalinan timbul komplikasi. Waktu untuk
B. Fisiologi Nifas
Masa nifas merupakan masa yang ditandai dengan banyak perubahan fisiologis pada
tubuh ibu. Walaupun sedikit tetapi komplikasi yang serius bisa terjadi pada ibu setelah
melahirkan.3
Pada awal masa nifas, vagina dan ostiumnya membentuk aluran yang berdinding halus
dan lebar yang ukurannya berkurang secara perlahan namun jarang kembali ke ukuran saat
nulipara. Rugae muncul kembali pada minggu ketiga namun tidak semenonjol sebelumnya.
Himen tinggal berupa potongan-potongan kecil sisa jaringan, yang membentuk jaringan parut
disebut carunculae myrtiformes. Epitel vagina mulai berproliferasi pada minggu ke-4 sampai
minggu ke-6, biasanya bersamaan dengan kembalinya produksi estrogen ovarium. Laserasi
atau peregangan perineum selama pelahiran dapat menyebabkan relaksasi ostium vagina.3
2. Uterus
a) Pembuluh darah
Pada saat kehamilan terdapat peningkatan aliran darah uterus masif yang penting
pada semua pembuluh darah pelvis. Setelah proses melahirkan, diameter pembuluh darah
Selama persalinan, batas serviks bagian luar yang berhubungan dengan ostium
berkontraksi secara perlahan dan selama beberapa hari setelah persalinan masih sebesar
2 jari. Diakhir minggu pertama, pembukaan serviks menyempit, serviks menebal, dan
kanalis endoservikal kembali terbentuk. Ostium externum tidak dapat kembali sempurna
ke keadaan sebelum hamil. Bagian tersebut tetap agak lebar dan secara khas, cekungan
Segmen uterus bagian bawah menipis secara nyata mengalami konstraksi dan
retraksi, namun tidak sekuat pada corpus uteri. Selama beberapa minggu berikutnya,
segmen bawah yang sebelumnya merupakan substruktur tersendiri yang cukup besar
untuk mengakomodasi kepala bayi, berubah menjadi isthmus uteri yang hampir tidak
terletak sedikit dibawah umbilikus. Bagian tersebut sebagian besar terdiri dari
miometrium yang ditutupi oleh serosa dan dilapisi oleh desidua basalis. Dinding
posterior dan anterior dalam jarak yang terdekat, masing-masing tebalnya 4 sampai 5 cm.
Selama nifas, terjadi destruksi dan dekonstruksi yang luar biasa pada uterus. Dua
hari setelah persalinan, uterus mulai berinvolusi, dan pada minggu pertama beratnya
sekitar 500 g. Pada minggu kedua beratnya sekitar 300 g. Sekitar 4 minggu setelah
melahirkan, uterus kembali ke ukuran sebelum hamil yaitu 100 g atau kurang. Jumlah sel
otot mungkin tidak berkurang cukup besar. Akan tetapi ukuran masing-masing sel
menurun secara bermakna dari 500-800m kali 5-10 m saat aterm menjadi 50-90 m
Tabel 1. Tinggi Fundus Uterus dan berat uterus menurut masa involusi2
Gamabar 1. Tinggi Fundus Uteri
Karena pemisahan plasenta dan membran meliputi lapisan yang seperti spons, maka
desidua basalis tidak meluruh. Desidua tetap mempunyai variasi ketebalan yang jelas,
mempunyai tampilan ireguler berupa penonjolan yang kasar, dan diinfiltrasi oleh darah
Akan tetapi, pada multipara uterus sering berkontraksi kuat pada interval tertentu dan
menimbulkan nyeri setelah melahirkan yang mirip dengan nyei saat persalinan tetapi
lebih ringan. Biasanya nyeri setelah melahirkan berkurang pada hari ketiga setelah
melahirkan.3
e) Lokia
Lokia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa
nifas. Cairan lokia tersebut terdiri dari eritrosit, potongan jaringan desidua, sel epitel dan
bakteri. 1,2,3
- Lokia rubra (cruenta) :Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan.
- Lokia sanguinolenta :Berwarna merah kuning, berasa darah dan lendir, hari ke3-7
pasca persalinan.
- Lokia serosa :Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pascapersalinan.
- Lokia alba :Campuran leukosit dan penurunan kandungan cairan, lokia berwarna
f) Regenerasi Endometrium
Dalam dua atau tiga hari setelah persalinan, desidua yang tersisa berdiferensiasi
menjadi dua lapisan. Lapisan superfisial menjadi nekrotik dan menjadi nekrotik dan
meluruh masuk kedalam lokia. Lapisan basal yang berdekatan dengan dengan
miometrium tetap utuh dan merupakan sumber endometrium baru. Endometrium tumbuh
dari proliferasi sisa kelenjar endometrium dan stroma jaringan ikat interglandular.
plasenta. Dalam waktu seminggu, permukaannya itutupi oleh epitelium, dan Sharman
menemukan endometrium yang kembali sempurna pada semua spesimen biopsi yang
minggu. Segera setelah pelahiran, tempat perlekatan plasenta kira-kira seukuran telapak
tangan, kemudian ukurannya mengecil dengan cepat. Pada akhir minggu kedua,
3. Saluran Kemih
Setelah melahirkan, Vesica Urinaria mengalami peningkatan kapasitas dan relatif tidak
yang tidak sempurna dan residu urin yang berlebihan. Hal ini harus diwaspadai karena adanya
residu urin dan bakteriuria pada vesika urinaria yang mengalami trauma dapat mengakibatkan
terjadinya infeksi. Ureter yang berdilatasi dan pelvis renal kembali ke keadaaan sebelum hamil
Ligamentum latum dan rotundum memerlukan waktu yang cukup lama untuk pulih dari
perengangan dan pelonggaran yang terjaadi selama kehamilan. Sebagai akibat dari ruptur serat
elastik pada kulit dan distensi uterus pada kehamilan, maka dinding abdomen masih tetap lunak
5. Payudara
Payudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit dan diatas otot dada, merupakan
perubahan dari kelenjar keringat. Payudara dewasa beratnya sekitar 00 gram, sedangkan pada
waktu hamil payudara membesar, mencapai 600 gram dan pada ibu menyusui mencapai 800
gram.4
a) Kolostrum
Setelah melahirkan, payudara mulai mensekresi kolostrum yaitu suatu cairan berwarna
kuning tua yang mengandung mineral, asam amino dan lebih banyak protein terutama
globulin dan sedikit lemak dan glukosa. Cairan ini biasanya keluar dua jam setelah
melahirkan. Sekresi berlanjut selama 5 hari, dengan berubah secara perlahan menjadi air
paxgbn\togen enterik. Faktor pertahanan tubuh lainnya yang ditemukan di kolostrum dan
lisozim.3
b) ASI
Air susu ibu merupakan suspensi lemak dan protein dalam larutan karbohidrat-mineral.
Ibu yang menyusui dapat mengeluarkan 600 ml susu perhari, dan berat badan ibu sewaktu
hamil tidak memengaruhi kuantitas atau kualitasnya. ASI mengandung asam amino
esensial yang berasal darah dan asam amino non-esensial sebagian berasal dari darah atau
-laktaglobulin, dan kasein. Asam lemak disintesis di alveoli dari glukosa dan disekresikan
melalui apokrin. Semua vitamin kecuali vitamin K ditemukan pada ASI dalam jumlah
yang berbeda. Kandungan vitamin D pada ASI rendah sekitar 22 IU/mL sehingga
Whey atau serum susu pada ASI memiliki kandungan Interleukin-6 yang besar dan
berhubungan dengan produksi IgA lokal oleh payudara. Pada ASI juga ditemukan
prolaktin dan epidermal growth factor (EGF). EGF tidak dihancurkan oleh enzim
c) Laktasi
Pada saat hamil, payudara membesar karena pengaruh berbagai hormon seperti
estrogen, progesteron, Human Placental Lactogen dan prolaktin. Selama kehamilan ASI
biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh estrogen yang tinggi. Pada hari kedua
atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen turun dengan drastis sehingga mulai terjadi
sekresi ASI. 5
Ada dua refleks yang sangat penting dalam proses laktasi, aitu refleks prolaktin dan
refleks oksitosin. Kedua reflek ini bersumber dari perangsangan puting susu akibat isapan
bayi5 :
d) Refleks Prolaktin
Didalam papilla mammae banyak terdapat ujung saraf peraba. Bila ini dirangsang, maka
kelenjar ini memgeluarkan prolaktin. Hormon prolaktin memegang peranan utama dalam
produksi ASI pada alveolus. Dengan demikian semakin sering rangsangan penyusuan
Rangsangan yang berasal dari papilla mammae diteruskan sampai ke hipofisis posterior
akibatnya terjadi pengeluaran oksitosin. Hormon ini berfungsi memacu konttraksi otot
polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar.
Selama beberapa jam pertama setelah pelahiran tekanan darah dan denyut nadi
harus diukur tiap 15 menit sekali, atau lebih sering bila ada indikasi tertentu. Jumlah
perdarahan vagina terus dipantau, dan fundus harus diraba untuk memastikan
kontraksinya baik. Bila teraba relaksasi, uterus hedaknya dimasase melalui dinding
abdomen sampai organ ini tetap berkontraksi. Darah mungkin terakumulasi di dalam
uterus tanpa ada bukti perdarahan luar. Kondisi ini dapat dideteksi secara dini dengan
menemukan pembesaran uterus melalui palpasi fundus yang sering beberapa jam
setelah persalinan. Karena kemungkinan paling besar terjadi perdarahan berat terjadi
setelah partus, sekalipun pada kasus normal, seorang petugas yang terlatih hendaknya
tetap bersama ibu selama sekurang kurangnya 1 jam setelah selesainya persalinan
b) Menyusui
ASI eksklusif selama 6 bulan karena ASI saja dapat memenuhi 100% kebutuhan
bayi.
Dari 6-12 bulan ASI masih merupakan makanan utama bayi karena dapat
pendamping ASI berupa makanan lumat sampai lunak sesuai dengan usia bayi.
Diatas 12 bulan ASI saja hanya memenuhi sekitar 30% kebutuhan bayi dan
makanan padat sudah menjadi makanan utama. Namun ASI tetap dianjurkan
manajemen laktasi.
4. Membantu ibu untuk memulai menyusui dalam satu jam setelah kelahiran.
laktasi,
6. Jangan memberi bayi mkanan apapun kecuali ASI, jika tidak ada indikasi medis,
dan bagaimanapun juga jangan memberikan pengganti ASI, botol susu, atau dot
7. Praktikkan rawat gabung, yang memungkinkan ibu dan bayi untuk tetap
mereka.
gabung). Saat berada diruang rawat petugas harus mengajarkan kepada ibu cara
memosisikan dan melekatkan bayi pada payudara bagi mereka yang belum dilatih
benar4 :
lengkungan siku ibu, bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu
tubuh ibu dan bayi. Tangan yang diatas boleh dipegang ibu atau
- Telinga dan lengan yang diatas berada dalam satu garis lurus
5. Bibir bayi dirangsang dengan puting ibu dan akan membuka lebar, kemudian
dengan cepat kepala bayi didekatkan k payudara ibu dan puting serta aerola
- Pipi bayi tidak boleh kempot (Karena bayi tidak menghisap, tetapi
memerah ASI)
menelan)
- Bayi tenang
3. Ibu dengan penyakit jantung yang apabila menyusui dapat terjadi gagal
jantung.
4. Ibu yang memerlukan terapi dengan obat-obatan tertentu
Setelah itu bayi boleh meyusu lagi. Sementara itu, ASI tetap diperah dan
c) Rawat Gabung
Rawat gabung adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru
dilahirkan tidak dipisahkan, mlainkan ditempatkan bersama dalam sebuah ruang selama 24
1. Aspek psikologis
Dengan rawat gabung antara ibu dan bayi akan terjalin proses bonding. Hal ini
2. Aspek Fisik
Dengan rawat gabung ibu akan dengan mudah menyusui kapan saja bayi
3. Aspek Fisiologis
Dengan rawat gabung, bayi dapat disusui dengan frekuensi yang lebih sering dan
menimbulkan reflek prolaktin yang memacu proses produksi ASI dan refleks oksitosin
Dengan rawat gabung ibu, akan mempunyai pengalaman menyusui dan meawat
bayinya.
5. Aspek Medis
Dengan awat gabung, ibu merawat bayinya sendiri sehingga bayi tidak tepapar
Tidak semua bayi atau ibu dapat dirawat gabung. Diperlukan beberapa syarat, yaitu :
1. Usia kehamilan > 34 mingu dan berat lahir >1800 gam, berarti reflek menelan dan
5. Bayi yang lahir dengan seksio sesarea yang menggunakan pembiusan umum, rawat
gabbung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar. Apabila ibu masih diinfus, bayi tetap
d) Perawatan Vulva
Pasien dianjurkan untuk membasuh vulva dari anterior ke posterior (dari arah vulva ke
anus). Perineum dapat dikompres dengan es untuk membantu mengurangi edema dan rasa
e) Perawatan Payudara
Kedua payudara harus sudah dirawat selama masa kehamilan, aerola mammae dan
papilla mammae dicuci secara teratur dengn sabun serta diberi minyak atau krim agar tetap
Cairan intravena hampir selalu diberikan melalui infus selama persalinan pervaginam.
Sebagai akibat dari pemberian cairan infus dan penghentian efek antidiuretik oksitosin
secara mendadak, sering terjadi pengisian kandung kemih secara cepat. Sensasi maupun
kapasitas kandung kemih untuk melakukan pengosongan spontan dapat berkurang akibat
dari anastesi, khususnya anastesi regional, juga episiotomi, laserasi, atau hematoma. Karena
itu tidaklah mengherankan bahwa retensi urin dengan overdistensi kandung kemih
untuk menjamin kandung kemih tidak terisi berlebihan dan setiap berkemih mengosongkan
diri secara adekuat. Kandung kemih dapat teraba sebagai suatu massa kistik suprapubik,
atau kandung kemih yang membesar dapat tampak menonjol di abdomen sebagai akibat
Bila pasien tersebut belum berkemih dalam 4 jam setelah persalinan, ada
jika pasien tersebut tidak dapat berkemih. Begitu kandung kemih mengalami overdistensi,
kateter harus tetap terpasang sampai faktor faktor yang menyebabkan retensi urin teratasi.
Hariss dkk. (1977) melaporkan bahwa 40 persen pasien tersebut akan mengalami
bakteriuria, sehingga dapat diberikan antibiotika jangka pendek setelah kateter dicabut.
Apabila terjadi overdistensi kandung kemih, sebaiknya kateter dibiarkan terpasang
terjadinya rekurensi, selain itu juga memungkinkan pemulihan tonus dan sensasi kandung
kemih normal. Bila kateter dicabut, pasien harus mampu untuk berkemih normal secara
berkala. Bila pasien tidak mampu berkemih setelah 4 jam, maka kateter harus dipasangkan
kembali pada pasien. Apabila terdapat lebih dari 200 ml urin, kandung kemih belum
berfungsi secara normal. Jika hanya terdapat kurang dari 200 ml urin, kateter dapat dicabut
g) Fungsi pencernaan
setelah pemberian enema yang akan membersihkan saluran cerna dengan efisien beberapa
jam sebelum melahirkan. Dengan pemberian makan secara dini dapat mengurangi
konstipasi3.
Bebat sebenarnya tidak perlu dilakukan karena tidak dapat mengembalikan postur
tubuh ibu. Bila abdomen bagian luar bisa kendur dan menggantung, penggunaan korset
dinding abdomen boleh dimulai kapan saja setelah persalinan pervaginam dan segera
i) Diet
Tidak ada pantangan makanan bagi wanita yang melahirkan per vaginam. Dua jam
setelah partus pervaginam normal, jika tidak ada komplikasi yang memerlukan pemberian
anestetika, pasien hendaknya diberikan minum kalau ia haus dan makanan kalau ia lapar.
Diet wanita menyusui, dibandingkan dengan apa yang dikonsumsinya selama hamil,
hendaknya ditingkatkan kandungan kalori dan proteinya, seperti yang dianjurkan oleh
Food and Nutrition Board of the National Research Council. Apabila ibu tidak ingin
menyusui, maka kebutuhan dietnya sama seperti wanita tidak hamil. Pada praktiknya
j) Kontrasepsi
berencana. Apabila ibu dalam masa menyusui maka berikan kontrasepsi yang tidak
menganggu pengeluaran ASI seperti mini-pil, injeksi progestin, implan progestin, atau Alat
k) Waktu Pemulangan
Setelah persalinan pervaginam, bila tidak ada komplikasi, jarang diperlukan rawat
inap lebih dari 48 jam. Sebelum pulang, seorang wanita bersalin harus menerima instruksi
seputar perubahan perubahan fisiologis normal pada masa nifas, termasuk pola lokhia,
penurunan berat badan akibat diuresis, dan waktu pengeluaran ASI. Wanita tersebut juga
harus mendapatkan pengarahan mengenai apa yang harus dilakukan bila ia mengalami
demam, perdarahan per vaginam dalam jumlah banyak, atau mengalami nyeri,
2. Perawatan di Rumah
a) Senggama
Setelah melahirkan, tidak ada kejelasan mengenai waktu yang diperbolehkan untuk
kembali melakukan koitus. Kembali melakukan aktifitas seksual terlalu dini mungkin akan
terasa tidak nyaman, bila tidak terasa sangat nyeri, yang diakibatkan oleh belum sempurnanya
involusi uterus dan penyembuhan luka episiotomi atau laserasi. Median interval waktu antara
melahirkan dengan hubungan seksual adalah 5 minggu, tapi kisarannya berbeda antara 1 12
minggu.3
Bila seorang wanita tidak menyusui anaknya, siklus menstruasi biasanya akan kembali
dalam waktu 6 8 minggu. Tetapi terkadang sulit untuk menentukan secara klinis waktu
mengeluarkan darah sedikit sampai sedang secara intermiten, segera setelah melahirkan.
Menstruasi pertama dapat terjadi paling cepat pada bulan kedua atau selambat lambatnya 18
histologik, telah mengidentifikasi ovulasi pada 42 hari setelah melahirkan; Perez dkk. (1992)
pada 36 hari. Lebih lanjut, korpus luteum telah dapat ditemukan pada minggu ke 6 setelah
melahirkan pada waktu dilakukan sterilisasi. Ovulasi lebih jarang terjadi pada wanita menyusui
dibandingkan pada mereka yang tidak menyusui. Campbell dan Gray (1993) menggunakan
spesimen urin harian untuk menemukan ovulasi pada 92 wanita. Penelitian ini adalah penelitian
pada wanita menyusui di Amerika Serikat. Jelas bahwa terjadi penundaan ovulasi pada ibu
menyusui, akan tetapi ovulasi dini tidak dihambat oleh laktasi yang terus menerus, penemuan
lain mencakup 3:
normal
2. Menyusui tiap 15 menit selama 7 kali sehari dapat menunda ovulasi
1. Sastrawinata S, Masa Nifas, dalam Obstetri Fisiologi bagian Obstetri dan Ginekologi,
2. Cunningham F, Leveno K, Bloom S.2012. Masa Nifas, dalam William Obstetrics, edisi
3. Mochtar R, Masa Nifas, dalam Sinopsis Obstetri, edisi ke-3, Jakarta : EGC, 2011 : 87
4. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Masa Nifas, dalam William Obstetrics, edisi ke-
5. Prawirohardjo S, Asuhan Masa Nifas, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-4, Jakarta : Bina
7. http://emedicine.medscape.com/article/260187