OBSTRUKSI USUS
Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Kasus
Seorang perempuan berusia 73 tahun dengan akut abdomen dijadwalkan untuk dilakukan
tindakan laparotomy eksplorasi darurat. Dia mengeluhkan adanya nyeri perut yang hebat disertai
dengan muntah muntah berulang. Riwayat operasi sebelumnya yaitu hemikolektomi kanan
karena kanker kolon. Tekanan darah 85/60 mmHg, nadi 115 kali/menit dan hematocrit 45%.
C. Penanganan Intraoperatif
1. Bahaya apa saja yang dapat terjadi selama dilakukan induksi ? bagaimana
penanganannya ?
2. Apakah penggunaan Antasid dan atau H2-blocker sebelum dilakukan tindakan induksi
anestesi menunjukkan hasil yang signifikan pada pasien dengan obstruksi usus halus ?
3. Pada posisi bagaimana sebaiknya dilakukan intubasi pada pasien ini ? maukah kamu
menggunakan Sellicks manuver ?
4. Apakah suksinilkolin merupakan obat pelumpuh otot yang baik yang digunakan untuk
tindakan intubasi yang cepat ?
5. Apakah sebaiknya mencabut atau tetap memasang NGT sebelum dilakukan induksi
anestesi ?
6. Maukah anda menggunakan Nitrous Oxide pada pasien ini ?
7. Apa terdapat keuntungan dalam menggunakan inspirasi oksigen dengan konsentrasi
tinggi ?
Kasus obstruksi usus kira kira 15%-20% pada pasien yang dirawat dirumah sakit dengan
akut abdomen. Nyeri abdomen dapat dibagi menjadi tiga kategori: nyeri viseral, nyeri somatic
dan nyeri alih. Nyeri viseral ditransmisikan melalui sistem saraf otonom melalui serat C yang
terletak di intramural pada organ viseral dan didalam selaput organ abdomen. Nyeri viseral
sifatnya tumpul, kram, tidak terlokalisir dan beberapa faktor yang dapat menyebabkan
peningkatan tegangan dinding viseral termasuk penarikan dan peregangan, proses inflamasi,
iskemia, torsio, kompresi dan reaksi kimia. Transmisi nyeri somatik terjadi melalui serat-serat
A- pada saraf spinal dengan karakteristik nyeri tajam, berat, terlokalisir dan menetap. Nyeri
somatik disebabkan oleh karena iritasi pada parietal peritoneum dan terjadi sebagai respon akut
akibat perubahan kadar pH dan suhu yang disebabkan oleh bakteri maupun reaksi inflamasi.
Nyeri alih merupakan nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang berbeda dari tempat awal
nyeri karena mengenai jalur saraf aferen yang sama di tempat yang berbeda. Riwayat pasien
yang jelas dan pemeriksaan dengan diagnosis awal sangat penting dalam penanganan pasien
dengan akut abdomen. Pada ulasan terakhir mengatakan lebih dari 1000 pasien dengan nyeri
abdomen yang ditemukan di ruang gawat darurat menunjukkan bahwa dari keseluruhan pasien
diagnosis yang paling sering berupa nyeri perut yang nonspesifik. Apendisitis, obstruksi saluran
pencernaan, gangguan urologi dan batu empedu merupakan kasus bedah yang paling sering
ditemukan. Pada 47% pasien membutuhkan tindakan pembedahan. Etiologi penyebab akut
abdomen dapat dilihat pada tabel 1.
I. Inflamasi/infeksi
A. Peritoneum
1. Kimia dan nonbakterial peritonitis : perforasi ulkus peptik, bantu empedu, ruptur
kista ovarium, mittelschmerz
2. Bakterial peritonitis
a. Peritonitis primer : Pneumococcal, Streptococcal tuberculosis
b. Perforasi organ berongga : lambung, usus, traktus bilier
B. Organ pencernaan yang berrongga
1. Apendisitis
2. Kolesistitis
3. Ulkus peptik
4. Gastroenteritis
5. Regional enteritis
6. Diverticulitis Meckel
7. Kolitis ulceratif, bacterial, amuba
8. Diverticulitis
C. Organ padat
1. Pankreatitis
2. Hepatitis
3. Abses hepar
4. Abses lien
D. Mesenterikus
1. Limfadenitis
E. Organ pelvis
1. Penyakit radang panggul
2. Abses tuboovarian
3. Endometritis
II. Mekanik (obstruksi, distensi akut)
A. Organ pencernaan yang berongga
1. Obstruksi usus : adesi, hernia, tumor, volvulus, intususepsi
2. Obstruksi bilier : kalkuli, tumor, kista, hematobilia
B. Organ padat
1. Splenomegali akut
2. Hepatomegli akut : gagal jantung, Budd-Chiari Sindrom
C. Mesenterikus
1. Omental torsio
D. Organ pelvis
1. Kista ovarium
2. Torsio atau degenerasi fibroid
3. Kehamilan ektopik
III. Vaskular
A. Perdarahan intraperitoneal
1. Ruptur lien
2. Ruptur hepar
3. Ruptur mesenterikus
4. Ruptur kehamilan ektopik
5. Ruptur aorta, splenik, aneurisma hepar
B. Iskemia
1. Trombosis mesenterikus
2. Hepatik infark: toksemia, purpura
3. Splenik infark
4. Omentum iskemia
IV. Dan yang lain
A. Endometriosis
A.2. Apa yang menjadi penyebab obstruksi usus pada usus halus dan pada usus besar ?
Simpel obstruksi terjadi saat lumen usus terhalangi atau tersumbat tapi suplai darah tetap
normal. Bila disertai dengan oklusi aliran darah pada obstruksi usus maka disebut sebagai
obstruksi strangulata. Cairan toksik dilepaskan ke dalam lumen usus, dinding usus dan rongga
peritoneal bila aliran balik vena mengalami oklusi. Penting untuk mengenali obstruksi
strangulata lebih awal pada preoperatif karena keterkaitannya lebih serius dan tingkat mortalitas
yang tinggi antara 20% - 40%. Namun secara keseluruhan tingkat mortalitas obstruksi usus <
10%.
A.4. Apakah penting untuk membedakan lokasi terjadinya obstruksi usus di usus halus
atau di usus besar ? Jelaskan
Ya. Karena obstruksi mekanik sederhana pada usus halus menyebabkan perubahan pada
motilitas usus, terjadi distensi usus akibat akumulasi cairan dan udara yang progresif dan
kelainan sistemik. Apabila obtruksi tidak ditangani secara tepat akan menjadi obstruksi
strangulata dan terjadi nekrosis usus, kebocoran darah, cairan bahan-bahan toksik ke dalam
lumen usus dan ruang peritoneum. Kira-kira 60% 80% dari kasus obstruksi terjadi di usus
halus. Meskipun tanda dan gejala mirip, tetapi obstruksi pada usus besar biasanya lebih
tersembunyi dan berbahaya dibandingkan dengan obstruksi pada usus halus. Kecuali pada
keadaan terpelintir (volvulus) obstruksi di usus besar cenderung lebih jarang menjadi strangulata.
Kolon sendiri pada dasarnya merupakan organ penyimpanan dan mempunyai fungsi sekresi dan
absorpsi. Oleh karena itu, gangguan sistemik tidak terlalu berat pada obstruksi di usus besar.
Komplikasi yang paling penting yaitu terjadi distensi yang progresif ruptur kolon terutama pada
bagian katup ileocecal. Sekum merupakan bagian yang paling sering terjadi ruptur.
Terdapat empat tanda dan gejala kardinal dari obstruksi usus yaitu kram nyeri perut,
muntah-muntah, obstipasi dan distensi abdomen. Nyeri kolik seringkali bersifat difus disertai
dengan periode tenang. Lama durasi dari periode tenang tergantung dari letak obstruksi usus.
Pada obstruksi yang letak tinggi durasi berkisar 4 sampai 5 menit sedangkan pada obstruksi yang
letak rendah durasi berkisar 15 sampai 20 menit. Bila nyeri hebat menetap biasanya telah terjadi
obstruksi strangulata.
Gejala muntah muntah seringkali terjadi segera setelah timbul obstruksi yang diikuti
oleh periode tenang sebelum timbul kembali. Keluhan muntah menjadi makin sering sesuai
dengan semakin tingginya letak obstruksi yang terjadi dan kecuali pada volvulus jarang teradi
obstruksi kolon. Distensi dari dinding abdomen merupakan gejala lambat yang dapat terlihat
pada obstruksi usus halus yang disertai dengan keluhan muntah yang sering. Keluhan lain yang
dirasakan meliputi nyeri lokal, demam, takikardia dan leukositosis. Jumlah hitung sel darah putih
berikisar 15.000 sampai 25.000/uL menunjukkan bukti kuat terlah terjadi obstruksi strangulata
tetapi tidak sensitif karena pada 40% pasien dengan obstruksi strangulata menujukkan jumlah
sel darah putih yang normal. Terjadi perubahan serum kimia dalam darah, terjadi
hemokonsentrasi dan urin output berkurang serta menjadi pekat.
Prosedur diagnostik awal yang penting yaitu pemeriksaan x-ray abdomen pada posisi
supine lurus dan posisi lurus lateral. Pada obstruksi usus terlihat gambaran air-fluid level.
Meskipun normal pada gaster dan kolon, tetapi adanya gas dalam usus halus biasanya minimal
dan jarang ditemukan. Oleh karena itu gambaran air-fluid level menandakan adanya indikasi
obstruksi tetapi dapat juga terlihat dalam keadaan gastroenteritis, konstipasi berat, ataupun
menelan udara dalam jumlah banyak. Temuan dalam radiologi dengan keluhan klinis berbeda
pada obstruksi mekanik sederhana dengan ileus, dapat dilihat pada tabel 2.
Normalnya kira kira 7 9L cairan disekresi setiap hari di traktus gastrointestinal bagian
atas. Sekresinya terdiri dari saliva (500 - 2000mL), cairan lambung (1000 - 2000mL), cairan
empedu (300 600 mL), cairan pancreas (300 800mL) dan cairan enterikus (2000 4000mL).
Pada obstruksi di usus halus, terdapat beberapa mekanisme yang berkontribusi pada
kehilangan cairan dan elektrolit. Hal yang paling penting yaitu akumulasi cairan dalam lumen
usus karena obstruksi usus membuat fungsi sekresi meningkat dibandingkan dengan fungsi
reabsorpsi. Perpindahan cairan dalam dinding lumen yang memperlihatkan gambaran oedema
dari usus. Keadaan ini yang menyebabkan adanya cairan peritoneal bebas akibat transudasi
cairan melalui membran serosa di permukaan usus. Pada tahap awal obstruksi terjadi akumulasi
cairan 1500 mL cairan di dalam usus. Selanjutnya saat obstruksi semakin berkembang dan
disertai keluhan muntah-muntah sudah terjadi kehilangan cairan sebanyak 3000 mL. Saat
pasien sudah mengalami hipotensi dan takikardia menandakan terjadinya ketidakseimbangan
sirkulasi dan sebanyak 6000 mL cairan terdapat di dalam usus. Dan yang terakhir, muntah-
muntah dan NGT suction menyebabkan kehilangan cairan yang lebih lanjut.
Bila obstruksi berlanjut, terdapat penurunan bertahap konsentrasi kadar natrium dan
magnesium plasma. Hiponatremia akan memperberat hipotensi hipovolemia, kebingungan dan
dapat terjadi somnolen. Hipokalemia akan bermanifestasi pada konduksi ventrikel, perubahan
segmen ST-T dan ventrikel aritmia. Pada gangguan keseimbangan asam-basa, yang paling
terjadi yaitu asidosis metabolic karena dehidrasi, kurang asupan nutrisi, ketosis dan kehilangan
sekresi alkaline. Alkalosis metabolic jarang terjadi, akibat dari kehilangan cairan lambung.
Melakukan pemeriksaan secara serial kadar natrium, kalium, klorida dan PaCO2.
Ya. Pada obstruksi usus yang lama, khususnya bila disertai sampai keadaan strangulata, terjadi
peningkatan permeabilitas dari dinding usus sehingga kehilangan sel darah merah ke dalam usus
dan ruang peritoneum. Pemberian WB dan PRC mungkin diperlukan untuk mengembalikan
sirkulasi sel darah merah.
A.10. Apa yang dimaksud dengan ileus ? Diskusikan penyebab dan penanganannya.
Ileus adalah merupakan suatu gangguan fungsional dari sistem transport di usus. Pada ileus
biasana disertai keluhan distensi abdomen namun biasanya tidak nyeri. Pathogenesis ileus sendiri
masih belum jelas diyakini bahwa adanya stimulasi dari inhibitor saraf adrenergic yang
memegang peran penting. Dibagi menjadi 3 klasifikasi yaitu:
- Adinamik ileus atau ileus paralitik : terjadinya penurunan atau hilangnya motilitas karena
adanya hambatan neuromuscular
- Spastik ileus : kontraksi usus yang disertai dengan gerakan peristaltik yang tidak
terkordinasi
- Ileus akitbat sumbatan vaskular : gangguan motilitas sekunder akibat iskemia
Adinamik ileus atau ileus paralitik merupakan bentuk yang paling sering pada tindakan operasi
intraabdomen. Bila ileus pasca operasi berlanjut perlu di perhatikan kemungkinan lainnya
seperti:
Penanganan dari ileus sendiri meliputi penyakit yang mendasari, melakukan dekompresi NGT,
hidrasi intravena, koreksi gangguan metabolic dan pemberian nutrisi yang adekuat.
A.11. Apa saja dampak dampak sistemik dari absorpsi bakteri dan produk bakteri ?
Pada keadaan normal mukosa usus tidak permeabel terhadap bakteri dan toksin yang dihasilkan
oleh degradasi bakteri namun apabila terjadi gangguan supali darah maka permebilitias akan
meningkat sehingga bakteri dan toksin yang dihasilkan akan diarbsorpsi sehinnga dapat
menimbulkan bakteriemia dan syok septik
Ya. Karena komplikasi pada pernapasan dan sirkulasi yang dapat terjadi.
B.3. Keterlibatan apa saja yang terjadi pada dinding abdomen yang tegang ?
Pertama semakin tinggi kejadian terjadinya gerakan peristaltik balik, yang kedua akibat distensi
abdomen sehingga membutuhkan anestesi yang cukup dalam dan pengguanaan obat pelumpuh
yang lebih banyak untuk mempersiapkan pasien dan kondisi yang adekuat. Namun dikatakan
bahwa pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan dapat tetap dipertahankan kesadaran
agar pasien dapat menjaga jalan napas apabila terjadi muntah. Distensi abdomen menurunkan
aliran balik vena melalui dua mekanisme yaitu: pertama, terjadi kompresi secara langsung pada
vena cava pada ruang intraperitoneal, dan terjadi penurunan tekanan negatif intratorakal. Perlu
diperhatikan juga pada saat dilakukan insisi pada abdomen agar tidak terjadi kehilangan cairan
yang cepat sehingga perlunya dimonitoring tekanan daarah yang ketat.
Terdapat dua tube yang digunakan untuk dekompresi abdomen yaitu short tube yang dimasukkan
ke lambung dan long tube yang akan dimasukkan ke dalam usus halus. Tube yang digunakan
dapat Sump Tube (double lumen) atau Levin Tube. Penggunaan tube untuk mengurangi tekanan
bukan merupakan terapi definitif pada obstruksi usus kecuali pada keadaan ileus pasca operasi
obstruksi yang parsial maupun obstruksi akibat reaksi inflamasi yang dapat diobati dengan terpai
kortikosteroid.
Pemberian nutrisi yang tidak adekuat pada preoperative dan kehilangan protein akan
menyebabkan terjadinya hypoalbuminemia sehingga akan memperberat kehilangan cairan.
Tujuan utama yaitu untuk mengembalikan volume kedalam intravascular untuk mempertahakan
oksigenasi di jaringan dan organ. Tujuan kedua yaitu untuk melakukan koreksi pada gangguan
elektrolit dan gangguan asam-basa.
Pada pasien ini kemampuan napas pasien sudah menurun sehingga penggunaan obat-obat yang
dapat memperburuk keadaan pasien sebaiknya dihindari. Beberapa dokter menyarankan
menggunakan obat Antasid atau H2blockers dapat menurunkan pH dari isi lambung resiko
terjadinya aspeirasi kedalam paru.
C. Penanganan Intraoperatif
C.1. Bahaya bahaya yang dapat timbul selama dilakukan tindakan induksi
Yang masih menjadi masalah yaitu terjadinya regurgitasi isi lambung maupun aspirasi ke dalam
paru-paru. Tingkat mortalitas pasien berkisar 3% - 70%. Jadi perlu dilakukan tindakan teknik
intubasi cepat (rapid-sequence intubation) atau perlu dipikirkan dilakukan awake intubation
apabila sulit dilakukan.
C.2. Penggunaan antasida atau H2 bloker sebelum induksi memberikan nilai yang
signifikan pada pasien dengan obstruksi usus
Tiga faktor yang paling penting yang menentukan derajat kerusakan paru akibat aspirasi yaitu:
volume, pH dan ada tidaknya bahan-bahan tertentu. Keadaan volume lebih dari 25 mL dan kadar
pH yang dibawah 2.5. Penggunaan antasida (0.3M Na Sitrat) efektif dalam meningkatkan pH
lambung dan H2 blocker efektif dalam mengurangi volume lambung dan tingkat keasamaan.
Posisi duduk dan posisi setengah duduk dapat digunakan karena dengan adanya gaya gravitasi
dapat menahan isi lambung berada dibawah sehingga menurunkan resiko terjadinya regurgitas
dan aspirasi ke paru. Apabila pasien muntah sebaiknya di posisikan kepala pasien kebawah 10o
dan suction yang adekuat. Dapat pula dibantu dengan teknik Sellick maneuver yaitu dengan
melakukan penekanan pada kartilago krikoid dengan kekuatan sebesar 100 cmH2O dapat
membantu dalam isi lambung sehingga menurunkan resiko aspirasi. Komplikasi yang mungkin
terjadi yaitu rupture dari esophagus.
C.4. Penggunaan suksinilkolin sebagai pelumpuh otot yang baik digunakan dengan rapid-
sequence intubation
Suksinilkolin masih menjadi pilihan sebagai pelumpuh otot pada teknik intubasi yang cepat.
Apabila menggunakan pelumpuh otot non-depolarisasi dapat diberikan dosis kecil terlebih
dahulu kemudian tunggu selama 3 6 menit kemudia diberikan dosis intubasi. Tindakan ini
dapat dilakukan dalam waktu 60 90 detik, namun lebih ideal bila dilakukan dalam 60 detik.
C.5. Sebaiknya selang NGT tetap dipasang atau dilepaskan sebelum induksi anestesi
Sampai saat ini masih kontroversial apakah sebaiknya tetap dipasang atau dilepaskan. Beberapa
klinisi mengatakan penggunan NGT dapat menurunkan tekana intrabdomen sehingga resiko
terjadinya regurgitas dan aspirasi menurun tetapi disatu sisi dapat memicu terjadinya muntah dan
malah meningkatkan resiko untuk terjadi aspirasi.
Penggunaannya sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan tekanan dan volume gas
intraluminal. Selama tindakan operasi, distensi abdomen masih terjadi. Keadaan distensi
abdomen tergantung dari jumlah gas yang berada dalam usus serta durasi dari nitrous oxide. Pada
keadaan ini peningkatan tekana intraluminal pada penggunaan nitrous oxide dapat menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis.
Keuntungannya untuk mengurangi insiden infeksi luka operasi. Infeksi luka pasca operasi
merukapakan komplikasi yang serius yang dapat membuat pasien semakin lama dirawat dirumah
sakit, serta meningkatkan mortalitas. Faktor faktor yang dapat berperan dalam mengurangi
terjadinya infeksi tergantung bagian tubuh yang terkena, oksigenasi ke jaringan, ada atau
tidaknya penyakit yang mendasari, penggunaan antibiotic profilaksis, keadaan hemodinamik,
suhu tubuh pasien dan kontrol nyeri pasca operasi.
Secara keseluruhan hampir sama dengan penangan pada preoperatif yaitu memberikan cairan
dan koreksi elektrolit, pemberian antibiotic dan dekompresi abdomen. Pasca operasi masih
terdapat tanda-tanda kebocoran cair ke dalam ruang ketiga. Namun seiring berjalanya waktu
cairan ini akan berkurang dan biasanya pada hari ketiga cairan akan ditranfusikan kembali ke
dalam intravascular. Fungsi motilitas usus biasanya cukup lama sehingga perlu tetap dilakukan
dekompresi selama 5 6 hari pasca operasi. Pemeriksaan juga meliputi pemantauan status
hemodinamik pasien, kadar hemoglobin dan urin output pasien.
Gangguan yang terjadi mengarah ke terjadinya hipoventilasi. Meskipun obstruksi usus telah
diatasi namun masih terdapat tanda-tanda distensi abdomen yang dapat menhambat gerkan dari
diafragma. Efek sisa dari anestesi inhalasi, anestesi IV, pelumpuh otot dan nyeri perut
berhubungan dengan pernapasan yang tidak adekuat. Dapat dilihat terjadi penurunan pada fungsi
paru meliputi parameter : FRC, tidal volume, residual volume, vital kapasitas, FEV1. Endotrakeal
tube dapat di lepas untuk mengurangi anatomi ruang sisa dan merangsang pasien agar dapat
bernapas spontan pascaoperasi atau dapat tetap di pasang apabila pasien ada riwayat gangguan
paru sebelumnya maupun pada pasien obesitas. Bila pasien sudah tidak membutuhkan mesin
ventilator dapat diberikan alat T-piece yang akan memberikan FiO2 sehingga PaO2 tetap dalam
level tertentu. Sampai napas pasien sudah adekuat dilihat dari monitor baru bisa dilakukan
ekstubasi.
D.3. Gejala yang mungkin terjadi apabila pasien aspirasi isi lambung
Aspirasi isi lambung menyebabkan terjadinya pneumonitis kimia yang ditandai oleh adanya
hipoksemia, bronkospasme dan atelectasis, serta pasien dapat menunjukkan tanda-tanda
takipneu, takikardia, batuk, sianosis hingga syok. Kerusakan dari sel pneumosit, parenkim paru
akan menyebabkan penurunan aktivitas surfaktan, edem intersisial dan alveolar, perdarahan
alveolar hingga hipertensi pulmonal (akibat keadaan hipoksia pulmonal vasokontriksi). Dari
gambaran radiologi akan didapatkan adanya infiltrate difuse bilateral di perihiler dan basa paru.
Bila pasien muntah segera posisikan kepala pasien kebawah dan ke lateral serta di suction yang
adekuat sebelum diberikan tekanan positif dari mesin ventilasi. Tanda-tanda distress pernapasan
tidak langsung terjadi pasca operasi biasanya 6 8 jam maka perlu dipantau selama 12 48 jam
pertama apabila terjadi aspirasi karena dapat menyebabkan terjadinya aspirasi pneumonitis.
Penggunaan kortikosteroid masih kontroversial, profilaksis antibiotic kurang direkomendasikan
karena dapat membunuh flora normal di saluran pernapasan kecuali terdapat tanda-tanda infeksi
sekunder bisa diberikan.