PERILAKU ABNORMAL
PADA ANAK DAN REMAJA
Disusun oleh:
SYURAWASTI MUHIDDIN
NIM. Q111 12 901
PRODI PSIKOLOGI
FAKUTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
2
PENDAHULUAN
Gangguan psikologis yang dialami pada masa anak-anak dan remaja seringkali
menimbulkan suatu hal yang memilukan. Permasalahan yang terjadi pada mereka harus
mereka atasi di tengah kapasitas yang masih terbatas. Apalagi jika mereka tidak di
dukung oleh lingkungan sekitarnya. Sebagian permasalahan menghambat anak-anak
untuk mengembangkan potensi-potensinya selama perkembangan. Hal ini mengundang
pandangan bahwa anak-anak dan remaja dengan permasalahan-permasalahan psikologis
yang menimpanya memiliki masa depan yang suram.
Gangguan pada masa kanak-kanak dan remaja sering dikategorikan kedalam dua
domain, yaitu gangguan eksternalisasi (externalizing disorders) dan gangguan
internalisasi (internalizing disorders). Gangguan eksternalisasi ditandai dengan
beberapa tingkah laku seperti agresivitas, ketidakpatuhan, over-active, dan impulsif.
Gangguan yang tergolong kategori ini adalah gangguan Attention-Deficit/Hyperactifiy
Disorder, gangguan tingkah laku dan gangguan sikap menentang. Sedangkan gangguan
internalisasi ditandai dengan tingkah laku seperti depresi, penarikan sosial dan
kecemasan. Gangguan yang temasuk kategori ini adalah gangguan kecemasan dan
gangguan mood (Kring, et.al, 2012).
Terdapat dua hal yang menjadi tambahan yang perlu dipertimbangkan untuk
menentukan bahwa perilaku anak dan remaja tergolong normal atau tergolong
abnormal. Dua hal tersebut adalah usia anak dan latar belakang budaya. Perlu diingat
bahwa hal yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, misalnya ketakutan pada
orang asing pada anak-anak usia satu tahun, menjadi tidak dapat diterima di usia yang
lebih besar. Anak-anak juga jarang melabel sendiri perilaku mereka sebagai perilaku
abnormal. Oleh karena itu, definisi normalitas dan abnormalitas sangat bergantung pada
cara tingkah laku tersebut dipandang dari kacamata rang tua pada budaya tertentu.
Budaya-budaya dapat bervariasi berkenaan dengan tipe-tipe perilaku yang
diklasifikasikan sebagai perilaku abnormal.
Ada beberapa jenis gangguan pada anak dan remaja yang akan dibahas dalam
makalah ini. Gangguan tersebut adalah gangguan perkembangan pervasif (seperti
autisme); gangguan intelektual; gangguan belajar; gangguan komunikasi; gangguan
pemusatan perhatian (ADHD), perilaku bermasalah (gangguan tingkah laku dan sikap
menentang), kecemasan dan depresi, serta gangguan eliminasi. Setiap gangguan tersebut
3
sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas, berulang dan stereotipik. Semua
tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autisme, tetapi pada tiga
perempat kasus secara signifikan terdapat retardasi mental.
Berikut adalah kriteria diagnostik dari autisme berdasarkan DSM V APA.
Terdapat total dari enam atau lebih item-item dari A, B, dan C di bawah ini, dengan
setidaknya dua dari A dan masing-masing satu dari B dan C.
a. Hendaya dalam komunikasi sosial dan interaksi sosial yang dapat ditandai oleh
semua hal-hal sebagai berikut:
Kekurangan/hendaya dalam tingkah laku nonverbal seperti kontak mata,
ekspresi wajah dan bahasa tubuh.
Kekurangan/hendaya dalam perkembangan hubungan sebaya yang sesuai
dengan tingkatan usianya
Kekurangan/hendaya dalam reaksi sosial atau emosional seperti tidak mendekati
orang lain, tidak memberikan umpan balik dalam percakapan, tidak bisa berbagi
dan menunjukkan minat dan emosi.
b. Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas dan berulang, yang ditandai oleh
setidaknya dua dari hal-hal berikut:
Menunjukkan ucapan, perpindahan gerakan atau penggunaan objek yang
stereotip dan berulang (misalnya menjentikkan jari-jari, membenturkan kepala,
echolalia)
Kelekatan berlebihan pada rutinitas, ritual-ritual dalam tingkah laku verbal
ataupun nonverbal, sangat resisten dan susah berubah.
Menunjukkan ketertarikan yang sangat berlebihan dan abnormal dalam fokus,
misalnya obsesi dengan bagian-bagian objek tertentu. Contohnya memutar roda
mobil-mobilan secara berulang
Hiper atau hiporeaktif terhadap masukan sensoris atau ketertarikan yang tidak
biasa terhadap lingkungan sensori, misalnya terpikat dengan objek yang berputar
dan bercahaya.
c. Kemunculannya pada awal periode masa kanak-kanak.
d. Gejala-gejala yang ada membatasi dan melemahkan fungsi atau kegiatan-kegiatan.
e. Gangguan tidak dijelaskan dengan gangguan intelektual ataupun keterlambatan
perkembangan.
6
Secara lebih rinci, autisme dapat dispesifikkan menjadi beberapa tipe. Tipe
pertama adalah autisme dengan atau tanpa diserta kelemahan/hendaya intelektual;
autisme dengan atau tanpa disertai hendaya bahasa; autisme yang diasosiasikan dengan
kondisi medis atau genetik yang dikenali atau faktor-faktor lingkungan; autisme dengan
gangguan-gangguan neurodevelopmental (neurologis-perkembangan), gangguan mental
dan gangguan tingkah laku; serta autisme dengan katatonia.
Penyebab autisme tidak diketahui secara pasti. Namun diduga melibatkan
abnormalitas pada otak. Terdapat gangguan neurologis yang melibatkan suatu bentuk
kerusakan otak atau ketidakseimbangan kimiawi saraf dalam otak (Perry dkk, Stokstad,
dalam Nevid dkk, 2003). Selain itu, terdapat pandangan dari Psikolog O.Ivar Lovaas
bahwa anak-anak autistik memiliki defisit perseptual sehingga mereka hanya dapat
memproses satu stimulus saja pada waktu tertentu. Akibatnya mereka lambat belajar
secara classical conditioning (asosiasi terhadap stimuli). Belum dapat diketahui secara
pasti penyebab defisit perseptual dan kognitif tersebut. Mungkin autisme berasal dari
penyebab majemuk yang melibatkan lebih dari satu tipe abnormalitas otak (Ritvo &
Ritvo dalam Nevid dkk, 2003). Para ahli menduga bahwa penyebab yang mendasari
autsime dapat berasal dari kerusakan gen atau pengaruh racun terhadap bayi dalam
kandungan.
Penanganan autisme berupa penanganan perilaku yang intensif dan dalam jangka
panjang untuk memperbaiki perilaku adaptif dan keterampilan komunikasi. Walaupun
autisme belum dapat disembuhkan, penelitian selama 30 tahun mendukung pentingnya
penanganan perilaku yang intensif, yang menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk
mengurangi perilaku yang mengganggu dan meningkatkan keterampilan belajar serta
komunikasi pada anak-anak autistik. Pendekatan perilaku didasarkan pada metode
operant conditioning di mana reward dan hukuman secara sistematis diaplikasikan
untuk meningkatkan kemampuan anak memperhatikan orang lain, bermain dengan anak
lain, mengembangkan keterampilan akademik dan menghilangkan perilaku self-
mutilative.
7
Dalam DSM-V, terdapat tiga tipe gangguan belajar, yaitu gangguan yang
dikaitkan dengan kekurangan dalam kemampuan membaca (meliputi keakuratan
membaca kata, kelancaran membaca, dan pemahaman bacaan), kekurangan dalam
kemampuan menulis (meliputi keakuratan ejaan, keakuratan dalam tata bahasa dan
pembubuhan tanda baca, kejelasan atau organisasi dalam ekspresi tulisan), serta
kekurangan dalam kemampuan matematika (meliputi arti angka, menghafal angka,
kelancaran berhitung dan keakuratan penalaran matematika).
1. Gangguan Matematika (Dyscalculia)
Gangguan matematika menggambarkan anak-anak dengan kekurangan
kemampuan aritmetika. Mereka memiliki masalah dalam memahami istilah-istilah
matematika dasar atau operasi matemtika serta mengalami masalah memahami simbol-
simbol matematika. Mereka akan kesulitan belajar mengenai tabel perkalian. Masalah
ini mungkin tampak sejal anak duduk di kelas 1 SD tetapi umumnya tidak dikenali
sampai anak duduk di kelas 2 dan 3 SD.
2. Gangguan Menulis
Gangguan menulis mengacu pada seseorang (umumnya anak-anak) dengan
keterbatasan kemampuan menulis yang dapat muncul dalam bentuk kesalahan mengeja,
tata bahasa, tanda baca ataupun kesulitan dalam membentuk kalimat dan paragraf.
Kesulitan menulis yang parah umumnya tampak pada anak kelas 2 SD, walaupun kasus-
kasus lebih ringan mungkin tidak dikenali sampai kelas 5 SD atau setelahnya.
3. Gangguan Membaca (Disleksia)
Gangguan membaca mengacu pada seseorang yang memiliki perkembangan
keterampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan. Anak-anak
yang menderita disleksia membaca dengan lambat dan sulit. Mereka mengubah,
menghilangkan, atau mengganti, kata-kata ketika membaca dengan keras. Mereka
memiliki kesulitan menguraikan huruf-huruf dan kombinasinya serta mengalami
kesulitan menerjemahkannya menjadi suara yang tepat (Miller-Medzon dalam Nevid,
dkk., 2003). Selain itu, mereka mungkin juga salah mempersepsikan huruf-huruf seperti
jungkir balik atau melihatnya secara terbalik. Disleksia biasanya tampak pada anak usia
7 tahun, walaupun kadang-kadang sudah dikenali pada usia 6 tahun.
Ketiga tipe tersebut masing-masing dapat dikategorikan menjadi tingkatan ringan
(mild), sedang (moderate) dan berat (severe). Tingkatan ringan ditandai dengan
13
beberapa kesulitan belajar dalam satu atau dua domain akademik. Individu dapat
berfungsi dengan baik ketika diberikan akomodasi yang cukup atau layanan dukungan,
khususna selama masa-masa sekolah. Tingkatan sedang ditandai dengan kesulitan
belajar dalam satu atau lebih domain akademik, sehingga individu tidak munkin
menjadi cakap tanpa pengajaran yang intensif dan khusus dalam interval waktu tertentu
selama masa-masa sekolah. Tingkatan berat ditandai dengan kesulitan belajar yang
ekstrem, memengaruhi berbagai domain akademik sehinga individu tidak mungkin
mempelajari keterampilan tanpa pengajaran individual yang khusus dan intensif serta
berkelanjutan selama hampir seluruh waktu selama masa-masa sekolah.
Hipotesis-hipotesis tentang penyebab gangguan belajar cenderung terfokus pada
masalah-masalah kognitif-perseptual dan kemungkinan faktor-faktor neurologis yang
mendasarinya. Banyak anak dengan gangguan belajar memiliki masalah dengan
persepsi visual dan auditori. Hal ini dapat mengindikasikan adanya abnormalitas pada
jalur otak yang memproses informasi visual dan auditori pada otak. Selain itu, faktor
genetis juga berperan dalam disleksia. Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar
umumnya menggunakan beberapa perspektif, yaitu model psikoedukasi, model
behavioral, model medis, model neuropsikologi, model linguistik, dan model kognitif
(Lyon & Moats dalam Nevid dkk, 2003).
prasekolah. Terapi bicara seringkal membantu dan pada kasus-kasus yang lebih ringan
dapat teratasi dengan sendirinya pada usia 8 tahun.
Childhood-Onset Fluency Disorder / Gagap
Gagap melibatkan gangguan pada kemampuan untuk berbicara secara lancar
dengan waktu yang tepat. Untuk dapat didiagnosis sebagai gagap, kurangnya kelancaran
berbicara harus tidak sesuai dengan usia anak. Gagap biasanya dimulai pada usia antara
2 sampai 7 tahun dan terdapat sekitar 1 di antara 100 anak sebelum pubertas (APA
dalam Nevid, dkk, 2003). Gangguan ini ditandai oleh satu dari beberapa karateristik
berikut: 1) repetisi dari suara-suara dan suku kata; 2) perpanjangan pada suara-suara
tertentu; 3) penyisipan suara-suara yang tidak tepat; 4) kata-kata yang terputus, seperti
adanya jeda di antara kata-kata yang diucapkan; 5) hambatan dalam berbicara; 6)
circumlocution (subtitusi kata-kata alternatif untuk menghindari kata-kata yang
bermasalah); 7) tampak adanya tekanan fisik ketika mengucapkan kata-kata; serta 8)
repetisi dari kata yang terdiri dari suku kata tunggal (misalnya, S-s-saya senang).
Gagap dapat teratasi tanpa penanganan. Gagap umumnya akan menghilang pada
80 % anak sebelum usia 16 tahun. Gagap dipercaya melibatkan interaksi faktor genetis
dan lingkungan. Pada beberapa kasus, mungkin ada penyebab kecemasan sosial dan
fobia sosial, paling tidak pada orang dewasa yang gagap. Penanganan pada gagap dan
gangguan komunikasi lainnya dilakukan melalui terapi bicara dan konseling psikologis
untuk kecemasan sosial dan masalah-masalah emosional lainnya.
Social (Pragmatic) Communication Disorder
Gangguan komuniaksi sosial (pragmatis) adalah gangguan komunikasi yang
ditandai oleh adanya suatu kesulitan primer yang pragmatik, atau penggunaan sosial
bahasa dan komunikasi yang dimanifestasikan oleh kurangnya pemahaman dan kurang
mengikuti aturan sosial komunikasi verbal dan nonverbal dalam konteks natural;
perubahan bahasa berdasarkan kebutuhan dari pendengar atau situasi dan mengikuti
aturan untuk percakapan dan story telling (bercerita). Hendaya dalam komunikasi sosial
menghasilkan keterbatasan fungsional dalam berkomunikasi efektif, partispasi sosial,
perkembangan hubungan sosial, pencapaian akademik dan performa kerja. Hendaya
yang terjadi tidak dapat dijelaskan dengan kemampuan yang rendah dalam wilayah
sturtural bahasa ataupun kemampuan kognitif.
16
8) Selalu dengan mudah dialihkan oleh stimulus eksternal (untuk remaja dan
orang dewasa, distraksi dapat menyangkut pikiran yang tidak berhubungan)
9) Selalu lupa dengan aktivitas sehari-harinya.
b. Hiperaktif dan impulsif:
1) Selalu gelisah atau mengetukkan tangan atau kaki atau menggeliat di tempat
duduk.
2) Sellau meninggalkan tempat duduk dalam situasi ketika diharapkan untuk
tetap duduk, misalnya meninggalkan tempat di ruang kelas.
3) Selalu berlari atau melompat pada situasi di mana tidak sesuai untuk
melakukannya (pada remaja dan orang dewasa, dapat terbatas pada perasaan
gelisah).
4) Selalu tidak mampu untuk melakukan atau terikat pada aktivitas yang santai
dengan tenang.
5) Selalu bertindak on the go berakting seperti sedang dibawa oleh motor.
6) Selalu berbicara secara berlebihan.
7) Selalu menceplos dalam menjawab sebelum suatu pertanyaan selesai.
8) Selalu mengalami kesulitan menunggu gilirannya.
9) Selalu menginterupsi atau mencampuri urusan orang lain.
2. Beberapa gejala ketidakacuhan atau gejala hiperaktif-impulsif muncul sebelum usia
12 tahun
3. Bebrapa gejala ketidakacuhan atau gejala hiperaktif-impulsif muncul dalam dua atau
lebih setting (misalnya, di rumah, sekolah, atau tempat kerja; dengan teman atau
relasi; atau dalam aktivitas lainnya).
4. Ada bukti yang jelas bahwa simtom tesebut mengganggu atau menurunkan kualitas
dari fungsi-fungsi sosial, akademik atau pekerjaan.
5. Simtom tidak semata-mata terjadi selama periode skizofrenia atau gangguan psikotik
lainnya dan tidak dijelaskan oleh gangguan mental lainnya (seperti gangguan mood,
gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, gangguan kepribadian dan gangguan
karena penggunaan zat).
ADHD dapat dibagi menjadi tiga sub tipe. Tiga sub tipe tersebut adalah tipe
predominan tidak adanya perhatian, tipe predominan hiperaktif/impulsif, dan tipe
18
dari gejala berikut sebelum 12 bulan dan setidaknya satu di antaranya muncul
sebelum 6 bulan:
a. Agresi terhadap orang dan binatang, misalnya melakukan bullying, menginisiasi
perlawanan fisik, kejam secara fisik terhadap orang atau binatang, memaksa
seseorang melakukan aktivitas seksual.
b. Penghancuran properti, misalnya melakukan pembakaran (fire-setting) dan
vandalisme.
c. Melakukan penipuan dan pencurian, misalnya merusak dan masuk ke rumah
orang lain atau ke dalam mobil, melakukan tipu daya dan pencurian barang di
toko.
2. Pelanggaran yang serius terhadap aturan-aturan, misalnya keluar rumah di malam
hari sebelum usia 13 tahun dan menentang aturan orang tua, sering membolos
sebelum usia 13 tahun .
3. Kekacauan dalam tingkah laku menyebabkan hendaya secara signifikan dalam fungsi
sosial, akademik atau pekerjaan.
4. Jika individu berusia 18 tahun atau lebih tua, kriteria tidak ditemukan pada gangguan
kepribadian antisosial.
Gangguan tingkah laku lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada
perempuan dan bentuknya berbeda di antara laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki
bentuknya lebih kepada mencuri, berkelahi, merusak, atau masalah disiplin di sekolah.
Sementara pada perempuan lebih cenderung pada berbohong, membolos, lari dari
rumah, penggunaan obat-obatan, dan pelacuran. Studi longitudinal memperlihatkan
bahwa anak-anak sekolah dasar dengan gangguan tingkah laku cenderung lebih sering
terlibat dalam aksi kenakalan ketika mulai memasuki masa remaja dibandingkan anak-
anak lain (Tremblay dkk dalam Nevid dkk, 2003).
Gangguan Sikap Menentang (ODD)
Gangguan sikap menentang (oppositional defiant disorder/ ODD) merupakan
gangguan yang penggolongannya sama dengan conduct disorder dalam DSM-V.
Gangguan ini merupakan gangguan psikologis pada anak-anak dan remaja yang ditandai
oleh sikap menentang yang berlebihan atau kecenderungan menolak permintaan dari
orang tua dan orang lain secara berlebihan. Gangguan ini merupakan variasi dari
gangguan tingkah laku bermasalah yang terus berlangsung (Rey dalam Nevid dkk,
20
2003). ODD mungkin juga adalah awal atau bentuk yang lebih ringan dari gangguan
tingkah laku (Abikoff & Klein; Biederman dkk. dalam Nevid dkk., 2003). ODD lebih
terkait dengan gangguan tingkah laku yang bukan kenakalan dan CD melibatkan
perilaku kenakalan (Rey dalam Nevid dkk, 2003).
Berikut ini adalah kriteria diagnostik untuk ODD dalam DSM V:
1. Pola kemarahan atau mood yang mudah kesal, perilaku argumentatif/menentang,
atau kebencian yang menetap setidaknya 6 bulan yang dibuktikan dengan
setidaknya 4 simtom dari beberapa kategori berikut dan ditunjukkan selama
interaksi dengan sedikitnya satu individu yang bukan saudara.
- Kemarahan / Mood yang mudah marah: 1) selalu kehilangan temper (mudah
marah); 2) selalu mudah tersinggung atau merasa diganggu; 3) selalu marah dan
cemburu.
- Perilaku argumentatif dan menantang: 4) selalu beragumentasi dengan figure
otoritas atau untuk anak-anak dan remaja dengan orang dewasa; 5) selalu
menantang secara aktif atau menolak untuk memenuhi permintaan dari figure
otoritas atau menolak menaanti aturan; 6) selalu mengganggu orang lain dengan
sengaja; 7) selalu menyalahkan orang lain atas kesalahan atau kelakuan buruknya.
- Kebencian: 8) merasa sebal dan benci sekurang-kurangnya dua kali dalam enam
bulan berlalu.
2. Kekacauan tingkah laku yang diasosiasikan dengan distres dalam individu atau
orang lain dalam konteks sosial yang terdekat (seperti keluarga, kelompok sebaya,
dan kolega kerja), atau berpengaruh secara negative pada fungsi sosial, pendidikan,
dan pekerjaan atau fungsi-fungsi dalam area lainnya.
3. Tingkah laku tidak semata-mata terjadi selama masa psikotik, penggunaan zat,
depresi atau gangguan bipolar. Selain itu, kriteria tidak ditemukan pada gangguan
disregulasi mood distruptif.
Faktor-faktor penyebab ODD dan CD belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor
genetis dan psikososial dikaitakan dengan kemunculan CD dan perkembangan ODD.
Sebagian ahli yakin bahwa sikap menentang merupakan ekspresi dari temperamen anak
yang digambarkan sebagai tiep anak yang sulit (Rey dalam Nevid dkk., 2003).
Sebagian ahli lain percaya bahwa faktor keluarga memberikan kontribusi munculnya
CD dan ODD, seperti gaya pengasuhan dan konflik pernikahan. Teoritikus
21
psikodinamika melihat ODD sebagai tanda dari adanya konflik orang tua dan anak yang
tidak terselesaikan atau kontrol orang tua yang terlalu ketat. ODD merupakan tanda
fiksasi pada masa anal perkembangan psikoseksual, ketika konflik anak dan orang tua
muncul pada toilet training. Teoritikus belajar melihat perilaku menentang muncul
akibat penggunaan strategi reinforcement yang tidak tepat dari orang tua. Orang tua
dengan mudah menyerah pada tuntutan anak setiap kali anak menolak untuk patuh
pada harapan orang tua sehingga kemudian menjadi suatu pola. Beberapa penelitian lain
memfokuskan pada cara-cara anak dengan gangguan perilaku memproses informasi.
Gangguan perilaku juga dapat muncul karena pengaruh teman sebaya.
Penanganan yang dapat dilakukan untuk ganggguan perilaku (CD dan ODD)
adalah family treatment. Pelatihan dapat diberikan kepada orang tua untuk membantu
menggunakan reinforcement secara lebih tepat. Selain itu terdapat program penanganan
residential, pengelolaan amarah dan terapi multisistem yang lebih luas dan cukup
menjanjikan untuk mengatasi kenakalan remaja. Terapi-terapi yang diberikan bertujuan
membantu mengembangkan perilaku sosial yang lebih tepat.
G. Motor Disorder
Motor Disorder merupakan gangguan yang berkaitan dengan koordinasi gerakan
pada anak-anak. Ada tiga jenis gangguan motorik dalam DSM V yang juga digolongkan
sebagai gangguan neurologis-perkembangan, yaitu Developmental Coordination
Disorder, Stereotypic Movement Disorder, dan Tic Disorder.
Developmental Coordination Disorder
Kriteria diagnostik untuk gangguan koordinasi perkembangan ini dalam DSM-V
adalah sebagai berikut:
1. Akuisisi dan pelaksanaan keterampilan gerak yang terkoordinasi sebagian besar di
bawah harapan atau tidak sesuai dengan usia kronologis individu dan kesempatan
yang telah diberikan untuk memperlajari keterampilan tersebut. Kesulitan
ditunjukkan dengan adanya kecanggungan dalam gerak.
2. Defisit keterampilan gerak pada kriteria 1 secara signifikan dan persisten menganggu
aktivitas dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan usia kronologisnya (seperti self-
care dan self-maintenance) dan memengaruhi produktivitas akademik/pendidikan,
aktivitas yang berhubungan dengan profesi/pekerjaan, waktu santai dan peran.
22
diri yang dapat mengembangkan aksi streotipe dengan perilaku repetitive melukai diri
sendiri. Tekanan/stres lingkungan juga dapat memicu tingkah laku stereotipe. Rasa takut
dapat mengubah keadaan fisiologis, meningkatkan frekuensi tingkah laku stereotipe.
Fungsi kognitif yang rendah juga dihubungkan dengan risiko yang besar untuk
terjadinya tingkah laku stereotipe, misalnya karean adanya gangguan intelektual dan
ganggua perkembangan pervasif.
Tic Disorder.
Tic adalah pergerakan motorik atau pengucapan tanpa ritmik, berulang, cepat dan
tiba-tiba. Dalam DSM V ada tiga tipe utama gangguan Tic, yaitu sebagai berikut:
1. Tourettes Disorder (Gangguan Tourette)
a) Terdapat kedua gejala yaitu gerak ganda dan satu atau lebih tic vokal yang
muncul pada beberapa waktu selama kesakitan, meskipun tidak semestinya
secara simultan.
b) Tic dapat bertambah dan menurun frekuensinya tetapi tetap menetap lebih dari 1
tahun sejak kemunculan tic yang pertama.
c) Kemunculannya adalah sebelum usia 18 tahun
d) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat/obat atau kondisi medis
lainnya (seperti penyakit Huntington).
2. Persisten (Chronic) Motor or Vocal Tic Disorder
a) Gerak ganda atau tunggal atau tic vokal yang telah menetap selama kesakitan
tetapi bukan keduanya (gerak dan vokal; hanya salah satunya)
b) Tic dapat bertambah dan berkurang frekuensinya tetapi tetap menetap lebih dari
satu tahun sejak onset tic pertama
c) Onsetnya adalah sebelum usia 18 tahun
d) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat/obat atau kondisi medis
lainnya (seperti penyakit Huntington).
e) Kriteria tidak ada yang ditemukan sebagai penyakit Tourette.
3. Provisional Tic Disorder
a) Gerak ganda atau tunggal dan/atau tic vokal
b) Tic telah muncul kirang dari 1 tahun sejak kemunculan tic yang pertama
c) Onset sebelum usia 18 tahun
24
d) Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat/obat atau kondisi medis
lainnya (seperti penyakit Huntington).
e) Kriteria tidak ditemukan sebagai Touretees disorder atau persistent (chronic)
motor or vocal tics disorder
Faktor yang menyebabkan tic disorder dalam DSM-V adalah sebagai berikut:
- Temparamen. Tic akan diperburuk oleh kecemasan, kegembiraan, dan kelelahan
dan akan lebih baik selama tenang, aktivitas terfokus.
- Lingkungan. Mengamati gesture atau suara dari orang lain dapat menyebabkan
individu dengan Tic disorder membuat gesture atau suara yang sama, yang mana
dapat dipersepsikan secara tidak benar oleh orang lain sebagai suatu yang
disengaja. Hal ini dapat menjadi masalah tertentu ketika individu berinteraksi
dengan figure otoritas.
- Genetik dan fisiologis. Faktor genetik dan lingkungan memengaruhi ekspresi
gejala tic dan keparahannya. Alel yang penting berisiko untuk menyebabkan
gangguan Tourette dan gen yang memiliki variase yang jarang ditemukan dalam
keluarga yang menderita tic disorder. Komplikasi persalinan, usia orang tua yang
lebih tua, kelahiran bayi dengan berat badan rendah, dan ibu yang merokok
selama kehamilan diasosiasikan dengan tingkat keparahan tic yang buruk.
pengasuh lainnya. Kecemasan akan perpisahan tersebut persisten dan tidak sesuai
dengan tingkat perkembangan anak. Anak-anak dengan gangguan ini cenderung terikat
pada orang tua dan mengikuti ke mana pun mereka berada di lingkungan rumahnya.
Anak-anak itu dapat mengemukakan kecemasan tentang kematian dan memaksa
seseorang untuk menemani saat mereka tidur. Ciri lain dari gangguan ini adalah mimpi
buruk, sakit perut, mual dan muntah ketika mengantisipasi perpisahan (seperti pada
hari-hari sekolah), memohon agar orang tua tidak pergi, atau temper tantrum bila orang
tua akan pergi. Anak-anak ini dapat menolak pergi ke sekolah karena takut bahwa
sesuatu akan terjadi pada orang tua ketika mereka pergi.
Pada tahun-tahun sebelumnya, gangguan kecemasan akan perpisahan ini disebut
sebagai fobia sekolah. Namun gangguan ini juga dapat terjadi pada anak usia
prasekolah. Pada masa remaja, penolakan untuk hadir di sekolah sering kali
dihubungkan dengan masalah akademik dan sosial, sehingga label gangguan kecemasan
akan perpisahan tidak dapat digunakan.
Depresi
Anak-anak dan remaja dapat menderita gangguan mood, termasuk gangguan
bipolar dan depresi mayor. Anak-anak ini memiliki perasaan tidak berdaya, pola pikir
yang lebih terdistorsi, kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri sehubungan
dengan kejadian-kejadian negative, serta self-esteem, self-confidence, dan persepsi akan
kompetensi yang lebih rendah dibandingkan teman-teman sebayanya yang tidak depresi
(Lewinsohn dkk.; Kovacs dalam Nevid dkk., 2003). Mereka sering melaporkan adanya
episode kesedihan dan menangis, merasa apatis, sulit tidur, lelah dan kurang nafsu
makan. Mereka juga terkadang memiliki pikiran-pikiran untuk bunuh diri dan bahkan
mencoba untuk bunuh diri.
Depresi pada anak juga memiliki ciri yang berbeda seperti menolak masuk
sekolah, takut akan kematian orang tua, dan terikat pada orang tua. Depresi juga dapat
tersamarkan oleh perilaku yang tampaknya tidak berhubungan langsung dengan depresi.
Gangguan tingkah laku (CD), masalah akademik, keluhan fisik, dan bahkan
hiperaktivitas dapat bersumber dari depresi yang tidak disadari. Di antara para remaja,
agresivitas dan perilaku seksual yang berlebihan juga dapat menjadi tanda adanya
depresi.
26
Lama episode depresi mayor pada anak-anak dan remaja kira-kira 11 bulan, tetapi
episode individual bisanya sampai dengan 18 bulan pada beberapa kasus (Goleman
dalam Nevid dkk., 2003). Depresi dengan tingkat sedang dapat bertahan sampai
beberapa tahun dan amat memengaruhi prestasi sekolah dan fungsi sosial (Nolen-
Hoeksema & Girgus dalam Nevid dkk., 2003). Depresi pada remaja diasosiasikan
dengan meningkatnya risiko terjadinya episode depresi mayor di masa mendatang dan
percobaan bunuh diri pada masa dewasa (Weissman dalam Nevid dkk., 2003).
Depresi pada anak-anak jarang terjadi dengan sendirinya. Mereka umumnya
mengalami gangguan psikologis lainnya, terutama gangguan kecemasan dan CD atau
ODD (Hammen & Compas dalam Nevid dkk., 2003). Gangguan makan juga sering
terjadi pada remaja yang depresi, paling tidak pada remaja perempuan (Rohde,
Lewinsohn & Seeley dalam Nevid dkk., 2003). Secara keseluruhan depresi pada masa
kanak-kanak meningkatkan kesempatan anak untuk mengembangkan gangguan
psikologis lain, paling tidak dalam 20 bagian (Angold & Costello dalam Nevid dkk.,
2003).
Berbagai faktor diduga menjadi penyebab dari gangguan kecemasan dan depresi.
Faktor kognitif seperi pola pikir yang disfungsional. Selain itu faktor psikososial seperti
kejadian yang menimbulkan stres, masalah dan konflik keluarga dan kurangnya
dukungan sosial. Faktor genetis juga dapat berperan terutama pada depresi di kalangan
remaja. Penanganan untuk anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan kecemasan
seperti terapi kognitif-behavioral untuk membantu mereka mengembangkan pola pikir
dan keterampilan coping yang sehat. Antidepresan juga dapat membantu namun
efektivitasnya masih perlu diteliti lebih lanjut.
I. Gangguan Eliminasi
Gangguan Eliminasi merupakan masalah hendaya dalam kontrol terhadap buang air
kecil dan buang air besar yang persisten dan tidak berhubungan dengan penyebab
organik. Dalam DSM-V, gangguan eliminasi tidak tergolong dalam gangguan
neurologis-perkembangan, melainkan digolongkan dalam kategori tersendiri yaitu
gangguan eliminasi, sebagimana gangguan makan dan gangguan tidur yang mungkin
27
juga menimpa anak-anak dan remaja. Gangguan ini lebih umum terjadi pada anak laki-
laki. Ada dua tipe utama dari gangguan eliminasi, yaitu enuresis dan enkopresis.
Enuresis
Enuresis merupakan kegagalan untuk mengontrol buang air kecil setelah seseorang
mencapai usia normal untuk mampu melakukan kontrol. Dalam DSM-V dijelaskan
kriteria diagnostic enuresis, yaitu anak berulang kali mengompol di temat tidur atau
pakaian, baik disengaja maupun tidak disengaja; tingkah laku tersebut signifikan secara
klinis muncul pada frekuensi setidaknya 2 kali seminggu selama sekurang-kurangnya 3
bulan berturut-turut atau menyebabkan kemunculan distress yang signifikasn secara
klinis atau hendaya dalam fungsi sosial, akademik (pekerjaan) dan area-area fungsi
penting lainnya; usia kronologis anak minimal 5 tahun (atau anak berada pada tingkat
perkembangan yang setara); tingkah laku tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari
penggunaan zat atau kondisi medis lainnya (tidka memiliki dasar organik).
Enuresis dapat terjadi secara nocturnal, diurnal dan kedua-duanya. Nocturnal
berarti perjalanan urin hanya selama tidur di malam hari. Diurnal berarti perjalanan urin
terjadi selama jam-jam bangun di siang hari. Enuresis Nocturnal adalah tipe yang paling
umum terjadi yang sering kite sebut sebagai mengompol. Melakukan kontrol kemih
pada malam hari lebih sulit dari pada melakukannya pada siang hari.
Terdapat berbagai penjelasan psikologis tentang enuresis. Penjelasan psikodinamika
mengemukakan bahwa enuresis dapat merepresentasikan ekspresi kemarahan terhadap
orang tua karena pelatihan BAK dan BAB yang keras. Hal ini dapat merepresentasikan
respon regresi terhadap kelahiran suadara kandung atau beberapa sumber stress lain atau
perubahan dalam kehidupan. Teoritikus belajar mengemukakan bahwa kegagalan pada
masa awal dapat menghubungkan kecemasan dengan usaha untuk mengontrol BAK.
Kecemasan yang terkondisi justru mendorong dan bukan menghambat BAK.
Pandangan lain mengemukakan enuresis diturunkan secara genetis, khususnya enuresis
primer. Enuresis primer ditandai oleh mengompol yang terus-menerus dan tidak pernah
mampu mengontrol BAK. Kemungkinannya berhubungan dengan gen yang mengatur
kecepatan perkembangan dari kontrol motoric terhadap refleks-refleks elimonatori oleh
korteks serebral. Walaupun demikia, faktor-faktor lingkungan dan perilaku juga
memainkan peran dalam menentukan perkembangan dan jangka waktu gangguan.
28
dapat menfokuskan perhatian anak pada soiling. Mereka mungkin merenung tentang
soiling, yang menaikkan tingkat kecemasan sehingga self-control terganggu. Apalagi
enkopresis lebih sering terjadi pada siang hari, berbeda dengan enuresis yang sering
terjadi malam hari. Jadi akan sangat memalukan bagi anak.
Metode operant conditioning dapat membantu mengatasi soiling. Dalam hal ini,
diberikan reward untuk keberhasilan usaha self-control dan hukuman untuk
ketidaksengajaan. Bila enkopresis bertahan, direkomendasikan evaluasi medis dan
psikologis untuk menentukan kemungkinan penyebab dan penanganan yang tepat.
PENUTUP
Berbagai gangguan atau perilaku abnormal dapat terjadi pada anak-anak yang
berkembang hingga remaja, bahkan hingga dewasa. Gangguan tersebut umumnya
berupa gangguan neurologis-perkembangan. Gangguan lainnya berupa gangguan
tingkah laku, gangguan eliminasi, gangguan kecemasan dan gangguan mood. Gangguan
lainnya yang tidak dijelaskan dalam makalah ini adalah gangguan makan dan gangguan
tidur. Gangguan ini umumnya tidak memiliki dasar neurologis-fisiologis atau dasar
medis yang jelas. Gangguan-gangguan tersebut dapat mengakibatkan hendaya dalam
berbagai fungsi kehidupan seperti fungsi sosial, akademik/pendidikan dan pekerjaan.
Gangguan tersebut menganggu individu untuk bisa berfungsi sebagaimana mestinya
dalam kehidupan sehari-hari. Penyebab berbagai gangguan umumnya merupakan
variasi dari faktor genetika dan faktor lingkungan (nature dan nurture). Penanganan
yang dilakukan dapat berupa terapi dengen pendekatan medis dan pendekatan
psikologis. Terapi yang lebih efektif melibatkan berbagai pendekatan psikologis untuk
gangguan-gangguan tertentu.
Sudah sepatutnya kita bersyukur kepada Allah Yang Maha Kuasa atas kehidupan
yang telah diberikan. Apalagi kehidupan yang normal dan tidak didiagnosi menderita
gangguan-gangguan psikologis. Kita perlu mencegah onset gangguan sejak dini. Oleh
sebab itu kita seyogyanya mengetahui mengenai berbagai gangguan yang dapat
menimpa anak dan remaja sehingga onsetnya dapat dicegah sedini mungkin.
30
DAFTAR PUSTAKA