Anda di halaman 1dari 16

Dampak Sosial Migrasi Tenaga Kerja ke Malaysia

URBANISASI DAN PENGEMBANGAN KOTA


DI INDONESIA*

Prijono Tjiptoherijanto**

Abstract
Urbanization is not simply the phenomenon of a population problem, but is also
a political, social, cultural, and economic phenomena. Study of urbanization patterns
is important due to abundance reports which point out that rapid expansion of the
population growth rate, living in big cities has increased enormously. The problems
associated with exaggerated growth may create a primary city, that in its excessive
process will have negative and disadvantage impacts for the development and the
well-being of such a city.
The omnipresent growth of slums, the underprivileged areas in the center
and the outskirts of a city has provided a robust evidence that the proper plans at
the heart of this, is paramount importance to the city development with regard to
its inhabitants. Effective solutions to urbanization problems and to establish a
relevant city development are to utilize effeciency in people empowerment as well
as the equitable distribution of the public welfare, not just cosmetic and artificiality
of the city development plan.

Pendahuluan
Secara populer urbanisasi artinya dengan kota (city). Yang
diartikan sebagai perpindahan dimaksud dengan perkotaan
penduduk dari pedesaan menuju (urban) adalah daerah atau wilayah
perkotaan. Namun, sesungguhnya yang memenuhi 3 persyaratan
arti tersebut di atas tidaklah yaitu:
seluruhnya benar. Pengertian 1. kepadatan penduduk 500 orang
urbanisasi yang sesungguhnya atau lebih per kilometer persegi,
adalah proporsi penduduk yang 2. jumlah rumah tangga yang
tinggal di perkotaan (urban area). bekerja di sektor pertanian
Perkotaan (urban area) tidak sama

* Tulisan ini merupakan paper yang disampaikan pada diskusi Masalah


Metropolitan: Sebuah Tantangan Global yang Harus Ditanggapi oleh Anggota
Parlemen dari Segi Peradaban Kota dan Demokrasi, diselenggarakan oleh
BKSAP-DPR RI, Ruang Nusantara III Gedung DPR RI, Jakarta, 30 Maret 1999.
** Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto, Guru Besar Tetap pada Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia.

Populasi, 10(2), 1999 ISSN: 0853 - 0262


57
Prijono Tjiptoherijanto

sebesar 25 persen atau kurang, negara, semakin tinggi pula tingkat


dan urbanisasinya.**
3. memiliki delapan atau lebih jenis Dengan demikian, urbanisasi
fasilitas perkotaan.* merupakan fenomena alamiah
Pertambahan penduduk yang sejalan dengan perkembangan
tinggal di perkotaan tersebut dapat ekonomi dan tingkat kesejahteraan
disebabkan oleh beberapa faktor penduduk di suatu negara. Hal
yaitu: 1) kelahiran alamiah yang yang harus diperhatikan atau
terjadi di daerah tersebut, 2) dihindari dalam kaitan dengan
perpindahan penduduk, baik dari urbanisasi adalah adanya konsen-
perkotaan lainnya maupun dari trasi penduduk yang tinggi atau
perdesaan, 3) anexasi, dan 4) berlebihan di suatu wilayah
reklasifikasi. Dengan demikian, sehingga menimbulkan apa yang
perpindahan penduduk dari desa disebut dengan aglomerasi atau
menuju kota hanyalah sebagian primacy.
dari faktor yang mempengaruhi
tingkat urbanisasi. Perkembangan Urbanisasi di
Urbanisasi tidak semata-mata Indonesia
dipandang sebagai fenomena
Urbanisasi di Indonesia mening-
kependudukan, namun lebih
kat dengan sangat pesat. Pada
daripada itu, urbanisasi harus
tahun 1920, proporsi penduduk
dipandang sebagai fenomena
yang tinggal di perkotaan hanya
politik, sosial, budaya, dan
sekitar 5,8 persen dari seluruh
ekonomi. Berbagai studi dan data
penduduk yang ada (Soegijoko dan
memperlihatkan bahwa semakin
Bulkin, 1994). Berdasarkan Survai
maju tingkat perekonomian suatu
Penduduk Antar Sensus (Supas)

* Jenis fasilitas yang digunakan berbagai kriteria untuk menentukan daerah


perkotaan dalam Sensus Penduduk 1980 dan 1990 adalah (1) sekolah dasar atau
sederajat, (2) sekolah menengah pertama atau sederajat, (3) sekolah menengah
atas atau sederajat, (4) bioskop, (5) rumah sakit, (6) rumah bersalin/balai
kesehatan ibu dan anak, (7) pusat kesehatan masyarakat/klinik, (8) jalan yang
dapat dipergunakan oleh kendaraan bermotor roda tiga atau empat, (9) telepon/
kantor pos/kantor pos pembantu, (10) pasar dengan bangunannya, (11) pusat
perbelanjaan, (12) bank, (13) pabrik, (14) restoran, (15) listrik, dan (16) penyewaan
peralatan untuk pesta.
** Negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan lain
sebagainya memiliki tingkat urbanisasi di atas 70 persen. Bahkan, Australia pada
tahun 1990 yang lalu telah memiliki tingkat urbanisasi 85,5 persen.

58
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia

1995, pada tahun tersebut tingkat


Tabel 1
urbanisasi di Indonesia telah
Proyeksi Tingkat Urbanisasi
mencapai 35,91 persen.*
di Indonesia, 1990-2025
Laju pertumbuhan penduduk
perkotaan pada dua dasawarsa Penduduk Tingkat
Tahun
terakhir ini menunjukkan pening- Perkotaan Urbanisasi
katan yang sangat pesat. Pertum- 2000 87.577,1 41,80
buhan penduduk perkotaan pada
periode 1971-1980 mencapai 4,60 2005 102.534,1 46,01
persen per tahun, yang kemudian 2010 116.481,0 49,55
meningkat menjadi 5,36 persen per 2015 129.245,3 52,60
tahun pada periode 1980-1990.
2020 140.309,9 55,19
Pada periode 1980-1990, laju
pertumbuhan penduduk perkotaan 2025 150.052,0 57,39
tersebut adalah dua setengah kali Sumber: Firman, 1996
laju pertumbuhan penduduk secara
keseluruhan, yang besarnya hanya
1,97 persen per tahun. Menurut mendatang (dihitung sejak tahun
United Nations (ESCAP, 1993: II-16) 1990).
dan Wirosuhardjo (1992), pertam- Jika dikaji lebih mendalam,
bahan penduduk perkotaan di tampak nyata bahwa tingkat
Indonesia sekitar 65 persen disebab- urbanisasi di Pulau Jawa jauh lebih
kan oleh migrasi dan reklasifikasi. tinggi dibandingkan dengan di luar
Hanya sebesar 35 persen yang Pulau Jawa. Di luar Pulau Jawa,
disebabkan oleh pertumbuhan hanya Sumatra Utara, Kalimantan
alamiah penduduk perkotaan itu Timur, dan Bali yang memiliki
sendiri. tingkat urbanisasi sebanding
Proyeksi yang dilakukan sampai dengan daerah di Pulau Jawa.
dengan tahun 2005 memperlihat- Ketiga daerah tersebut memiliki
kan bahwa penduduk perkotaan di tingkat pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada tahun tersebut akan yang sangat pesat, sebanding
mencapai sekitar 57,39 persen dengan daerah-daerah di Pulau
(Tabel 1). Lebih lanjut penduduk Jawa (Tabel 2). Secara keseluruhan
perkotaan diperkirakan akan men- hal ini menunjukkan bahwa
jadi dua kali lipat dari jumlah yang penduduk perkotaan sangat
ada pada saat ini dalam 69 tahun terkonsentrasi di Pulau Jawa.

* Diperkirakan pada tahun 1998, tingkat urbanisasi tersebut meningkat lagi


menjadi sekitar 36,71 persen (Kantor Menteri Negara Kependudukan, 1997).
Namun, tingkat urbanisasi di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan
dengan negara-negara tetangga.

59
Prijono Tjiptoherijanto

Tabel 2
Penduduk Daerah Perkotaan menurut Propinsi
Tahun 1980, 1990, dan 1995 (%)
Tahun
Propinsi
1980 1990 1995
DI Aceh 8,94 15,81 20,54
Sumatra Utara 25,45 35,48 41,09
Sumatra Barat 12,71 20,22 25,06
Riau 27,12 31,67 34,36
Jambi 12,65 21,41 27,16
Sumatra Selatan 27,37 29,34 30,31
Bengkulu 9,43 20,37 25,71
Lampung 12,47 12,44 15,71
DKI Jakarta 93,36 99,62 100,00
Jawa Barat 21,02 34,51 42,69
Jawa Tengah 18,74 26,98 31,90
DI Yogyakarta 22,08 44,42 58,05
Jawa Timur 19,60 27,43 32,06
Bali 14,71 26,43 34,31
Nusa Tenggara Barat 14,07 17,12 18,85
Nusa Tenggara Timur 7,51 11,39 13,88
Timor-Timur - 7,79 9,51
Kalimantan Barat 15,77 19,96 21,66
Kalimantan Tengah 10,30 17,56 22,47
Kalimantan Selatan 21,35 27,06 29,96
Kalimantan Timur 39,84 48,78 50,22
Sulawesi Utara 16,76 22,78 16,28
Sulawesi Tengah 8,95 16,43 21,87
Sulawesi Selatan 18,08 24,53 28,27
Sulawesi Tenggara 9,34 17,02 22,38
Maluku 10,84 18,97 24,57
Irian Jaya 20,22 23,97 25,76
Indonesia 22,27 30,90 35,91
Sumber: BPS, 1997

Perkembangan Kota di konsentrasi penduduk di kota-kota


Indonesia besar telah berkembang dengan
Kajian pola urbanisasi perlu pesat. Studi yang dilakukan oleh
dilakukan sebab banyak studi Rutz tahun 1987 (Karyoedi, 1993)
memperlihatkan bahwa tingkat memperlihatkan bahwa jumlah

60
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia

kota kecil (kota dengan penduduk yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya,


kurang dari 100,000 jiwa) di dan Medan. Selanjutnya pada
Indonesia sangat besar dibanding- tahun 1990 jumlah tersebut
kan dengan kota menengah (kota meningkat lagi menjadi delapan
dengan penduduk 500.000 sampai dengan tambahan yaitu kota
1 juta jiwa). Kondisi ini mengakibat- Semarang, Yogyakarta (termasuk
kan perpindahan penduduk Sleman), Palembang, serta Ujung
menuju kota besar menjadi kurang Pandang. Diperkirakan pada tahun
terkendali. Lebih lanjut terlihat 2020 mendatang di Indonesia akan
bahwa 62 persen dari 43 kota di terdapat 23 kota dengan penduduk
Indonesia dengan penduduk di atas di atas 1 juta jiwa, 11 di antaranya
100 ribu jiwa terdapat di Pulau berada di Pulau Jawa. Dari 23 kota
Jawa. Sekitar 50 persen sisanya tersebut, 5 di antaranya akan
terdapat di Pulau Sumatra. berpenduduk di atas 5 juta jiwa,
Ada kecenderungan beberapa termasuk Jabotabek yang pada saat
kota besar akan selalu terus tumbuh ini diperkirakan berpenduduk 35
dan berkembang, kemudian mem- juta jiwa (Firman, 1996).
bentuk kota yang disebut kota-kota Kota-kota di Indonesia cende-
metropolitan. Jakarta, misalnya, rung bergerak ke arah sistem kota
telah lama menjadi kota yang yang terpadu dan menyebar.
terpadat di wilayah Asia Tenggara Perkembangan kota-kota di
dengan perkiraan jumlah pen- Indonesia cenderung menciptakan
duduk mencapai dua belas juta jiwa mega-urban. Beberapa contoh dari
pada tahun 1995. Diperkirakan mega urban yang sudah muncul
pada sekitar tahun 2015, Jakarta adalah Jabotabek (Jakarta-Bogor-
akan menduduki tempat ke-5 Tangerang-Bekasi); Medan-Lubuk
dalam 10 besar kota-kota terbesar Pakam-Binjai-Stabat-Tebing Tinggi;
di dunia. Dengan perkembangan Bandung-Cimahi-Lembang-
kota yang sedemikian rupa maka Banjaran-Majalaya; Semarang-
kondisi kehidupan, baik di Jakarta Kendal-Demak-Ungaran-Salatiga;
dan kota-kota besar lainnya mau- serta Gresik-Bangkalan-Surabaya-
pun kota kecil pada saat ini akan Sidoarjo-Lamongan.
menjadi perhatian para perencana Pola pengembangan kota di atas
perkotaan (urban planners). jika tidak ditangani secara serius
Perkembangan kota di akan mengakibatkan terbentuknya
Indonesia juga berlangsung dengan kota primat (primate city), yang bila
sangat pesat. Pada tahun 1950 tingkatnya berlebihan akan ber-
hanya ada satu kota dengan dampak buruk, baik pada perkem-
penduduk di atas 1 juta jiwa yaitu bangan kota itu sendiri maupun
Jakarta. pada tahun 1980 jumlah perkembangan pembangunan
tersebut meningkat menjadi 4 kota nasional. Pemantauan terhadap

61
Prijono Tjiptoherijanto

primaty city biasanya dilakukan inti seperti menurunnya fasilitas


dengan memperhatikan indeks pelayanan umum (angkutan
primat (primacy index). * Firman umum, air minum, listrik, energi,
(1996) menghitung dengan mem- sampah, dan lain sebagainya),
pergunakan metode perbandingan degradasi lingkungan, daerah
antara jumlah penduduk kota kumuh, polusi industri, tidak
tersebut dengan total penduduk efisiennya penggunaan tanah, serta
tiga kota terbesar berikutnya minimnya akses tanah bagi
mendapatkan hasil bahwa indeks pendatang baru.
primasi di Indonesia pada tahun
1980 adalah 1,27 yang kemudian Faktor Pendorong Urbanisasi
meningkat menjadi 1,39 pada tahun dan Perkembangan Kota
1990. Koefisien ini menunjukkan
Urbanisasi dan perkembangan
bahwa penduduk perkotaan di
kota sangat dipengaruhi oleh
Indonesia masih sangat terkonsen-
perkembangan ekonomi. Pola dan
trasi di kawasan Jabotabek, walau-
proses urbanisasi dan perkembang-
pun keadaan ini tidak sebesar
an kota juga mencerminkan per-
konsentrasi penduduk perkotaan
kembangan ekonomi di perkotaan,
Thailand. Kota Bangkok, misalnya,
khususnya kota-kota besar.
yang memang merupakan contoh
Kegiatan ekonomi sekunder dan
kota primat di dunia memiliki
tersier, seperti perpabrikan dan jasa,
koefisien lebih dari 6.
cenderung berlokasi di kota-kota
Dampak dari primacy adalah
besar. Urbanization economies yang
berkurangnya fungsi kota besar
sederhana dapat diartikan sebagai
sebagai katalisator pengembangan
faktor-faktor yang dapat
wilayah. Kota-kota kecil yang
mendorong suatu kegiatan usaha
tumbuh di sekitar pusat kota
untuk berlokasi di kota-kota besar
menjadi kurang mandiri. Hal ini
sebagai konsentrasi penduduk dan
dapat dilihat dari sebagian
prasarana urban, baik sebagai
penduduk yang tinggal di kota kecil
potensi konsumen maupun sumber
tersebut bekerja di kota inti dan
tenaga kerja; prasarana produksi
turut menikmati fasilitas pelayanan
termasuk listrik, pelabuhan, air, dan
umum yang tersedia di kota inti.
lain sebagainya, yang memungkin-
Kondisi ini akan menyebabkan
kan operasi kegiatan usaha tersebut
timbulnya berbagai masalah di kota

* Ada berbagai versi dalam mengukur indeks primasi ini. Pertama, rasio antara
jumlah penduduk kota utama (terbesar) terhadap jumlah penduduk kota terbesar
kedua; serta kedua, rasio antara penduduk kota terbesar terhadap jumlah
penduduk total tiga kota terbesar berikutnya.

62
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia

secara lebih efisien. Faktor-faktor besar mempunyai tingkat hidup di


tersebut kemungkinan besar tidak bawah standar. Beberapa dari
akan ditemui di kota-kota kecil, mereka bahkan harus tinggal di
apalagi di pedesaan (rural).* daerah kumuh dan permukiman-
Semakin berpusatnya kegiatan permukiman liar. Survai PBB
ekonomi di kota-kota besar di terhadap 52 kota besar dunia
Indonesia akhir-akhir ini juga menunjukkan bahwa lebih dari
sangat dipengaruhi oleh berbagai separo penduduk Jakarta (54
deregulasi dalam sektor industri persen) dinilai tinggal di rumah-
dan keuangan yang dilakukan rumah yang tidak layak (Kompas, 4
pemerintah untuk lebih memacu Juni 1996). Hasil penelitian
pertumbuhan ekonomi dan me- Laboratorium Pemukiman dan
ningkatkan efisiensi kinerja sektor- Perumahan FTSP ITS bekerja sama
sektor ekonomi tersebut. Kebijak- dengan KLH pada 1989 juga
sanaan ini pada gilirannya lebih menunjukkan bahwa tingkat sosial
memacu perkembangan kota-kota ekonomi penduduk di permukiman
besar daripada kota kecil atau pusat kumuh di Surabaya sangat rendah.
pedesaan karena kota-kota besar, Penghasilan rata-rata keluarga
khususnya yang berada di Pulau hanya mencapai Rp96.000,00/
Jawa, lebih siap dalam hal sarana bulan. Berdasarkan standar ke-
dan prasarana yang dibutuhkan butuhan minimum dari Sayogyo,
untuk mengembangkan kegiatan yaitu 480 kg beras/orang/tahun
ekonomi yang didorong oleh maka sebanyak 29 persen pen-
deregulasi tersebut.** duduk pemukiman kumuh ini
berada di bawah garis batas
Masalah Sosial Ekonomi yang kebutuhan minimum, 30 persen
Muncul tepat pada garis batas itu, dan 41
persen lainnya di atasnya. Dilihat
Gambaran paling umum di
dari pola konsumsinya, 70 persen
kota-kota besar dan menengah
di antaranya digunakan untuk
adalah kenyataan bahwa penghuni
memenuhi kebutuhan pangan,
dari kota-kota tersebut sebagian
perumahan 8,5 persen, pendidikan

* Dengan demikian, tidak mengherankan bila para investor cenderung untuk


mengembangkan modalnya di kota-kota besar dibandingkan dengan di kota-
kota kecil. Sebagai contoh sampai dengan Juli 1995 tercatat hampir separo dari
investasi asing (PMA) dan investasi dalam negeri (PMDN) yang telah disetujui
di Indonesia berlokasi di Jabotabek
** Tampaknya dalam jangka pendek kegiatan deregulasi yang sesungguhnya
bukan merupakan kebijaksanaan urbanisasi dan pengembangan kota, cenderung
untuk memperlebar kesenjangan antara perkembangan kota besar dan kota kecil
serta pusat-pusat pedesaan, dan juga antara Pulau Jawa dan luar Jawa.

63
Prijono Tjiptoherijanto

5,8 persen, kesehatan hanya 2,1 sebesar Rp80.600,00 atau sekitar


persen, transportasi 7,2 persen, dan Rp6.716,00/orang/bulan.
selebihnya untuk kebutuhan Pendapatan penduduk miskin di
sandang dan partisipasi sosial. pedesaan Jakarta mencapai sekitar
Hal tersebut di atas menunjuk- Rp75.000,00 per tahun, atau sekitar
kan bahwa sebagian besar peng- Rp6.250,00/orang/bulan pada
hasilan penduduk tersebut masih tahun 1972.
digunakan untuk pemenuhan Pembangunan perkotaan harus
kebutuhan pangan. Hal-hal yang makin mendapat perhatian karena
berkaitan dengan upaya peningkat- diperkirakan separo dari keseluruh-
an kualitas, terutama dari pen- an jumlah penduduk di Indonesia
didikan, masih sangat kecil. akan tinggal di perkotaan pada
Terlebih lagi hampir tidak ada tahun 2000. Dengan demikian,
penghasilan sisa yang dapat permasalahan perkotaan akan
disimpan. Dengan demikian, kalau semakin kompleks. Dalam perkem-
kemiskinan di perkotaan diban- bangannya, pembangunan di
dingkan dengan pedesaan, ke- perkotaan di Indonesia hanya dapat
miskinan di perkotaan akan tampak memenuhi beberapa hal dari
lebih jelas terlihat. Golongan miskin berbagai kebutuhan penduduknya.
dan kaya akan tampak sangat Pada tahun 1993, baru sekitar 14,7
kontras dan mencolok karena persen rumah tangga di perkotaan
kekayaan merupakan ciri khas yang memiliki sarana air bersih,
kehidupan perkotaan. Penampa- 55,3 persen memiliki listrik, dan 2,2
kannya yang paling kasat mata persen memiliki jaringan teleko-
adalah kondisi rumah dan munikasi. Dibandingkan dengan
lingkungan yang buruk, tidak pelayanan perkotaan lainnya,
sehat, serta tidak memiliki pengadaan listrik terlihat paling
kelengkapan infrastruktur yang baik. Pelayanan listrik di beberapa
memadai (Kompas, 11 Juli 1996), kota seperti Medan, Bandung,
meskipun dari segi penghasilan, Semarang, dan Banjarmasin,
pendapatan nominal penduduk bahkan hampir mencapai 100
perkotaan lebih tinggi dibanding- persen. Secara nasional, pelayanan
kan dengan penduduk pedesaan. telekomunikasi yang merupakan
Hasil penelitian Pusat Studi salah satu kebutuhan hidup
Kependudukan Unpad, 1991, modern perkotaan hanya mencapai
menunjukkan bahwa pendapatan 2,2 persen dari jumlah penduduk.
yang diperoleh penduduk miskin di Di kota-kota besar persentase
perkotaan Jakarta lebih baik sekitar pelayanan telekomunikasi ini
Rp5.600,00 daripada pendapatan setidak-tidaknya harus melampaui
penduduk pedesaan. Pendapatan enam kali pencapaian nasional
penduduk perkotaan tersebut tersebut. Sarana transportasi per-

64
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia

kotaan juga masih sangat kurang yang tidak dapat masuk ke sektor
jumlahnya, terutama untuk informal disebabkan banyaknya
pemenuhan kebutuhan masyarakat hambatan, antara lain, peraturan
(mass rapid transportation). Demikian yang dikeluarkan oleh pemerintah
halnya dengan sarana-prasarana kota, menjadi penganggur.
perkotaan lainnya. Pertumbuhan sektor industri di
Tingginya harga tanah, terutama pusat perkotaan makin mendorong
di lokasi yang strategis, dan lajunya angka pertumbuhan per-
spekulasi-spekulasi terhadap harga kotaan di Indonesia. Selain itu,
tanah menyebabkan ketersediaan terkonsentrasinya penduduk dan
tanah menjadi terbatas. Keadaan ini lokasi industri menyebabkan
mendorong tumbuhnya gubuk- meningkatnya polusi di perkotaan.
gubuk yang tidak layak di Keadaan ini dapat menyebabkan
perkotaan. Sementara itu, di sisi menurunnya kualitas kehidupan
lain, kelompok berpendapatan manusia dan merusak sumber alam
tinggi biasanya mempunyai yang dibutuhkan untuk proses
beberapa rumah berukuran besar pembangunan berkelanjutan.
dan tanah yang luas pula. Hal ini Degradasi lingkungan perkotaan
menyebabkan penggunaan tanah semakin lama semakin dikenal
menjadi tidak efisien. Demikian sebagai salah satu dampak
pula dengan air. Golongan miskin sampingan yang serius dari
harus membayar kebutuhan akan perkembangan ekonomi di
air, bahkan mereka membayar 20- Indonesia.
50 kali lebih mahal daripada Sampah menjadi sumber utama
penduduk kaya (Kompas, 4 Juni dari kontaminasi permukaan air.
1996). Sebagai contoh, di Jakarta endapan
Permasalahan lainnya yang sampah setempat menciptakan
menonjol adalah adanya perbedaan sebuah muatan polusi Biochemical
dalam pertumbuhan ekonomi. Oxygen Demand (BOD) 152 ton/
Sebagai akibat dari konsentrasi hari, berasal dari sekitar 24.025 ton
kegiatan-kegiatan ekonomi (indus- sampah per hari. Sekitar 17 persen
tri dan jasa) di perkotaan maka di antaranya (4.084 ton/hari) tidak
terjadi peningkatan migrasi desa- dapat ditanggulangi oleh Dinas
kota. Sektor informal perkotaan Kebersihan. Dari jumlah yang tidak
telah menjadi pilihan pekerjaan tertanggulangi tersebut 6 persen
yang jelas bagi para migran yang terbuang di sungai-sungai setem-
tidak memiliki keahlian dan pat, 4 persen tercecer di lapangan/
kemampuan. Sektor informal ini lokasi, 6 persen dimanfaatkan oleh
telah memainkan peran penting masyarakat (Dinas Kebersihan DKI
dalam penyediaan lapangan kerja. Jakarta, 1994). Selain itu, polusi
Akan tetapi, beberapa dari mereka terhadap air juga disebabkan oleh

65
Prijono Tjiptoherijanto

kurangnya fasilitas sanitasi yang karena penduduk kota harus


memadai. Sensus Penduduk 1990 membayar kondisi kongesti dan
menunjukkan bahwa hanya kira- lingkungan hidup yang mem-
kira 45 persen penduduk di pengaruhi kesehatan dan kesejah-
Indonesia mempergunakan fasilitas teraan mereka. Kemacetan lalu
kamar kecil pribadi atau umum. lintas dapat menyebabkan suatu
Antara 15 sampai 40 persen sampah kerugian bagi masyarakat yang
keras perkotaan tidak dikumpul- terlihat dengan lamanya waktu
kan, dan tidak semua sampah yang perjalanan antara rumah dan
terkumpul diproses dalam suatu tempat kerja, ditambah kemungkin-
cara yang aman dan bersih. an stres yang terjadi dan gangguan
Polusi industri di Indonesia kejiwaan lainnya.
cenderung terpusat di perkotaan. Banyak penduduk miskin
Bersamaan dengan pertumbuhan pedesaan yang bermigrasi ke per-
industri yang terus-menerus, beban kotaan hanya sekedar mengubah
polusi terus meningkat. Pemantau- status mereka menjadi penduduk
an akhir mengenai hal ini memper- miskin perkotaan, tanpa terjadi
lihatkan bahwa pada 25 sampai 50 peningkatan yang berarti pada
persen polusi pada beberapa sungai kesejahteraan mereka. Hal ini
di Jawa disebabkan oleh industri- menyebabkan meningkatnya
industri besar. Air tanah juga jumlah pemukiman kumuh di
cenderung terkena polusi di perkotaan, penurunan kualitas
perkotaan karena kualitas air lingkungan hidup, penurunan
mengalami penurunan akibat kualitas pelayanan infrastruktur
tercampur air garam, khususnya perkotaan yang mendasar, dan
karena perembesan air laut. makin terbatasnya kesempatan
Bank Dunia pada tahun 1994 kerja. Perbaikan lingkungan dan
memperkirakan bahwa di Jakarta, fasilitas umum bagi penduduk
biaya lingkungan dari polusi udara miskin perkotaan tidaklah mudah
dan air mencapai 1 miliyar dolar AS karena potensi mereka yang rendah
per tahun. Jakarta juga menderita sehingga membutuhkan pengada-
kehilangan secara berarti (sampai an subsidi yang cukup besar;
26 juta dolar AS) setiap tahunnya sementara kemampuan keuangan
akibat banjir. Biaya polusi air untuk menyediakan subsidi,
lainnya diperkirakan satu persen khususnya oleh pemerintah daerah,
dari pendapatan domestik Jakarta. sangat terbatas. Akibatnya, be-
Biaya ini diperlukan hanya untuk berapa dari daerah kumuh belum
merebus air minum. Meskipun dapat dilayani secara memadai oleh
pendapatan per kapita di perkotaan pemerintah daerah setempat.
meningkat, hal ini tidak men- Meskipun demikian, berbagai
cerminkan pendapatan sebenarnya infrastruktur dan pelayanan

66
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia

perkotaan di Indonesia telah Strategi pembangunan yang


meningkat secara berarti lebih dari dilakukan selama ini dengan
waktu ke waktu. Sebagai contoh, menekankan pada pertumbuhan
berdasar Laporan Bank Dunia, dari ekonomi (economic growth) diban-
tahun 1981 sampai 1989, kesem- dingkan dengan pembangunan
patan untuk mendapatkan aliran yang berkesinambungan (sustain-
listrik telah meningkat dari 46,7 able development) telah turut
persen menjadi 83,9 persen di mempengaruhi pola urbanisasi dan
perkotaan dan dari 5,6 persen pertumbuhan kota-kota di
menjadi 28,3 persen di pedesaan. Indonesia. Pertumbuhan kota yang
Demikian pula halnya kesempatan terlalu terkonsentrasi di Pulau Jawa
untuk mendapatkan air leding telah terbukti sangat rentan menghadapi
meningkat dari 38,6 persen menjadi krisis ekonomi yang berlangsung
51,5 persen di perkotaan dan dari dewasa ini. Oleh karena itu,
4,4 persen menjadi 10,4 persen di diperlukan suatu perubahan pola
pedesaan. kebijakan pembangunan ekonomi
yang lebih berwawasan kependu-
Kebijakan yang Diperlukan dukan (people centered development).
Strategi pembangunan ekonomi
Urbanisasi, seperti halnya kota-
yang berwawasan kependudukan
kota yang ada, akan terus ber-
bukanlah anti-pertumbuhan,
kembang sejalan dengan perkem-
namun dalam pendekatan ini,
bangan ekonomi dan kesejahteraan
kebijakan ekonomi makro harus
penduduk. Pemerintah tidak
memperhatikan kondisi kependu-
memiliki kewenangan melarang
dukan yang ada. Jika pendekatan
penduduk untuk mendatangi suatu
ini dilakukan, pertumbuhan
kota. Dengan demikian, kebijakan
ekonomi memang tidak terlalu
kota tertutup, sebagaimana yang
tinggi, namun ada suatu jaminan
pernah dilakukan terhadap kota
terjadinya kesinambungan pem-
Jakarta beberapa waktu yang lalu,
bangunan. Karena penduduk
tidak boleh diberlakukan kembali.
benar-benar menjadi subjek dan
Kebijakan tersebut selain ber-
objek pembangunan itu sendiri.*
tentangan dengan hak asasi, juga
Perencanaan spasial di negara-
terbukti tidak efektif untuk mem-
negara berkembang lebih didomi-
batasi arus pendatang.

* Suatu contoh mengenai pembangunan yang berwawasan kependudukan


dikaitkan dengan urbanisasi dan pengembangan kota adalah perlunya
kebijaksanaan untuk merelokasi kawasan industri keluar Pulau Jawa atau paling
tidak keluar kawasan Jabotabek. Kebijaksanaan ini memang untuk jangka
pendek sangat mahal biayanya, namun dalam jangka panjang akan berdampak
pada makin meratanya pembangunan, termasuk juga perkembangan dan
keseimbangan kota.

67
Prijono Tjiptoherijanto

nasi oleh pendekatan top-down (dari luasnya perlu diberikan kepada


atas). Penekanan pada pertumbuh- setiap daerah agar mampu
an ekonomi dalam jangka pendek mengatur dan menjalankan
menghasilkan pertumbuhan berbagai kebijakan yang dirumus-
ekonomi yang menakjubkan, kan sendiri guna peningkatan
namun dalam jangka panjang kesejahteraan masyarakat di daerah
menimbulkan berbagai distorsi atau kawasan yang bersangkutan.
dalam kegiatan ekonomi (Stohr and Melalui otonomi daerah, yang
Taylor, 1981; Rondinelli and berarti adalah desentralisasi
Ruddle, 1978). pembangunan, maka laju per-
Sebagai tanggapan atas tumbuhan antardaerah akan
pengaruh buruk dari tingginya semakin seimbang dan serasi
dominasi daerah perkotaan ter- sehingga pelaksanaan pembangun-
hadap proses pembangunan secara an nasional serta hasil-hasilnya
keseluruhan, pendekatan dari semakin merata di seluruh
bawah (bottom-up) kemudian Indonesia.
banyak dianut. Melalui pendekatan Beberapa kata kunci yang perlu
ini, tujuan utama seluruh proses diberikan penekanan pada
pembangunan adalah lebih meme- pembangunan daerah adalah (1)
ratakan kesejahteraan penduduk pembangunan daerah disesuaikan
daripada mementingkan tingkat dengan prioritas dan potensi setiap
pertumbuhan ekonomi (Hansen, daerah, dan (2) adanya keseim-
1981). Oleh karena itu, pendekatan bangan pembangunan antardaerah.
bottom-up berupaya mengoptimal- Kata kunci pertama mengandung
kan penyebaran sumber daya yang makna pada kesadaran pemerintah
dimiliki dan potensial ke seluruh untuk melakukan desentralisasi
wilayah. pembangunan, terutama berkaitan
Banyak pemerintah di negara- dengan beberapa sektor pem-
negara yang sedang membangun bangunan yang dipandang sudah
mengikuti aliran ini dengan mampu dilaksanakan di daerah
maksud lebih menyeimbangkan masing-masing.
pelaksanaan pembangunan, dalam Kata kunci kedua mengandung
arti memanfaatkan ruang dan makna pada adanya kenyataan
sumber daya secara lebih efisien. bahwa setiap daerah memiliki
Pendekatan bottom-up mengisya- potensi, baik alam, sumber daya
ratkan kebebasan daerah atau manusia, maupun kondisi geografis
wilayah untuk merencanakan yang berbeda-beda, yang menye-
pembangunan sendiri sesuai babkan ada daerah yang memiliki
dengan keperluan dan keadaan potensi untuk berkembang secara
daerah masing-masing. Oleh cepat dan sebaliknya ada daerah
karena itu, otonomi yang seluas- yang kurang dapat berkembang

68
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia

karena berbagai keterbatasan yang makro maka beberapa strategi


dimilikinya. Adanya perbedaan perencanaan spasial yang perlu
potensi antardaerah ini menyebab- dikembangkan antara lain sebagai
kan peran pemerintah pusat berikut.
sebagai pengatur kebijakan 1. Desentralisasi kota inti berarti
pembangunan nasional tetap pengurangan atau pembatasan
diperlukan agar timbul keselarasan, fungsi kota inti pada kota-kota
keseimbangan, dan keserasian sekitarnya. Sebaliknya, perlu
perkembangan semua daerah, baik meningkatkan fungsi kota-kota
yang memiliki potensi yang menengah dan kecil sehingga
berlebihan maupun yang kurang migrasi menuju kota inti dapat
berpotensi. dikendalikan. Jakarta, misalnya,
Dengan demikian, melalui menyandang multifungsi,
otonomi dalam pengaturan pen- antara lain, sebagai pusat
dapatan, sistem pajak, keamanan pemerintahan, perdagangan,
warga, sistem perbankan, dan distribusi barang, keuangan,
berbagai pengaturan lain yang pariwisata, pembangunan
dapat diputuskan daerah sendiri masyarakat, industri, dan lain
akan dimungkinkan perpindahan sebagainya. Multifungsi ini
penduduk secara sukarela dengan sebaiknya dibatasi dan sebagian
tujuan semata-mata peningkatan diserahkan ke kota sekitarnya.
kesejahteraan penduduk itu sendiri. Pengalaman Jabotabek me-
Pengalaman dan kenyataan yang nunjukkan hal ini. Keppres 53/
ditemui dalam arus dan per- 1989 tentang kawasan industri
pindahan penduduk di negara- secara tidak langsung telah
negara bagian Amerika Serikat meningkatkan peran kota kecil
ataupun negara-negara anggota di wilayah Botabek hingga
Uni Eropa telah menunjukkan tumbuh relatif cepat.
bahwa otonomi yang nyata dan 2. Kerja sama pembangunan
bertanggung jawab telah berhasil wilayah metropolitan (antarkota
mengarahkan mobilitas penduduk inti dan kota kecil di sekitarnya)
yang bersifat sukarela tersebut. atau kota besar dengan kota
Pada gilirannya, gerak perpindah- kecil di sekelilingnya adalah hal
an penduduk semacam ini tidak yang merupakan kunci utama
saja memberikan keuntungan pada dalam manajemen perkotaan.
para individu atau keluarga Kerja sama pembangunan
tersebut, tetapi juga memberikan tersebut harus disertai dengan
manfaat pada daerah baru tempat kesamaan persepsi terhadap
tujuan para migran tersebut. strategi pembangunan ekonomi
Di samping perlunya perubahan nasional sehingga pembagian
strategi pembangunan ekonomi peran dan fungsi kota dapat

69
Prijono Tjiptoherijanto

selaras dan serasi. Selain itu, tersebut. Hal ini sangat


juga perlu mengintegrasikan diperlukan untuk mengantisi-
program pembangunan infra- pasi permasalahan perkotaan,
struktur seperti transportasi, air terutama dalam koordinasi
minum, persampahan, dan pembangunan kota besar
jalan-jalan kota. Program pem- dengan kota sedang dan kecil di
bangunan yang perlu dilakukan sekitarnya serta mengendalikan
bersama harus disesuaikan pembangunan perkotaan sesuai
dengan perencanaan tata ruang dengan rencana tata ruang.
kota inti dan kota sedang/kecil 6. Peningkatan kemampuan
di sekitarnya sehingga jalan- aparatur Pemda baik tingkat I,
jalan kota, misalnya, dapat II, dan kecamatan, terutama
terhubung dan berfungsi sesuai yang berkaitan langsung
dengan rencana pengembangan dengan pelayanan kebutuhan
kota. Hal ini perlu pula masyarakat guna mengantisi-
ditunjang kerja sama dalam hal pasi masalah migrasi dan
pembiayaan, yaitu pada areal- urbanisasi di kota kecil dan
areal di wilayah perbatasan pedesaan.
antara kota inti dan kota 7. Pengembangan wilayah ter-
sedang/kecil ataupun antara padu dan pengawasan terpadu
kota sedang/kecil dengan kota secara langsung ditujukan
sedang/kecil lainnya. untuk meningkatkan pendapat-
3. Pengembangan manajemen an atau kesejahteraan masyara-
lahan ditujukan dalam upaya kat di pedesaan maupun di
penyediaan dan pemanfaatan perkotaan. Peningkatan kesejah-
tanah sesuai dengan tata ruang teraan ini lebih diutamakan
kota. pada masyarakat berpenghasil-
4. Pembangunan kota mandiri an rendah di daerah-daerah
disertai dengan kelengkapan potensial.
fasilitas-fasilitas kota sehingga 8. Peningkatan pembangunan
tidak membebani fasilitas kota perumahan dan pemukiman
lainnya. yang terjangkau masyarakat
5. Pengembangan kelembagaan luas serta berwawasan ling-
dalam penanganan pem- kungan diperlukan. Pengem-
bangunan perkotaan, terutama bangan sistem perencanaan,
di kota kecil dan kota pemantapan kelembagaan dan
menengah, dilakukan karena pola pembangunan pemukiman
sampai saat ini belum ada terpadu, peningkatan peran
lembaga khusus yang mena- serta masyarakat, serta pengem-
ngani administrasi dan mana- bangan perangkat perundang-
jemen pembangunan kota-kota undangan dan pelaksanaannya

70
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia

secara konsekuen juga di- Ketiga, urbanisasi dan per-


perlukan. kembangan kota adalah suatu
proses yang wajar dan tidak
Penutup mungkin dihindari sejalan dengan
perkembangan sosial-ekonomi
Dengan melihat pada berbagai
masyarakat. Lebih dari itu, kota-
data yang ada, dapat disimpulkan
kota sebenarnya memainkan
beberapa hal sebagai berikut.
peranan sentral dalam pem-
Pertama, urbanisasi di Indonesia
bangunan ekonomi nasional.
telah meningkat dengan sangat
Seperti dikemukakan oleh Bank
pesat dan akan terus berkembang.
Dunia, sekitar 60 persen GDP di
Demikian pula kota-kota di
negara-negara berkembang di-
Indonesia akan terus tumbuh.
produksi oleh perkotaan (Firman,
Konsentrasi kota-kota akan tetap
1996). Masalahnya adalah bagai-
berada di Pulau Jawa.
mana perkembangan urbanisasi
Kedua, secara spasial per-
dan perkembangan kota tersebut
kembangan kota-kota, terutama di
dapat dimaksimalkan untuk pem-
Pulau Jawa, akan membentuk
bangunan nasional. Untuk itu,
koridor-koridor perkotaan yang
diperlukan berbagai kebijakan
membentang antara kota-kota besar
berupa kebijakan pembangunan
dengan ciri semakin tidak tegasnya
wilayah sampai pada pengelolaan
perbedaan antara perkotaan (urban)
kota agar tidak timbul permasalah-
dan pedesaan (rural). Hal ini
an kota primat (primate city).
mencerminkan hubungan antar-
kota dan desa yang semakin
intensif.

71
Prijono Tjiptoherijanto

Referensi

Indonesia. Biro Pusat Statistik. 1997. Soegijoko, B.T., dan I. Bulkin. 1994.
Perpindahan penduduk dan Arah kebijaksanaan tata ruang
urbanisasi di Indonesia: hasil Supas nasional, Prisma, 23(2): 21-40.
1995. Jakarta. Stohr and Taylor, F. 1981.
Firman, Tommy. 1996. Pola Development from above or below?:
urbanisasi di Indonesia: kajian data the dialectics of regional planning
Sensus Penduduk 1980 dan 1990. in development countries.
Kantor Menteri Negara Chichester: John Wiley and
Kependudukan dan Lembaga Sons.
Demografi Fakultas Ekonomi United Nations. Economic and
Universitas Indonesia. Social Commission for Asia and
Hansen. 1981. Development from The Pacific. 1993. State of
above: the center-down urbanization in Asia and the
development paradigm dalam Pacific. New York.
W.B. Stohr and F. Taylor, eds. Wirosuhardjo, Kartomo. 1992.
Development from above or below? Masalah urbanisasi di Indonesia
the dialectics of regional planning menjelang tinggal landas. Jakarta.
in developing countries.
Chichester: John Wiley and
Sons.
Rondinelli and Ruddle K. 1978.
Urbanization and rural develop-
ment: a spatial policy for equitable
growth. New York: Praeger.

72

Anda mungkin juga menyukai