Prijono Tjiptoherijanto**
Abstract
Urbanization is not simply the phenomenon of a population problem, but is also
a political, social, cultural, and economic phenomena. Study of urbanization patterns
is important due to abundance reports which point out that rapid expansion of the
population growth rate, living in big cities has increased enormously. The problems
associated with exaggerated growth may create a primary city, that in its excessive
process will have negative and disadvantage impacts for the development and the
well-being of such a city.
The omnipresent growth of slums, the underprivileged areas in the center
and the outskirts of a city has provided a robust evidence that the proper plans at
the heart of this, is paramount importance to the city development with regard to
its inhabitants. Effective solutions to urbanization problems and to establish a
relevant city development are to utilize effeciency in people empowerment as well
as the equitable distribution of the public welfare, not just cosmetic and artificiality
of the city development plan.
Pendahuluan
Secara populer urbanisasi artinya dengan kota (city). Yang
diartikan sebagai perpindahan dimaksud dengan perkotaan
penduduk dari pedesaan menuju (urban) adalah daerah atau wilayah
perkotaan. Namun, sesungguhnya yang memenuhi 3 persyaratan
arti tersebut di atas tidaklah yaitu:
seluruhnya benar. Pengertian 1. kepadatan penduduk 500 orang
urbanisasi yang sesungguhnya atau lebih per kilometer persegi,
adalah proporsi penduduk yang 2. jumlah rumah tangga yang
tinggal di perkotaan (urban area). bekerja di sektor pertanian
Perkotaan (urban area) tidak sama
58
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia
59
Prijono Tjiptoherijanto
Tabel 2
Penduduk Daerah Perkotaan menurut Propinsi
Tahun 1980, 1990, dan 1995 (%)
Tahun
Propinsi
1980 1990 1995
DI Aceh 8,94 15,81 20,54
Sumatra Utara 25,45 35,48 41,09
Sumatra Barat 12,71 20,22 25,06
Riau 27,12 31,67 34,36
Jambi 12,65 21,41 27,16
Sumatra Selatan 27,37 29,34 30,31
Bengkulu 9,43 20,37 25,71
Lampung 12,47 12,44 15,71
DKI Jakarta 93,36 99,62 100,00
Jawa Barat 21,02 34,51 42,69
Jawa Tengah 18,74 26,98 31,90
DI Yogyakarta 22,08 44,42 58,05
Jawa Timur 19,60 27,43 32,06
Bali 14,71 26,43 34,31
Nusa Tenggara Barat 14,07 17,12 18,85
Nusa Tenggara Timur 7,51 11,39 13,88
Timor-Timur - 7,79 9,51
Kalimantan Barat 15,77 19,96 21,66
Kalimantan Tengah 10,30 17,56 22,47
Kalimantan Selatan 21,35 27,06 29,96
Kalimantan Timur 39,84 48,78 50,22
Sulawesi Utara 16,76 22,78 16,28
Sulawesi Tengah 8,95 16,43 21,87
Sulawesi Selatan 18,08 24,53 28,27
Sulawesi Tenggara 9,34 17,02 22,38
Maluku 10,84 18,97 24,57
Irian Jaya 20,22 23,97 25,76
Indonesia 22,27 30,90 35,91
Sumber: BPS, 1997
60
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia
61
Prijono Tjiptoherijanto
* Ada berbagai versi dalam mengukur indeks primasi ini. Pertama, rasio antara
jumlah penduduk kota utama (terbesar) terhadap jumlah penduduk kota terbesar
kedua; serta kedua, rasio antara penduduk kota terbesar terhadap jumlah
penduduk total tiga kota terbesar berikutnya.
62
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia
63
Prijono Tjiptoherijanto
64
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia
kotaan juga masih sangat kurang yang tidak dapat masuk ke sektor
jumlahnya, terutama untuk informal disebabkan banyaknya
pemenuhan kebutuhan masyarakat hambatan, antara lain, peraturan
(mass rapid transportation). Demikian yang dikeluarkan oleh pemerintah
halnya dengan sarana-prasarana kota, menjadi penganggur.
perkotaan lainnya. Pertumbuhan sektor industri di
Tingginya harga tanah, terutama pusat perkotaan makin mendorong
di lokasi yang strategis, dan lajunya angka pertumbuhan per-
spekulasi-spekulasi terhadap harga kotaan di Indonesia. Selain itu,
tanah menyebabkan ketersediaan terkonsentrasinya penduduk dan
tanah menjadi terbatas. Keadaan ini lokasi industri menyebabkan
mendorong tumbuhnya gubuk- meningkatnya polusi di perkotaan.
gubuk yang tidak layak di Keadaan ini dapat menyebabkan
perkotaan. Sementara itu, di sisi menurunnya kualitas kehidupan
lain, kelompok berpendapatan manusia dan merusak sumber alam
tinggi biasanya mempunyai yang dibutuhkan untuk proses
beberapa rumah berukuran besar pembangunan berkelanjutan.
dan tanah yang luas pula. Hal ini Degradasi lingkungan perkotaan
menyebabkan penggunaan tanah semakin lama semakin dikenal
menjadi tidak efisien. Demikian sebagai salah satu dampak
pula dengan air. Golongan miskin sampingan yang serius dari
harus membayar kebutuhan akan perkembangan ekonomi di
air, bahkan mereka membayar 20- Indonesia.
50 kali lebih mahal daripada Sampah menjadi sumber utama
penduduk kaya (Kompas, 4 Juni dari kontaminasi permukaan air.
1996). Sebagai contoh, di Jakarta endapan
Permasalahan lainnya yang sampah setempat menciptakan
menonjol adalah adanya perbedaan sebuah muatan polusi Biochemical
dalam pertumbuhan ekonomi. Oxygen Demand (BOD) 152 ton/
Sebagai akibat dari konsentrasi hari, berasal dari sekitar 24.025 ton
kegiatan-kegiatan ekonomi (indus- sampah per hari. Sekitar 17 persen
tri dan jasa) di perkotaan maka di antaranya (4.084 ton/hari) tidak
terjadi peningkatan migrasi desa- dapat ditanggulangi oleh Dinas
kota. Sektor informal perkotaan Kebersihan. Dari jumlah yang tidak
telah menjadi pilihan pekerjaan tertanggulangi tersebut 6 persen
yang jelas bagi para migran yang terbuang di sungai-sungai setem-
tidak memiliki keahlian dan pat, 4 persen tercecer di lapangan/
kemampuan. Sektor informal ini lokasi, 6 persen dimanfaatkan oleh
telah memainkan peran penting masyarakat (Dinas Kebersihan DKI
dalam penyediaan lapangan kerja. Jakarta, 1994). Selain itu, polusi
Akan tetapi, beberapa dari mereka terhadap air juga disebabkan oleh
65
Prijono Tjiptoherijanto
66
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia
67
Prijono Tjiptoherijanto
68
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia
69
Prijono Tjiptoherijanto
70
Urbanisasi dan Pengembangan Kota di Indonesia
71
Prijono Tjiptoherijanto
Referensi
Indonesia. Biro Pusat Statistik. 1997. Soegijoko, B.T., dan I. Bulkin. 1994.
Perpindahan penduduk dan Arah kebijaksanaan tata ruang
urbanisasi di Indonesia: hasil Supas nasional, Prisma, 23(2): 21-40.
1995. Jakarta. Stohr and Taylor, F. 1981.
Firman, Tommy. 1996. Pola Development from above or below?:
urbanisasi di Indonesia: kajian data the dialectics of regional planning
Sensus Penduduk 1980 dan 1990. in development countries.
Kantor Menteri Negara Chichester: John Wiley and
Kependudukan dan Lembaga Sons.
Demografi Fakultas Ekonomi United Nations. Economic and
Universitas Indonesia. Social Commission for Asia and
Hansen. 1981. Development from The Pacific. 1993. State of
above: the center-down urbanization in Asia and the
development paradigm dalam Pacific. New York.
W.B. Stohr and F. Taylor, eds. Wirosuhardjo, Kartomo. 1992.
Development from above or below? Masalah urbanisasi di Indonesia
the dialectics of regional planning menjelang tinggal landas. Jakarta.
in developing countries.
Chichester: John Wiley and
Sons.
Rondinelli and Ruddle K. 1978.
Urbanization and rural develop-
ment: a spatial policy for equitable
growth. New York: Praeger.
72