References
1. Barber LA. Clean technique or sterile technique? Lets take a moment to think. J Wound
Ostomy Continence Nurs 2002;29:29-32.
2. Perelman VS, Francis GJ, Rutledge T, Foote J, Martino F, Dranitsaris G. Sterile versus
nonsterile gloves for repair of uncomplicated lacerations in the emergency department: A
randomized controlled trial. Ann Emerg Med 2004;43:362-70.
3. Stotts NA, Barbour S, Griggs K, et al. Sterile versus clean technique in postoperative wound
care of patients with open surgical wounds: A pilot study. J Wound Ostomy Continence Nurs
1997;24:10-8.
4. Lawson C, Juliano L, Ratliff CR. Does sterile or nonsterile technique make a difference in
wounds healing by secondary intention? Ostomy Wound Manage 2003;49:56-8,60.
Posted by Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN. at 06:15:00
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Abstract
BACKGROUND
Many patients cannot afford sterile dressings. In St John, New Brunswick, clean dressings
have been used instead of sterile dressings for years, with no apparent ill effects. No previous
studies have compared the sterility and cost of clean versus sterile dressing materials.
OBJECTIVES
The goals of the present study were to answer the following questions: how much more
sterile are sterile dressings than clean dressings; and how much does this extra sterility cost?
METHODS
Sterility and cost of sterile gauze, panty liners, sanitary napkins, diapers and Coban tape (3M,
USA) were compared. Samples, 2 cm 2 cm in size, were cut out of each material under
aseptic conditions, and delivered to the microbiology laboratory in sterile urine containers.
The samples were then cultured and organisms were identified using conventional means.
RESULTS
The cost for one month, using one 20 cm 5 cm wound dressing daily, was calculated and
compared with panty liners ($2.43), sanitary napkins ($5.55), diapers ($9.39) and Coban tape
($0.66), which were much cheaper than sterile dressings ($16.50). How sterile were the
dressings? None of the 20 sanitary napkins grew bacteria, one of the 20 panty liners grew
bacteria (coagulase-negative Staphylococcus), two of 20 sterile dressings grew bacteria (one
coagulase-negative Staphylococcus and one nonhemolytic Streptococcus), 15 of 20 diapers
grew bacteria (all bacillus) and two of five Coban rolls grew bacteria (one bacillus and one
coagulase-negative Staphylococcus). read more
Source:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2539027/
Posted by Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN. at 07:02:00
Minggu, 01 Maret 2009
MANAJEMEN LUKA: TIME APPROACH
Luka bukan hanya masalah lubang pada kulit tapi lebih dari itu ada banyak aspek
yang perlu dipertimbangkan untuk mencapai tujuan tertutupnya lubang tersebut. Untuk itu
perlu sebuah pendekatan sistematis dalam mendesain kerangka kerja agar tujuan
penyembuhan luka dapat tercapai.
Falanga (2004) mengembangkan kerangka kerja yang dikenal sebagai TIME untuk
mendukung pendekatan yang lebih komprehensif dalam perawatan luka kronik. Istilah ini
kemudian dimodifikasi eleh European Wound Management Association WBP Advosory
Board untuk memaksimalkan penggunaannya agar lebih universal. Adapun kerangka kerja
TIME adalah sebagai berikut:
T : Tissue Management.
M : Moisture balance.
A. TISSUE MANAGEMENT
Tissue management atau manajemen jaringan luka ditujukan untuk menyiapkan bantalan
luka. Oleh karena itu dipandang perlu untuk segera melakukan debridement untuk
mengangkat jaringan nekrotik dan slough. Debridement dapat dilaksanakan dengan
berbagai cara, yaitu:
1. Autolytic debridement.
2. Biological debridement.
Maggots atau belatung berasal dari larva lalat lucilia sericata yang mensekresikan
enzim yang dapat memecah jaringan nekrotik menjadi semi-liquid form (lunak)
sehingga dapat dicerna oleh belatung dan hanya meninggalkan jaringan yang sehat
(Thomas, 2001).
3. Enzymatic debridement.
4. Mechanical debridement.
Merupakan metode debridement yang paling cepat namun tidak cocok untuk semua
jenis luka (utamanya luka dengan perfusi jelek) selain itu sharp/surgical debridement
dapat menimbulkan resiko perdarahan, oleh karena itu harus dilaksanakan oleh
petugas yang telah kompeten, terlatih dan profesional (Faibairn, et el., 2002).
Luka kronik selalu dianggap terkontaminasi sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang
pada akhirnya akan mengakibatkan infeksi. Sibbald (2002) menggambarkan pentingnya
mempertahankan keseimbangan bakteri ketika luka terkontaminasi atau terkolonisasi oleh
bakteri tapi tidak mengganggu proses penyembuhan. Jika luka tidak sembuh dengan
penggunaan topical therapy, penggunaan antibiotic sistemik dapat dipertimbangkan,
utamanya jika terjadi infeksi jaringan dalam.
Schultz et al. (2003) menekankan pentingnya debridement sebab dapat mengurangi
jumlah bakteri dengan mengangkat jaringan yang mati. Penggunaan belatung untuk
debridement juga sangat berguna bahkan dapat mencerna dan menghancurkan bakteri,
termasuk MRSA (Thomas, 2001).
Untuk pengunaan antiseptic topical seperti slow-release silver dan iodine hanya
menunjukkan efektifitas dalam dua minggu (Edmonds et al., 2004;Moffat et al., 2004).
Topical antibiotic sangat tidak direkomendasikan karena resiko resistensi.
C. MOISTURE BALANCE
Luka dapat memproduksi eksudat mulai dari jumlah sedikit, sedang, hingga banyak.
Luka dengan eksudat yang banyak dapat menyebabkan maserasi pada kulit sekitar luka
dilain pihak luka dengan eksudat sedikit atau tidak ada dapat menjadi kering. Oleh karena
itu perlu ada keseimbangan kelembaban pada luka. Untuk menjaga keseimbangan
kelembaban (moisture balance) pada luka maka dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain:
1. Untuk luka dengan eksudat yang sangat banyak, gunakan balutan yang memiliki daya
serap yang tinggi. Contohnya alginate, foams, dan hydrofiber dressing. Bila tidak ada
dapat dimodifikasi misalnya penggunaan pampers dan pembalut.
2. Untuk luka dengan eksudat yang produktif seperti sinus dan fistula, dapat digunakan
system kantong untuk menampung eksudat. system kantong dapat mencegah
resiko kontaminasi kulit sekitar luka (yang mungkin masih sehat) dari eksudat,
volume dan warna eksudat dapat dipantau, dan bau eksudat dapat dikontrol. Untuk
aplikasi system kantong dapat digunakan stoma bag, urostomy bag, fistula bag, atau
bila tidak ada dapat digunakan parcel dressing.
Apapun metode yang digunakan untuk menciptakan moisture balance, yang paling
penting adalah perawatan kulit sekitar luka. Eksudat yang berlebihan dapat menimbulkan
maserasi atau dermatitis irritant (Cutting & White, 2002).
Untuk perawatan tepi luka dapat dilakukan dengan mengontrol eksudat agar tidak
mengenai tepi luka, memberi kelembaban pada kulit sekitar luka dapat menggunakan
skin tissue, skin lotion, dll.
Referensi
1. Carol Dealey (2005): The wound care of wounds: a guide for nurses, Blackwell
Publishing Ltd.
2. Saldy Yusuf (2008): Panduan Praktis Perawatan Luka: an evidence approach for
wound healing. STIKes Bina Bangsa Majene.