doc
TpRSUD dr RSUD KOTA LANGSA Jln. Jend. A. Yani No. 1 Kota Langsa ALUR PASIEN
TUBERKULOSIS DI INSTANSI RAWAT JALAN NO. DOKUMEN NO. REVISI
HALAMAN 1/2 PROSEDUR TETAP TANGGAL TERBIT Ditetapkan, Direktur RSUD
Kota Langsa dr. HERMAN I Pembina TingkatI/IVb NIP 19630923 200003 1 001
PENGERTIAN Suatu alur penatalaksanaan pasien atau suspek pasien tuberkulosis yang
datang melalui instalansi rawat jalan. TUJUAN Sebagai acuan penatalaksanaan pasien atau
suspek pasien tuberkulosis selama mendapatkan pelayanan di instalansi rawat jalan, ditujukan
terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan
sehingga mampu memutuskan rantai penularan tuberkulosis. KEBIJAKAN Keputusan
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Nomor 445/65/SK/2015 tentang
Penetapan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa. PROSEDUR A.
Untuk pasien TB Paru-Paru Setiap pasien yang dicurigai menderita Tuberkulosis Paru
harus diberi masker untuk dipakai mulai saat pendaftaran, selama menjalani pemeriksaan
sampai mendapatkan diagnosis. Masker tersebut harus selalu dipakai sampai terbukti
bahwa pasien yang bersangkutan tidak menderita Tuberkulosis paru. Pasien yang dicurigai
menderita Tuberkulosis Paru harus ditempatkan terpisaj dari kelompok pasien lain dan
mendapat prioritas untuk diperiksa lebih dahulu Pasien yang oleh dokter didiagnosis
Tuberkulosis Paru baik dari rawat inap maupun rawat jalan selanjutnya terapi di RSUD
KOTA LANGSA Jln. Jend. A. Yani No. 1 Kota Langsa ALUR PASIEN TUBERKULOSIS
DI INSTANSI RAWAT JALAN NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN 2/2
PROSEDUR poliklinik DOTS untuk mendapatkan terapi Tuberkulosis, penyuluhan, serta
pencatatan. B. Untuk pasien TB Paru lama/kontrol Pasien yang telah memulai pengobatan TB
Paru di poliklinik DOTS melanjutkan pengobatan seterusnya langsung di poliklinik
DOTS, tanpa melalui poliklinik lainnya. Pasien kontrol mendaftar langsung di poliklinik
DOTS Verifikasi administrasi, pengambilan status, serta pengambilan karcis kunjungan
dilakukan secara kolektif oleh petugas. Pasien kontrol yang telah mendapatkan terapi dan
follow-up di poliklinik DOTS dan tidak dikonsul kebagian lain diperbolehkan langsung
pulang. C. Untuk pasien TB Extra Paru Pasien yang dicurigai menderita TB Extra Paru
selanjutnya akan ke poliklinik DOTS untuk mendapatkan terapi tuberkulosis penyuluhan
serta pencatatan Pasien TB Extra Paru yang telah memulai pengobatan di poliklinik
DOTS melakukan follow-up di bagian yang merujuk/mendiagnosis. Pasien TB Extra
Paruyang telah mendapatkan follow-up dibagian masing-masing akan mengambil obat
dipoliklinik DOTS, dan jika tidak dikonsul dibagian lain diperbolehkan langsng pulang.
UNIT TERKAIT Instalasi Gawat Darurat Instalasi Rawat Inap Instalasi Rawat
Jalan
TIM DOTS
PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG UPT DINAS KESEHATAN PUSKESMAS BANYUANYAR Jl. Mutiara
No. 85 Banyuanyar Sampang Telp. (0323) 322615 KERANGKA ACUAN KEGIATAN PENGOBATAN TB I.
PENDAHULUAN Semakin meningkatnya penderita TB di wilayah puskesmas Banyuanyar masyarakat
mulai menuntut pelayanan yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu. Dengan semakin
meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan, maka fungsi PUSKESMAS
sebagai pemberi pelayanan kesehatan secara bertahap terus ditingkatkan agar menjadi efektif dan
efisien serta memberi kepuasan terhadap pasien, keluarga dan masyarakat. Berdasarkan hal itu
maka peningkatan mutu pelayanan kesehatan PUSKESMAS perlu dilakukan di semua kalangan
masyarakat II. TUJUAN 1. Tujuan Umum Agar pasien berobat secara tuntas sesuai dengan kategori
pasien TB 2. Tujuan Khusus a. Mengurangi angka kesakitan penderita TB b. Memutus sumber
penularan III. MANFAAT a. Menyebuhkan pasien TB b. Memutus rantai penularan penyakit TB IV.
PELAKSANAAN a. Waktu dan tempat Tempat : 8 Desa di wilayah puskesmas banyuanyar Waktu
pelaksanaan : selama 1 hari, Sasaran : Pasien, keluarga b. Tim pelaksana Tim teknis terdiri dari : a.
Penanggung jawab program b. Anggota 1 orang V. METODE Metode yang digunakan wawancara VI.
ANGGARAN - Sampang, Kepala Puskesmas Banyuanyar dr.Indah Nur Susanti Nip : 19720302 200212
2 005 PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS BANYUANYAR Jl.
Mutiara No. 85 Banyuanyar Sampang Telp. (0323) 322615 KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH
PADA SASARAN POSYANDU 1. PENDAHULUAN Dalam rangaka mencapai dan mempertahankan Desa
UCI, analisa PWS harus di ikuti dengan tindak lanjut . Hasil laporan tiap bulan yang cenderung kurang
dari sasaran tiap bulan merupakan beban yang harus d capai setiap bulan pada periode berikutnya.
Dengan kegitan kunjungan rumah pada sasaran posyndu kita bisa memenuhi laporan tiap bulannya
sesuai dengan sasaran yang di hrapkan dalam bentuk kegiatan sweeping atau penyisiran. II. TUJUAN
Tercapainya sasaran imunisasi baik tingkat desa maupun tingkat puskesmas. 1. Tujuan Khusus a.
Memenuhi status sasaran yang belum terpenuhi III. Menggerakkan sasaran unt 2. Tujuan Umum b.
uk selalau aktif datang ke posyandu c. Agar bayi terimunisasi lengkap sebelum usia 1 tahun. IV.
MANFAAT a. Merupakan upaya dalam pemenuhan sattus imunisasi bayi. V. PELAKSANAAN a. Waktu
dan tempat Tempat : 8 Desa di wilayah puskesmas banyuanyar Waktu pelaksanaan : selama 1 hari,
Sasaran : bayi yang tidak berkunjung ke posyandu. b. Tim pelaksana Bidan Wilayah dan ppelaksana
imunisasi di desa a. METODE Metode yang digunakan kegiatan kunjungan rumah b. ANGGARAN Di
bebankan pada dana BOK Sampang, Kepala Puskesmas Banyuanyar dr.Indah Nur Susanti Nip :
19720302 200212 2 005
Search
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB
baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Penyakit ini hampir selalu fatal tanpa
pengobatan, penderita TB di Indonesia mencapai sekitar 583.000 kasus per tahun. Secara nasional
TB membunuh kira-kira 140.000 orang per tahun atau setiap hari 43 orang meninggal karena
penyakit TB ini.(1) Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien
TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien
sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada
539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi Tuberculosis dilaporkan meningkat
secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini
biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi
menengah ke bawah. Tuberculosis merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan
atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan
terapi yang cukup lama.(1) WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam
penanggulangan TB sejak tahun 1995. Penanggulangan tuberculosis dengan strategi DOTS bertujuan
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai penularan, serta
mencegah terjadinya MDR-TB yang mana salah satu faktor risiko terjadinya MDR TB adalah terapi TB
yang terputus. Perluasan strategi DOTS ke rumah sakit merupakan tantangan besar bagi
keberhasilan Indonesia dalam mengendalikan TB. Dalam perkembangannya saat ini sekitar 40% dari
seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia telah melaksanakan strategi DOTS. Hasil monitoring dan
evaluasi yang dilakukan oleh tim TB External Monitoring Mission pada tahun 2005 dan evaluasi yang
dilakukan oleh WHO serta program nasional TB menunjukkan bahwa meskipun angka penemuan
kasus TB di rumah sakit cukup tinggi, angka keberhasilan pengobatan masih rendah yaitu dibawah
50% dengan angka default yang mencapai 50% sampai 80%.(2,3) Jika tidak ditangani secara tepat,
mortalitas penyakit ini mendekati 100%, tetapi dengan pengobatan yang dini dan adekuat mortalitas
dapat di tekan. Karena itu penanggulangan TB tidak hanya terkait dengan masalah kesehatan saja
namun juga mencakup masalah sosial, ekonomi, sikap dan prilaku penderita perlu mendapat
perhatian. Karena itu sangat penting untuk mengenal, mendiagnosa, secara dini dan melakukan
pengobatan yang adekuat terhadap penderita TB. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular melalui udara yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB biasanya mempengaruhi paru-paru tetapi juga dapat
mempengaruhi organ lain dari tubuh. Biasanya diobati dengan regimen obat yang diambil selama
enam bulan sampai dua tahun, tergantung pada jenis infeksi.(4) Bila seseorang menghirup droplet
yang mengandung M.tuberculosis dari orang yang terinfeksi, M.Tuberculosis aka masuk ke dalam
tubuh bereaksi dengan imunitas tubuh. Sebagian besar bakteri m.tuberculosis terjebak di jalur nafas
atas dan dikeluarkan oleh sel mukosa bersilia, hanya sedikit bakteri tb sampai ke alveoli sehingga
tidak ada aktivitas khusus oleh makrofag. Bila bakteri sekresi C2a dari dindingnya + opsonisasi C3b
dari bakteri untuk merusak makrofag, barulah makrofag aktif.(4) Pada fase inisial (asimptomatik),
basil MTB multiplikasi dan dengan cepat membunuh makrofag yang memberi signal kemotaksis
sehingga monosit non aktif datang dari darah ke tempat tersebut untuk memfagosit basil yang
dihasilkan dari makrofag yang lisis. Setelah 2-4 minggu, tubuh memberi respon terhadap
perkembangan MTB dengan terjadinya: 1. Kerusakan jaringan akibat dari hipersensitivitas lambat. 2.
Aktivasi makrofag untuk membunuh dan mencerna MTB yang akibatnya terbentuk pengkijuan
sebagai lesi primer.(4) 2.2. Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberculosis Primer Penularan
tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet nuclei
dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembapan. Bila partikel
infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel
dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali
oleh neutrofil, kemudian oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.(5) Bila
kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Dari sini dapat
terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk
sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer (focus) Ghon.
Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru dan bisa juga menuju organ lain di luar
paru.(5) Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
local) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening (limfadenitis regional). Sarang primer
limfangitis local+ limfadenitis regional membentuk kompleks primer. Semua proses ini selanjutnya
dapat menjadi : (5) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat Sembuh dengan meninggalkan
sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic, kalsifikasi di hilus, dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman
yang dormant Berkomplikasi dan menyebar secara : perkontinuitatum, bronkogen, limfogen, dan
hematogen. Tuberculosis Pasca Primer Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa (tuberculosis post
primer/ TB sekunder). Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,
alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan
sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.(1,5) Sarang dini ini
mula-mula juga terbentuk sarang pneumoni kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel
yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langhans (sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.(1,5) TB pasca primer juga
dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah
kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang ini dapat menjadi : (1,5) Direabsorbsi kembali dan
sembuh tanpa meninggalkan cacat Sarang yang meluas, tapi segera menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan
ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan
keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadi kavitas. Di sini lesi sangat kecil, tetapi bakteri
sangat banyak, kavitas dapat meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi
kavitas ini masuk ke dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Lesi ini juga dapat
memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma, menjadi cair dan kavitas lagi. Dapat
juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil.(1,5) 2.3. Penemuan Pasien TB A. Gejala
Klinis Keluhan yang dapat dirasakan penderita antara lain:(6,7) 1. Demam. Demam biasanya
subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan mencapai 40-41C.
Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar , tetapi kemudian dapat timbul kembali. 2.
Batuk/batuk darah. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang luar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang
lanjut adalah batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. 3. Sesak napas. Sesak napas
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin
kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain. B. Pemeriksaan Fisik Dan
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan fisik(6) Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak
menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
asimptomatik. Penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada
pemeriksaan rutin atau uji tuberculin yang positif. a. Inspeksi: Inspeksi keadaan umum pasien,
mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, demam, badan kurus
atau berat badan menurun. b. Palpasi : Sulit menilai dari palpasi dinding dada c. Perkusi : Tempat
kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak paru). Bila dicurigai ada
infiltrate yang cukup luas, maka didapatkan perkusi yang redup. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timfani. Bila tuberculosis mengenai pleura, tejadi
efusi pleura, pada perkusi terdengar suara beda. d. Auskultasi : TB paru yang menimbulkan infiltrat
yang luas didapatkan auskultasi suara napas bronchial, didapatkan juga suara napas tambahan
berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi oleh penebalan pleura, suara
napas menjadi vesikuler melemah. Pada efusi pleura akibat TB Paru menimbulkan suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar sama sekali pada auskultasi toraks. Pemeriksaan Penunjang(6) a.
Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Untuk pemeriksaan TB paru, semua pasien susupek TB diperiksa 3
spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu. Diagnosis TB paru ditegakkan
dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pemeriksaan dahak mikroskopis juga digunakan untuk
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Sewaktu : dahak
dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek
membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. Pagi : dahak
dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua , segera setalah bangun tidur. Sewaktu : dahak
dikumpulkandi UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. b. Pemeriksaan Biakan (kultur
TB) Berfungsi untuk mengidentifikasi M.tuberkulosis ( gold standard), dan untuk mengetahui apakah
kuman BTA pada pasien tersebut masih peka/sensitive terhadap OAT yang digunakan atau sudah
persisten. Indikasi kultur TB dan uji resistensi OAT : Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan
kekebalan ganda c. Pemeriksaan Radiologis Lokasi lesi tuberkulosis biasanya di apeks paru (segmen
apikal lobus atau segmen apikal lobus bawah), tetpai dapat juga, mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).
Pada awal penyakit, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-
batas yang tida tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan
batas yang tegas. Lesi ini disebut tuberkuloma. Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-
mula berdinding tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
terlihat bayang yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak
padat dengan densitas tinggi. Indikasi pemeriksaan foto thoraks adalah : Hanya ada 1 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini foto thoraks diperlukan untuk mendukung
diagnosis TB paru BTA positif Ketiga specimen dahak negative setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan setelah pemberiaan
antibiotic non OAT. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti : penumothoraks, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis,
atau efusi pleura) dan hemoptisis berat, untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma. 2.5.
Klasifikasi Penyakit Dan Tipe Pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan
defenisi kasus yang meliputi 4 hal :(6) 1. lokasi : organ tubuh yang sakit, TB Paru atau TB ekstraparu
2. bakteriologi : TB BTA positif atau TB BTA negatif 3. tingkat keparahan penyakit : TB ringan atau TB
berat 4. riwayat pengobatan TB sebelumnya : TB baru atau TB sudah pernah diobati Ada beberapa
tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu :(5) a. kasus baru : pasien yang
belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (4 minggu)
b. kasus kambuh (relaps) : pasien TB yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan
lengkap/dinyatakan sembuh, didiagnosis kembali dengan BTA positif. c. kasus putus berobat
(default) : pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif d.
kasus gagal (failure) : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan ke lima atau lebih selama pengobatan. e. pindahan (transfer in) : pasien yang
dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. f. lain-lain :
semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik,
yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. 2.6.
Penatalaksanaan TB Secara Umum(6) Pengobatan tuberculosis bertujuan untuk menyembuhan
penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4
atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. A. Obat
Anti Tuberkulosis (OAT)(6) Pengobatan TB DepKes RI 2007 Tujuan pengobatan TB Pengobatan TB
bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan
rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Jenis OAT Sifat Dosis
yang direkomendasikan (mg/kgBB) Harian 3x seminggu Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12) Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18) Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)
Prinsip Pengobatan(6) Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis
tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk
menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly
Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan
dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap awal (intensif)(6) Pada tahap intensif (awal)
pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan(6) Pada tahap lanjutan pasien
mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan Paduan OAT
yang digunakan di Indonesia(6) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Kategori 2 :
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan
dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien. Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1)
paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. KDT mempunyai beberapa keuntungan
dalam pengobatan TB: 1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping. 2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga
menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep 3)
Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan
meningkatkan kepatuhan pasien Paduan OAT dan peruntukannya(6,7,8) a. Kategori-1 (2HRZE/
4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB
paru BTA negatif foto toraks positif Pasien TB ekstra paru Dosis untuk paduan OAT KDT untuk
Kategori 1 Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275) Tahap
lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150) 30 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT 38
54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT 55 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT 71 kg 5 tablet 4KDT 5
tablet 2KDT Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1 Tahap Pengobatan Lama Pengobatan
Dosis per hari/kali Jumlah hari/kali menelan obat Tablet Isoniazid @300 mgr Kaplet Rifampisin @450
mgr Tablet Pirazinamid @500 mgr Tablet Etambutol @250 mgr Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56 Lanjutan 4
bulan 2 1 - - 48 b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)(6) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien
BTA positif yang telah diobati sebelumnya: Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan
pengobatan setelah putus berobat (default) Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2 Berat badan
Tahap Intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275) + S Tahap Lanjutan 3 kali seminggu Berat RH
(150/150) + E(400) Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu 30-37 kg 2 tab 4KDT + 500 mg
Streptomisin inj. 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab Etambutol 38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 mg
Streptomisin inj. 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab Etambutol 55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 mg
Streptomisin inj. 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol 71 kg 5 tab 4KDT + 1000mg Streptomisin
inj. 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab Etambutol Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2 Tahap
Pengobatan Lama Pengobatan Tablet Isoniasid @ 300 mgr Kaplet Rifampisin @ 450 mgr Tablet
Pirazinamid @ 500 mgr Etambutol Streptomisin injeksi Jumlah hari/kali menelan obat Tablet @ 250
mgr Tablet @ 400 mgr Tahap Intensif (dosis harian) 2 bulan 1 bulan 1 1 1 1 3 3 3 3 - - 0,75 gr - 56 28
Tahap Lanjutan (dosis 3x semggu) 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60 Catatan: Untuk pasien yang berumur 60
tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan
streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi
4ml. (1ml = 250mg). c. OAT Sisipan (HRZE)(7) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket
untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Dosis KDT untuk Sisipan
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275) 30 37 kg 2 tablet 4KDT
38 54 kg 3 tablet 4KDT 55 70 kg 4 tablet 4KDT 71 kg 5 tablet 4KDT Dosis OAT Kombipak untuk
Sisipan Tahap Pengobatan Lamanya Pengobatan Tablet Isoniasid @ 300 mgr Kaplet Ripamfisin @
450 mgr Tablet Pirazinamid @ 500 mgr Tablet Etambutol @ 250 mgr Jumlah hari/kali menelan obat
Tahap intensif (dosis harian) 1 bulan 1 1 3 3 28 Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan
aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada
pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT
lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis
kedua. Terapi Pembedahan(6) Indikasi operasi 1. Indikasi mutlak a. Semua pasien yang telah
mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat
diatasi dengan cara konservatif c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif 2. Indikasi relatif a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah
berulang b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan c. Satu kaviti yang menetap Tindakan
Invasif (Selain pembedahan) Bronkoskopi Punksi pleura Pemasangan WSD (Water Sealed
Drainage) 2.7. Pemantauan Dan Hasil Pengobatan TB(6) Pemantauan hasil pengobatan pada orang
dewasa dilaksanakan dengan pengobatan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak
secara mikoskopis lebih baik dibandingkan dengan dengan pemeriksan radiologis dalam
pemantauan kemajuan pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan
pemeriksaan spesimen sebayak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif
bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen atau keduanya positif, hasil
pemeriksaan ulang dahak tesebut dinyatakan positif. Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak
mikroskopik : 1. Pasien baru BTA positif, dengan pengobatan kategori 1(Pada minggu terakhir bulan
ke 2, ke 5 dan ke 6). 2. Pasien baru BTA negatif dan foto thoraks mendukung TB, dengan pengobatan
kategori 1(Pada minggu terakhir bulan ke 2, ke 5 dan ke 6). 3. Pasien BTA positif dengan pengobatan
kategori 2 (Pada minggu terakhir bulan ke 3, ke 7 dan ke 8). Hasil pengobatan pasien TB BTA positif
:(6) Sembuh Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang
dahak (folow up) hasilnya negatif pada Akhir Pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan follow-
up sebelmnya negatif. Pengobatan lengkap Adalah pasien yang telah menyelesaikan
pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. Pindah Adalah
pasien yang pindah berobat ke unit pengobatan lain (dengan register kartu TB 03) dan hasil
pengobatannya tidak di ketahui. Default (Putus Berobat/lalai) Adalah pasien yang tidak berobat 2
bulan berturut turut atau lebih sebelum masa pengobatan selesai dengan BTA positif Gagal Pasien
yang hasil pemerisaan dahaknya tetap positif pada bulan ke lima atau lebih selama pengobatan 2.8.
Komplikasi TB Paru(6,7,9) Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi
dini : Pleuritis Efusi pleura Empiema Laryngitis TB usus Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan
napas SOFT (sindrom obstruksi pasca tuberculosis) Kerusakan parenkim berat Fibrosis paru Kor
pulmonal Amiloidosis Karsinoma paru Sindrom gagal napas dewasa 2.9. Multi Drug Resistant TB
(MDR-TB) (6,7) MDR TB adalah bentuk TB yang resistan terhadap obat di mana bakteri TB tidak lagi
dapat dibunuh oleh sekurang-kurangnya dua antibiotik terbaik, isoniazid (INH) dan rifampisin (RIF),
biasanya digunakan untuk menyembuhkan TB. Akibatnya, bentuk ini penyakit ini lebih sulit untuk
mengobati daripada TB biasa dan membutuhkan sampai dua tahun multidrug pengobatan. Faktor
risiko: Terapi TB yang tidak sukses Terapi TB yang terputus Regimen OAT sebagai terapi TB tidak
tepat Durasi terapi TB tidak tepat Prevalensi TB yang tinggi HIV + tidak sebagai faktor tunggal
Tanda-tanda MDR-TB Suspek MDR-TB bila pewarnaan/kultur positif saat akhir fase inisial (2bulan)
atau fase lanjutan (bulan ke-5) Gejala klinis tidak membaik walaupun kepatuhan pasien baik. 2.10.
Penatalaksanaan MDR-TB(6) Salah satu masalah utama pengobatan TB adalah munculnya strain
M.tuberculosis yang bersifat resistensi ganda terhadap obat primer. Resistensi ganda dapat
berkembang dengan salah satu dari dua cara yaitu resistensi obat primer dan resistensi obat
sekunder. Resistensi obat primer berkembang pada orang yang belum menerima pengobatan TB
sebelumnya, yaitu mereka yang terinfeksi strain resistan, sedangkan resistensi sekunder atau yang
diperoleh merujuk ke resistensi yang berkembang selama periode pengobatan. Untuk terapi MDR,
obat anti-TB dibagi berdasarkan efikasi, pengalaman pengobatan, dan kelas obat. Semua obat lini
pertama anti-TB masuk pada grup 1, kecuali streptomisin yang diklasifikasikan dengan agen injeksi
pada grup 2. Semua obat pada grup 2-5 (kecuali streptomisin) adalah lini kedua atau obat cadangan.
Resistensi silang maksudnya adalah terjadinya mutasi resisten (pada M.tuberculosis) kepada satu
obat anti-TB yang dapat terjadi resistensi terhadap beberapa atau semua jenis obat yang berada
pada famili yang sama. Kelompok obat-obatan dalam pengobatan MDR-TB Kelompok Obat
(singkatan) Kelompok 1: agen oral lini pertama Pyrazinamide (Z) Ethambutol (E) Rifabutin (Rfb)
Kelompok 2: agen injeksi Kanamycin (Km) Amikacin (Am) Capreomycin (Cm) Streptomycin (S)
Kelompok 3: flouroquinolones Levofloxacin (Lfx) Moxifloxacin (Mfx) Ofloxacin (Ofx) Kelompok 4:
agen lini kedua bakteriostatik oral Para-aminosalicylic acid (PAS) Cycloserine (Cs) Terizidone (Trd)
Ethionamide(Eto) Protionamide (Pto) Kelompok 5: agen yang mekanismenya belum pasti dalam
pengobatan MDR-TB Clofazimine (Cfz) Linezolid (Lzd) Amoxicillin/clavilunate (Amx/Clv)
Thioacetazone (Thz) Imipenem/cilastatin (Ipm/Cln) Isoniazid dosis tinggi (high-dose H)
Clarithromycin (Clr) Monitoring Pasien MDR-TB Perlu dilakukan monitoring ketat pada pasien MDR-
TB. Untuk mengetahui respon terapi, lakukan smear sputum dan kultur setiap bulan sampai hasilnya
mengalami konversi. Konversi maksudnya adalah dua kali berturut-turut hasilnya negatif pada smear
dan kultur dalam waktu yang terpisah dalam 30 hari. Monitoring terhadap perubahan berat badan
tiap bulannya.(6,7) Durasi Pengobatan MDR TB Pada terapi MDR-TB, fase intensif didefinisikan
sebagai lamanya pengobatan dengan menggunakan agen injeksi. Agen injeksi harus dilanjutkan
selama 6 bulan , dan sekurangnya 4 bulan setelah pasien pertama kali pemeriksaan kultur dan smear
negatif. Melihat kembali hasil kultur, smear, x-ray, dan status klinis dapat membantu dalam
memutuskan apakah terapi dilanjutkan atau tidak.(6) BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. R Y Umur : 61 tahun No. CM : 1-06-76-26 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Sawang Suku :
Aceh Agama : Islam Status : Menikah Pekerjaan : Pensiunan Tanggal Masuk : 16 Oktober 2015
Tanggal Pemeriksaan : 23 Oktober 2015 3.2 Anamnesis Keluhan utama : Batuk berdahak Keluhan
tambahan : Sesak nafas, demam pada malam hari, lemas dan nafsu makan menurun Riwayat
Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli paru RSUDZA dengan keluhan batuk berdahak dan sesak
nafas sejak 4 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan demam pada malam hari, lemas dan nafsu
makan menurun. Pasien pernah mengkonsumsi OAT 6 bulan pada tahun 2014 namun hanya
mengkonsumsinya selama 5 bulan secara tidak teratur. Pasien berhenti mengkonsumsi OAT karena
merasa keluhannya tidak berkurang. Riwayat Penyakit Dahulu : TB Paru dan Diabetes Mellitus
Riwayat Penggunaan Obat : OAT 6 bulan yang dikonsumsi selama 5 bulan secara tidak teratur.
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dan tidak
ada yang mempunyai riwayat TB paru. Riwayat Kebiasaan Sosial : Riwayat merokok (+) 3.3
Pemeriksaan Tanda Vital Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg Frekuensi nadi : 68 kali/ menit, regular, lemah, isi cukup Frekuensi
nafas : 20 kali/ menit, regular. BB : 46 kg 3.4 Pemeriksaan Fisik Kulit : sawo matang, ikterik (-),
sianosis (-), edema (-) Kepala : rambut hitam, sukar dicabut Wajah : simetris, edema (-), deformitas
(-) Mata : anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya
tidak langsung (+/+), pupil isokor 3 mm/3 mm Telinga : kesan normotia Hidung : sekret (-/-),
cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-) Mulut : mukosa kering (-), sianosis (-), tremor (-),
hiperemis (-), tonsil hiperemis (-/-), T1 T1. Leher : retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-),
kaku kuduk (-), benjolan dileher (-) Thoraks anterior Pemeriksaan Fisik Paru Thorax Dekstra Thorax
Sinistra Inspeksi Statis : simetris, bentuk normochest Dinamis : simetris, dinding pernafasan
abdominotorakal, retraksi interkostal (-/-), jejas (-) Palpasi Atas Tengah Bawah Fremitus taktil/ vocal:
normal Fremitus taktil/ vocal: normal Fremitus taktil/vocal: normal Fremitus taktil/ vocal: normal
Fremitus taktil/ vocal : normal Fremitus taktil/ vocal : normal Perkusi Atas Tengah Bawah Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor Auskultasi Atas Tengan Bawah Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Thoraks posterior Pemeriksaan
Fisik Paru Thorax Dekstra Thorax Sinistra Inspeksi Statis : simetris, bentuk normochest Dinamis :
simetris, retraksi interkostal (-/-), jejas (-) Palpasi Atas Tengan Bawah Fremitus taktil/ vocal: normal
Fremitus taktil/ vocal : normal Fremitus taktil/ vocal : normal Fremitus taktil/vocal: Normal Fremitus
taktil/vocal: Normal Fremitus taktil/vocal: Normal Perkusi Atas Tengah Bawah Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Auskultasi Atas Tengan Bawah Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki
(-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki
(-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-) Perkusi : Batas-batas jantung Atas : Sela iga III linea midclavicula
sinistra Kiri : Sela iga V linea Axilaris anterior Kanan : Sela iga V satu jari linea parasternal kanan
Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-) Abdomen Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral
(-) Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskular (-) Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : peristaltik (n) Ekstremitas : sianosis (-), clubbing finger (-), edema ekstremitas inferior (-)
3.5 Pemeriksaan Penunjang a) Laboratorium Darah 18 Oktober dan 19 Oktober 2015 Jenis
Pemeriksaan 18/10/15 19/10/2015 Nilai Rujukan Hemoglobin 10,9* 10,3* 14,0-17,0 gr/dl
Hematokrit 32* 31* 45-55 % Eritrosit 4,0* 3,8* 4,7-6,1x106 Leukosit 12,7* 12,8* 4,5-10,5x103
Trombosit 478 566* 150-450x103 Diftel 3/0/0/74/17/6 4/0/0/70/20/6 MCV 79* 81 80-100 fl MCH 27
27 27-31 pg MCHC 34 33 32-36% Na 132* 135-145 mmol/L K 4,5 3,5-4,5 mmol/L Cl 91 90-110
mmol/L LED 102* Laki-laki: BJ II, reg, bising (-) Abdomen: I : simetris P: soepel, H/L/R tidak teraba, P:
timpani (+) A: peristaltik usus (+) Ektremitas : pucat (-/-), edema (-/-) Ass/ TB Paru Kasus Lalai Th/
IVFD RL selang seling Aminofluid 20 gtt/i Inj. Ceftazidine 1 gr / 12 jam IV Inj. Streptomisin 0,75 / hari
IM Inj. Novorapid 8-8-8 IU SC Inj. Levemir 0-0-0-12 IU SC Nebul Ventoline / 8 jam Rimstar 1 x 3 tab
Curcuma 3 x 1 tab Inadryl Syrup 3 x C 1 P/ Cek GeneExpert BAB IV ANALISA KASUS Diagnosis pada
pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan pasien laki-laki berusia 61 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak
dan sesak nafas yang sudah dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, disertai demam pada malam hari dan
nafsu makan menurun. Sesuai teori bahwa gejala klinis dari seorang penderita penyakit tuberkulosis
yaitu batuk lebih dari 2 minggu , batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada, gejala respiratori ini
sangat bervariasi. Disertai pula dengan gejala sistemik seperti demam, malaise, keringat malam,
anoreksia, serta berat badan yang menurun. Dari pemeriksaan fisik pada auskultasi terdengar suara
vesikuler pada seluruh lapangan paru tanpa disertai suara rhonki maupun wheezing. Pada
pemeriksaan fisik penderita tuberkulosis dapat ditemukan antara lain suara nafas melemah, rhonki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Dari pemeriksaan foto thoraks
pasien menunjukkan TB paru dan efusi pleura kiri minimal. Foto thoraks merupakan pemeriksaan
standar pada TB. Gambaran foto thoraks pada kasus TB dapat memberikan gambaran bermacam-
macam bentuk seperti bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas,
kavitas yang dikelilingi oleh bayangan opak berawan, dan bayangan bercak milier. Pasien didiagnosa
menderita TB pada tahun 2014 karena keluhan batuk yang dialaminya dan berat badan pasien yang
turun tanpa sebab, pasien mendapat terapi selama 6 bulan namun pasien hanya mengkonsumsinya
selama 5 bulan secara tidak teratur. Pasien berhenti mengkonsumsi OAT karena merasa keluhannya
tidak berkurang. Lalu pasien datang ke poli paru RSUDZA dengan keluhan batuk berdahak dan sesak
nafas sejak 4 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan demam pada malam hari, lemas dan nafsu
makan menurun. Pasien lalu dinyatakan menderita TB paru kasus lalai. Pasien mendapatkan terapi
Rimstar 1 x 3 tab (rifampicin 150 mg, INH 75 mg, pyrazinamide 400 mg, etambutol 275 mg) dan
injeksi streptomisin 0,75 mg IM. Obat-obat tersebut adalah regimen standar pengobatan TB paru
kasus lalai di Indonesia. Pasien ini mengalami terapi TB yang terputus oleh karena pasien merasa
keluhannya tidak berkurang, sehingga pasien ini memiliki faktor risiko MDR TB. Sesuai dengan teori,
faktor risiko terjadinya MDR TB adalah antara lain terapi TB yang tidak sukses, terapi TB yang
terputus, regimen OAT sebagai terapi TB tidak tepat, durasi terapi TB tidak tepat, dan prevalensi TB
yang tinggi. Sehingga diperlukan pemeriksaan resistensi terhadap OAT yang diberikan. Oleh karena
itu pada setiap pasien harus dilakukan penilaian resiko kemungkinan terjadinya resistensi OAT. BAB
V KESIMPULAN Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular melalui udara yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB). Prevalensi TB kasus lalai terus meningkat. TB paru kasus
lalai merupakan salah satu kategori suspek TB resisten obat ganda, sehingga diperlukan penilaian
resiko kemungkinan terjadinya resistensi OAT dan pemeriksaan resistensi terhadap OAT yang
diberikan. Terapi yang dianjurkan untuk TB kasus lalai adalah dengan kategori -2 (2HRZES/ HRZE/
5H3R3E3). Pemberian obat TB yang benar dan terawasi secara baik merupakan salah satu kunci
penting untuk mencegah dan mengatasi masalah ini. Konsep DOTS merupakan salah satu upaya
dalam menjamin keteraturan berobat penderita dan mencegah MDR TB. DAFTAR PUSTAKA 1. Amin,
Z., A. Bahar. 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam : Sudoyo, A.W, dkk (Editor). Ilmu Penyakit Dalam.
Departemen Ilmu penyakit Dalam FK UI, Jakarta, Indonesia. Hal 988-993. 2. WHO. 2008. Guideline
for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis . Emergency Update. 3. Depkes RI.
2007. Pedoman Nasional penanggulangan Tuberkulosis, cetakan pertama (Edisi 2), Jakarta 4. WHO.
2010. Treatment of tuberculosis Guidelines. Fourth Edition. Geneva: World Health Organization
Press. 5. Price, Sylvia A., Wilso, Loraine M. 2008. Patofisiologi, Konsepklinis Proses-Proses Penyakit,
Buku II, edisi keempat. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. 6. PDPI. 2015. Tuberkulosis: Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 7. PDPI. 2007. Tuberkulosis: Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 8. Katzung, Bertram G. 2007. Farmakologi
Dasar dan Klinik. 10th ed. Nirmala WK, Yesdelita N, Susanto D, Dany F, editors. Jakarta: EGC. 9.
Aditiya TY,dkk. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta: Perpari.
Please download to view
Download
37
All materials on our website are shared by users. If you have any questions about copyright issues,
please report us to resolve them. We are always happy to assist you.
LAPORAN TB PARU KASUS LALAI
Download TB PARU KASUS LALAI
Transcript
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB
baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Penyakit ini hampir selalu fatal tanpa
pengobatan, penderita TB di Indonesia mencapai sekitar 583.000 kasus per tahun. Secara nasional
TB membunuh kira-kira 140.000 orang per tahun atau setiap hari 43 orang meninggal karena
penyakit TB ini.(1) Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien
TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien
sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada
539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi Tuberculosis dilaporkan meningkat
secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini
biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi
menengah ke bawah. Tuberculosis merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan
atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan
terapi yang cukup lama.(1) WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam
penanggulangan TB sejak tahun 1995. Penanggulangan tuberculosis dengan strategi DOTS bertujuan
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai penularan, serta
mencegah terjadinya MDR-TB yang mana salah satu faktor risiko terjadinya MDR TB adalah terapi TB
yang terputus. Perluasan strategi DOTS ke rumah sakit merupakan tantangan besar bagi
keberhasilan Indonesia dalam mengendalikan TB. Dalam perkembangannya saat ini sekitar 40% dari
seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia telah melaksanakan strategi DOTS. Hasil monitoring dan
evaluasi yang dilakukan oleh tim TB External Monitoring Mission pada tahun 2005 dan evaluasi yang
dilakukan oleh WHO serta program nasional TB menunjukkan bahwa meskipun angka penemuan
kasus TB di rumah sakit cukup tinggi, angka keberhasilan pengobatan masih rendah yaitu dibawah
50% dengan angka default yang mencapai 50% sampai 80%.(2,3) Jika tidak ditangani secara tepat,
mortalitas penyakit ini mendekati 100%, tetapi dengan pengobatan yang dini dan adekuat mortalitas
dapat di tekan. Karena itu penanggulangan TB tidak hanya terkait dengan masalah kesehatan saja
namun juga mencakup masalah sosial, ekonomi, sikap dan prilaku penderita perlu mendapat
perhatian. Karena itu sangat penting untuk mengenal, mendiagnosa, secara dini dan melakukan
pengobatan yang adekuat terhadap penderita TB. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular melalui udara yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB biasanya mempengaruhi paru-paru tetapi juga dapat
mempengaruhi organ lain dari tubuh. Biasanya diobati dengan regimen obat yang diambil selama
enam bulan sampai dua tahun, tergantung pada jenis infeksi.(4) Bila seseorang menghirup droplet
yang mengandung M.tuberculosis dari orang yang terinfeksi, M.Tuberculosis aka masuk ke dalam
tubuh bereaksi dengan imunitas tubuh. Sebagian besar bakteri m.tuberculosis terjebak di jalur nafas
atas dan dikeluarkan oleh sel mukosa bersilia, hanya sedikit bakteri tb sampai ke alveoli sehingga
tidak ada aktivitas khusus oleh makrofag. Bila bakteri sekresi C2a dari dindingnya + opsonisasi C3b
dari bakteri untuk merusak makrofag, barulah makrofag aktif.(4) Pada fase inisial (asimptomatik),
basil MTB multiplikasi dan dengan cepat membunuh makrofag yang memberi signal kemotaksis
sehingga monosit non aktif datang dari darah ke tempat tersebut untuk memfagosit basil yang
dihasilkan dari makrofag yang lisis. Setelah 2-4 minggu, tubuh memberi respon terhadap
perkembangan MTB dengan terjadinya: 1. Kerusakan jaringan akibat dari hipersensitivitas lambat. 2.
Aktivasi makrofag untuk membunuh dan mencerna MTB yang akibatnya terbentuk pengkijuan
sebagai lesi primer.(4) 2.2. Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberculosis Primer Penularan
tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet nuclei
dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembapan. Bila partikel
infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel
dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali
oleh neutrofil, kemudian oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.(5) Bila
kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Dari sini dapat
terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk
sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer (focus) Ghon.
Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru dan bisa juga menuju organ lain di luar
paru.(5) Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
local) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening (limfadenitis regional). Sarang primer
limfangitis local+ limfadenitis regional membentuk kompleks primer. Semua proses ini selanjutnya
dapat menjadi : (5) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat Sembuh dengan meninggalkan
sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic, kalsifikasi di hilus, dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman
yang dormant Berkomplikasi dan menyebar secara : perkontinuitatum, bronkogen, limfogen, dan
hematogen. Tuberculosis Pasca Primer Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa (tuberculosis post
primer/ TB sekunder). Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,
alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan
sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.(1,5) Sarang dini ini
mula-mula juga terbentuk sarang pneumoni kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel
yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langhans (sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.(1,5) TB pasca primer juga
dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah
kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang ini dapat menjadi : (1,5) Direabsorbsi kembali dan
sembuh tanpa meninggalkan cacat Sarang yang meluas, tapi segera menyembuh dengan serbukan
jaringan fibrosis. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan
ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan
keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadi kavitas. Di sini lesi sangat kecil, tetapi bakteri
sangat banyak, kavitas dapat meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi
kavitas ini masuk ke dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Lesi ini juga dapat
memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma, menjadi cair dan kavitas lagi. Dapat
juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil.(1,5) 2.3. Penemuan Pasien TB A. Gejala
Klinis Keluhan yang dapat dirasakan penderita antara lain:(6,7) 1. Demam. Demam biasanya
subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan mencapai 40-41C.
Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar , tetapi kemudian dapat timbul kembali. 2.
Batuk/batuk darah. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang luar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang
lanjut adalah batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. 3. Sesak napas. Sesak napas
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin
kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain. B. Pemeriksaan Fisik Dan
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan fisik(6) Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak
menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
asimptomatik. Penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada
pemeriksaan rutin atau uji tuberculin yang positif. a. Inspeksi: Inspeksi keadaan umum pasien,
mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, demam, badan kurus
atau berat badan menurun. b. Palpasi : Sulit menilai dari palpasi dinding dada c. Perkusi : Tempat
kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak paru). Bila dicurigai ada
infiltrate yang cukup luas, maka didapatkan perkusi yang redup. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timfani. Bila tuberculosis mengenai pleura, tejadi
efusi pleura, pada perkusi terdengar suara beda. d. Auskultasi : TB paru yang menimbulkan infiltrat
yang luas didapatkan auskultasi suara napas bronchial, didapatkan juga suara napas tambahan
berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi oleh penebalan pleura, suara
napas menjadi vesikuler melemah. Pada efusi pleura akibat TB Paru menimbulkan suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar sama sekali pada auskultasi toraks. Pemeriksaan Penunjang(6) a.
Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Untuk pemeriksaan TB paru, semua pasien susupek TB diperiksa 3
spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu. Diagnosis TB paru ditegakkan
dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pemeriksaan dahak mikroskopis juga digunakan untuk
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Sewaktu : dahak
dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek
membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. Pagi : dahak
dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua , segera setalah bangun tidur. Sewaktu : dahak
dikumpulkandi UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. b. Pemeriksaan Biakan (kultur
TB) Berfungsi untuk mengidentifikasi M.tuberkulosis ( gold standard), dan untuk mengetahui apakah
kuman BTA pada pasien tersebut masih peka/sensitive terhadap OAT yang digunakan atau sudah
persisten. Indikasi kultur TB dan uji resistensi OAT : Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan
kekebalan ganda c. Pemeriksaan Radiologis Lokasi lesi tuberkulosis biasanya di apeks paru (segmen
apikal lobus atau segmen apikal lobus bawah), tetpai dapat juga, mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).
Pada awal penyakit, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-
batas yang tida tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan
batas yang tegas. Lesi ini disebut tuberkuloma. Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-
mula berdinding tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis
terlihat bayang yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak
padat dengan densitas tinggi. Indikasi pemeriksaan foto thoraks adalah : Hanya ada 1 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini foto thoraks diperlukan untuk mendukung
diagnosis TB paru BTA positif Ketiga specimen dahak negative setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan setelah pemberiaan
antibiotic non OAT. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti : penumothoraks, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis,
atau efusi pleura) dan hemoptisis berat, untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma. 2.5.
Klasifikasi Penyakit Dan Tipe Pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan
defenisi kasus yang meliputi 4 hal :(6) 1. lokasi : organ tubuh yang sakit, TB Paru atau TB ekstraparu
2. bakteriologi : TB BTA positif atau TB BTA negatif 3. tingkat keparahan penyakit : TB ringan atau TB
berat 4. riwayat pengobatan TB sebelumnya : TB baru atau TB sudah pernah diobati Ada beberapa
tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu :(5) a. kasus baru : pasien yang
belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (4 minggu)
b. kasus kambuh (relaps) : pasien TB yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan
lengkap/dinyatakan sembuh, didiagnosis kembali dengan BTA positif. c. kasus putus berobat
(default) : pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif d.
kasus gagal (failure) : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan ke lima atau lebih selama pengobatan. e. pindahan (transfer in) : pasien yang
dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. f. lain-lain :
semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik,
yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. 2.6.
Penatalaksanaan TB Secara Umum(6) Pengobatan tuberculosis bertujuan untuk menyembuhan
penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4
atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. A. Obat
Anti Tuberkulosis (OAT)(6) Pengobatan TB DepKes RI 2007 Tujuan pengobatan TB Pengobatan TB
bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan
rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Jenis OAT Sifat Dosis
yang direkomendasikan (mg/kgBB) Harian 3x seminggu Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12) Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18) Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)
Prinsip Pengobatan(6) Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis
tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk
menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly
Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan
dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap awal (intensif)(6) Pada tahap intensif (awal)
pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan(6) Pada tahap lanjutan pasien
mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan Paduan OAT
yang digunakan di Indonesia(6) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Kategori 2 :
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan
dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien. Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1)
paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. KDT mempunyai beberapa keuntungan
dalam pengobatan TB: 1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping. 2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga
menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep 3)
Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan
meningkatkan kepatuhan pasien Paduan OAT dan peruntukannya(6,7,8) a. Kategori-1 (2HRZE/
4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB
paru BTA negatif foto toraks positif Pasien TB ekstra paru Dosis untuk paduan OAT KDT untuk
Kategori 1 Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275) Tahap
lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150) 30 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT 38
54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT 55 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT 71 kg 5 tablet 4KDT 5
tablet 2KDT Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1 Tahap Pengobatan Lama Pengobatan
Dosis per hari/kali Jumlah hari/kali menelan obat Tablet Isoniazid @300 mgr Kaplet Rifampisin @450
mgr Tablet Pirazinamid @500 mgr Tablet Etambutol @250 mgr Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56 Lanjutan 4
bulan 2 1 - - 48 b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)(6) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien
BTA positif yang telah diobati sebelumnya: Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan
pengobatan setelah putus berobat (default) Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2 Berat badan
Tahap Intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275) + S Tahap Lanjutan 3 kali seminggu Berat RH
(150/150) + E(400) Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu 30-37 kg 2 tab 4KDT + 500 mg
Streptomisin inj. 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab Etambutol 38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 mg
Streptomisin inj. 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab Etambutol 55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 mg
Streptomisin inj. 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol 71 kg 5 tab 4KDT + 1000mg Streptomisin
inj. 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab Etambutol Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2 Tahap
Pengobatan Lama Pengobatan Tablet Isoniasid @ 300 mgr Kaplet Rifampisin @ 450 mgr Tablet
Pirazinamid @ 500 mgr Etambutol Streptomisin injeksi Jumlah hari/kali menelan obat Tablet @ 250
mgr Tablet @ 400 mgr Tahap Intensif (dosis harian) 2 bulan 1 bulan 1 1 1 1 3 3 3 3 - - 0,75 gr - 56 28
Tahap Lanjutan (dosis 3x semggu) 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60 Catatan: Untuk pasien yang berumur 60
tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan
streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi
4ml. (1ml = 250mg). c. OAT Sisipan (HRZE)(7) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket
untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Dosis KDT untuk Sisipan
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275) 30 37 kg 2 tablet 4KDT
38 54 kg 3 tablet 4KDT 55 70 kg 4 tablet 4KDT 71 kg 5 tablet 4KDT Dosis OAT Kombipak untuk
Sisipan Tahap Pengobatan Lamanya Pengobatan Tablet Isoniasid @ 300 mgr Kaplet Ripamfisin @
450 mgr Tablet Pirazinamid @ 500 mgr Tablet Etambutol @ 250 mgr Jumlah hari/kali menelan obat
Tahap intensif (dosis harian) 1 bulan 1 1 3 3 28 Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan
aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada
pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT
lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis
kedua. Terapi Pembedahan(6) Indikasi operasi 1. Indikasi mutlak a. Semua pasien yang telah
mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat
diatasi dengan cara konservatif c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif 2. Indikasi relatif a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah
berulang b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan c. Satu kaviti yang menetap Tindakan
Invasif (Selain pembedahan) Bronkoskopi Punksi pleura Pemasangan WSD (Water Sealed
Drainage) 2.7. Pemantauan Dan Hasil Pengobatan TB(6) Pemantauan hasil pengobatan pada orang
dewasa dilaksanakan dengan pengobatan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak
secara mikoskopis lebih baik dibandingkan dengan dengan pemeriksan radiologis dalam
pemantauan kemajuan pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan
pemeriksaan spesimen sebayak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif
bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen atau keduanya positif, hasil
pemeriksaan ulang dahak tesebut dinyatakan positif. Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak
mikroskopik : 1. Pasien baru BTA positif, dengan pengobatan kategori 1(Pada minggu terakhir bulan
ke 2, ke 5 dan ke 6). 2. Pasien baru BTA negatif dan foto thoraks mendukung TB, dengan pengobatan
kategori 1(Pada minggu terakhir bulan ke 2, ke 5 dan ke 6). 3. Pasien BTA positif dengan pengobatan
kategori 2 (Pada minggu terakhir bulan ke 3, ke 7 dan ke 8). Hasil pengobatan pasien TB BTA positif
:(6) Sembuh Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang
dahak (folow up) hasilnya negatif pada Akhir Pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan follow-
up sebelmnya negatif. Pengobatan lengkap Adalah pasien yang telah menyelesaikan
pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. Pindah Adalah
pasien yang pindah berobat ke unit pengobatan lain (dengan register kartu TB 03) dan hasil
pengobatannya tidak di ketahui. Default (Putus Berobat/lalai) Adalah pasien yang tidak berobat 2
bulan berturut turut atau lebih sebelum masa pengobatan selesai dengan BTA positif Gagal Pasien
yang hasil pemerisaan dahaknya tetap positif pada bulan ke lima atau lebih selama pengobatan 2.8.
Komplikasi TB Paru(6,7,9) Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi
dini : Pleuritis Efusi pleura Empiema Laryngitis TB usus Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan
napas SOFT (sindrom obstruksi pasca tuberculosis) Kerusakan parenkim berat Fibrosis paru Kor
pulmonal Amiloidosis Karsinoma paru Sindrom gagal napas dewasa 2.9. Multi Drug Resistant TB
(MDR-TB) (6,7) MDR TB adalah bentuk TB yang resistan terhadap obat di mana bakteri TB tidak lagi
dapat dibunuh oleh sekurang-kurangnya dua antibiotik terbaik, isoniazid (INH) dan rifampisin (RIF),
biasanya digunakan untuk menyembuhkan TB. Akibatnya, bentuk ini penyakit ini lebih sulit untuk
mengobati daripada TB biasa dan membutuhkan sampai dua tahun multidrug pengobatan. Faktor
risiko: Terapi TB yang tidak sukses Terapi TB yang terputus Regimen OAT sebagai terapi TB tidak
tepat Durasi terapi TB tidak tepat Prevalensi TB yang tinggi HIV + tidak sebagai faktor tunggal
Tanda-tanda MDR-TB Suspek MDR-TB bila pewarnaan/kultur positif saat akhir fase inisial (2bulan)
atau fase lanjutan (bulan ke-5) Gejala klinis tidak membaik walaupun kepatuhan pasien baik. 2.10.
Penatalaksanaan MDR-TB(6) Salah satu masalah utama pengobatan TB adalah munculnya strain
M.tuberculosis yang bersifat resistensi ganda terhadap obat primer. Resistensi ganda dapat
berkembang dengan salah satu dari dua cara yaitu resistensi obat primer dan resistensi obat
sekunder. Resistensi obat primer berkembang pada orang yang belum menerima pengobatan TB
sebelumnya, yaitu mereka yang terinfeksi strain resistan, sedangkan resistensi sekunder atau yang
diperoleh merujuk ke resistensi yang berkembang selama periode pengobatan. Untuk terapi MDR,
obat anti-TB dibagi berdasarkan efikasi, pengalaman pengobatan, dan kelas obat. Semua obat lini
pertama anti-TB masuk pada grup 1, kecuali streptomisin yang diklasifikasikan dengan agen injeksi
pada grup 2. Semua obat pada grup 2-5 (kecuali streptomisin) adalah lini kedua atau obat cadangan.
Resistensi silang maksudnya adalah terjadinya mutasi resisten (pada M.tuberculosis) kepada satu
obat anti-TB yang dapat terjadi resistensi terhadap beberapa atau semua jenis obat yang berada
pada famili yang sama. Kelompok obat-obatan dalam pengobatan MDR-TB Kelompok Obat
(singkatan) Kelompok 1: agen oral lini pertama Pyrazinamide (Z) Ethambutol (E) Rifabutin (Rfb)
Kelompok 2: agen injeksi Kanamycin (Km) Amikacin (Am) Capreomycin (Cm) Streptomycin (S)
Kelompok 3: flouroquinolones Levofloxacin (Lfx) Moxifloxacin (Mfx) Ofloxacin (Ofx) Kelompok 4:
agen lini kedua bakteriostatik oral Para-aminosalicylic acid (PAS) Cycloserine (Cs) Terizidone (Trd)
Ethionamide(Eto) Protionamide (Pto) Kelompok 5: agen yang mekanismenya belum pasti dalam
pengobatan MDR-TB Clofazimine (Cfz) Linezolid (Lzd) Amoxicillin/clavilunate (Amx/Clv)
Thioacetazone (Thz) Imipenem/cilastatin (Ipm/Cln) Isoniazid dosis tinggi (high-dose H)
Clarithromycin (Clr) Monitoring Pasien MDR-TB Perlu dilakukan monitoring ketat pada pasien MDR-
TB. Untuk mengetahui respon terapi, lakukan smear sputum dan kultur setiap bulan sampai hasilnya
mengalami konversi. Konversi maksudnya adalah dua kali berturut-turut hasilnya negatif pada smear
dan kultur dalam waktu yang terpisah dalam 30 hari. Monitoring terhadap perubahan berat badan
tiap bulannya.(6,7) Durasi Pengobatan MDR TB Pada terapi MDR-TB, fase intensif didefinisikan
sebagai lamanya pengobatan dengan menggunakan agen injeksi. Agen injeksi harus dilanjutkan
selama 6 bulan , dan sekurangnya 4 bulan setelah pasien pertama kali pemeriksaan kultur dan smear
negatif. Melihat kembali hasil kultur, smear, x-ray, dan status klinis dapat membantu dalam
memutuskan apakah terapi dilanjutkan atau tidak.(6) BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. R Y Umur : 61 tahun No. CM : 1-06-76-26 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Sawang Suku :
Aceh Agama : Islam Status : Menikah Pekerjaan : Pensiunan Tanggal Masuk : 16 Oktober 2015
Tanggal Pemeriksaan : 23 Oktober 2015 3.2 Anamnesis Keluhan utama : Batuk berdahak Keluhan
tambahan : Sesak nafas, demam pada malam hari, lemas dan nafsu makan menurun Riwayat
Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli paru RSUDZA dengan keluhan batuk berdahak dan sesak
nafas sejak 4 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan demam pada malam hari, lemas dan nafsu
makan menurun. Pasien pernah mengkonsumsi OAT 6 bulan pada tahun 2014 namun hanya
mengkonsumsinya selama 5 bulan secara tidak teratur. Pasien berhenti mengkonsumsi OAT karena
merasa keluhannya tidak berkurang. Riwayat Penyakit Dahulu : TB Paru dan Diabetes Mellitus
Riwayat Penggunaan Obat : OAT 6 bulan yang dikonsumsi selama 5 bulan secara tidak teratur.
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dan tidak
ada yang mempunyai riwayat TB paru. Riwayat Kebiasaan Sosial : Riwayat merokok (+) 3.3
Pemeriksaan Tanda Vital Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg Frekuensi nadi : 68 kali/ menit, regular, lemah, isi cukup Frekuensi
nafas : 20 kali/ menit, regular. BB : 46 kg 3.4 Pemeriksaan Fisik Kulit : sawo matang, ikterik (-),
sianosis (-), edema (-) Kepala : rambut hitam, sukar dicabut Wajah : simetris, edema (-), deformitas
(-) Mata : anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya
tidak langsung (+/+), pupil isokor 3 mm/3 mm Telinga : kesan normotia Hidung : sekret (-/-),
cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-) Mulut : mukosa kering (-), sianosis (-), tremor (-),
hiperemis (-), tonsil hiperemis (-/-), T1 T1. Leher : retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-),
kaku kuduk (-), benjolan dileher (-) Thoraks anterior Pemeriksaan Fisik Paru Thorax Dekstra Thorax
Sinistra Inspeksi Statis : simetris, bentuk normochest Dinamis : simetris, dinding pernafasan
abdominotorakal, retraksi interkostal (-/-), jejas (-) Palpasi Atas Tengah Bawah Fremitus taktil/ vocal:
normal Fremitus taktil/ vocal: normal Fremitus taktil/vocal: normal Fremitus taktil/ vocal: normal
Fremitus taktil/ vocal : normal Fremitus taktil/ vocal : normal Perkusi Atas Tengah Bawah Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor Sonor Auskultasi Atas Tengan Bawah Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Thoraks posterior Pemeriksaan
Fisik Paru Thorax Dekstra Thorax Sinistra Inspeksi Statis : simetris, bentuk normochest Dinamis :
simetris, retraksi interkostal (-/-), jejas (-) Palpasi Atas Tengan Bawah Fremitus taktil/ vocal: normal
Fremitus taktil/ vocal : normal Fremitus taktil/ vocal : normal Fremitus taktil/vocal: Normal Fremitus
taktil/vocal: Normal Fremitus taktil/vocal: Normal Perkusi Atas Tengah Bawah Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Auskultasi Atas Tengan Bawah Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki
(-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki
(-), wheezing (-) Vesikuler, rhonki (-), wheezing (-) Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-) Perkusi : Batas-batas jantung Atas : Sela iga III linea midclavicula
sinistra Kiri : Sela iga V linea Axilaris anterior Kanan : Sela iga V satu jari linea parasternal kanan
Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-) Abdomen Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral
(-) Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskular (-) Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : peristaltik (n) Ekstremitas : sianosis (-), clubbing finger (-), edema ekstremitas inferior (-)
3.5 Pemeriksaan Penunjang a) Laboratorium Darah 18 Oktober dan 19 Oktober 2015 Jenis
Pemeriksaan 18/10/15 19/10/2015 Nilai Rujukan Hemoglobin 10,9* 10,3* 14,0-17,0 gr/dl
Hematokrit 32* 31* 45-55 % Eritrosit 4,0* 3,8* 4,7-6,1x106 Leukosit 12,7* 12,8* 4,5-10,5x103
Trombosit 478 566* 150-450x103 Diftel 3/0/0/74/17/6 4/0/0/70/20/6 MCV 79* 81 80-100 fl MCH 27
27 27-31 pg MCHC 34 33 32-36% Na 132* 135-145 mmol/L K 4,5 3,5-4,5 mmol/L Cl 91 90-110
mmol/L LED 102* Laki-laki: BJ II, reg, bising (-) Abdomen: I : simetris P: soepel, H/L/R tidak teraba, P:
timpani (+) A: peristaltik usus (+) Ektremitas : pucat (-/-), edema (-/-) Ass/ TB Paru Kasus Lalai Th/
IVFD RL selang seling Aminofluid 20 gtt/i Inj. Ceftazidine 1 gr / 12 jam IV Inj. Streptomisin 0,75 / hari
IM Inj. Novorapid 8-8-8 IU SC Inj. Levemir 0-0-0-12 IU SC Nebul Ventoline / 8 jam Rimstar 1 x 3 tab
Curcuma 3 x 1 tab Inadryl Syrup 3 x C 1 P/ Cek GeneExpert BAB IV ANALISA KASUS Diagnosis pada
pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan pasien laki-laki berusia 61 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak
dan sesak nafas yang sudah dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, disertai demam pada malam hari dan
nafsu makan menurun. Sesuai teori bahwa gejala klinis dari seorang penderita penyakit tuberkulosis
yaitu batuk lebih dari 2 minggu , batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada, gejala respiratori ini
sangat bervariasi. Disertai pula dengan gejala sistemik seperti demam, malaise, keringat malam,
anoreksia, serta berat badan yang menurun. Dari pemeriksaan fisik pada auskultasi terdengar suara
vesikuler pada seluruh lapangan paru tanpa disertai suara rhonki maupun wheezing. Pada
pemeriksaan fisik penderita tuberkulosis dapat ditemukan antara lain suara nafas melemah, rhonki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Dari pemeriksaan foto thoraks
pasien menunjukkan TB paru dan efusi pleura kiri minimal. Foto thoraks merupakan pemeriksaan
standar pada TB. Gambaran foto thoraks pada kasus TB dapat memberikan gambaran bermacam-
macam bentuk seperti bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas,
kavitas yang dikelilingi oleh bayangan opak berawan, dan bayangan bercak milier. Pasien didiagnosa
menderita TB pada tahun 2014 karena keluhan batuk yang dialaminya dan berat badan pasien yang
turun tanpa sebab, pasien mendapat terapi selama 6 bulan namun pasien hanya mengkonsumsinya
selama 5 bulan secara tidak teratur. Pasien berhenti mengkonsumsi OAT karena merasa keluhannya
tidak berkurang. Lalu pasien datang ke poli paru RSUDZA dengan keluhan batuk berdahak dan sesak
nafas sejak 4 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan demam pada malam hari, lemas dan nafsu
makan menurun. Pasien lalu dinyatakan menderita TB paru kasus lalai. Pasien mendapatkan terapi
Rimstar 1 x 3 tab (rifampicin 150 mg, INH 75 mg, pyrazinamide 400 mg, etambutol 275 mg) dan
injeksi streptomisin 0,75 mg IM. Obat-obat tersebut adalah regimen standar pengobatan TB paru
kasus lalai di Indonesia. Pasien ini mengalami terapi TB yang terputus oleh karena pasien merasa
keluhannya tidak berkurang, sehingga pasien ini memiliki faktor risiko MDR TB. Sesuai dengan teori,
faktor risiko terjadinya MDR TB adalah antara lain terapi TB yang tidak sukses, terapi TB yang
terputus, regimen OAT sebagai terapi TB tidak tepat, durasi terapi TB tidak tepat, dan prevalensi TB
yang tinggi. Sehingga diperlukan pemeriksaan resistensi terhadap OAT yang diberikan. Oleh karena
itu pada setiap pasien harus dilakukan penilaian resiko kemungkinan terjadinya resistensi OAT. BAB
V KESIMPULAN Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular melalui udara yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB). Prevalensi TB kasus lalai terus meningkat. TB paru kasus
lalai merupakan salah satu kategori suspek TB resisten obat ganda, sehingga diperlukan penilaian
resiko kemungkinan terjadinya resistensi OAT dan pemeriksaan resistensi terhadap OAT yang
diberikan. Terapi yang dianjurkan untuk TB kasus lalai adalah dengan kategori -2 (2HRZES/ HRZE/
5H3R3E3). Pemberian obat TB yang benar dan terawasi secara baik merupakan salah satu kunci
penting untuk mencegah dan mengatasi masalah ini. Konsep DOTS merupakan salah satu upaya
dalam menjamin keteraturan berobat penderita dan mencegah MDR TB. DAFTAR PUSTAKA 1. Amin,
Z., A. Bahar. 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam : Sudoyo, A.W, dkk (Editor). Ilmu Penyakit Dalam.
Departemen Ilmu penyakit Dalam FK UI, Jakarta, Indonesia. Hal 988-993. 2. WHO. 2008. Guideline
for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis . Emergency Update. 3. Depkes RI.
2007. Pedoman Nasional penanggulangan Tuberkulosis, cetakan pertama (Edisi 2), Jakarta 4. WHO.
2010. Treatment of tuberculosis Guidelines. Fourth Edition. Geneva: World Health Organization
Press. 5. Price, Sylvia A., Wilso, Loraine M. 2008. Patofisiologi, Konsepklinis Proses-Proses Penyakit,
Buku II, edisi keempat. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. 6. PDPI. 2015. Tuberkulosis: Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 7. PDPI. 2007. Tuberkulosis: Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 8. Katzung, Bertram G. 2007. Farmakologi
Dasar dan Klinik. 10th ed. Nirmala WK, Yesdelita N, Susanto D, Dany F, editors. Jakarta: EGC. 9.
Aditiya TY,dkk. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta: Perpari.
Untuk menegakkan diagnosis TB secara mikroskopis dibutuhkan tiga contoh uji dahak.
Pengumpulan spesimen dahak dilakukan dalam waktu 2 hari yaitu Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS)
Dahak Sewaktu hari -1 (A): Dahak pertama diambil SEWAKTU pada saat pasien berkunjung ke
fasilitas pelayanan kesehatan; Beri pot dahak pada saat pasien pulang untuk keperluan
pengumpulan dahak pagi hari berikutnya.
Dahak Pagi (B): Pasien mengeluarkan dahak kedua pada PAGI hari setelah bangun tidur dan
membawa contoh uji dahak ke laboratorium.
Dahak Sewaktu hari -2 (C): Kumpulkan dahak ketiga (dahak SEWAKTU) di laboratorium pada saat
pasien kembali ke laboratorium pada hari kedua saat membawa dahak pagi (B).
Pengumpulan dahak dilakukan di ruang terbuka dan mendapat sinar matahari langsung atau di
ruangan dengan ventilasi yang baik, untuk mengurangi kemungkinan penularan akibat percikan
dahak yang infeksius. Tempat pengProtap Pengumpulan Dahak TB Paruumpulan dahak dilengkapi
dengan prosedur mengeluarkan dahak, tempat cuci tangan dengan air mengalir dan sabun.
Jangan mengeluarkan dahak di ruangan tertutup dengan ventilasi yang buruk, misalnya:
Kamar kecil / toilet
Ruang kerja (ruang pendaftaran, ruang pengumpulan sampel, laboratorium)
Ruang tunggu, ruang umum lainnya.
Pasien diberitahu bahwa contoh uji dahak sangat bernilai untuk menentukan status penyakitnya,
karena itu anjuran pemeriksaan SPS untuk pasien baru dan SP untuk pasien dalam pemantauan
pengobatan harus dipenuhi.
Dahak yang baik adalah yang berasal dari saluran nafas bagian bawah, berupa lendir yang
berwarna kuning kehijauan (mukopurulen). Pasien berdahak dalam keadaan perut kosong, sebelum
makan/minum dan membersihkan rongga mulut terlebih dahulu dengan berkumur air bersih.
Bila ada kesulitan berdahak pasien harus diberi obat ekspektoran yang dapat merangsang
pengeluaran dahak dan diminum pada malam sebelum mengeluarkan dahak. Olahraga ringan
sebelum berdahak juga dapat merangsang dahak keluar.
Dahak adalah bahan infeksius sehingga pasien harus berhati-hati saat berdahak dan mencucu
tangan.
Pasien dianjurkan membaca prosedur tetap pengumpulan dahak yang tersedia di tempat/lokasi
berdahak.
Persiapan Alat
Pot dahak bersih dan kering, diameter mulut pot 4-5 cm, transparan , bening, bertutup ulir. Pot
tidak boleh bocor. Sebelum diserahkan kepada pasien, pot dahak harus sudah diberi identitas sesuai
identitas/nomor register pada form TB 05
Formulir Permohonan Pemeriksaan Laboratorium (TB 05)
Label, pensil, spidol
Cara Berdahak
(dengan memberi petunjuk pada pasien untuk:
Penilaian kualitas contoh uji dahak secara makroskopis, dilakukan dengan melakukan pengamatan
dengan tanpa membuka tutup pot, petugas laboratorium melihat dahak melalui dinding pot yang
transparan (meliputi voumel 3,5 5 ml, kekentalan : mukoid, Warna : Hijau kekuningan (purulen).
SOP Penanganan Spesimen Dahak
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pemeriksaan laboratorium merupakan analisis biokimia terhadap perubahan fungsi tubuh yang
timbul sebagai akibat dari penyakit tertentu, baik susunan kimia maupun mekanisme biokimia
tubuh. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menunjang diagnosis suatu penyakit tertentu.
Macam-macam pemeriksaan dilaboratorium terdiri dari berbagai bidang, seperti kimia klinik,
hematologi, immunoserologi, kimia makanan, dan mikrobiologi. Sampel yang diperiksa juga
bermacam-macam tergantung kebutuhan dari pemeriksaan yang akan dilakukan, yaitu darah, urin,
sputum, bahkan cairan tubuh.
TUJUAN
Untuk mengetahui standar operasional prosedur pemeriksaan dahak atau sputum pada instalasi
kesehatan.
BAB II
ISI
Proses pemeriksaan
Proses Umum Waktu Pemeriksaan yang Pertama Kali
Pertama kali, mencari klinik atau rumah sakit yang sesuai dengan kecelakaan atau lukanya dan
mendaftarkan dengan membawa kartu asuransi kesehatan. Dengan demikian proses untuk
menunggu, pemeriksaan, pembiayayaan dan obat dapat di tangani/diambil oleh kartu asuransi
kesehatan tersebut. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan seperti berikut.
Mencari klinik atau rumah sakit yang sesuai dengan penyakit dan lukanya.
Di tempat pendaftaran, bilanglah baru pertama kali dan mengeluarkan kartu asuransi kesehatan.
Dan menulis tentang formulir pendaftaran, pertanyaan tentang pemeriksaan yang akan
dilaksanakan. Pertanyaan tersebut tentang penyakit yang diderita sekarang, pengalaman tentang
penyakit yang pernah di derita dan mempunyai alergi atau tidak. Bila selesai menulisnya,
kembalikanlah ke tempat/loket pendaftaran, lalu menunggulah di tempat ruang tunggu.
Pemeriksaan Dokter
Apabila namanya dipanggil, masuklah ke ruangan pemeriksaan dokter, dan mulai pemeriksaan.
Sesuai dengan kebutuhan dalam hasil pemeriksaan dan pengobatan. Untuk itu di perlukan
pemesanan pengobatan selanjutnya.
Pembayaran
Pembiayaan perawatan medis di bayar dengan uang tunai (sebagian klinik ada juga yang bisa di
bayar dengan kartu kredit). Setelah selesai pemeriksaan, bon pembayaran ada yang langsung di
berikan dari perawat. Apabila demikian, bon pembayaran tersebut di bawa ke loket pembayaran.
Bila telah dibayar simpanlah kertas bon tersebut. Karena ketika 1 bulan pembayaran perawatan
medis Anda jumlahnya tinggi (tergantung dari pendapatan Anda, biasanya 80,100 yen, dan bila lebih
dari itu Anda diharuskan membayar perawatan medis Anda sebagian. Dan ada juga bila dalam 1
tahun lebih dari 100 ribu yen pajaknya akan murah. Dan untuk itu tetap membutuhkan bon
pembayaran..
Pengambilan Obat
Pada waktu pembayaran menerima resep obat, kemudian bawalah ke apotek untuk membeli obat,
pembayaran sistem ini namanya,apotek yang berada diluar rumah sakit/chouzai yakkyoku. Ada juga
loket apotek yang berada di dalam rumah sakit, dan pembayarannya dijadikan satu dengan
pembayaran perawatan medis (apotek di dalam rumah sakit).
Apabila ingin memeriksa lagi, bawalah kartu rumah sakit pemeriksaan dan masukkanlah ke mesin
pendaftaran (saishinki) untuk berobat menurut jenis bagian perawatan yang dibutuhkan, dapat juga
ke bagian loket pendaftaran dan caranya sama dengan pertama kali mendaftar.
Pasien BPJS :
Menyerahkan kartu JKN dan surat rujukan dari Puskesmas/ Dokter keluarga ke loket BPJS Center.
Setelah mendapat SEP dari loket BPJS Center, pasien menuju ke poliklinik yang dituju
Macam-macam dahak
Dahak yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume,
dan konsistensinya, karena kondisi dahak biasanya memperlihatkan secara spesifik proses kejadian
patologik pada pembentukan dahak itu sendiri. Klasifikasi bentukan sputum dan kemungkinan
penyebabnya:
Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan, kemungkinan berasal dari sinus,
atau saluran hidung, bukan berasal dari saluran napas bagian bawah.
Sputum banyak sekali & purulen proses supuratif (eg. Abses paru)
Sputum yg terbentuk perlahan&terus meningkat tanda bronkhitis/ bronkhiektasis
Sputum kekuning-kuningan proses infeksi.
Sputum hijau proses penimbunan nanah. Warna hijau ini dikarenakan adanya verdoperoksidase
yg dihasikan oleh PMN dalam sputum. Sputum hijau ini sering ditemukan pada penderita
bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi
Sputum merah muda & berbusa tanda edema paru akut
Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih tanda bronkitis kronik.
Sputum berbau busuk tanda abses paru/ bronkhiektasis
Prosedur pengambilan sample sputum
Peralatan
Wadah specimen steril dengan penutup, bermulut lebar, bertutup ulir, terbuat dari plastic,
steril, tidak mudah pecah
Sarung tangan disposable (bila membantu klien),
Disinfektan dan alat pengusap, atau sabun cair dan air,
Handuk kertas,
Label yang berisi lengkap, meliputi :
Sebelum melaksanakan pengambilan sample terlebih dahulu mentukan metode pengumpulan dan
kumpulkan peralatan yang sesuai. Kemudian melakukan pengambilan sample yang prosedurnya
meliputi :
Memberikan penjelasan kepada klien tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian
memberikan informasi dan memberikan instruksi kepada Tujuan pemeriksaan, perbedaan antara
sputum dan saliva, dan cara mendapatkan spesimen sputum,
Meliputi :
Waktu yang diperlukan untuk pengambilan sputum adalah 3 kali pengambilan sputum dalam 2 kali
kunjungan, yaitu Sputum sewaktu (S), yaitu ketika penderita pertama kali datang; Sputum pagi (P) ,
keesokan harinya ketika penderita datang lagi dengan membawa sputum pagi ( sputum pertama
setelah bangun tidur), Sputum sewaktu (S), yaitu saat penderita tiba di laboratorium, penderita
diminta mengeluarkan sputumnya lagi.
Pengambilan sputum pada pasien tidak boleh menyikat gigi. Agar sputum mudah dikeluarkan,
dianjurkan pasien mengonsumsi air yang banyak pada malam sebelum pengambilan sputum.
Sebelum mengeluarkan sputum, pasien disuruh untuk berkumur-kumur dengan air dan pasien harus
melepas gigi palsu (bila ada). Sputum diambil dari batukkan pertama (first cough). Cara
membatukkan sputum dengan Tarik nafas dalam dan kuat (dengan pernafasan dada) batukkan kuat
sputum dari bronkus trakea mulut wadah penampung. Wadah penampung berupa pot steril
bermulut besar dan berpenutup (Screw Cap Medium).
Periksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang dibatukkan adalah air liur/saliva, maka pasien
harus mengulangi membatukkan sputum. Sebaiknya, pilih sputum yang mengandung unsur-unsur
khusus seperti : darah dan unsur-unsur lain. Bila sputum susah keluarkan lakukan perawatan mulut
Perawatan mulut dilakukan dengan obat glyseril guayakolat (expectorant) 200 mg atau dengan
mengonsumsi air teh manis saat malam sebelum pengambilan sputum.
Baik spesimen yang dikirim dalam pot maupun wadah harus disertai dengan data/keterangan, baik
mengenai kriteria spesimen maupun pasien. Ada 2 data yang harus disertakan, yaitu:
Data 1: Pot/wadah dilabel dengan menempelkan label pada dinding luar pot. Proses direct labelling
yang berisi data: nama, umur, jenis kelamin, jenis spesimen, jenis tes yang diminta dan tanggal
pengambilan.
Data 2: Formulir/kertas/buku yang berisi data keterangan klinis: dokter yang mengirim, riwayat
anamnesis, riwayat pemberian antibiotik terakhir (minimal 3 hari harus dihentikan sebelum
pengambilan spesimen), waktu pengambilan spesimen, dan keterangan lebih lanjut mengenai
biodata pasien. Jadi, data mengenai spesimen harus jelas: label dan formulir. Spesimen tidak akan
diterima apabila:
Labels
Task
Dasar Teori
TBC adalah penyakit infeksi yang menular yang di sebabkan oleh bakteri mikrobakterim
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang, berwarna merah dan bersifat asam sehingga dikenal
Bakteri Tahan Asam (BTA). Ciri khas Mycobacterium tuberculosis adalah basil tuberkel merupakan
batang ramping lurus berukuran kira-kira 0,4 x 3m, memiliki bentuk batang berwarna merah dan
bergerombol / berkelompok. Penularanya yaitu melalui udara yang tercemar oleh bakteri
mikrobakterium tuberkulosa pada saat penderita batuk atau bersin, menyebar melalui pembuluh
darah/kelenjar getah bening dan pada anak-anak bersumber pada orang dewasa. Sasaran yang
sering terkena biasanya paru-paru, ginjal, tulang ,otak saluran pencernaan dan kelenjar getah
bening.
Gejala umum penyakit TBC penderita mengalami demam tidak tinggi berlangsung lama
sering terjadi pada malam hari disertai dengan keringat, batuk berdarah berlangsung selama lebih
dari tiga hari, nafsu makan dan berat badan terus menurun dan mengalami perasaan tidak
enak/lemah. Gejala khusus penyakit TBC tergantung pada organ yang terkena, apabila terjadi
sumbatan pada bronkus akibat penekanan kelennjar getah bening menimbulkan suara mengi, kalau
ada cairan pada pleura akan disertai dengan keluhan sakit dada, dan pada anak-anak akan mengenai
otak dan sebagai meningitis dengan gejala demam tinggi, kesadaran rendah dan kejang-kejang.
Metode
Reagen Ziehl Neelsen merupakan reagen yang digunakan dalam pemeriksaan mikroskopis
bakteri tahan asam (BTA) dari jenis Mycobacterium seperti Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium leprae dan Mycobacterium lainnya.
Reagensia
Reagen Ziehl Neelsen meupakan reagen kit yang terdiri dari tiga macam reagen yaitu :
1. Carbol Fuchsin 0,3%
2. Asam Alkohol 3%
3. Methylen blue 0,3%
Prinsip
Dinding sel bakteri tahan asam yng terdiri atas lapisan peptidoglikan dan senyawa
lipida yang mempunyai sifat mudah menyerap sehingga bila diwarnai dengan carbol fuchsin maka
dinding sel tersebut akan meresap zat warna dengan baik bila dipanaskan. Selanjutnya asam mycolat
yang terdapat di pori-pori dinding sel akan berikatan dengan fuchsin sehingga warna merah sulit
dilunturkan dengan asam alkohol. Sedangkan zat warna methylen blue merupakan counter stain
sebagai warna dasar. Salah satu bahan yang digunakan untuk mendiagnosa adalah dahak atau
sputum. Dahak yang diperiksa minimal 3-5 cc.
Dahak yang diambil adalah dahak yang kental kuning kehijauan dengan wakttu pengambilan sebagai
berikut :
1. Dahak sewaktu : penderita datang berobat dengan keluhan apa saja
ke klinik.
2. Dahak pagi : diambil pagi hari setelah bangun tidur.
3. Dahak sewaktu : diambil sewaktu penderita mengantar dahak pagi
tersebut.
Sputum yang ada dimasukkan ke dalam pot dahak dengan diameter lebar dan berulir
pada bagian leher pot dahak. Tujuan diameter pot dahak lebar yakni agar objek atau bahan yang
akan dianalisa mudah dimasukkan ke dalam pot dahak. Sementara tujuan leher pot berulir yakni
memudahkan untuk membuka dan menutup tutup pot dahak. Dan hal yang penting adalah
menuliskan nama dan alamat atau identitas pasien di permukaan pot dahak.
C. Alat dan Bahan
1. Alat :
a.
Lidi
b. Objek glass/ preparat
c. Bunsen
d. Mikroskop
e. Pinset
f. Rak pengecatan
g. Kertas saring
h. Rak pengering (Gambar 1)
2. Bahan :
a. Dahak
b. Carbol Fuchsin 0,3 % (Gambar 1)
c. Asam Alkohol 3 % (Gambar 1)
d. Methylen blue 0,3 % (Gambar 1)
e. Desinfektan
f. Air
D. Cara Kerja
1.
Pembuatan Preparat
(Gambar 2)
a. Mengambil lidi sampel dahak pada bagian purulen. (Gambar 2)
b. Menyebarkan secara spiral kecil-kecil dahak pada permukaan kaca sediaan dengan ukuran 2x3
cm.
2.
Pengeringan
a. Mengeringkan dahak yang ada pada kaca sediaan pada temperatur kamar.
b. Memasukkan lidi bekas kedalam wadah berisi disinfektan.
3. Fiksasi
a. Menjepit sediaan kaca menggunakan pinset dan fiksasi 2-3 kali melewati api bunsen.
b. Memastikan apusan menghadap ke atas.
4. Pewarnaan
a. Meletakkan sediaan dengan bagian apusan menghadap ke atas pada rak pengecatan dengan
jarak 1 jari antara satu sediaan dengan sediaan lainnya.
b. Menuanginya dengan carbol fuchsin 0,3 % melalui kertas saring sampai menutupi seluruh
permukaan sediaan.
c. Memanaskan dengan sulut api di bagian bawah sediaan sampai timbul uap (tidak sampai
mendidih).
d. Mendiamkannya selama 5 menit.
e. Membilas sediaan dengan air mengalir secara hati-hati.
f. Menggenangi sediaan dengan asam alkohol 3 % sampai semua warna merah fuchsi luntur.
g. Membilas sediaan dengan air mengalir secara hati-hati.
h. Menggenangi sediaan dengan methylen blue 0,3 % selama 10-20 detik.
i. Membilas sediaan dengan air mengalir secara hati-hati.
j. Mengeringkan sediaan pada rak pengering.
k. Memeriksa sediaan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran objektif 100x.
5. Pembacaan hasil
Membaca hasil melalui pengamatan mikroskop yang dibaca mulai dari ujung kiri ke ujung kanan
minimal 100 lapangan pandang, pada garis horisontal terpanjang.
E. Interpretasi Hasil
Menggunakan skala IUATLD :
Negatif : tidak ditemukan BTA minimal dalam 100 lapang pandang
Scanty : 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang (menuliskan jumlah BTA yang ditemukan)
1+ : 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang
2+ : 1-10 BTA setiap 1 lapang pandang ( memeriksa minimal 50 lapang pandang).
3+ : 10 BTA dalam 1 lapang pandang (memeriksa minimal 20 lapang pandang).
F.
Hasil Pengamatan
G. Pembahasan
1. Pada spesimen pertama tidak di temukan adanya infeksi penyakit TBC dengan di tandai tidak
di temukan bakteri mikrobakterium tuberkulosa.
2. Pada spisimen kedua ditemukan adanya infeksi penyakit TBC dengan di tandai adanya bakteri
mikrobakterium tuberkulosa yang berwarna merah dan berbentuk batan
MediBlock
Capturing with Letters
Pewarnaan Ziehl Neelsen, termasuk pewarnaan tahan asam. Biasanya dipakai untuk
mewarnai golongan Mycobacterium (M. tuberculosis dan M. leprae) dan Actinomyces.
Bakteri genus Mycobacterium dan beberapa spesies nocardia pada dinding selnya
mengandung banyak zat lipid (lemak) sehingga bersifat permeable dengan pewarnaan biasa.
Bakteri tersebut bersifat tahan asam (+) terhadap pewarnaan tahan asam. Pewarnaan tahan
asam dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa tuberculosis.
Pewarnaan ini merupakan prosedur untuk membedakan bakteri menjadi 2 kelompok tahan
asam dan tidak tahan asam.
Bila zat warna yang telah terpenetrasi tidak dapat dilarutkan dengan alkohol asam, maka
bakteri tersebut disebut tahan asam sedangkan sebaliknya disebut tidak tahan asam.
Bahan pemeriksaan TB biasanya berupa sputum yang diambil dari pasien tersangka KP
(Koch pulmonum), tetapi dapat pula diambil dari lokasi lain seperti cairan otak (Liquor
Cerebro Spinalis), getah lambung, urine, ulkus, dll.
Prinsip Pewarnaan
Bakteri tahan asam (BTA) akan memberikan warna merah, sedangkan yang tidak tahan asam
akan berwarna biru.
Tambahan:
Cara pemeriksaan BTA dari sputum dengan oil imersi
1. Teteskan oil imersi pada sediaan sputum lihat pada pembesaran lensa objektif 100x carilah
BTA yang berbentuk batang warna merah.
2. Periksa dengan cara mengeser dan membentuk zig zag dari atas kebawah kemudian ulangi
dengan berlawanan arah.
Pembiakan M. tuberculosis
Inkubasi 6-8 minggu
Pembiakan M. tuberculosis dengan media Lowenstein-Jenses atau Ogawa, lebih
sering Ogawa.
Tes sensitivitas dengan obat rifampisin, isoniazida, pira zinamida, etambutol,
streptomisin, dll.
Bisa juga dilakukan tes biokimiawi
koloni M. tuberkulosis