Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Lemak (disebut juga lipid) adalah zat yang kaya kalori, yang berfungsi
sebagai sumber utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak diperoleh dari
makanan atau dibentuk di dalam tubuh, terutama di hati dan disimpan di dalam sel-sel
lemak untuk digunakan di kemudian hari. Sel-sel lemak juga melindungi tubuh dari
dingin dan membantu melindungi tubuh terhadap cedera. Lemak merupakan
komponen penting dari selaput sel, selubung saraf yang membungkus sel-sel saraf
serta empedu (Suyatna, 2007).
Dua lemak utama dalam darah adalah kolesterol dan trigliserida.
Lemak tidak larut dalam cairan plasma, sehingga dia harus mengikat dirinya pada
protein tertentu agar dapat mengikuti aliran darah. Gabungan antara lemak dan
protein ini disebut lipoprotein.
Kurang gerak, pola makan tinggi kalori, kaya lemak dan karbohidrat,
menyebabkan penumpukan kelebihan energi dari glukosa, lemak dan protein yang
tidak terpakai. Penimbunan lemak ini dapat menyebabkan pembesaran jaringan
adipose yang membuat seseorang menjadi gemuk terutama pada bagian perut yang
lambat laun nampak membuncit (Alam et al., 2003).
BAB II
ISI

I. DEFINISI
Hiperlipidemia atau yang sering disebut sebagai dislipidemia didefinisikan
sebagai suatu keadaan dimana kadar lemak di dalam darah meningkat di atas
batas normal. Total kolesterol menjadi tinggi, LDL (low density lipoprotein) atau
trigliserida tinggi, HDL (high density lipoprotein) rendah, atau kombinasi
kelainan lain. (Wells et al., 2009). Kondisi hiperlipidemia bila berkelanjutan
memicu terbentuknya aterosklerosis (hilangnya elastisitas disertai penyempitan
dan pengerasan pembuluh darah arteri). Aterosklerosis menjadi penyebab utama
terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) (Katzung, 2002).
Hiperlipidemia sering dikenal juga sebagai hiperlipoproteinemia, karena
sebelum mengalami sirkulasi dalam darah, lemak harus berikatan dengan protein
membentuk lipoprotein. Sehingga semakin banyak lemak yang dikonsumsi akan
menyebabkan semakin banyaknya lipoprotein yang terbentuk. Kolesterol dalam
darah akan mengalami sirkulasi dalam bentuk kolesterol LDL dan HDL.
Kolesterol LDL sering disebut kolesterol jahat karena dapat menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah dan mengakibatkan serangan jantung. Sedangkan
HDL dikenal sebagai kolesterol baik karena berfungsi menyapu kolesterol bebas
di pembuluh darah dan mampu mempertahankan kadar trigliserida darah dalam
kisaran normal (Suyatna, 2007).

II. KLASIFIKASI
Secara umum, hiperlipidemia dapat dibagi menjadi dua sub-kategori, yaitu
hiperkolesterolemia (kadar kolesterol tinggi) dan hipertrigliserida (kadar
trigliserida tinggi).
1. Hiperkolesterolemia
Kelebihan kolesterol dalam darah akan menimbulkan suatu proses
kompleks pada pembuluh darah. Mulai dari terjadinya plaque (penimbunan
lemak) dalam pembuluh darah, perlekatan monosit, agregasi platelet, dan
pembentukan trombus. Berbagai proses tersebut akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya penyumbatan pembuluh darah. Akibatnya, organ-organ yang
disuplai pembuluh darah akan mengalami kekurangan atau penghentian suplai
darah. Kondisi inilah yang pada akhirnya akan bermanifestasi sebagai
penyakit jantung koroner (PJK), stroke, atau penyakit vaskuler lainnya.
Idealnya, kadar kolesterol LDL tidak boleh lebih dari 130 mg/dL dan kadar
kolesterol HDL tidak boleh kurang dari 40 mg/dL. Kadar HDL harus meliputi
lebih dari 25% dari kadar kolesterol total (Neal, 2006).
2. Hipertrigliserida
Kadar trigliserida yang tinggi belum tentu meningkatkan resiko
terjadinya penyakit jantung atau stroke, masih belum jelas. Kadar trigliserida
darah diatas 250 mg/dL dianggap abnormal, tetapi kadar yang tinggi ini tidak
selalu meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis maupun penyakit arteri
koroner. Kadar trigliserida yang sangat tinggi (sampai lebih dari 800 mg/dL)
bisa menyebabkan pancreatitis (Neal, 2006).
Dapat pula dibedakan menjadi hiperlipidemia primer dan sekunder
berdasarkan faktor resikonya.
1. Hiperlipidemia Primer
Hiperlipidemia primer dibagi dalam dua kelompok besar :
a. Hiperlipoproteinemia monogenik karena kelainan gen tunggal yang
diturunkan. Sifat penurunan ini mengikuti hukum Mendel;
b. Hiperlipoproteinemia poligenik/multifaktorial. Kadar kolesterol pada
kelompok ini ditentukan oleh gabungan faktor-faktor genetik dengan
faktor lingkungan (Suyatna, 2007).
2. Hiperlipidemia Sekunder
Kejadian hiperlipidemia sekunder kira-kira 40% dari seluruh kasus
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah terjadinya peningkatan kadar lemak
yang disebabkan antara lain oleh kondisi penyakit dan penggunaan obat-obat
tertentu (Suyatna, 2007).
Gambar 2.1. Penyebab Hiperlipoproteinemia Primer (genetik)

(Dipiro et al., 2008)


Gambar 2.2. Penyebab Hiperlipoproteinemia Sekunder (Gangguan Metabolisme)

(Dipiro et al., 2008).


Hiperlipoproteinemia dibedakan atas lima macam berdasarkan jenis
lipoprotein yang meningkat. Hiperlipidemia ini mungkin primer atau sekunder
akibat diet, penyakit atau pemberian obat. (Departemen farmakologi dan
Terapeutik, 2007).
a) Hiperlipoproteinemia tipe I
Disebut juga hiperkilomikronemia familial, merupakan penyakit
keturunan yang jarang terjadi dan ditemukan pada saat lahir. Dimana tubuh
penderita tidak mampu membuang kilomikron dari dalam darah. Anak-anak
dan dewasa muda dengan kelainan ini mengalami serangan berulang dari
nyeri perut. Hati dan limpa membesar, pada kulitnya terdapat pertumbuhan
lemak berwarna kuning-pink (xantoma eruptif). Pemeriksaan darah
menunjukkan kadar trigliserida yang sangat tinggi. Penyakit ini tidak
menyebabkan terjadi aterosklerosis tetapi bisa menyebabkan pankreatitis,
yang bisa berakibat fatal. Penderita diharuskan menghindari semua jenis
lemak (baik lemah jenuh, lemak tak jenuh maupun lemak tak jenuh ganda).
b) Hiperlipoproteinemia tipe II
Disebut juga hiperkolesterolemia familial, merupakan suatu penyakit
keturunan yang mempercepat terjadinya aterosklerosis dan kematian dini,
biasanya karena serangan jantung. Kadar kolesterol LDLnya tinggi. Endapan
lemak membentuk pertumbuhan xantoma di dalam tendon dan kulit. 1 di
antara 6 pria penderita penyakit ini mengalami serangan jantung pada usia 40
tahun dan 2 diantara 3 pria penderita penyakit ini mengalami serangan jantung
pada usia 60 tahun. Penderita wanita juga memiliki resiko, tetapi terjadinya
lebih lambat. 1 dari 2 wanita penderita penyakit ini akan mengalami serangan
jantung pada usia 55 tahun. Orang yang memiliki 2 gen dari penyakit ini
(jarang terjadi) bisa memiliki kadar kolesterol total sampai 500-1200 mg/dL
dan seringkali meninggal karena penyakit arteri koroner pada masa kanak-
kanak. Tujuan pengobatan adalah untuk menghindari faktor resiko, seperti
merokok, dan obesitas, serta mengurangi kadar kolesterol darah dengan
mengkonsumsi obat-obatan. Penderita diharuskan menjalani diet rendah
lemak atau tanpa lemak, terutama lemak jenuh dan kolesterol serta melakukan
olah raga secara teratur. Menambahkan bekatul gandum pada makanan akan
membantu mengikat lemak di usus. Seringkali diperlukan obat penurun
lemak.
Tipe IIA (Hiperkilomikronemia familial)
Peningkatan LDL dengan kadar VLDL normal karena penghambatan dalam
degradasi LDL, sehingga terdapat peningkatan kolesterol serum tetapi
triasilgliserol normal. Ini disebabkan oleh berkurangnya reseptor LDL
normal.. Pengobatan untuk hiperlipidemia tipe IIA ini yaitu dengan diet
rendah kolesterol dan lemak jenuh. Untuk heterozigot dapt diterapi dengan
kolestipol atau kolestiramin dan levostatin atau mevastatin. Untuk homozigot
sama seperti heterozigot tetapi dengan penambahan niasin.
Tipe IIB (Hiperlipidemia kombinasi familial)
Tipe ini sama dengan tipe IIA kecuali adanya peningkatan VLDL,
menyebabkan triasilgliserol serum dan kolesterol meningkat. Yang
disebabkan karena produksi VLDL oleh hati berlebihan. Pengobatan untuk
hiperlipidemia tipe IIA ini yaitu dengan pembatasan kolseterol dan lemak
jenuh dalam diet serta alkohol. Terapi obat sama dengan IIA kecuali
heterozigot juga menerima niasin.
c) Hiperlipoproteinemia tipe III
Merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi, yang
menyebabkan tingginya kadar kolesterol VLDL dan trigliserida. Pada
penderita pria, tampak pertumbuhan lemak di kulit pada masa dewasa awal.
Pada penderita wanita, pertumbuhan lemak ini baru muncul 10-15 tahun
kemudian. Baik pada pria maupun wanita, jika penderitanya mengalami
obesitas, maka pertumbuhan lemak akan muncul lebih awal. Pada usia
pertengahan, aterosklerosis seringkali menyumbat arteri dan mengurangi
aliran darah ke tungkai.
Pemeriksaan darah menunjukkan tingginya kadar kolesterol total dan
trigliserida. Kolesterol terutama terdiri dari VLDL. Penderita seringkali
mengalami diabetes ringan dan peningkatan kadar asam urat dalam darah.
Pengobatannya meliputi pencapaian dan pemeliharaan berat badan ideal serta
mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh. Biasanya diperlukan obat
penurun kadar lemak. Kadar lemak hampir selalu dapat diturunkan sampai
normal, sehingga memperlambat terjadinya aterosklerosis
d) Hiperlipoproteinamia tipe IV
Merupakan penyakit umum yang sering menyerang beberapa anggota
keluarga dan menyebabkan tingginya kadar trigliserida. Penyakit ini bisa
meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis. Penderita seringkali
mengalami kelebihan berat badan dan diabetes ringan. Penderita dianjurkan
untuk mengurangi berat badan, mengendalikan diabetes dan menghindari
alkohol. Bisa diberikan obat penurun kadar lemak darah.
e) Hiperlipoproteinamia tipe V
Merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi, dimana tubuh
tidak mampu memetabolisme dan membuang kelebihan trigliserida
sebagaimana mestinya. Selain diturunkan, penyakit ini juga bisa terjadi akibat
dari penyalahgunaan alkohol, diabetes yang tidak terkontrol dengan baik,
gagal ginjal dan makan setelah menjalani puasa selama beberapa waktu (UPT-
Balai Informasi Teknologi LIPI, 2009).

III. PATOFISIOLOGI
Terdapat 4 jenis utama lipoprotein, yaitu :
Kilomikron
VLDL (Very Low Density Lipoproteins)
LDL (Low Density Lipoproteins)
HDL (High Density Lipoproteins) (Katzung, 2002).
Tidak semua kolesterol meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung.
Kolesterol yang dibawa oleh LDL (disebut juga kolesterol jahat) menyebabkan
meningkatnya resiko penyakit jantung, sedangkan kolesterol yang dibawa oleh
HDL (disebut juga kolesterol baik) menyebabkan menurunnya resiko penyakit
jantung dan menguntungkan. Idealnya, kadar kolesterol LDL tidak boleh lebih
dari 130 mg/dL dan kadar kolesterol HDL tidak boleh kurang dari 40 mg/dL.
Kadar HDL harus meliputi lebih dari 25 % dari kadar kolesterol total (Neal,
2006).

Transport dan metabolisme lipoprotein pada orang normal


Sebagai plasma lipid yang terbesar, kolesterol dan trigliserida merupakan
substrat esensial untuk pembentukan membran sel dan sintesis hormon.
Kolesterol dan trigliserida merupakan sumber dari asam lemak bebas.
Dislipidemia dapat diartikan sebagai peningkatan kadar total kolesterol, LDL-C,
atau kadar trigliserida, kadar HDL-C yang rendah, atau kombinasi dari keadaan-
keadaan tersebut. Lemak bersifat tidak larut dalam air sehingga lemak diedarkan
dalam darah sebagai lipoprotein. Hiperlipoprteinemia diartikan sebagai
peningkatan konsentrasi makromolekul lipoprotein yang mentranspor lipid dalam
plasma.
Gambar2.3. komposisi lipoprotein yang di isolasi dari subyek normal

(Dipiro et al., 2005).


1) Kilomikron. Lipoprotein dengan berat molekul terbesar ini lebih dari 80%
komponennya terdiri dari trigliserida dan kurang dari 5% kolesterol ester.
Kilomikron membawa trigliserida dari makanan ke jaringan lemak dan otot
rangka, juga membawa kolesterol makanan ke hati.
2) Lipoprotein Densitas Sangat Rendah (VLDL). Lipoprotein ini terdiri dari 60%
trigliserida (endogen) dan 10-15% kolesterol. VLDL disekresi oleh hati untuk
mengangkut trigliserida ke jaringan perifer. Trigliserida VLDL dihidrolisis
oleh LPL menghasilkan asam lemak bebas untuk disimpan dalam jaringan
adiposa dan bahan oksidasi di jantung dan otot skelet.
3) Lipoprotein Densitas Sedang (IDL). IDL ini kurang mengandung trigliserida
(30%), lebih banyak kolesterol (20%) dan relatif lebih banyak mengandung
apoprotein B dan E. IDL adalah zat perantara yang terjadi sewaktu VLDL
dikatabolisme menjadi LDL, tidak terdapat dalam kadar yang besar kecuali
bila terjadi hambatan konversi lebih lanjut. Bila terdapat dalam jumlah yang
banyak IDL akan terlihat sebagai kekeruhan dalam plasma yang didinginkan
meskipun ultra sentrifugasi perlu dilakukan untuk memastikan adanya IDL.
4) Lipoprotein Densitas Rendah (LDL). LDL merupakan lipoprotein pengangkut
kolesterol terbesar pada manusia (70% total). Partikel LDL mengandung
trigliserida sebanyak 10% dan kolesterol 50%.
5) Lipoprotein Densitas Tinggi (HDL). HDL dapat disubklasifikasikan kedalam
HDL1, HDL2, HDL3 dan berdasarkan kandungan Apo A-I dan Apo A-II nya.
Metabolisme HDL kompleks dan terdapat petunjuk bahwa Apo A-I plasma
yang merupakan apoprotein utama HDL merupakan inverse predictor untuk
resiko penyakit jantung koroner yang lebih baik daripada kadar HDL
(Suyatna, 2007).
Lipid darah diangkut dengan dua cara yaitu jalur eksogen dan jalur endogen.
a. Jalur Eksogen
Trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus
dikemas sebagai kilomikron. Kilomikron ini akan diangkut dalam saluran
limfe lalu kedalam darah via duktus torasikus. Di dalam jaringan lemak,
trigliserida dalam kilomikron mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase
yang terdapat pada permukaan sel endotel. Akibat hidrolisis ini maka akan
terbentuk asam lemak dan kilomikron remnan. Kilomikron remnan adalah
kilomikron yang telah dihilangkan sebagian besar trigliseridanya sehingga
ukurannya mengecil tetapi jumlah ester kolesterol tetap. Asam lemak bebas
akan menembus endotel dan masuk kedalam jaringan lemak atau sel otot
untuk diubah menjadi trigliserida kembali (cadangan) atau dioksidasi (energi)
(Suyatna, 2007).
b. Jalur Endogen
Trigliserida dan kolesterol yang disintesis oleh hati diangkut secara
endogen dalam bentuk VLDL kaya trigliserida dan mengalami hidrolisis
dalam sirkulasi oleh lipoprotein lipase yang juga menghidrolisis kilomikron
menjadi partikel lipoprotein yang lebih kecil yaitu IDL dan LDL. LDL
merupakan lipoprotein yang mengandung kolesterol paling banyak (60-70%).
LDL mengalami katabolisme melalui reseptor dan jalur non reseptor. Jalur
katabolisme reseptor dapat ditekan oleh produksi kolesterol endogen
(Suyatna, 2007).

Gambar 2.4. Jalur Transport Lipid (Dipiro et al., 2005).


Peningkatan trigliserida, kolesterol LDL, dan kolesterol total dalam darah
berhubungan dengan perkembangan penyakit jantung koroner (PJK). Kelainan
patologi pada hiperlipidemia terutama diakibatkan oleh lesi aterosklerosis,
disfungsi endothelium, respon inflamasi, faktor genetik, dan pengikatan LDL
secara normal.
Lesi aterosklerosis
Lesi aterosklerosis diduga berkembang dari transport dan retensi LDL plasma
melalui lapisan sel endothelial ke dalam matriks ekstraselular daerah
subendotelial. Pada dinding arteri, LDL dimodifikasi secara kimia melalui
proses oksidasi dan glikasi nonenzimatik. Perlahan-lahan LDL teroksidasi
menarik monosit ke dalam dinding arteri. Monosit-monosit ini akan berubah
menjadi makrofag yang mempercepat oksidasi LDL.

Disfungsi endotelium
Hipotesis respon terhadap luka menyatakan bahwa factor resiko seperti LDL
teroksidasi, luka mekanis terhadap endothelium, peningkatan homosistein,
serangan fungsi imunologi, atau induksi infeksi yang menginduksi perubahan
dalam endothelial dan fungsi intima membawa kepada disfungsi endothelium
dan serangkaian interaksi seluler yang lama kelamaan memuncak menjadi
aterosklerosis. Gejala klinis yang dapat muncul adalah angina, infark miokard,
aritmia, stroke, penyakit arteri perifer, aneurisme pada aorta serta abdomen
dan kematian mendadak.
Respon inflamasi
LDL teroksidasi mempengaruhi respon inflamasi yang dimediasi oleh
beberapa zat kimia penarik dan sitokin, misalnya Monosite Colony
Stimulating Factor (MCSF), melekul adhesi intraselular, Platelet
Degeneration Growth Factor (PDGF), Transformation Growth Factor (TGF),
IL-1, dan IL-6. Luka yang berulang dan perbaikan plak aterosklerosis
akhirnya akan mengarah kepada perlindungan fibrous cap yang didasari oleh
inti lipid, kolagen, kalsium, dan sel inflamatori seperti limfosit T.
Pemeliharaan fibrous plaque sangat penting untuk mencegah hancurnya plak
dan diikuti oleh trombosit koronari.
Faktor genetik
Kerusakan primer pada hiperkolesterol familial adalah ketidak mampuan
pengikatan LDL terhadap reseptor LDL (LDL-R) atau kerusakan pencernaan
kompleks LDL-R ke dalam sel setelah pengikatan normal. Hal ini mengarah
pada kurangnya degradasi LDL oleh sel dan tidak teraturnya biosintesis
kolesterol, dengan jumlah kolesterol total dan LDL tidak seimbang dengan
berkurangnya reseptor LDL.
(Dipiro et al., 2005)
IV. MANIFESTASI KLINIK
Hiperlipidemia tidak memberikan tanda-tanda klinis, namun terdapat gejala yang
nyata yang disebut xantoma yaitu penumpukan jaringan lemak di dalam tendo (urat
daging) dan di dalam kulit yang sering dijumpai antara lain di lipatan kelopak mata.
Jika kadar kolesterol tidak terkontrol lama kelamaan akan menumpuk, menjadi
aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Gejala hiperlipidemia diantaranya yaitu
merasa sakit, berdebar, berkeringat, gelisah, bernafas pendek, kehilangan kesadaran
atau sulit dalam berbicara atau bergerak, sakit abnominal, dan kematian secara
mendadak. Pasien yang terkena sindrom metabolisme kemungkinan memiliki tiga
atau lebih komplikasi, yaitu obesitas abdominal, atherogenic dyslipidemia, tekanan
darah tinggi, resistensi insulin (dengan atau tanpa intoleransi glukosa), keadaan
prothrombotic, atau keadaan proinflammatory (Dipiro et al,. 2008).
Hiperkolesterolemia familial dijelaskan dengan peningkatan selektif LDL plasma
dan perubahan penyimpanan turunan kolesterol LDL pada tendon (xantoma) dan
arteri (ateroma) (Sukandar et al., 2008).
Defisiensi lipoprotein lipase famial dijelaskan dengan akumulasi masif
kilomikron dan berhubungan dengan meningkatnya trigliserida plasma atau pola
lipoprotein tipe I (peningkatan kilomikron). Gejala yang muncul termasuk serangan
berulang pankreatitis dan nyeri abdominal, munculnya xantomatosis kutaneus, dan
hepatosplenomegali yang diawali sejak kecil. Gejala buruk proporsional dengan
asupan lemak dalam makanan dan mengakibatkan peningkatan kilomikron.
Pembentukan aterosklerosis tidak dipercepat dengan penyakit ini (Sukandar et al.,
2008).
Gejala klinis pasien dengan hiperlipoprotein familial tipe III (peningkatan IDL
atau Intermediate Density Lipoprotein) berkembang setelah umur 20 tahun yaitu
xantoma striata palmaris (perubahan warna menjadi kuning pada palma dan
berkerutnya digital); tuberosa xantoma (bulbus kutaneus xantoma); dan ateroslerosis
parah yang melibatkan arteri koroner, karotid internal, dan aorta abdominal
(Sukandar et al., 2008).
Hiperlipoproteinemia tipe IV (peningkatan VLDL) umum dan terutama terjadi
pada pasien obesitas, diabetes, dan hiperurisemia dan tidak memiliki xantoma.
Kondisi senkunder bisa terjadi pada peminum alkohol dan diperburuk dengan stres,
propestin, kontrasepsi oral, thiazid, atau bloker (Sukandar et al., 2008).
Tipe V (peningkatan VLDL dan kilomikron) dijelaskan dengan nyeri abdominal,
pankreatitis, munculnya xantoma, dan polineuropathy perifer. Pasien-pasien ini
biasanya obesitas, hiperurisemnia, dan diabetes; peminum alkohol, eksogenus
estrogen, dan gagal ginjal dapat memperburuk faktor yang telah ada. Resiko
aterosklerosis meningkat dengan penyakit tipe ini (Sukandar et al., 2008).

V. DIAGNOSIS
Hiperlipidemia umumnya tidak memiliki gejala. Skrining dilakukan dengan
tes darah sederhana untuk mengukur kadar kolesterol dan trigliserida. Berdasarkan
National Cholestrol Education Program Guidelines, orang dewasa yang sehat harus
disaring setiap lima tahun sekali dimulai pada usia 20. Jika Anda memiliki riwayat
keluarga dengan kolesterol tinggi atau faktor risiko lain Anda mungkin perlu lebih
awal atau skrining lebih sering (Robert, 2005).

Anamnese

Evaluasi riwayat hidup pasien meliputi umur, jenis kelamin, dan status
menstrual dan jika wanita diperhatikan status menstrual dan estrogennya (Sukandar et
al., 2008).

Pemeriksaan Fisik

Riwayat hidup lengkap dan pemeriksaan fisik harus menggambarkan


(Sukandar et al., 2008) :
1. Ada atau tidaknya faktor resiko penyakit jantung atau menjelaskan penyakit
jantung dalam perseorangan.
2. Sejarah keluarga penyakit jantung prematur atau gangguan lipid.
3. Ada atau tidaknya faktor sekunder hiperlipidemia, termasuk pengobatan
bersamaan.
4. Ada atau tidaknya xantoma, nyeri abdominal, atau sejarah pakreatitis,
penyakit ginjal atau hati, penyakit pembuluh darah perifer, aneurisme aortik
abdominal, atau penyakit pembuluh darah perifer, aneurisme aortik
abdominal, atau penyakit pembuluh darah otak (bruits karotid, stroke,
serangan iskemik, transient).

Pemeriksaan laboratorium
1. Jenis pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis hiperlipidemia adalah
(Judajana, 2011) :
Kolesterol total
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL-Direk,
Trigliserida
ApoB
Lp(a)
2. Pemeriksaan penyaring dianjurkan pada semua orang dewasa berumur lebih
dari 45 tahun. Pemeriksaan penyaring meliputi kadar kolesterol total dan
trigliserida. Bila hasilnya normal, maka dianjurkan pemeriksaan ulang setiap
lima tahun. Bila hasilnya abnormal diperlukan pemeriksaan profil lipid
lengkap yang meliputi kolesterol Total, LDL-C, HDL-C dan trigliserida serta
kadar glukosa darah. Pemeriksaan profil lengkap harus dijalankan sedini
mungkin pada mereka yang beresiko tinggi terkena atherosclerosis (Judajana,
2011).
3. Dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar kolesterol total. Profil
lipoprotein puasa termasuk kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida
seharusnya diukur pada semua orang dewasa berumur 20 tahun atau lebih,
setidaknya setiap 5 tahun sekali.
4. Beberapa persyaratan untuk pengambilan bahan (darah) agar hasilnya
mencerminkan keadaan yang sebenarnya dan dapat dibandingkan dari waktu
ke waktu (pada pengobatan) (Judajana, 2011):
a. Untuk mengukur kadar kolesterol LDL, HDL dan trigliserida, sebaiknya
penderita berpuasa dulu minimal selama 12 jam. Hal ini dikarenakan
trigliserida dapat meningkat pada seseorang yang tidak puasa.
b. Dianjurkan selama 2 minggu sebelumnya tidak makan obat yang
mempengaruhi kadar lipid.
c. Tidak ada perubahan berat badan.
d. Sekurang kurangnya 3 bulan sebelumnya tidak sakit berat, infark miokard
atau operasi .
e. Serum segera dipisahkan atau bila dipakai plasma maka digunakan
antikoagulan EDTA.
f. Pemeriksaan dilakukan sebanyak dua kali, 1 sampai 8 minggu secara
terpisah, dengan pasien dalam kondisi asupan makanan yang stabil dan
tidak memiliki penyakit akut, dianjurkan untuk meminimalisir keragaman
sehingga didapatkan data dasar yang akurat. Jika kolesterol total lebih
besar dari 200 mg/dl, pemeriksaan kedua dianjurkan untuk dilakukan
(Katzung, 2002).
g. Jika pemeriksaan fisik dan evaluasi riwayat hidup tidak cukup untuk
mendiagnosis penyakit familial, maka dilakukan uji elektroforesis
lipoprotein gel-agarosa yang berguna untuk menentukan tipe mana yang
mempengaruhi lipoprotein (Katzung, 2002).
h. Diagnosis defisiensi lipoprotein lipase berdasarkan kurang atau hilangnya
aktivitas enzim pada plasma normal manusia atau apolipoprotein C-II
yang merupakan kofaktor enzim (Katzung, 2002).
i. Kelainan metabolisme lemak sebenarnya merupakan hasil interaksi
berbagai/ banyak faktor, dan memerlukan beberapa jenis pemeriksaan
laboratorium lainnya untuk melengkapi yaitu Small Dense LDL,
Lipoproteinn A (Lpa), Apolipoprotein A1, Apolipoprotein A2,
Apolipoprotein B
j. Tes diagnostik lain, meliputi : Lipoprotein (a), homosistein, serum amiloid
a, dan LDL tebal/padat (pola B). Berbagai skrining tes untuk manifestasi
dari penyakit pembuluh (index mata kaki berkenaan dengan lengan,
latihan pengujian, Magnetis Resonansi Imaging) dan diabetes (glukosa
puasa, uji toleransi glukosa oral).

VI. PENANGANAN FARMAKOLOGIS DAN NON FARMAKOLOGIS


Penanganan hiperlipidemia

1. Terapi farmakologis
a. Asam Fibrat
Klofibrat ditemukan peningkatan angka mortalitas. Derivat asam fibrat
yang masih digunakan saat ini adalah gemfibrozil, fenofibrat, dan
bezafibrat. Obat ini diduga bekerja dengan cara berikatan dengan resptor
peroxisome proliferator-activated receptors alpha (PPARa) dengan
peningkatan oksidasi asam lemak, sintesis LPL dan penurunan ekspresi
Apo C-III. Peninggian kadar LPL meningkatkan klirens lipoprotein yang
kaya trigliserida. Penurunan produksi Apo C-III hati akan menurunkan
VLDL. HDL meningkat secara moderat karena peningkatan ekspresi Apo
A-I dan Apo A-II (Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007).
Resorpsinya dari usus lambat tetapi lengkap, di dalam hati segera
dihidrolisa menjadi metabolit aktif. Ekskresinya berlangsung melalui
kemih sebagai glukuronida.
Efek samping berupa gangguan (sementara) saluran cerna, kadang kala
nyeri kepala, kantuk, eksantema, timulasi nafsu makan, rambut rontok,
dan impotensi.
Interaksi. Efek derivat kumarin diperkuat, begitu pula efek furosemida dan
antidiabetika oral berdasarkan pendesakan dari ikatan proteinnya.
Dosis. Permulaan 500 mg sehari, berangsur-angsur dinaikkan sampai
3-4 dd 500 mg d.c./p.c. (Tjay, 2010).

b. Resin (damar pengikat asam empedu)


Contohnya adalah kolestiramin dan kolestipol. Resin menurunkan
kadar kolesterol dengan mengikat asam empedu dalam saluran cerna,
mengganggu sirkulasi enterohepatik sehingga ekskresi steroid yang
bersifat asam dalam tinja mengikat. Resin menyebabkan penurunan
kolesterol dalam hati. Hal ini meningkatkan katabolisme LDL dan
meningkatkan aktivitas HMG CoA reduktase. Peningkatan aktivitas HMG
CoA akan mengurangi efek penurunan kolesterol oleh resin. Oleh karena
itu efek resin akan meningkat bila diberikan bersama penghambat HMG
CoA reduktase.
Efek samping tersering ialah mual, muntah dan konstipasi yang
berkurang setelah beberapa waktu. Akibat gangguan absorpsi lemak atau
steatore dapat terjadi gangguan absorpsi vitamin A, D, dan K serta
hipoprotrombinemia. Obat ini mengganggu absorpsi klorotiazid,
furosemid, propanolol, statin, tiroksin, digitalis, besi, fenilbutason dan
warfarin sehingga obat-obat ini harus diberikan 1 jam sebelum atau 4 jam
setelah pemberian kolestiramin. Pemberian bersam antikoagulan harus
dilakukan dengan hati-hati karena dapat terjadi perpanjangan masa
protrombin.
Dosis kolestiramin dan kolestipol yang dianjurkan adalah 12-16 g
sehari dibagi 2-4 bagian dan dapat ditingkatkan sampai maksimum 3 kali
8 g (Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007).
c. Penghambat HMG CoA Reduktase (Statin)
Contoh senyawa golongan ini adalah lovastatin, simvastatin,
pravastatin, atorvastatin dan rosuvastatin.Senyawa penghambat HMG
CoA redukatase ini berdaya menurunkan sintesa kolesterol endogen dalam
hati dengan demikian terjadi penurunank kolesterol total dengan kuat,
LDL, TG dan VLDL lebih ringan, sedangkan HDL dinaikkan. Dapat
dikombinasikan dengan damar untuk pengobatan hiperlipidemia yang
parah. Statin juga berkhasiat untuk antitrombotis, anti-aritmia dan
antiradang dengan jalan menghambat sitokin-sitokin tertentu.
Efek samping umumnya ringan, antara lain nyeri otot reversibel yang
adakalanya menjadi gangguan otot parah yang disebut (statin-induced)
rhabdomiolysis. Cerivastatin telah ditarik dari pasaran karena kombinasi
dengan gemfibrozil menimbulkan efek samping fatal ini. Efek samping
yang sering terjadi adalah rasa letih dan nyeri otot karena berkurangnya
kada koenzim Q10 yang pembentukannya dirintangi oleh statin. Wanita
hamil tidak boleh menggunakannya karena statis berdaya teratogen,
lagipula kolesterol mutlak dibutuhkan bagi perkembangan janin.
Lovastatin dimulai dari dosis 20 mg sampai 80 mg per hari,
pravastatin 10-80 mg/hari, simvastatin 5-80 mg/hari, fluvastatin 20-80
mg/hari, atorvastatin 10-80 mg/hari dan rosuvastatin 10-40 mg/hari (Tjay,
2010).
d. Asam Nikotinat
Contohnya adalah niasin, acipimox. Pada jaringan lemak, asam
nikotinat menghambat hidrolisis trigliserida oleh hormone-sensitive
lipase, sehingga mengurangi transport asam lemak bebas ke hati dan
mengurangi transport asma lemak bebas ke hati dan mengurangi sintesis
trigliserida hati. Hal ini akan menurunkan kadar VLDL dan LDL.
Efek samping yang paling mengganggu adalah gatal dan kemerahan
kulit di daerah wajah dan tengkuk. Efek yang bahaya adalah gangguan
fungsi hati ditandai kadar fosfatase alkali meningkat. Efek lain adalah
gangguan saluran cerna.
Asam nikotinat biasanya diberikan per oral 2-6 g sehari terbagi dalam
3 dosis bersama makanan, mula-mula dalam dosis rendah (3 kali 100-200
mg sehari) lalu dinaikkan setelah 1-3 minggu (Departemen Farmakologi
dan Terapeutik. 2007)
e. Probukol
Probukol dianggap sebagai obat pilihan kedua pada pengobatan
hiperkolesterolemia dengan peninggian LDL. Obat ini menurunkan kadar
LDL dan HDL tanpa perubahan kadar trigliserida. Efek penurunan kadar
LDL obat ini kurang kuat dibandingkan resin. Pemberian bersama resin
meningkatkan efek hipolipidemiknya. Probukol menimbulka konsistensi
tinja yang lunak sehingga memperbaiki efek samping resin yang
menimbulkan konstipasi. Kombinasi probukol dengan klofibrat tidak
boleh dilakukan karena kadar HDL akan lebih rendah.
Efek samping. Reaksi yang sering terjadi berupa gangguan
gastrointestinal ringan (diare, flatus, nyeri perut dan mual). Kadang-
kadang terjadi eosinofilia, parestesia dan edema angioneurotik. Pada
wanita yang merencanakan hamil dianjurkan agar menghentikan probukol
6 bulan sebelumnya.
Dosis. Dosis dewasa 250-500 mg sebaiknya ditelan bersama makanan,
2 kali sehari. Biasanya dikombinasi dengan obat hipolipidemik yang lain
(resin atau penghambat HMG CoA reduktase) (Departemen Farmakologi
dan Terapeutik. 2007).
f. Lain-lain:
- Penghambat absorpsi: ezetimibe menghambat absorpsi sitosterol dan
kolesterol dalam usus. Obat ini efektif menurunkan LDL dan
kolesterol total. Pemberian bersama fibrat meningkatkan kadar
ezetimibe dalam plasma. Sebaliknya bila diberikan bersama
kolestiramin, kadar ezetimibe dalam plasma menurun. Dosis obat
berkisar 5-10 mg/hari, diberikan sekali sehari (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik. 2007).
- Neomisin sulfat. Neomisin sulfat diberikan per oral dapat
menurunkan kadar kolesterol dengan cara mirip resin yaitu
membentuk kompleks tidak larut dalam asam empedu. Efek
penurunan kolesterol neomisin bersifat sedang, tidak mengubah kadar
trigliserida. Obat ini diberikan tunggal atau bersama dengan obat lain.
Efek samping meliputi gangguan cerna, ototoksisitas, nefrotoksisitas
(terutama pada pasien gangguan fungsi ginjal), ggangguan absorpsi
obat lain (digoksin), dsb (Departemen Farmakologi dan Terapeutik.
2007).
- Beta sitosterol. Beta sitosterol adalah gabungan sterol tanaman yang
tidak diabsorpsi saluran cerna manusia. Mekanisme kerja diduga
menghambat absorpsi kolesterol eksogen dan diindikasikan hanya
untuk pasien hiperkolesterolemia poligenik yang amat sensitif dengan
penambahan kolesterol dari luar (makanan). Efek samping berupa
laksatif, mual dan muntah. Dosis dianjurkan berkisar 3-6 g/hari
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007).
- Serat nabati yang terdiri dari polisakarida yang tidak dapat dicerna
oleh flora usus dan tidak diserap (selulosa, hemiselulosa, lignin,
pektin, dan jenis gom). Banyak terdapat di dinding sel dari jenis
gandum, sayuran dan buah-buahan. Berkhasiat antilipemis karena
menyerap asam empedu, yang dikeluarkan lewat tinja. Tanpa asam ini
resorpsi kolesterol (dan lipida lainnya) sangat berkurang, hingga
kadarnya dalam plasma menurun (Tjay, 2010).
2. Terapi non farmakologis
a. Pengaturan diet
1. Kurangi pemasukan lemak (sampai k.l. 30% dari energi total) antara
lain kurangi asupan produk-produk dairy dan daging (sosis, kornet)
yang merupakan sumber utama lemak jenuh untuk digantikan dengan
ikan dan unggas.
2. Substitusi minyak jenuh dengan minyak mono/poly-unsaturated
(minyak olive, kembang mataharo, jagung atau kedele);
3. Kurangi asupan kolesterol dengan menghindari a.l jeroan, hati, otak,
dll.
4. Tingkatkan asupan serat, misalnya sayuran, buah-buahan, sereal
murni, dll.
5. Kurangi asupan alkohol, karena bila berlebihan merupakan sebab
penting dari hiperlipidemia sekunder dan mengakibatkan parahnya
gangguan primer;
6. Gunakan makanan yang mengandung ester stanol. Stanol tumbuhan,
seperti margarin khusus (Benecol), mengurangai absorpsi kolesterol
dari saluran cerna. Mekanismenya dalah stanol menempati titik-titik
dalam misel yang mengantar lipid ke sel-sel mukosa lambung-usus
(Tjay, 2010).
b. Menghilangkan faktor resiko
1. Menghentikan rokok
2. Olahraga cukup
3. Kurangi berat badan. Obesitas yang sendirinya sudah merupakan
faktor risiko gangguan kardiovaskuler, juga mengakibatkan lebih
parahnya gangguan hiperlipidemia.
4. Pengawasan kadar gula darah pada pasien diabetes
5. Mengobati hipertensi (Tjay, 2010).

VII. TERAPI
Tujuan terapi yang ingin dicapai pada pengobatan adalah penurunan
kolesterol total dan LDL untuk mengurangi resiko pertama atau berulang dari infark
miokardiak, angina, gagal jantung, stroke, iskemia, atau kejadian lain pada penyakit
arterial perifer seperti carotid stenosis atau aneurisme aortic abdominal (Sukandar et
al., 2008)
Tujuan terapi dinyatakan dengan kadar LDL-C dan tingkat inisiasi terapetik
perubahan gaya hidup (TLC) dan terapi obat yang diberikan untuk masing-masing
orang dewasa dan anak-anak. Alasan utama untuk mengembangkan terapi terapetik
perubahan gaya hidup dan obat untuk mengurangi risiko kejadian pertama atau
peristiwa berulang seperti MI, angina, gagal jantung, stroke iskemik, dan bentuk-
bentuk lain dari penyakit arteri perifer, seperti carotid stenosis dan aneurisma aorta
abdominal (Dipiro et al., 2008).
Menetapkan perubahan dan hasil yang ditargetkan dengan penguatan tujuan
yang konsisten untuk mencapai tujuan mengurangi hambatan untuk mengoptimalkan
terapetik perubahan gaya hidup dan terapi farmakologis. Terapetik perubahan gaya
hidup harus diterapkan pada semua pasien sebelum mempertimbangkan terapi obat.
Komponen terapetik perubahan gaya hidup termasuk (Dipiro et al., 2008):
mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol
pilihan diet untuk mengurangi LDL
seperti konsumsi tanaman stanol dan sterol dan serat larut
penurunan berat badan
meningkatkan aktivitas fisik.
secara umum, aktivitas fisik intensitas sedang 30 menit per hari dalam
seminggu harus dilakukan. Pasien dengan CAD dikenal atau yang
berisiko tinggi harus dievaluasi sebelum mereka melakukan olahraga
berat.
Berat dan BMI harus ditentukan pada setiap kunjungan, pola dan gaya
hidup untuk menginduksi penurunan berat badan dari 10% harus
didiskusikan dengan orang-orang yang kelebihan berat badan.
Semua pasien harus diberi konseling untuk berhenti merokok dan
untuk memenuhi pedoman Joint National Committee VII untuk
mengontrol hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA

Alam, A., Subardja, D., Fadil, R., Rustama, D.S. 2003. Hiperlipidemia Familial
Homozigot Dan Mikropenis Pada Seorang Anak Balitamkb Vol.35
No.1.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007.Farmakologi dan Terapi.Edisi 5.


Gaya Baru. Jakarta.
Dipiro, J.T. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 6th ed.. The
McGraw-Hill Companies Inc.: United States of America. 429-449

Dipiro, J.T. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 7th ed.. United


States of America: The McGraw-Hill Companies.

Judajana. 2011. Tata Kelola Hiperlipid. Tersedia di:


http://www.ParahitaDiagnosticCenter.html.

Katzung, B. G. 2002. Farmakologi: Dasar dan Klinik, Buku 2, Edisi 8,


Penerjemah: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Salemba Medika. Jakarta. 421-433.

Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. edisi 8. buku 2. Penerbit
Salemba Medika : Jakarta. 441-444

Neal, M.J. 2006. At Glance Farmakologi Medis. ed.5. Penerrbit Erlangga: Jakarta.
46-47

Robert. 2005. Hyperlipidemia (High Blood Fat). Tersedia di:


http://jcem.endojournals.org/content/90/3/0.1.full

Sukandar. 2008. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan. Jakarta.

Suyatna, F.D. 2007. Hipolipidemik. Dalam: S.G. Gunawan, R. Setiabudy, Nafrialdi,


Elysabeth (editor). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. hal. 373-388.

Tjay, T.H., Kirana Rahardja. 2010. Obat Obat Penting Khasiat, Penggunaan, Dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi 6. Jakarta : PT Elex Media Komputindo
Wells, B.G., J.T. Dipiro, T.L. Schwinghammer, C. V. DiPiro. 2009.
Pharmacotherapy Handbook. Seventh Edition. The McGraw-Hill Companies,
Inc. United States. p.98.

Anda mungkin juga menyukai