Anda di halaman 1dari 11

Wednesday, May 16, 2007

Model Adaptasi Callista Roy

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keperawatan sebagai suatu profesi yang sampai saat ini masih dianggap profesi
yang kurang eksis, kurang profesional, bahkan kurang menjanjikan dalam hal
finansial. Oleh karena itu keperawatan harus berusaha keras untuk menunjukkan
pada dunia luar, di luar dunia keperawatan bahwa keperawatan juga bisa sejajar
dengan profesi – profesi lain. Tugas ini akan terasa berat bila perawat-perawat
Indonesia tidak menyadari bahwa eksistensi keperawatan hanya akan dapat dicapai
dengan kerja keras perawat itu sendiri untuk menunjukkan profesionalismenya
dalam memberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan baik
kepada individu, keluarga maupun masyarakat.
Salah satu cara untuk menunjukkan eksistensi keperawatan adalah dengan
mengembangkan salah satu model pelayanan keperawatan yang sesuai dengan
kondisi masyarakat Indonesia. Model keperawatan Roy, dikenal dengan model
adaptasi dimana Roy memandang setiap manusia pasti mempunyai potensi untuk
dapat beradaptasi terhadap stimulus baik stimulus internal maupun eksternal dan
kemampuan adaptasi ini dapat dilihat dari berbagai tingkatan usia.
Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy di Rumah Sakit telah banyak
diterapkan namun sedikit sekali perawat yang mengetahui dan memahami bahwa
tindakan keperawatan tersebut telah sesuai. Bahkan perawat melaksanakan asuhan
keperawatan tanpa menyadari sebagian tindakan yang telah dilakukan pada klien
adalah penerapan konsep teori Roy.
Oleh karena itu, kelompok memandang perlu untuk mengetahui dan mengkaji lebih
jauh tentang penerapan model keperawatan yang sesuai dengan teori Sister Callista
Roy di lapangan atau rumah sakit, sehingga dapat diketahui apakah teori Roy dapat
diaplikasikan dengan baik dalam pelayanan keperawatan/ asuhan keperawatan .

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu memahami konsep model keperawatan menurut Roy dalam manajemen
Asuhan Keperawatan
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep model teori Roy
b. Mampu menghubungkan model konsep Roy dengan proses keperawatan
c. Mampu mengevaluasi/menilai proses keperawatan di RS dengan konsep Roy
pada mode fisiologi sub kebutuhan cairan
d. Mendapatkan gambaran kondisi pelaksanaan konsep Roy di RS pada mode
fisiologis sub kebutuhan cairan

C. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri dari 5 bab yang terdiri dari : bab I pendahuluan, bab II model
konsep/ teori Roy, bab III standar keperawatan menurut Roy, bab IV rencana
pengkajian lapangan, bab V kesimpulan dan saran.
BAB II
KONSEP DASAR MODEL KEPERAWATAN DAN PROSES KEPERAWATAN
MENURUT SISTER CALISTA ROY

A. Konsep Dasar Model Keperawatan Sister Calista Roy


Sister Calissta Roy yang lahir di Los Angeles pada tanggal 14 Oktober 1939, Roy
mengembangkan ilmu dan filosofinya berdasarkan 3 asumsi dasar, yaitu :
1. Asumsi dari Teori Sistem
a. System adalah seperangkat bagian yang saling berhubungan dari satu bagian ke
bagian lain
b. Sistem adalah bagian dari yang berfungsi bagian yang satu dengan yang lain
saling
ketergentungan
c. Sistem mempunyai input, out put, control, proses dan umpan balik
d. Input merupakan umpan balik yang juga disebut informasi
e. Sistem kehidupan lebih kompleks dari system mekanik, mempunyai standard dan
umpan balik langsung terhadap fungsinya.
2. Asumsi dari Teori Melson
a. Perilaku manusia adalah hasil adaptasi dari lingkungan dan kekuatan organisme
b. Perilaku adaptif adalah berfungsinya stimulus dan tingkatan adaptasi, yang dapat
berpengaruh terhadap stimulus fokal, stimulus kontekstual, dan stimulus residual.
c. Adaptasi adalah proses adanya respon positif terhadap perubahan lingkungan
d. Respon merupakan refkleksi keadaan organisme terhadap stimulus
3. Asumsi dari Humanism
a. Individu mempunyai kekuatan kreatif
b. Perilaku individu mempunyai tujuan dan tidak selalu dalam lingkaran sebab akibat
c. Manusia merupakan makhluk holistic
d. Opini manusia dan nilai yang akan datang
e. mobilisasi antar manusia bermakna

B. Teori Adaptasi Sister Calista Roy


Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan
keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang dipandang
sebagai “Holistic adaptif system”dalam segala aspek yang merupakan satu
kesatuan.
System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai
kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap
bagian-bagiannya. System terdiri dari proses input, autput, kontrol dan umpan balik (
Roy, 1991 ), dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi,
bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana
dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.
a. Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang,
efeknya segera, misalnya infeksi .
b. Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik
internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur
dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana
dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial.
c. Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi
yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu
berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk
toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada
yang tidak.

2. Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di
gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan
subsistem.

a) Subsistem regulator.
Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output.
Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah
kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem
dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem.
Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator subsistem.
Gambar 2.1…..

b) Subsistem kognator.
Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output
dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator
subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak dalam
memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi
berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan
mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan)
dan insight (pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa.
Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan
penilaian dan kasih sayang.
Gambar 2.2 .....

3. Output.
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara
subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini
merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai
respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat
meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila
seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan
kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan
respon yang mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.
Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses
kontrol seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan
atau diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan
terhadap bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme yang lain yang dapat dipelajari
seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan
konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut
Regulator dan Kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem
adaptasi.

Gambar 2.3 Sistem adaptasi menurut Roy


Stimulus
Tingkat
Adaptasi
Mekanisme
koping
Regulator
Kognator

Fungsi fisiologis
Konsep diri
Fungsi peran
Interdepedensi
Respon adaptif
dan
Tdk Efektif

(Sister Callista Roy, 1991)


Dalam memelihara integritas seseorang, regulator dan kognator subsistem
diperkirakan sering bekerja sama. Tingkat adaptasi seseorang sebagai sistem
adaptasi dipengaruhi oleh perkembangan individu itu sendiri, dan penggunaan
mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping yang maksimal
mengembangkan tingkat adaptasi seseorang dan meningkatkan rentang stimulus
agar dapat berespon secara positif. Untuk subsistem kognator, Roy tidak membatasi
konsep proses kontrol, sehingga sangat terbuka untuk melakukan riset tentang
proses kontrol dari subsitem kognator sebagai pengembangan dari konsep adaptasi
Roy. Selanjutnya Roy mengembangkan proses internal seseorang sebagai sistem
adaptasi dengan menetapkan sistem efektor, yaitu 4 mode adaptasi meliputi
fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.

a. Mode Fungsi Fisiologi


Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy
mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk
mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis
tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan proses yang
kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :
a. Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi,
pertukaran gas dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).
b. Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan
fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky,
1984 dalam Roy 1991).
c. Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal.
( Servonsky, 1984 dalam Roy 1991)
d. Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang
digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan
memulihkan semua komponen-komponen tubuh. (Cho,1984 dalam Roy, 1991).
e. Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas
dan struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai
fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu. (Sato, 1984 dalam Roy
1991).
f. The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau
memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting
dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.( Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991).
g. Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk
air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya
inefektif fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
(Parly, 1984, dalam Roy 1991).
h. Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian
integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi
untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan proses
emosi kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh (Robertson,
1984 dalam Roy, 1991).
i. Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi
neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin
mempunyai peran yang signifikan dalam respon stress dan merupakan dari regulator
koping mekanisme ( Howard & Valentine dalam Roy,1991).

2. Mode Konsep Diri


Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada
aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan
dengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan.
Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the
personal self.
a. The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan
dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering
terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang
kemampuan seksualitas.
b. The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik
dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut
merupakan hal yang berat dalam area ini.
3. Mode Fungsi Peran
Mode fungsi peran mengenal pola –pola interaksi sosial seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder
dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya
dimasyarakat sesuai kedudukannya .
4. Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy.
Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang,
perhatian dan saling menghargai.
Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam
menerima sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan
untuk afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan
berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari
keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima.
Model keempat mode yang saling berinteraksi dapat dilihat pada gambar dibawah
ini:

C. Paradigma Keperawatan Menurut Sister Calista Roy

Empat Elemen utama dari teori Roy adalah : 1) Manusia sebagai penerima asuhan
keperawatan 2) Konsep lingkungan 3) Konsep sehat dan 4) Keperawatan. Dimana
antara keempat elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain karena
merupakan suatu sistem.

1. Manusia
Manusia merupakan fokus utama yang perlu diperhatikan karena manusialah yang
menjadi penerima asuhan keperawatan, baik itu individu, keluarga, kelompok
maupun masyarakat, yang dipandang sebagai “Holistic Adaptif System”. Dimana
“Holistic Adaptif System “ ini merupakan perpaduan antara konsep sistem dan
konsep adaptasi.

a. Konsep Sistem
Roy memandang manusia sebagai mahluk holistik yang dalam sistem kehidupannya
akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya, dimana diantara keduanya akan
terjadi pertukaran informasi, “matter” dan energi. Adapun karakteristik sistem
menurut Roy adalah input, output, kontrol dan feed back . seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini.

Gambar 2.5 : Gambar sistem dalam bentuk sederhana

CONTROL

FEED

BACK

IN PUTS

OUT PUTGambar di atas menunjukkan suatu sistem terbuka yang saling


mempengaruhi satu dengan yang lain, dimana kualitas suatu sistem sangat
tergantung pada manusia itu sendiri.

b. Konsep Adaptasi
Konsep adaptasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.6 : Gambar manusia sebagai sistem terbuka

COPING
MECHANISMS
FEED

BACK
ADAPTATION
LEVEL
STIMULI

RESPON
SES
Gambar diatas menunjukkan manusia sebagai suatu sistem terbuka, yang terdiri dari
input berupa stimulus dan tingkatan adaptasi, output berupa respon perilaku yang
dapat menyediakan feed back/ umpan balik dan proses kontrol yang diketahui
sebagai mekanisme koping (Roy and Andrew, 1991 dalam Nursing Theory ; 254)
Output dalam sistem adaptasi ini berupa respon perilaku individu yang dapat dikaji
oleh perawat baik secara objektif maupun subjektif. Respon perilaku ini dapat
menjadi umpan balik bagi individu maupun lingkungannya. Roy mengkategorikan
output dari sistem adaptasi ini berupa respon adaptif dan respon inefektif. Respon
adaptif dapat meningkatkan integritas individu sedangkan respon inefektif tidak
dapat mendukung untuk pencapaian tujuan perawatan individu.
Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menggambarkan proses kontrol
individu dalam sistem adaptasi ini. Beberapa koping ada yang bersifat genetik
seperti : WBC (sel darah putih) sebagai benteng pertahanan tubuh terhadap adanya
kuman, sedangkan beberapa koping lainnya ada yang merupakan hasil belajar
seperti : menggunakan antiseptik untuk membersihkan luka. Dalam mekanisme
kontrol ini, Roy menyebutnya dengan istilah “Regulator” dan “Cognator”. Transmitter
dari sistem regulator berupa kimia, neural atau sistem saraf dan endokrin, yang
dapat berespon secara otomatis terhadap adanya perubahan pada diri individu.
Respon dari sistem regulator ini dapat memberikan umpanbalik terhadap sistem
cognator. Proses kontrol cognator ini sangat berhubungan dengan fungsi otak dalam
hal fungsi persepsi atau memproses informasi, pengambilan keputusan dan emosi.

2. Lingkungan
Stimulus yang berasal dari individu dan sekitar individu merupakan elemen dari
lingkungan, menurut Roy. Lingkungan didefinisikan oleh Roy adalah “ Semua
kondisi, keadaan dan pengaruh-pengaruh disekitar individu yang dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu dan kelompok “(Roy and
Adrews, 1991 dalam Nursing Theory : 260) . Dalam hal ini Roy menekankan agar
lingkungan dapat didesign untuk meningkatkan kemampuan adaptasi individu atau
meminimalkan resiko yang akan terjadi pada individu terhadap adanya perubahan.

3. Sehat
Roy mendefinisikan sehat adalah “A State and a process of being and becoming an
integrated and whole person” (Roy and Adrews, 1991 dalam Nursing Theory : 261).
Integritas individu dapat ditunjukkan dengan kemampuan untuk mempertahankan
diri, tumbuh, reproduksi dan “mastery”. Asuhan keperawatan berdasarkan model
Roy bertujuan untuk meningkatkan kesehatan individu dengan cara meningkatkan
respon adaptifnya.

4. Keperawatan
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan keperawatan menurut Roy adalah
meningkatkan respon adaptif individu dan menurunkan respon inefektif individu,
dalam kondisi sakit maupun sehat. Selain meningkatkan kesehatan di semua proses
kehidupan, keperawatan juga bertujuan untuk mengantarkan individu meninggal
dengan damai.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat harus dapat mengatur stimulus fokal,
kontekstual dan residual yang ada pada individu, dengan lebih menitikberatkan pada
stimulus fokal, yang merupakan stimulus tertinggi.

B. PROSES KEPERAWATAN MENURUT TEORI ROY

Menurut Roy elemen dari proses keperawatan meliputi pengkajian tingkat pertama
dan kedua, diagnosa keperawatan, penentuan tujuan, intervensi dan evaluasi.
Fokus dari model ini adalah adaptasi dan tujuan pengkajian adalah mengidentifikasi
tingkah laku yang aktual dan potensial apakah memperlihatkan maladaptif dan
mengidentifikasi stimulus atau penyebab perilaku maladaptif. Empat mode adaptasi
dapat digunakan sebagi dasar kerangka kerja untuk pedoman pengkajian. Mode ini
juga meliputi psikologis, konsep diri, fungsi peran dan model interdependensi.
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengkajian
tahap dan pengkajian tahap II.

1. Tahap I : Pengkajian perilaku


Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan data dan
memutuskan klien adaptif atau maladaptif. Termasuk dalam model ini adalah
kebutuhan dasar manusia apakah dapat dipengaruhi oleh kekurangan atau
kelebihan. misalnya terlalu sedikit oksigen , terlalu tinggi gula darah atau terlalu
banyak ketergantungan. Perawat menggunakan wawancara, observasi dan
pengukuran untuk mengkaji perilaku klien sekarang pada setiap mode. Berdasarkan
pengkajian ini perawat menganalisis apakah perilaku ini adaptif, maladaptif atau
potensial maladaptif.

2. Tahap II : Pengkajian faktor – faktor yang berpengaruh


Pada tahap ini termasuk pengkajian stimuli yang signifikan terhadap perubahan
perilaku seseorang yaitu stimuli focal, kontekstual dan residual.
a. Identifikasi stimuli focal
Stimuli focal merupakan perubahan perilaku yang dapat diobservasi. Perawat dapat
melakukan pengkajian dengan menggunakan pengkajian perilaku yaitu:
keterampilan melakukan observasi, melakukan pengukuran dan interview.
b. Identifikasi stimuli kontekstual
Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku atau
presipitasi oleh stimulus focal. Sebagai contoh anak yang di rawat dirumah sakit
mempunyai peran perilaku yang inefektif yaitu tidak belajar. Focal stimulus yang
dapat diidentifikasi adalah adanya fakta bahwa anak kehilangan skedul sekolah.
Stimulus kontekstual yang dapat diidentifikasi adalah secara internal faktor anak
menderita sakit dan faktor eksternalnya adalah anak terisolasi. Stimulasi kontekstual
dapat diidentifikasi oleh perawat melalui observasi, pengukuran, interview dan
validasi.
Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual yang mempengaruhi
mode adaptif adalah genetic, sex, tahap perkembangan, obat, alkohol, tembakau,
konsep diri, peran fungsi, interdependensi, pola interaksi sosial, koping mekanisme,
stress emosi dan fisik religi, dan lingkungan fisik.
c. Identifikasi stimuli residual
Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Helson dalam
Roy, 1989 menjelaskan bahwa beberapa faktor dari pengalaman lalu relevan dalam
menjelaskan bagaimana keadaan saat ini. Sikap, budaya, karakter adalah faktor
residual yang sulit diukur dan memberikan efek pada situasi sekarang.

3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan sebagai suatu hasil
dari proses pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang mampunya
adaptasi. Diagnosa keperawatan dirumuskan dengan mengobservasi tingkahlaku
klien terhadap pengaruh lingkungan. Menurut Roy (1991) ada 3 metode dalam
membuat diagnosa keperawatan :
a. Menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran
dan interdependen
Tabel 2.1. Tipologi masalah adaptasi menurut Roy, 1989

TIPOLOGI ADAPTASI
MASALAH
A.Physiological model
1.Oksigenasi

Hipoksia/shock
Kerusakan ventilasi
Ketidakadequat pertukaran gas
Perubahan perfusi jaringan
Ketidakmampuan dlm proses kompensasi pada perubahan kebutuhan oksigen

2.Nutrisi
Nutrisi kurang / lebih dari kebutuhan tubuh
Anoreksia
Nausea / Vomiting
Ketidak efektifan strategi koping thd penurunan ingestik

3.Eliminasi
Diare
Inkontinensia
Konstipasi
Retensi urine
Ketidakefektifan strategi koping thp penurunan fungsi eliminasi.

4. Aktifitas dan istirahat


Ketidak adequate aktifitas & istirahat
Keterbatasan mobilitas & Koordinasi
Intoleransi aktifitas
Immobilisasi
Sleep deprivation
Resiko gangguan pola tidur
Kelelahan (Fatigue)

5. Proteksi
Gatal-gatal
Infeksi
Ketidak efektifan koping thd perubahan status imun
Kulit Kering

6. Sense
Resiko injuri
Kehilangan kemampuan self-care
Resiko distorsi komunikasi
Stigma
Sensori monoton / distorsi
Nyeri akut
Gangg. Persepsi
Koping tak efektif thd perubahan sensori

7. Cairan dan elektrolit


Dehidrasi
Udem
Retensi cairan intra sel
Hyper/Hypo Kalsemia, kalemia, Natrium
Ketidakseimbngan asam-basa
Ketidakefektifan regulasi system Bufer pda perub. pH.

8. Fungsi neurologi
Penurunan tingkat kesadaran
Pengurangan fungsi memori (daya ingat)
Konpensasi tak efektif pd penurunan fgs. kognitif
Resiko terjadi kerusakan otak sekunder

9. Fungsi endokrin
Ketidakefektifan regulasi/pengaturan hormon yg direfleksikan dlm fatigue, iritabilitas
dan intoleransi pd panas
Ktdk efektifan perkembangan reproduksi
Ktdk stabilan system hormon
Ktdk stabilan siklus internal stress.
B. SELF KONSEP MODE

1. Physical Self
Gangguan body image
Disfungsi seksual
Kehilangan
Rape Trauma syndrome

2. Personal self
Ansietas
Ketidak berdayaan
Perasaan bersalah
Harga diri rendah

C. ROLE FUNCTION MODE


Transisi Peran
Konflik Peran
Gangguan / Kehilangan Peran

D.INTERDEPENDENSI
MODE
Kesepian
Cemas karena perpisahan

b. Mengobservasi respon klien yang paling menonjol pada satu mode adaptif,
misalnya ; mode fisisiologis sub kebutuhan cairan.
Contoh kasus untuk diare intake : 1200 ml, out put : 3500 ml, keluhan haus (+),
turgor tidak elastis, kelopak mata tampak cekung. Dari respon pasien tersbut dapat
disimpulkan bahwa diagosa keperawatan pasien menurut Roy adalah defisit volume
cairan.
c. Menyimpulkan respon klien dari satu atau lebih dari mode adaptif yang terkait
dengan stimulus yang sama. Misalnya mode yang terganggu adalah : mode
fisiologis, konsep diri dan interdependensi.
Contoh kasus ; klien mengeluh tidak mau makan, makan hanya habis ¼ porsi, BB
turun 2 Kg dari normal. Dari data tersebut klien mengalami gangguan kebutuhan
nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan (mode fisiologis). Karena klien kekurangan
nutrisi mengakibatkan posturnya tampak kurus, hal ini membuat klien mengalami
gangguan Body Image ( Mode Konsep diri ), kondisi ini juga mengakibatkan klien
tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari ( Mode Interdependensi )
4. Penentuan tujuan
Roy (1984) menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada intervensi
keperawatan adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan
mengubah perilaku inefektif menjadi adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan
jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang yang akan dicapai
meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan kekeuasaan. Tujuan jangka pendek
meliputi tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan manipulasi
terhadap stimulus focal, konteksual dan residual.
5. Intervensi
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau memanipulasi
stimulus fokal, kontekstual dan residual, juga difokuskan pada koping individu atau
zona adaptasi, sehingga seluruh rangsang sesuai dengan kemampuan individu
untuk beradaptasi.
Tindakan keperawatan berusaha membantu stimulus menuju perilaku adaptif. Hal ini
menekankan kembali pentingnya mengidentifikasi penyebab selama pengkajian
tahap II.

6. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan
sehubungan dengan tingkah laku pasien. Perawat harus mengkaji tingkah laku
pasien setelah diimplementasi. Intervensi keperawatan dinilai efektif jika tingkah laku
pasien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

H. Abi Muhlisin, SKM., M.Kep

Anda mungkin juga menyukai