Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dua obat yang digunakan pada waktu bersamaan dapat saling memengaruhi
khasiatnya masing-masing, yakni dapat memperlihatkan kerja berlawanan
(antagonisme) atau kerja sama (synergisme). Antagonisme terjadi jika kegiatan obat
pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang memiliki khasiat
farmakologi berlawanan. Sinergisme adalah kerja sama antara dua obat dan dikenal dua
jenis yaitu adisi dan potensiasi. (Tjay, 2007).

Bila seorang pasien diberikan dua atau lebih obat, kemungkinan besar akan
terjadi interaksi antara obat-obat tersebut didalam tubuhnya. Efek masing-masing obat
dapat saling mengganggu dan/atau efek samping yang tidak diinginkan mungkin akan
timbul (Tjay, 2007).

Efek suatu obat dapat dimodifikasikan dengan pemberian obat lainnya secara
bersamaan atau sebelumnya. Keterlibatan semacam ini antara obat-obatan secara fisik
dan kimiawi, atau kerena terjadinya perubahan pada pola absorbs, distribusi,
metabolism atau ekskresi salah satu dari obat tertentu. Efek dari interaksi obat mungkin
diinginkan dan bermanfaat unutk pasien dan mungkin juga mengganggu (Ansel, 2011).

Rancangan dari suatu bentuk sediaan yang tepat memerlukan pertimbangan


karakteristik fisika, kimia dan biologis dari semua bahan-bahan obat dan bahan-bahan
farmasetik yang akan digunakan harus tercampurkan satu dengan lainnya untuk
menghasilkan suatu produk yang stabil, manjur, menarik, mudah dibuat dan aman
(Ansel 2011).

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan interaksi obat?
b. Apa yang dimaksud dengan interaksi farmasetik?
c. Bagaimana penatalaksaan interaksi farmasetik?
d. Apa jenis-jenis interaksi farmasetik (inkompabilitas)?
e. Bagaimana pencegahan interaksi farmasetik?

1
1.3. Tujuan
a. Untuk memahami pengertian interaksi obat
b. Untuk memahami pengertian interaksi farmasetik
c. Untuk mengetahui penatalaksaan interaksi farmasetik
d. Untuk mengetahui jenis-jenis dari interaksi farmasetik
e. Untuk mengetahui pencegahan interaksi farmasetik

2
BAB II
PEMBAHSAN

2.1. Interaksi obat


Diantara berbagai factor yang mempengaruhi respons tubuh terhadap pengobatan
terdapat factor interaksi obat. Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia, yang
termasuk dari lingkungan, atau dengan obat lain.
Pengobatan dengan beberapa obat sekaligus (polifarmasi), yang menjadi kebiasaan
para dokter, memudahkan terjadinya interaksi obta. Interaksi obat dianggap penting
secara klinik jika berakibat meningkatkan toksisitas dan/atau mengurangi efektivitas obat
yang berinteraksi, jadi terutama jika menyangkut obat dengan batas keamanan yang
sempit. Demikian juga interaksi yang menyangkut obta-obat yang biasa digunakan atau
yang sering diberikan bersama tentu lebih penting dari pada obat yang jarang dipakai.
Insiden interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena
- Dokumentasinya masih sangat kurang;
- Sering kali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para dokter akan
mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat, sehingga interaksiobat berupa
peningkatan toksisitas sering kali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah
satu obat, sedangkan interaksi berupa penurunan efektivitas sering kali diduga akibat
bertambahnya keparahan penyakit, selain itu terlalu banyak obat yang saling
berintraksi sehingga sulit untuk diingat;
- Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi

Individual (populasi tertentu lebih peka misalnya pasien lanjut usia atau yang
berpenyakit parah, adanya peredaan kapasitas metabolisme antar individu, termasuk
polimorfisme genetik), penyakit tertentu (terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang
kronik, dan penyakit yang mengurangi aliran darah ke hati atau ginjal, misalnya penyakit
jantung kongestif), dan faktor-faktor lain.

2.2. Interaksi Farmasetik

Interaksi farmasetik atau inkompabilitas merupakan interaksi yang terjadi karena


adanya perubahan atau reaksi fisika dan kimia antara dua obat atau lebih yang dapat

3
dikenal atau dilihat, yang berlangsung di luar tubuh dan mengakibatkan aktivitas
farmakologi obat tersebut hilang atau berubah.

Interaksi ini adalah interaksi fisika kimia yang terjadi pada saat obat diformulasikan
atau disiapkan sebelum obat digunakan oleh penderita. Misalnya interaksi antara obat dan
larutan infus intravena yang dicampur bersamaan dapat menyebabkan pecahnya emulsi
atau terjadi pengendapan.

2.3. Penatalaksanaan Interaksi Farmasetik

a. Nyeri

Nyeri yang sangat hebat akibat injeksi timbul bila yang diinjeksikan adalah
larutan yang osmolaritasnya tinggi atau pHnya ekstrim, meskipun banyak obat
menyebabkan kekejangan vena (misalnya, dopamin).

b. Ekstravasasi
Ekstravasasi adalah bocornya obat dari vena ke dalam jaringan di sekitarnya.
Hal ini dapat terjadi karena batang jarum menembus vena, atau karena obat bersifat
korosif dan merusak vena. Larutan yang osmolaritasnya tinggi dan pH larutan yang
ekstrim lebih sering menyebabkan ekstravasasi. Kerusakan jaringan di sekitar vena
dapat meluas, contoh setelah pemberian larutan natrium bikarbona. Dua golongan
obat sitistatika yang lazim diresepkan, yang sangat merusak jaringan jika terjadi
ekstravasasi adalah alkaloid vinka seperti vinkritin dan anthrasiklin seperti
doksorubisin dan daunorubisin. Obat-obat seperti vinkristin dan doksorubisin bila
diberika secara perifer harus diberikan secara bolus melalui tetesan (drip) laju cepat.
Hal ini karena jika obat meninggalkan vena dapat menyebabkan pembengkakan dan
petugas yang memberika obat tersebut harus berada disamping pasien agar dapat
memberikan tindakan segera bila terjadi hal yang tidak diinginka.

Tanda-tanda ekstravasasi meliputi :

- Nyeri, rasa kurang enak, rasa terbakar atau bengkak di tempat injeksi
- Tahan terhadap gerakan penghisap alat suntik
- Aliran cairan infus tidak lancar

4
Jika diduga ada ekstravasasi maka tindakan yang dapat dilakukan adalah :

- Hentika injeksi dengan segera


- Tinggalkan kanula ata jarum pada tempatnya
- Keluarkan obat (aspirasikan) melalui kanula/jarum
- Naikkan anggota badan
- Konsultasikan ke dokter spesialis untuk mengobati efek obat tersebut

c. Tromboflebitis
Tromboflebits kadang-kadang disebut flebitis adalah radang vena yang
penyebabnya hampir sama dengan penyebab ekstravasasi. Sangat nyeri dan disertai
dengan kemerahan pada kulit, kadang-kadang disepanjang vena. Tromboflebilitis
dapat menyebabkan kebekuan darah.

Resiko dapat dikurangi dengan cara :

- Menggunakan vena besar


- Menghindari infus yang panjang
- Menghindari pH ekstrim atau larutan hyperosmolar
- Dianjurkan unuk diberika dengan aliran darah cepat dan aliran infus cepat
- Menggunakan cakram nitrat (nitrat patches) di atas tempat injeksi untuk
meningkatkan aliran darah
- Menambahkan haparin pada larutan infus ( 1 unit/ml/)
- Menggunakan penyaring dalam jalur infus (0,22 mikron)

d. Embolisme

Sumbatan dapat disebabkan oleh endapan obat yang mengendap yang kontak
dengan darah atau gumpalan sel-sel darah akibat reaksi obat. Emboli udara (air
embolus), disebabkan oleh udara yang masuk vena, dapat berakibat fatal.

e. Infeksi

Infeksi sering kali masuk pada tempat kateter menembus kulit, dan itu sebabnya
banyak infeksi yang dikatakan infus yang disebabkan bakteri gram positif koagulase-
5
negatif yang umu terdapat pada kulit. Organisme yang sering diisolasi dari ujung
kanula adalah Staphylococcus aureus atau S.Epidermis. Resiko terkena infeksis
sistemik meningkat pada pengunaan vena sentral.

f. Reaksi Alergi

Obat-obat yang cenderung menimbulkan reaksi alergi adalah : produk darah,


antibiotik, aspirin, obat anti inflamasi non steroid (AINS), heparin, penghambat
transmisi neuron muskuler. Reaksi alergi tidak hanya terjadi sebagai respon terhadap
bahan aktif dalam sediaan, tetapi juga terhadap bahan-bahan tambahan dalam produk
misalnya kremafor. Tanda-tanda alergi seperti bersin-bersin, sesak nafas, demam,
sianosis, pembengkakan jaringan lunak, dan perubahan tekanan darah. Epinefrin
merupakan pengobatan yang paling efektif, dan harus diberikan segera dan dibawah
pengawasan medis yang cermat. Reaksi minor (ruam kuli, reaksi urtikaria) dapat
ditangani atau dicegah dengan hidrokartison atau suhu antagonis histamin seperti
Chlorpeniramin maleat (CTM).

g. Syok (speed shock)

Beberapa obat bila diberikan terlalu cepat dapat menyebabkan berbagai


komplikasi antara lain hipotensi, kolps, bradikardi, kesulitan pernafasan, hal ini
digambarkan sebagai speed shcok.

2.4. Jenis-jenis interaksi obat

Inkompatibilitas obat dapat dibagi atas 3 golongan :

a. Inkompatibilitas terapeutik

Inkompatibilitas golongan ini mempunyai arti bahwa bila obat yang satu
dicampurkan/dikombinasikan dengan obat yang lain akan mengalami perubahan-
perubahan demikian rupa hingga sifat kerjanya dalam tubuh (in vivo) berlainan dari pada
yang diharapkan. Hasil kerjanya kadang-kadang menguntungkan, namun dalam banyak hal
justru merugikan dan malah dapat berakibat fatal. Sebagai contoh: Absorpsi dari tetrasiklin
akan terhambat bila diberikan bersama-sama dengan satu antasida(yang mengandung

6
kalsium, aluminium, magnesium, atau bismuth). Fenobarbital dengan MAO2 inbitors
menimbulkan efek potensial dan barbituratnya. Kombinasi dari quinine dengan asetosal
dapat menimbulkan chinotoxine yang tidak dapat bekerja lagi terhadap malaria.
Mencampurkan hipnotik dan sedatif dengan kafein hanya dengan perbandingan yang telalu
saja itu pun harus diperhatikan bahwa mengkombinasikan berbagai antibiotic tanpa indikasi
bakteriologis yang layak sebaiknya tidak dianjurkan.

b. Inkompatibilitas fisika

Yang dimaksud disini adalah perubahan-perubahan yang tidak diinginkan


yang timbul pada waktu obat dicampurkan satu sama lain tanpa terjadinya
perubahan-perubahan kimia. Contoh :

1) Meleleh atau menjadinya basahnya campuran serbuk


Meleleh atau menjadi basahya campuran serbuk. Terjadi karena titik lebur
campuran lebih rendah dari temperatur kamar. Jika dua macam serbuk yang
kering dicampurkan dan terjadi lelehan atau campuran menjadi lembab. Hal
ini dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
- Penurunan titik cair
- Penurunan tekanan uap relative dalam beberapa hal, melelehnya suatu
campurannya lebih higroskopik dari pada masing-masing zatnya.
Higroskopiknya suatu zat tergantung dari tekanan uap dari larutan jenuh
zat tersebut. Jika tekanan uap lebih kecil dari pada derajat kelembaban
rata-rata dari udara maka zat tersebut akan menarik air dari udara dan
meleleh.
- Bebasnya air hablur, disebabkan oleh terbentuk suatu garam rangkap
dengan air hablur yang lebih sedikit dari pada garam-garam penyusunnya
atau bebasnya air disebabkan oleh terjadinya suatu reaksi kimia.
2) Tidak dapat larut dan obat-obat yang apabila disatukan tidak dapat bercampur
dengan homogenya.
Pada pencampuran bahan obat-obatan kemungkinan campuran yang
terbentuk tidak serba sama hal ini disebabkan oleh pencampuran zat-zat padat
dan zat-zat cair. Zat-zat padat terbentuk tidak dapat larut dalam zat cair atau
jika kita mencampurkan zat-zat cair yang tidak tercampur.

7
3) Pengaraman (salting out)
Yang diartikan dengan pengaraman ialah pengurangan kelarutan dari
zat-zat dengan jalan menambahkan garam-garam atau zat-zat yang dapat larut
kedalam larutannya sehingga zat tersebut tidak lagi dalam keadaan terlarut.
Peristiwa ini tergantung pada konsentrasi. Hal ini juga sangat penting untuk
garam-garam alkaloida dan bahan-bahan yang bekhasiat keras lainnya, karena
jika bahan-bahan tersebut tidak dapat larut akan mengedap pada dasar botol
dan dengan jalan pengocokan sukar membagikanya sama rata. Sehingga ada
kemungkinan bahwa penderita akan meminum obatnya dengan takaran yang
terlampau besar pada sendok yag terakhir.

4) Adsorpsi obat yang satu terhadap obat yang lain


Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisika yang harus diperhatikan. Macam
bahan yang dapat mengadsorpsi misalnya: Carbo adsorben, carbo ligni, bolus
alba, kaolin,MgO. Carbo dapat mengadsorpsi zat-zat elektronegatif maupun
elektropositif oleh sebab itu carbo dapat dikatakan sebagai pengadsorpsi
umum. Bolus alba dan kaolin mengadsorpsi alkailoida-alkaloida dan zat-zat
warna yang basa. Zat-zat yang telah diikat dengan jalan adsorpsi pada umunya
sukar dilepaskan oleh zat pengadsorpsi yang kuat dengan garam alkaida harus
dihindarkan karena sesudah diabsorpsi alkoloida sangat sukar terlepas dari zat
pengadsopsi sehingga tidak berkhasiat atau khasiatnya berkurang.

c. Inkompatibilitas kimia.
Yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu pencampuran obat yang di
sebabkan oleh berlangsungnya reaksi kimia/ interaksi. Termasuk di sini adalah :
Reaksi-raeksi di mana terjadi senyawa baru yang mengendap
Reaksi antara obatyang bereaksi asam dan basa.
Reaksi yang terjadi karena proses oksidasi/reduksi maupun hidrolisa.
Perubahan-perubahan warna.
Terbentuknys gas dll.
Bahan pembantu obat

Suatu obat jadi pada umumnya terdiri dari bahan obat berkhasiat dan bahan
pembantu. Inkompatibilitas obat sering pula diakibatkan oleh bahan pembatu ini. Hal

8
ini terjadi karena bahan pembantu yang digunakan dalam obat jarang dicantumkan pada
etiket obat jadi (hanya diketahui oleh produsen saja). Akibatnya diluar pengetahuan
dokter yang akan menggunakan obat, khususnya pada waktu dicampur dengan obat lain
mungkin timbul kelainan-kelainan yang tidak diinginkan. Kirannya untuk ini dapat di
berikan sebuah contoh khusus yang pernah terjadi. Propyl gallate (drivat phenol)
merupakan bahan pembantu yang berfungsi sebagai zat antioksidan. bahan ini sering
ditambahkan kedalam preparat-preparat yang mengandung bahan berkhasiat yang
mudah terkoksidasi, misalnya preparat oxitetrasikilin injeksi dll. Bila preparat ini
dicampur dengan preparat lain yang mengandung zat besi, maka akan terjadi reaksi
kimia yaitu terbentuk senyawa baru (besipenolat) dan tergantung dari kepekatannya
dapat berwarna biru sampai berwarna biru tua. Karena larutan obat suntik semula
berwarna kuning (okxitetrasiklin), Maka larutan akhirnya akan nampak berwarna
kehijaun. Peristiwa diatas bisa terjadi melalui pemakaian satu jarum suntik yang sama
untuk pengambilan dua jenis preparat secara beruntun.

2.5. Pencegahan interaksi Farmasetik.

a. Obat intravena diberikan secara suntikan bolus


b. Hindari pemberian obat lewat cairan infus kecuali cairan glukosa dan salin
c. Hindari pencampuran obat pada infus atau jarum suntik.
d. Baca petunjuk pemakaian obat dari brosur.
e. Mencampur cairan infus dengan seksama dan diamati adanya perubahan. Tidak ada
perubahan belum tentu tidak ada interaksi.
f. Penyiapan larutan obat hanya kalau diperlukan.
g. Bila lebih dari satu obat yang di berikan secara bersamaan, gunakan jalur infus yang
berbeda kecuali yakin tidak ada interaksi.
h. Jam pencampuran obat dalam cairan infus harus di catat dalam label, dan di tulis
kapan infus harus habis.

9
2.6. Contoh-contoh interaksi farmasetik

a. Terbentuk zat beracun


- Asetosal + Chinine = chinotoxin
- Asetosal + Cinchonin = Cinchinotoxin
- Calomel + Kalii lodium = hydrargyri lodium
b. Terbentuk endapan
- Argenti Nitras = solution Nacl fisiologik = agCl
- Obat suntik tetrasiklin HCL = Cortisson/ phenobarbital/ dexfrose 5%= larutan
keruh.
- Siprofloksasin dikombinasikan dengan sodium amoksisilin dapat menyebabkan
terjadinya pengendapan.
- Siprofloksasin ditambahkan aminophylin pada suhu 25c selama 4 jam dapat
menyebabkan pengendapan.
- Levofloksasin dikombinasikan pada dengan achylovir dapat menyebabkan
kekeruhan dan pengendapan.
- Oksitetrasiklin HCL + Difenhidramin = membentuk endapan/ presipitat.
c. Hidrolisis
Serbuk aspirin (asam) + Na-bikarbonat (garam alkali) = gummyc(aspirin
terhidrolisis).
d. Degradasi Sinar Matahari.
- Fenitoin Na menyebabkan kekeruhan.
- Teofilin menyebabkan perubahan warna.

10
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat di simpulkan bahwa :

a. Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau di pengaruhi
oleh obat lain yang di berikan bersamaan.
b. Interaksi farmasetik atau inkompabilitas merupakan interaksi yang terjadi karena
adanya perubahan atau reaksi fisika dan kimia antara dua obat atau lebih yang dapat
dikenal atau di lihat, yang berlangsung di luar tubuh dan mengakibatkan aktivitas
farmakologik obat tersebut hilang atau beruah.
c. Terdapat tiga bentuk interaksi farmasetik atau inkompabilitas, yaitu inkompabilitas
terapeutik, inkombilitas kimia, dan inkombilitas fisika.
d. Interaksi farmasetik dapat menyababkan terbentuknya zat beracun, terbentuknya
endapan, hidrolisis. Dan degradasi sinar matahari.

3.2. Saran

Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-kekurangan


pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor keterbatasan waktu, pemikiran
dan pengetahuan penulis yang terbatas, oleh karena itu untuk kesempernuan makalah ini
penulis sangat membutuhkan saran-saran dan masukan yang bersifat membangun
kepada semua pembaca.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard.2011. PENGANTAR BENTUK SEDIAAN FARMASI . Jakarta: UI Press.

Gunawan, dkk. 2007. FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI V. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Tjay, Tan Hoan, dkk. 2007. OBAT-OBAT PENTING. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

12

Anda mungkin juga menyukai