Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang
yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah.
Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi
koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak
membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam
darah arterial.4
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu
sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar
berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah
arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang
menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri
serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah
ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior.
Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri
serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.4,5
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke
rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus
kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan
retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media.
Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan
beberapa bagian lobus temporalis1.

27
28

Gambar 2. 1 Anatomi Otak

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri
serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu
arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada
tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri
serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian
medial lobus temporalis1.
29

Gambar 2.2. Pembuluh Darah di Otak

Gambar 2.3. Bagian Otak dan Fungsi Otak

Tiga pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan


otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya.Cabang-cabang yang lebih kecil
menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan
cabang-cabang arteri serebri lainya. Untuk menjamin pemberian darah ke
otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan
sitem vertebral, yaitu:
Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh
arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang
menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri
30

media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan


arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini
terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di
daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke
arteri maksilaris eksterna.
Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh
darah ekstrakranial).
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi.
Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau
motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara
motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area
visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta
batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target
organ.1

2.2. Fisiologi

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem


vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama tiga faktor.
Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem
arteri-kapilerke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor
ketiga, adalah faktor darah yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya
(kemampuan untuk membeku). 1
Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah siste ik (faktor
jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh
darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan
berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol
otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal
bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).1
31

Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di


antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta
suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya
bila tekanan arah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka
terjadi vasokonstriksi.1
Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan
koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis. Aliran darah
lambat, akibat ADO menurun.1

2.3. Stroke
2.3.1. Definisi Stroke
Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah
manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
global, yang berlangsung dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir
dengan kematian tanpa ditemukannya penyakit selain daripada gangguan
vaskular2. Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro
Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di
Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat
gangguan peredaran darah otak. Stroke atau gangguan aliran darah di otak
disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab
cacat (disabilitas, invaliditas).2
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut,
lebih dari 24 jam. Berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak,
stroke sekunder karena trauma maupun infeksi.3
Stroke adalah istilah klinis untuk hilangnya perfusi di otak secara
akut sesuai dengan teritorial vaskuler. Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa stroke :4
1. Menimbulkan kelainan syaraf yang sifatnya mendadak.
32

2. Kelainan syaraf yang ada harus sesuai dengan daerah atau bagian mana
dari otak yang terganggu. Dengan manifestasi timbulnya gejala seperti
defisit motorik, defisit sensorik dan kesukaran dalam berbahasa.

2.3.2. Etiologi
1. Infark otak
Infark otak dibedakan menjadi dua yaitu emboli dan
aterotrombotik. Emboli dibagi lagi menjadi emboli kardiogenik, emboli
paradoksal(foramen ovale paten), dan emboli arkus aorta. Infark otak
aterotrombotik dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit ekstrakranial dan
penyakit intrakranial.
2. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral terbagi menjadi tiga yaitu hipertensi,
malformasi arteri-vena dan angiopati amiloid.
3. Perdarahan subarachnoid
4. Penyebab lain
Penyebab lain yang menyebabkan infark dan perdarahan misalnya
diseksi arteri karotis atau vertebralis, vaskulitis sistem syaraf pusat, kondisi
hiperkoagulasi, dan penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin).

2.3.3.Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian terbesar ketiga di negara-negara
industri setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke pada
populasi kulit putih berkisar 500-600 per 100.000 penduduk. Dilaporkan
di Selandia Baru 793 per 100.000 penduduk, di Perancis 1445 per 100.000
penduduk. Rentang pada negara sedang berkembang juga bervariasi. Di
Cina, prevalensi stroke 620 per 100.000 penduduk, dan Thailand 690 per
100.000 penduduk.2
Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah
sakit dan penyebab kematian tertinggi ketiga di Amerika Serikat setelah
penyakit jantung dan kanker. Setiap tahunnya 500.000 orang di negara ini
33

mengalami stroke dan 150.000 meninggal. Prevalensi secara keseluruhan


adalah 750/100.000.5
Data WHO menyebutkan penderita stroke yang meninggal tahun
2005 berjumlah 5,7 juta orang. Sementara di Indonesia sendiri belum ada
data epidemiologis stroke yanng lengkap, tetapi proporsi penderita stroke
dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di perkirakan ada 500.000
penduduk terkena stroke dan menyebabkan kematian sebesar 15,4%.6
Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga
lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan
sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang
mengharuskan penderita terus menerus di kasur. Bahkan di prediksi tahun
2020, jika tidak ada penanggulangan stroke yang lebih baik, maka jumlah
penderita stroke pada tahun 2020 akan meningkat dua kali lipat.7

2.3.4 Faktor Risiko Stroke


A. Non modifiable risk factors
Usia
Jenis kelamin
Keturunan / genetik
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui
merupakan pertanda risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak
dapat dimodifikasi, apabila diketahui adanya faktor risiko ini,
memungkinkan untuk diidentifikasinya pasien dengan risiko yang
tinggi, sehingga dapat dilakukan terapi yang lebih cepat terhadap
faktor risiko yang dapat dimodifikasi.8

Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada


penyakit stroke. Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun,
risiko stroke meningkat dua kali pada pria dan wanita. Insidens
stroke ditemukan 1,25 lebih banyak pada pria.8,9
34

Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan


karena beberapa hal, antara lain, kecenderungan genetik, dan
paparan lingkungan atau gaya hidup yang mirip. Pada penelitian
Framingham, menunjukkan bahwa riwayat dari ayah dan ibu
berhubungan dengan peningkatan risiko stroke.8 Risiko stroke juga
meningkat apabila ditemukan saudara derajat satu mempunyai
penyakit jantung koroner atau stroke sebelum usia 55 tahun (laki-
laki) atau 65 tahun (wanita).9

Riwayat seseorang pernah mengalami gejala stroke


(TIA/Transient ischemic attack) meningkatkan risiko 10 kali
dibandingkan seseorang yang tidak memiliki riwayat stroke.
Riwayat penyakit jantung sebelumnya juga memiliki risiko yang
sama.10

B. Modifiable risk factors


Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat,
kolesterol
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, anti platelet,
obat kontrasepsi
Physiologicalrisk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues,arthritis,traumatik,AIDS,lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia,viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan
35

8. Kelainan anatomi pembuluh darah


Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering
memicu ICH.8 Lebih dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita
hipertensi.4 Pada kasus stroke hemoragik, sekitar 60% kasus ICH
menderita hipertensi.11 Risiko ICH diketahui meningkat berhubungan
dengan tingkat tekanan darah sistolik. Hipertrofi ventrikel kiri juga
berhubungan dengan peningkatan stroke hemoragik sebanyak dua sampai
tujuh kali.8

Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial


juga merupakan faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui
berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Depresi, adanya stres
hidup kronik, dan gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke.
Obat-obatan lain seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon
juga meningkatkan risiko stroke.Faktor risiko lainnya, yaitu konsumsi
alkohol, diketahui apabila konsumsi alkohol satu hingga dua gelas per
hari dapat menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun, peminum berat
dapat merusak miokardium.9
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan
rendahnya kadar kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal yang
sama juga terjadi pada merokok. Merokok secara pasif merupakan faktor
risiko tambahan untuk stroke. Kurangnya aktivitas fisik akan
meningkatkan risiko stroke dan PJK sebanyak 50%.9
36

2.3.4 Klasifikasi

Klasifikasi stroke
A. Berdasarkan kelainan patologik pada otak :8
1. Stroke Hemoragik :
Perdarahan intraserebral
Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)
2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Yang dibagi atas subtipe :
Trombosis serebri
Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik
Stroke non hemoragik dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan
proses patologik (kausal).
a. Berdasarkan Manifestasi Klinik8
- Serangan Iskemik Sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologi yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
- Defisit Neurologik Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic Neurological
Deficit)
Gejala neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari satu minggu.
- Stroke Progresif (Progressive Stroke)
Gejala neurologi makin lama makin berat
- Stroke Komplet (Completed Stroke/permanent Stroke)
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

B. Berdasarkan Kausal
Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak.Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar
37

dan pembuluh darah yang kecil.Pada pembuluh darah besar trombotik


terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan
darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya
kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan
pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke
pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
Stroke Emboli
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas.Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

C. Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya8


1. Transient Iskemik Attack (TIA) atau serangan stroke sementara, gejala
defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (RIND), kelainannya atau gejala
neurologis menghilang lebih dari 24 jam sampai 3 minggu.
3. Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE) yaitu stroke yang gejala
klinisnya secara bertahap berkembang dari yang ringan sampai semakin
berat.
4. Stoke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan defisit neurologis
yang menetap dan sudah tidak berkembang lagi.

D. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler8,9


1. Sistem karotis
- Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
- Sensorik : hemiparese kontralateral, parestesia
-Gangguan visual : hemianopsia homonym kontralateral, amourosis
fugax
- Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
38

2. Sistem vertebrobasiler
- Motorik : hemiparese alternan, disartria
- Sensorik : hemipestesia alternan, parestesia
- Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

2.3.5. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja
didalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis
interna dan sistem verterbrobasilar atas semua cabang-cabangnya.

Gambar 3. Sirkulis Willisi


Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama
15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu
diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di
daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa
mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut.
Proses patologik mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang
terjadi di pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat
berupa :
1. Keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri seperti pada
arterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh darah atau
peradangan.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya
syok atau hiperviskositas darah.
39

3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal
dari jantung atau pembuluh ekstrakranium
4. Ruptur vaskular didalam jaringan otak atau ruang subarachnoid.13

Patofisiologi stroke berdasarkan etiologinya :

1. Stroke Hemoragik atau Stroke Perdarahan

Gambar 4. Stroke perdarahan intraserebral dan subarachnoid


Stroke hemoragik disebabkan karena pecahnya pembuluh darah
sehingga menghambat aliran darah yang normal, akibatnya darah
merembes ke dalam suatu daerah diotak dan merusaknya. Hampir 70 %
kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Hipertensi
menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah
sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan rentan pecah.
Stroke hemoragik dibagi lagi menjadi :
a. Perdarahan Intraserebral
Pada kasus ini terjadi perdarahan pada parenkim hingga ventrikel
otak yang terjadi pada arteri kecil maupun arteriol yang bisa
menyebabkan terbentuknya hematoma dan menimbulkan edema serebri
yang jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan terjadinya
herniasi batang otak dan menyebabkan penurunan kesadaran secara
cepat dan bahkan menjadi koma dan tak jarang berakhir dengan
kematian. Perdarahan intraserebral terutama mengenai lobus serebral,
40

ganglia basalis, thalamus, batang otak dan serebelum sedangkan


mesensefalon dan medulla spinalis jarang sekali terkena.Faktor risiko
utama terjadinya perdarahan intraserebral adalah hipertensi (70-90%)
dimana terjadi perubahan degeneratif pada dinding pembuluh darah
yang menyebabkan robeknya pembuluh darah (mikroneurisma charcot-
bouchard). Stroke jenis ini dapat juga disebabkan oleh trauma,
malformasi vaskuler, penggunaan obat-obatan seperti amfetamin dan
kokain. Biasanya mengenai usia antara 50-80 tahun. Serangan
seringkali terjadi mendadak dan pada siang hari saat beraktivitas dan
ketika dalam keadaan emosi atau marah. Tingkat mortalitas mencapai
44% setelah 30 hari terjadinya serangan bahkan dapat meningkat
menjadi 100% jika pasien dalam keadaan koma. Perdarahan
intraserebral merupakan penyebab kematian tertinggi pada penderita
stroke.6
b. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid biasanya menyerang usia 20-70 tahun
yang disebabkan karena vena maupun kapiler dan tersering dikarenakan
pecahnya aneurisma pada sirkulus Willisi ruptur satu atau lebih
pembuluh darah, baik di arteri, vena, maupun kapiler dan tersering
akibat peningkatan tekanan darah atau tekanan intrakranial sehingga
menimbulkan gangguan aliran darah serebral yang bisa menyebabkan
hilangnya kesadaran. Oleh karena itu, sangat penting menentukan
lokalisasi terjadinya aneurisma pada arteri oftalmika dan kompresi pada
nervus optikus maka dapat menyebabkan defisit visual monocular.10
Namun, jika aneurisma terjadi pada arteri karotis interna, arteri basilaris
dan arteri oftalmika maka dapat menyebabkan gangguan pada otot-otot
ekstraokuler.11 Perdarahan subarachnoid lebih sering mengenai wanita
dan meningkat risikonya setelah wanita tersebut post menopause,
terkadang dihubungkan dengan adanya riwayat migrain ataupun kejang.
Manifestasi awal dapat berupa ptekie ataupun purpura pada kulit.Pada
keadaan yang lebih berat, dapat menimbulkan edema papil dan iritasi
41

batang otak serta defisit neurologi permanen pada 20-50%


kasus.Bahkan bila tidak segera ditangani dapat menimbulkan infark
dikarenakan vasospasme arteri di sekitar aneurisma sehingga
menimbulkan keadaan koma yang lama. Penyebab perdarahan
subarachnoid lainnya yaitu pecahnya malformasi arteri vena (AVM).

2. Stroke Non Hemoragik atau Stroke Iskemik


Pada stroke terjadi penurunan suplai darah dan oksigenasi ke otak
yang mengakibatkan terjadinya hipoksia dan nekrosis jaringan otak pada
darah tersebut. Proses yang mendasarinya dapat disebabkan oleh
trombosis (akibat obstruksi pembuluh darah karena adanya bekuan
darah), emboli, tekanan perfusi sistemik yang menurun misalnya keadaan
syok, dan terjadinya trombosis pembuluh darah vena, terutama mengenai
arteri karotis kranial meliputi cabang terminal dan arteri karotis interna,
arteri basilaris dan arteri serebri media, dan arteri serebri posterior. Selain
itu, iskemia serebral juga akan diikuti oleh respon inflamasi yang hebat
yang melibatkan infiltrasi granulosit, limfosit T dan makrofag pada area
iskemik dan sekitarnya. Pada kasus stroke jenis ini terdapat hubungan
yang bermakna antara peningkatan neutrofil dengan luas infark, sehingga
dapat disimpulkan neutrofil sebagai indikator yang memperburuk
keadaan. Stroke non hemoragik dibagi lagi menjadi :6
a. Stroke Trombosis

Gambar 5. Stroke trombosis


Terjadinya stroke trombosis disebabkan karena adanya trombus
yang terdiri dari trombosit, fibrin, eritrosit, dan sel leukosit sehingga
42

menyebabkan penyempitan lumen dimana gejalanya muncul perlahan


akibat proses arterosklerosis dan biasanya mengenai usia 50-70 tahun.
Dapat mengenai pembuluh darah besar maupun pembuluh darah kecil
dan terjadi pada arteri serebral yang sudah ada trombus.Trombosis
adalah terbentuknya masa dari unsur darah didalam pembuluh darah
vena atau arteri pada makluk hidup. 12
Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada
tahun 1856 dengan diajukannya uraian patofisiologi yang terkenal
sebagai Triad of Virchow, yaitu terdiri dari abnormalitas dinding
pembuluh darah, perubahan komposisi darah, dan gangguan aliran
darah. Ketiganya merupakan faktor-faktor yang memegang peranan
penting dalam patofisiologi trombosis. Dikenal dua macam trombosis,
yaitu :
1. Trombosis arteri
2. Trombosis vena
Etiologi trombosis adalah kompleks dan bersifat multifaktorial.
Meskipun ada perbedaan antara trombosis vena dan trombosis arteri,
pada beberapa hal terdapat keadaan yang saling tumpang tindih.
Trombosis dapat mengakibatkan efek lokal dan efek jauh. Efek lokal
tergantung dari lokasi dan derajat sumbatan yang terjadi pada
pembuluh darah, sedangkan efek jauh berupa gejala-gejala akibat
fenomena tromboemboli. Trombosis pada vena besar akan memberikan
gejala edema pada ekstremitas yang bersangkutan. Terlepasnya trombus
akan menjadi emboli dan mengakibatkan obstruksi dalam sistem arteri,
seperti yang terjadi pada emboli paru, otak dan lain-lain. Ada 3 hal
yang berpengaruh dalam pembentukan/timbulnya trombus ini (trias
Virchow): 12
1. Kondisi dinding pembuluh darah (endotel).
2. Aliran darah yang melambat/ statis.
3. Komponen yang terdapat dalam darah sendiri berupa peningkatan
koagulabilitas.
43

b. Stroke Emboli

Gambar 6. Stroke emboli

Stroke emboli adalah suatu gangguan neurologis akut yang


disebabkan oleh gangguan aliran darah, dimana terjadi secara mendadak
atau cepat timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di
otak yang dapat menjadi lebih berat akibat suatu emboli dan sering
mengenai usia muda dengan tingkat mortalitas 7-10 %.6 Stroke emboli
diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat (misalnya stroke arteria
vertebralis) atau asal embolus. Asal stroke emboli dapat suatu arteri distal
atau jantung (stroke kardioembolik.4 Pada stroke jenis ini, embolus dapat
berasal dari tempat lain didalam tubuh, dimana 90% emboli berasal dari
jantung. Hal tersebut dikarenakan aliran darah ke otak berasal dari arkus
aorta sehingga emboli yang lepas dari ventrikel kiri akan disebarkan
melalui aliran darah ke arteri karotis komunis kiri dan arteri
brakhiosefalika. Selain itu, jaringan otak sangat sensitif terhadap
obstruksi aliran darah, sehingga emboli yang berukuran 1 mm sudah
dapat menimbulkan gangguan neurologis yang berat.6 Stroke emboli
juga bisa disebabkan trombus yang terlepas dari arteri yang
arterosklerosis dan beluserasi, gumpalan trombosit karena fibrilasi
atrium, timbunan lemak, sel kanker ataupun infeksi bakteri. Dengan
44

adanya aterosklerosis yang merupakan kombinasi dari perubahan tunika


intima dengan penumpukan lemak, komposisi darah maupun deposit
kalsium maka perubahan-perubahan hemodinamik sistemik (aritmia
jantung, hipotensi, hipertensi) dan kimia darah (polisitemia,
hiperviskositas) dapat menimbulkan iskemik dan infark serebri regional.8
Pada saat aliran darah lambat (saat tidur), maka dapat terjadi
penyumbatan. Untuk pembuluh darah kecil dan arteriol, terjadi
penumpukan lipohialinosis yang mengakibatkan mikroinfark.

Hubungan Dislipidemia dengan Stroke


Endotel adalah lapisan sel epitelial yang berasal dari mesoderm yang
membatasi dinding pembuluh darah dan dinding pembuluh limfe. Endotel
terletak di antara sirkulasi darah dan pembuluh darah. Fungsi utama endotel
adalah : 1. mengatur tonus pembuluhdarah, 2. mengatur adesi lekosit dan
inflamasi, dan 3.mempertahankan keseimbangan antara trombosis danfibrinolisis.
Fungsi endotel ini dilakukan oleh substansi-substansi khusus yang dikelompokkan
dalam 2 golongan besar yaitu Endothelium Derived Relaxing Factors (EDRFs)
dan Endothelium Derived Contrcting Factors (EDCFs).
Apabila ditinjau secara sederhana maka tekanan darah ditentukan oleh 2
faktor penting yaitu :
a. Curah jantung
b. Tahanan perifer.
Saat seseorang mengalami stress psikologis, maka akan merangasang saraf
simpatis untuk mengeluarkan NE (norepinefrin). Pelepasan NE ini sendiri akan
menyebabkan terjadinya reaksi ligand-reseptor, yang mana NE sebagai ligand
dapat melekat pada reseptor di pembuluh darah (1), ginjal(1), jantung(1). Pada
pembuluh darah (1) akan terjadi reaksi vasokonstriksi sehingga endotel-endotel
di pembuluh darah merapat dan menyebabkan resistensi perifer meningkat &
otomatis tekanan darah juga ikut meningkat. Hal tersebut menyebabkan
hipertensi, jika sel endotel ini terus terpapar oleh tekanan darah yang tinggi terus
menerus maka akan menyebabkan sel endotel menjadi disfungsi, NO ( nitrit
45

oxite) yang biasa diproduksi oleh sel endotel menjadi berkurang sehingga sel
endotel tidak dapat relaksasi dan akan terjadi terus vasokonstriksi, dan
permeabelitasnya menjadi berkurang sehingga lama kelamaan dapat menimbulkan
terjadinya arterosklerosis.2

Pada jantung adanya NE akan meningkatkan heart rate& kontraksi dari


jantung yang mana dapat meningkatkan cardiac output (COP), COP ini sendiri
akan menyebabkan resistensi perifer pada pembuluh darah sama halnya pada saat
kejadian NE yag berikatan dengan reseptor (1) di pembuluh darah, jadi hal ini
juga dapat menyebabkan arterosklerosis. Pada reseptornya di ginjal, NE akan
menyebabkan aktifasi sekresi renin meningkat, dan kita tahu renin akan
menstimulasi perubahan angiotensin menjadi angiotensin I, angiotensin I akan
berubah menjadi angiotensin II yang berpengaruh vasokonstriksi pada pembuluh
darah, pada Pituitari Posterior akan merangsang pengeluaran ADH, dan ADH
berperan dalam retensi air, pada adrenal cortex angiotensin merangsang
pengeluaran aldosteron yag berperan sebagai retensi air & Na. akibat retensi air
& Na akan meningkatkan blood volume, yg akhirnya berpengaruh pada venous
return yang meningkat dan juga CO.2,11

Hasil penelitian menunjukkan bahwa disfungsi endotel pada hipertensi


esensial disebabkan oleh penurunan availabilitas NO. Pendapat lain menyatakan
bahwa hipertensi esensial berhubungan dengan perubahan fungsi dan morfologi
endotel menyebabkan peningkatan volume sel sehingga endotel mencembung ke
46

dalam lumen. Pada pembuluh darah yang hipertensi, interaksi antara endotel
dengan trombosit dan monosit meningkat. Pendapat lain tentang mekanisme
terjadinya kerusakan NO adalah produksi stres oksidatif. Stres oksidatif yang
berupa ROS (Reactive Oxygen Species) terutama anion superoksida ini dapat
bergabung dan menghancurkan peroksinitrat yang menghasilkan NO, sehingga
terjadi efek negatif terhadap struktur dan fungsi pembuluh darah.Gambar 2.
Hipertensi dan disfungsi endotel12
Arteriosklerosis adalah sekelompok kelainan pembuluh darah yang
ditandai olehpenebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Lesi awal dari
atherosklerosis Secara patologi anatomi, terdapat tiga jenis Arteriosclerosis, yaitu:
1. Atheroslclerosis; ditandai oleh pembentukan ateroma (plak di tunika intima
yang terdiri dari lemak dan jaringan ikat)
2. Monckeberg's medial calcific sclerosis; yang ditandai dengan kalsifikasi
tunika media
3. Arteriolosklerosis; ditandai oleh proliferasi atau penebalan dinding arteri kecil
dan arteriol
Pada keadaan normal, endotelium menghalangi penetrasi molekul-molekul
besar seperti lipoprotein dengan densitas rendah dan sangat rendah (LDL, VLDL)
ke dalam intima, sedangkan lipoprotein dengan densitas yang lebih tinggi dengan
molekul yang lebih kecil dapat bergerak bebas ke dalam dan keluar intima. Sel-sel
endotelium juga menghasilkan prostasiklin (PGI2) dan oksida nitrit yang dapat
mencegah penumpukan platelet.11
Peninggian permeabilitas endotelium merupakan kelainan pertama akibat
terjadinya jejas arteri yang merupakan suatu respons non-spesifik yang
disebabkan oleh virus, toksin, kompleks imun, produk-produk yang dilepaskan
oleh sel-sel darah putih atau platelet-platelet yang teraktivasi, dan stress fisik yang
tidak lazim. Hal ini juga dapat disebabkan oleh adanya peninggian konsentrasi
lipoprotein dalam darah. Bila lipoprotein memasuki intima akibat peninggian
permeabilitas kapiler, maka senyawa protein utama dari LDL dan VLDL
(apolipoprotein B) berikatan dengan glikosoaminoglikan, terutama dermatan
sulfat sehingga lipoprotein menumpuk di dalam intima.11
47

OBESITAS ROKOK, JARANG STRESS


PSIKOLOGI
INTAKE OLAH RAGA
LEMAK,
PANJANG KOLESTERO
PEMBULUH L NO AKTIVITAS
DARAH SIMPATIS

STRESS
OKSIDATIF NE
SEL
ENDOTHEL

1 PD 1 GINJAL 1 JANTUNG

DISFUNGSI
ENDOTHEL SEKRESI HR KONTRAKSI
RENIN

MEDIATOR ESV
VASODILATASI < ANG ANG I
VASOKONTRIKSI

ANG II
VASOKONTRIKSI

PD PITUITARI ADRENAL
POSTERIOR CORTEX

RESISTENSI
PERIFER INTAKE Na+ ADH ALDOSTERON

TD ECV RETENSI RETENSI


H2O NA+, H2O

HIPERTENSI
BLOOD
VOLUME
PERUBAHAN
ENDOTHEL
VENOUS
COP RETURN
DISFUNGSI ATHEROSCLEROSIS
ENDOTHEL
STROKE
Gambar 2. 4 Hipertensi dan disfungsi endotel VOLUME
48

Gambar2. 5. Perubahan sel otot polos pembuluh darah pada hipertensi2

Kemudian, LDL tersebut diubah oleh sel-sel sekitarnya (teroksidasi) dan


ditangkap oleh reseptor yang ada pada makrofag (scavenger cells). Selanjutnya,
terjadi perubahan-perubahan kimia dari LDL dan menghasilkan monocyte
chemotactic factor yang merupakan sitotoksik terhadap sel-sel endotelium.
monosit akan masuk sampai ke dasar tunika intima dan kemudian berubah jadi
makrofag. Makrofag bermigrasi sambil memfagosit LDL yang tertimbun dan
terbentuklah sel foam / sel sabun yang berisi droplet-droplet lipid dan
menyebabkan permukaan endothelium menjadi tidak rata. Selanjutnya, terjadi
peninggian permeabilitas endotel terhadap lipid. Limfosit T juga terlibat
(kemotaksis monosit dan penetrasi intima juga merupakan awal dari
abnormalitas). 11
Gambar 9. Proses pembentukan sel foam11
49

4. Hubungan hipertensi dan stroke


Aliran darah otak (ADO) adalah jumlah darah yang menuju ke otak. Otak
orang dewasa menggunakan 20% darah yang di pompa oleh jantung pada saat
keadaan istirahat, dan darah dalam keadaan normal mengisi 10% dari ruang
intracranial. ADO secara ketat meregulasi kebutuhan dari metabolik otak, rata-rata
aliran ADO dipertahankan 50 ml per 100 gram jaringan otak per menit pada
manusia dewasa.2
Sangat penting untuk mempertahankan ADO dalam batas yang normal
karena terlalu banyak ADO dapat meningkatkan tekanan intrakranial sehingga
dapat menekan dan merusak jaringan otak, sedangkan terlalu sedikit ADO akan
menyebabkan suplai darah yang tidak adekuat. Iskemik akan terjadi jika aliran
darah ke otak di bawah 18-20 ml per 100 gram otak permenit dan kematian
jaringan otak terjadi bila ADO turun di bawah 8-10 ml per 100 gram jaringan otak
per menit. Di dalam jaringan otak terdapat biochemicalcascade atau yang disebut
sebagai iskemik cascade yang menyebabkan jaringan otak menjadi iskemik, yang
lebih lanjut menyebabkan kerusakan dan kematian dari sel-sel otak.2
ADO ditentukan oleh beberapa faktor seperti viskositas darah,
kemampuan pembuluh darah dalam berdilatasi, tekanan perfusi serebral yang
ditentukan oleh tekanan darah dan tekanan intrakranial. Pembuluh darah serebral
mempunyai kemampuan untuk mengubah aliran darah dengan cara mengubah
diameter lumen pembuluh darah, proses ini disebut dengan autoregulasi.
Konstriksi pembuluh darah akan terjadi bila tekanan darah meningkat dan akan
berdilatasi bila tekanan darah menurun.11
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan patologik yang berbeda pada
pembuluh darah sedang dan pembuluh darah kecil otak. Berdasarkan ini stroke
yang timbul akibat hipertensi dapat dibedakan atas dua golongan yang gambaran
patologi dan kliniknya berbeda13. Pada pembuluh darah sedang, seperti a. karotis,
a vertebrobasilaris atau arteri di basal otak, perubahan patologiknya adalah berupa
aterosklerosis, dan manifestasi kliniknya adalah stroke iskemik. Di sini peranan
hipertensi hanyalah sebagai salah satu faktor risiko di samping faktor-faktor lain
seperti diabetes mellitus, hiperlipidemia, merokok dan lain-lain. Pembuluh darah
50

kecil otak, ialah cabang-cabang penetrans arteri yang menembus ke dalam


jaringan otak, berukuran diameter 50200 mikron. Dasar kelainan pada pembuluh
darah jenis ini adalah spasme dan lipohialinosis; spasme terjadi pada hipertensi
akut seperti hipertensi maligna, dan manifestasi kliniknya adalah Infark lakunar.
Lipohialinosis juga terjadi pada hipertensi kronik, pembuluh darah dengan
lipohialinosis ini dapat mengalami mikro aneurisma yang dapat pecah dan terjadi
Perdarahan Intraserebral. Berbeda dengan aterosklerosis, pada lipohialinosis
hipertensi dapat dikatakan merupakan faktor penyebab satu-satunya.15

Gambar 2.6. Pengaruh hipertensi pada pembuluh darah otak11

2.3.6. Gejala Stroke Iskemik


Gejala gejala stroke iskemik yang timbul akibat gangguan
perdarahan di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala
tersebut adalah:6
1. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna
Buta mendadak (amaurosis fugaks)
Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi yang dominan
Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai dengan sindrom Horner pada sisi
sumbatan
2. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior
51

Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol


Gangguan mental
Gangguan sensibilitilas pada tungkai yang lumpuh
Ketidakmampuan dalam mengnendalikan buang air
Bisa terjadi kejang-kejang
3. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media
Kelumpuhan disatu sampai keempat ekstremitas
Meningkatnya refleks tendon
Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
Gejala-gejala sereblum seperti tremor dan kepala berputar (vertigo)
Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit bicara (disatria)
Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan
daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), gerakan
arah bola mata yang kurang dikehendaki (nistagmus), penurunan
kelopak mata (ptosis), kurangnya gerak bola mata, kebutaan setengah
lapangan pandang pada belahan kanan atau kiri kedua bola
(hemianopia hemianonim)
Gangguan pendengaran
Rasa kaku diwajah, mulut dan lidah
4. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia
terbagi dua yaitu, aphasia motoric adalah ketidakmampuan untuk
berbicara, mengeluarkan isi fikiran melalui perkataannya sendiri,
sementara kemampuannya untuk mengerti bicara oranglain tetap baik.
Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaan
oranglain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan
52

lancer, walau sebagian diantaranya tidak emmiliki arti, tergantung dari


luasnya kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak
Acalculia adalah hilangnnya kemampuan berhitung gan mengenal
angka setelah terjadinya kerusakan otak
Roght-left disorientation & agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah
tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan,
melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan
gerakan-gerakan tertentu.
Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan
dengan ruang.
Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan denga tingkah laku akiba
kerusakan pada korteks motor dan premotor dan hemisphere dominan
yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma
capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan
massa di otak.
Dementia adalah hilangnnya fungsi intelektual yang mencangkup
sejumlah kemampuan.

Tabel 2.1. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik22


Gejala Stroke Hemoragik Stroke Iskemik
Permulaan Sangat akut Subakut
Waktu serangan Aktif Bangun pagi
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri kepala ++ -
Muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Kesadaran menurun ++ +/-
53

Bradikardi +++ (dari hari I) + (terjadi hari ke 4)


Perdarahan di retina ++ -
Papiledema + -
Kaku kuduk, Kernig, ++ -
Brudzinki
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortikal Kortikal/subkortikal

2.3.7. Diagnosis Stroke Iskemik

Diagnosis didasarkan atas hasil4


A. Penemuan Klinis
a. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang
mendadak.Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
b. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi,
kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.
B. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
a. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat
membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama
pada fase akut.Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang
terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis,
seringkali dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik
perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid
(PSA).
b. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti:
pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung
jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas,
elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG).
54

C. Sistem skor
Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat
penting dalam rangka pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf
ketepatan pembuktian klinis terhadap stroke hemoragik dan stroke non-
hemoragik yang dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter yang
bekerja di daerah terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang sangat
terbatas dan belum tersedianya pemeriksaan penunjang yang memadai
(misalnya CT-Scan). Untuk itu beberapa peneliti mencoba membuat
perbedaan antara kedua jenis stroke dengan menggunakan tabel dengan
sistem skor.

Skor Siriraj
1 Kesadaran ( x 2,5 ) Bersiaga 0
Pingsan 1
Semi koma, koma 2
2 Muntah ( x 2 ) No 0
Yes 1
3 Nyeri kepala dalam No 0
2 jam ( x 2 ) Yes 1

Tekanan Diastolik
4 (DBP ) DBP x 0,1

Atheroma
5 markers(x3) None 0
diabetes, angina, 1/> 1
claudicatio
intermitten

Konstanta - 12
Total skor =
Interpretasi skor
Skor -1 = Infark
1 = Hemoragik
55

2.3.8 Penatalaksanaan

Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan


pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya
pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit
setelah pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup
perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko
atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik.2
1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak
adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi
dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi.
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik kristaloid atau koloid
1500-2000 ml dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan hindari cairan
mengandung glukosa dan isotonic.Pemberian nutria per oral jika fungsi
menelanya baik.jika fungsi menelannya terganggu sebaiknya dianjrkan
melalui selang nasogastrik.

b.Pengontrolan gula darah


Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait
dengan prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada
trombolisis.Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan
intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat
menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral
eksaserbasi.Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan
pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140
mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga
pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat
pemberian insulin.
56

Kadar glukosa darah >150 mg/dl harus dikoreksi sampai batas


gula darah sewaktu 15 mg% dengan insulin drip intravena kontinu
selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia diatasi dengan dextrose 40% iv
sampaoi kembali normal dan di cari penyebabnya.13

c. Posisi kepala pasien


Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi.Sayangnya, berbaring
telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal
hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien
stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45
derajat.13

d. Pengontrolan tekanan darah


Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure
(MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah
otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah
dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin
memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi
anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang
ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg)
atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien
stroke non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak
direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah
sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari
120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka tekanan
darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta
komplikasinya harus ditangani.
57

Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik


antara 120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20
mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat
ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis
maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5
mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai efek yang
diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga
mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan
nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target
pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik
lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan
antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan
setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi komplikasi
perdarahan.Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol
(10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif
obat yang dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang
dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah
harus diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit
selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target
terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal.
Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut
dapat diberikan 13
1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka
dapat diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat
diulang selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika
diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg
dapat diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine
infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam.
58

3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari


karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.

e. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami
demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset)
dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian
eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi
sebagai neuroprotektor.13

f. Pengontrolan edema serebri


Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non
hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset
stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk
mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat13

g. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama
setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan,
pencegahan terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat
antiepileptik tetap direkomendasikan13

2. Terapi Spesifik
Terapi spesifik pada stroke iskhemik akut atas dasar
patofisiologinya dapat dibagi sebagai berikut :
A. Antitrombotik6
1. Obat anti-trombosit (zat antiplatelat) memblokade agregasi trombosit.
a. Aspirin yang diberikan dalam 48 jam pada stroke iskhemik akut
memperbaiki sedikit prognosis (consensus Asia Pasifik, 1998). Pada
umumnya manfaat aspirin pada pengobatan stroke akut dan pencegahan
59

stroke memberikan kepastian tetapi hasilnya sedang-sedang saja. Batas


pemberian aspirin setiap hari 30-1300 mg. Efek samping utama aspirin
adalah rasa tidak enak diperut, perdarahan saluran cerna pada 1-5%.
Pengobatan gabungan dengan platelet lain yang dapat meningkatkan
manfaat dari kerja aspirin.
b. Tiklopidin menghambat jalur ADP membran trombosit secara
reversible, mengurangi kadar fibrinogen dan menaikkan defomabilitas
eritrosit. Dosis dianjurkan 250 mg tiap 12 jam. Tiklopidin mempunyai
lebih banyak efek samping dibanding aspirin termasuk diare, mual,
dyspepsia dan rash kulit.
c. Clopidrogel obat baru dengan mekanisme sama dengan tiklopidin tetapi
efek samping lebih ringan dan lebih efektif dibandingkan aspirin untuk
stroke akut.
2. Antikoagulan : menghambat generasi thrombin dan pembentukan fibrin.
Penderita stroke iskhemik disebabkan oleh emboli dari jantung sering
diobati dengan heparin intravena diikuti oleh warfarin. Belum ada fakta
yang didapat dari penelitian klinis yang mensahkan pengobatan ini untuk
stroke akut, walaupun secara teori sangat menarik.Selain itu, karena
bahaya resiko perdarahan pada daerah iskhemik, belum ada consensus
yang menuliskan kapan waktu terbaik untuk memulai pemberian
pengobatan antikoagulansia.

B. Obat Trombolitik
1. Trombolisis intravena.
Recombinant tissue plasminogen activator (r-tPA), streptokinase,
urokinase, ankrod (enzim bisa ular), SVTA-3 (snake venom-antitrombotic
enzyme-3).Satu-satunya obat trombolitik yang diakui oleh FDA untuk
stroke iskemik akut adalah r-tPA. Obat ini harus diberikan dalam 3 jam
setelah gejala stroke dengan dosis 0,9 mg/KgBB, maksimal 90 mg, dengan
10% dari dosis diberikan sebagai bolus dan sisanya lewat infus selama 60
60

menit.Pemberian r-tPA harus memenuhi kriteria indikasi dan


kontraindikasi.
2. Trombolitik intra-arterial.
Pro-urokinase intra-arterial (pro ACT II 1999), gabungan r-tPA
intravena dan intra-arterial, gabungan neuroprotektan dengan r-tPA serta
gabungan penghambat IIb IIIa dengan r-tPA muncul sebagai alternatif
pengobatan tetapi dikatakan masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut
untuk mendapatkan pengakuan dari FDA Amerika Serikat.

C. Obat-Obat Neuroprotektif
1. Obat-obat mencegah iskemia dini.
L-glutamate, suatu neurotransmitter perangsang alami bekerja sebagai
neurotoksin endogen.Kadar tinggi asam-amino perangsang (EAA)
mengakibatkan rangsangan sinaptik berlebihan, dengan akibat
perangsangan berlebihan dan kematian sel.Atas dasar ini dicari obat-
obatan pencegah rangsangan EAA (EAA antagonis). NMDA serta
glutamate bloker lain diharapkan dapat mengatasi toksisitas karena
glutamate dan CA. Stabilisator membran, citicholine bekerja memperbaiki
membran sel dengan cara menambah sintesis fosfatidilkolin dan
mengurangi kadar asam lemak bebas. Menaikkan sintesis asetilkolin,
suatu neurotransmitter untuk fungsi kognitif.Therapeutik window 2-14
hari. Piracetam, cara kerjanya tidak diketahui secara pasti. Diperkirakan
mengikat pada membran sel, memperbaiki integritas sel, memperbaiki
fluiditas membran dan menormalkan fungsi membran. Bermanfaat bila
diberikan dalam 7 jam setelah serangan stroke. Pentoksifilin bekerja
dengan menurunkan viskositas darah, menambah deformabilitas butir sel
darah merah, menurunkan kadar fibrinogen, menghambat agregasi
trombosit dan menaikkan darah ke otak.
61

2. Obat-obat mencegah reperfusi.


Antibody-antiadesi. Enlimobab, antibody monoclonal dapat
memblokade molekul adesi interseluler (intercellular antibody adhesion
molecule, ICAM) pada endotel untuk mencegah adhesi dari sel darah putih
pada dinding pembuluh darah.
Antibody antitrombosit, antibody ini menghambat agregasi trombosit,
mencegah kerusakan iskhemik tambahan waktu reperfusi dan memacu
pekerjaan trombolitik.

D. Citicolin.
1. Mekansime Kerja
a. Pada level neuronal.
- Meningkatkan pembentukan choline dan menghambat pengrusakan
phosphatydilcholine (menghambat phospholipase).
- Meningkatkan ambilan glukosa.
- Menurunkan pembentukan asetilkolin.
- Menghambat radikalisasi asam lemak dalam keadaan iskemia.
- Meningkatkan biosintesa dan mencegah hidrolisis kardiolipin.
- Merangsang pembentukan glutation, yang merupakan antioksidan
endogen otak terhadap radikal bebas.
- Mengurangi peroksidasi lipid.
- Mengembalikan aktivitas Na+/K+ ATP ase.
b. Pada level vaskular.
- Meningkatkan aliran darah otak.
- Meningkatkan konsumsi O2.
- Menurunkan resistensi vaskular.
2. Indikasi
a. Stroke iskemik dalam 24 jam pertama dari onset.
b. Stroke hemoragik intraserebral.
62

3. Peringatan dan perhatian :


a. Pada stroke hemoragik intraserebral jangan memberikan citicholin dosis
lebih dari 500 mg, harus dari dosis kecil 100 mg 200 mg, 2 3 kali
sehari.
b. Pemberian IV harus perlahan-lahan.
4. Efek samping :
a. Reaksi hipersensitif : ruam kulit.
b. Insomnia, sakit kepala, pusing, kejang, mual, anoreksia, nilai fungsi hati
abnormal pada pemeriksaan laboratorium, diplopia, perubahan tekanan
darah sementara dan malaise.
5. Dosis dan cara pemakaian :
a. Stroke iskemik : 250 1000 mg/hari, IV terbagi dalam 2 3 kali/hari
selama 2 4 hari.
b. Stroke hemoragik : 150 200 mg/hari, IV terbagi dalam 2 3 kali/hari
selama 2 14 hari.
6. Bukti klinis :
a. Memperbaiki outcome fungsional dan mengurangi defisit neurologis
dengan dosis optimal 500 mg/hari yang diberikan dalam 24 jam setelah
onset.

2.3.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi
edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun
agak jarang (10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan
terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan dalam
situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke
iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi
hemoragik pada infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke
63

iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik


tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis dan berkisar dari peteki
kecil sampai perdarahan hematoma yang memerlukan evakuasi.
3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-
stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang
mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders.
Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama
seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.

2.3.10 Prognosis

Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting


adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan.Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan
hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan,
mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat
dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi
independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.13

Anda mungkin juga menyukai