Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar

terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga.

Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan

perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang mengemudikan perjalanan hidup

keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya.

Anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan suatu kesatuan

yang kuat apabila terdapat hubungan baik antara ayah-ibu, ayah-anak dan ibu-anak.

Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar

semua pribadi dalam keluarga. Interaksi antar pribadi yang terjadi dalam keluarga ini

ternyata berpengaruh terhadap keadaan bahagia (harmonis) atau tidak bahagia

(disharmonis) pada salah seorang atau beberapa anggota keluarga lainnya.

Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa

bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas terhadap

seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi atau aktualisasi diri) yang meliputi

aspek fisik, mental, emosi dan sosial seluruh anggota keluarga. Sebaliknya, keluarga

disebut disharmonis apabila ada seorang atau beberapa orang anggota keluarga yang

kehidupannya diliputi konflik, ketegangan, kekecewaan dan tidak pernah merasa puas

dan bahagia terhadap keadaan serta

keberadaan dirinya.

Konflik dalam Keluarga 1


Keadaan ini berhubungan dengan kegagalan atau ketidakmampuan dalam

penyesuaian diri terhadap orang lain atau terhadap lingkungan sosialnya Ketegangan

maupun konflik dengan pasangan atau antara suami dan istri merupakan hal yang wajar

dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa

konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan.

Apabila konflik dapat diselesaikan secara sehat maka masing-masing pasangan

(suami-istri) akan mendapatkan pelajaran yang berharga, menyadari dan mengerti

perasaan, kepribadian, gaya hidup dan pengendalian emosi pasangannya sehingga dapat

mewujudkan kebahagiaan keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila masing-

masing pihak baik suami atau istri tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari

akar permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan melalui

komunikasi dan kebersamaan.

Oleh karena itu, kita perlu mengetahui apa-apa saja masalah-masalah yang sering

kali memicu konflik dalam institusi keluarga, agar dapat disikapi lebih dini sebelum

masalah tadi berujung pada sebuah konflik yang dapat menghancurkan keutuhan

keluarga.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam makalah ini, adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian keluarga?

2. Apa saja konflik yang ada dalam keluarga?

3. Bagaimana solusi yang dapat dilakukan untuk menangani konflik dalam

keluarga?

Konflik dalam Keluarga 2


C. Tujuan Penulisan

Melihat rumusan masalah yang ada, maka yang akan menjadi tujuan penulisan

pada makalah ini antara lain :

1. Menjelaskan pengertian keluarga

2. Menjelaskan konflik yang ada dalam keluarga

3. Mengemukakan upaya penyelesaian konflik yang dapat timbul dalam keluarga.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Keluarga

Definisi keluarga dikemukakan oleh beberapa ahli :

Reisner (1980)

Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang

masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik,

kakak, kakek dan nenek.

Konflik dalam Keluarga 3


Logans (1979)

Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen

yang saling berinteraksi satu sama lain.

Gillis (1983)

Keluarga adalah sebagaimana sebuah kesatuan yang kompleks dengan atribut

yang dimiliki tetapi terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing mempunyai arti

sebagaimana unit individu.

Duvall

Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan

perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan

budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari

tiap anggota.

Bailon dan Maglaya

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena

hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling

berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan

suatu budaya.

Johnsons (1992)

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan

darah yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang

tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban

antara satu orang dengan orang yang lainnya.

Lancester dan Stanhope (1992)

Dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok keluarga yang sama atau

yang berbeda dan saling menikutsertakan dalam kehidupan yang terus menerus, biasanya

Konflik dalam Keluarga 4


bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai ikatan emosional dan adanya pembagian

tugas antara satu dengan yang lainnya.

Jonasik and Green (1992)

Keluarga adalah sebuah sistem yang saling tergantung, yang mempunyai dua sifat

(keanggotaan dalam keluarga dan berinteraksi dengan anggota yang lainnya).

Bentler et. Al (1989)

Keluarga adalah sebuah kelompok sosial yang unik yang mempunyai

kebersamaan seperti pertalian darah/ikatan keluarga, emosional, memberikan

perhatian/asuhan, tujuan orientasi kepentingan dan memberikan asuhan untuk

berkembang.

National Center for Statistic (1990)

Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang

berhubungan dengan kelahiran, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu

rumah.

Spradley dan Allender (1996)

Satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan

emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.

1. Tipe/Bentuk Keluarga

a. Tradisional

The Nuclear family (keluarga inti)

Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak

The dyad family

Konflik dalam Keluarga 5


Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam

satu rumah.

Keluarga usila

Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan anak yang sudah

memisahkan diri.

The childless family

Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak

terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karier/pendidikan yang terjadi

pada wanita.

The extended family

Keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu

rumah, seperti nuclear family disertai: paman, tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan

The single parent famili

Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak, hal ini

terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum

pernikahan)

Commuter family

Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut

sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota bisa berkumpul pada

anggota keluarga pad saat weekend

Multigenerational family

Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama

dalam satu rumah.

Kin-network family

Konflik dalam Keluarga 6


Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan

saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama (contoh: dapur, kamar

mandi, televisi, telepon,dll)

Blended family

Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan

anak dari perkawinan sebelumnya.

The single adult living alone/single adult family

Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya

atau

perpisahan (perceraian atau ditinggal mati)

b. Non-Tradisional

The unmarried teenage mother

Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan

tanpa nikah

The stepparent family

Keluarga dengan orang tua tiri

Commune family

Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara

yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang

sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.

The nonmarital heterosexsual cohabiting family

Keluarga yang hidup bersamaberganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.

Gay and lesbian families

Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana marital

pathners

Konflik dalam Keluarga 7


Cohabitating couple

Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan pernikahan karena beberapa

alasan tertentu

Group-marriage family

Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang

saling merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu termasuk

seksual dan membesarkan anak.

Group network family

Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama

lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan

bertanggung jawab membesarkan anaknya

Foster family

Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara di dalam

waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk

menyatukan kembali keluarga yang aslinya.

Homeless family

Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen

karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem

kesehatan mental.

Gang

Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari

ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam

kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.

2. Struktur dan Fungsi Keluarga

Konflik dalam Keluarga 8


Struktur dan fungsi merupakan hal yang berhubungan erat dan terus menerus

berinteraksi satu sama lain. Struktur didasarkan pada organisasi, yaitu perilaku anggota

keluarga dan pola hubungan dalam keluarga. Hubungan yang ada dapat bersifat

kompleks, misalnya seorang wanita bisa sebagai istri, sebagai ibu, sebagai menantu, dll

yang semua itu mempunyai kebutuhan, peran dan harapan yang berbeda. Pola hubungan

itu akan membentuk kekuatan dan struktur peran dalam keluarga.

Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung dari kemampuan

dari

keluarga tersebut untuk merespon stressor yang ada dalam keluarga. Struktur keluarga

yang sangat kaku atau sangat fleksibel dapat mengganggu atau merusak fungsi keluarga.

Fungsi keluarga yang berhubungan dengan struktur:

a. Struktur egalisasi : masing-masing keluarga mempunyai hak yang sama dalam

menyampaikan pendapat (demokrasi)

b. Struktur yang hangat, menerima dan toleransi

c. Struktur yang terbuka, dan anggota yang terbuka : mendorong kejujuran dan

kebenaran (honesty and authenticity)

d. Struktur yang kaku : suka melawan dan tergantung pada peraturan

e. Struktur yang bebas : tidak adanya aturan yang memaksakan (permisivenes)

f. Struktur yang kasar : abuse (menyiksa, kejam dan kasar)

g. Suasana emosi yang dingin (isolasi, sukar berteman)

h. Disorganisasi keluarga (disfungsi individu, stress emosional)

Friedman (1992) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga.

Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai

tujuan keluarga tersebut. Proses ini termasuk komunikasi diantara anggota keluarga,

penetapan tujuan, resolusi konflik, pemberian makanan, dan penggunaan sumber dari

Konflik dalam Keluarga 9


internal maupun eksternal. Tujuan reproduksi, seksual, ekonomi dan pendidikan dalam

keluarga memerlukan dukungan secara psikologi antar anggota keluarga, apabila

dukungan tersebut tidak didapatkan maka akan menimbulkan konsekuensi emosional

seperti marah, depresi dan perilaku yang menyimpang.

Tujuan yang ada dalam keluarga akan lebih mudah dicapai apabila terjadi

komunikasi yang jelas dan secara langsung. Komunikasi tersebut akan mempermudah

menyelesaikan konflik dan pemecahan masalah.

Fungsi keluarga menurut Friedman (1992) adalah:

Fungsi afektif dan koping

Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota

dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.

Fungsi sosialisasi

Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme

koping, memberikan feedback, dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah.

Fungsi reproduksi

Keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan

keturunan.

Fungsi ekonomi

Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di

masyarakat

Fungsi fisik

Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan

untuk

pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.

Sedangkan Fungsi keluarga menurut BKKBN (1992) antara lain:

Konflik dalam Keluarga 10


Fungsi keagamaan

Memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam

kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan bahwa ada kekuatan

lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.

Fungsi sosial budaya

Membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai

dengan tingkat perkembangan anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

Fungsi cinta kasih

Memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara

anggota keluarga

Fungsi melindungi

Melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota

keluarga merasa terlindung dan merasa aman

Fungsi reproduksi

Meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan

merawat anggota keluarga

Fungsi sosialisasi dan pendidikan

Mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak,

bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik

Fungsi ekonomi

Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga,

pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga,

menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang

Konflik dalam Keluarga 11


B. Masalah-masalah dalam Keluarga, dan Solusinya

1. Penghasilan istri yang lebih besar dari suami

Soal penghasilan yang berat sebelah, dimana perempuan memiliki dompet yang

lebih tebal ketimbang pasangan, tak jarang kerap jadi pemicu masalah dalam rumah

tangga. Meski ada juga para istri yang mengaku tak keberatan dengan gaji suami yang

lebih kecil, namun banyak juga yang beranggapan bahwa pria lah yang harus

Konflik dalam Keluarga 12


bertanggungjawab terhadap seluruh pengeluaran keluarga. Istri hanya membantu

seperlunya saja.

Uang memang selalu jadi sumber masalah. Malah ada yang bilang bisa jadi

'setan' dalam rumah tangga jika berada dalam tempat yang tak semestinya. Bagi pria,

uang atau pekerjaan bisa jadi kebanggaan utama sekaligus sumber egonya. Makanya

banyak yang diam-diam atau secara terang-terangan menunjukkan sikap 'permusuhan'

manakala karir si istri melaju pesat, yang berujung pada pundi-pundi uang yang kian

gemuk. Sementara karir si pria tetap tak beranjak atau justru mentok.

Banyak pria menjadi lebih sensitive jika penghasilan istri lebih besar. Hal ini

biasanya disebabkan latar belakang keluarga, budaya serta psikodinamika kepribadian.

Pengaruh budaya yang lebih menonjolkan peran laki-laki disbanding perempuan dan

stereotip bahwa pria sebagai kepala keluarga, pencari nafkah sekaligus pelindung.

Makanya, jika pendapatan istri lebih besar, memengaruhi harga diri pria dalam keluarga,

terutama di Asia. Padahal kalau kita tengok Eropa atau Amerika, sudah wajar jika gaji

perempuan lebih besar dari suami.

Pria mengungkapkan ketersinggungan terhadap penghasilan para istri yang lebih

besar dengan berbagai cara, antara lain berupa kata-kata yang menyinggung perasaan,

tindakan negatif seperti sering meninggalkan rumah dan pulang larut malam. Pokoknya

segala hal yang memancing kemarahan istri.

Akan halnya suami yang bisa menerima kondisi jika penghasilan istri lebih besar,

si pria ini biasanya punya kepribadian yang terbuka dan easy going. Para istri akan

terbantu dengan sikap ini karena bisa saling mendukung. Bahkan tak jarang, para suami

juga mau membantu pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci atau menjaga anak.

Konflik dalam Keluarga 13


Berikut beberapa cara atau upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah

perbedaan penghasilan antara istri dan suami :

a. Saling mendukung

Jangan sekali-kali memojokkan atau merendahkan suami. Jika terpaksa

'berantem' hindari membahas masalah uang. Tetap hormati suami sebagai kepala rumah

tangga dalam segala situasi.

b. Bangga

Selalu tanamkan dalam pikiran Anda bahwa suami Anda adalah pilihan yang

paling tepat. Dari sekian hal kekurangannya, masih banyak kelebihannya yang bisa Anda

banggakan. Jangan sampai karena perbedaan pendapatan membuat penghargaan anda

kepada suami justeru berorientasi hanya kepada kemampuan finansial saja.

c. Lemah lembut

Jangan sampai terkesan bersikap bossy terhadap suami sendiri. Ucapkan kalimat

dengan lemah lembut. Berperilaku dan bertingkah laku tetap dijaga positif.

d. Berbagi

Berpenghasilan lebih besar bukan berarti semua harus istri yang menanggung.

Berbagilah dengan suami, siapa membayar apa, agar semua punya kontribusi yang sama

dalam menjalankan roda perekonomian keluarga

e. Bersukacita

Konflik dalam Keluarga 14


Bersukacitalah senantiasa. Untuk tetap bersukacita dalam segala keadaan

memang tidak mudah. Bersukacita adalah sebuah keputusan. Jika Anda memutuskan

untuk tetap bersukacita walaupun suami Anda mempunyai pendapatan yang lebih kecil.

Maka dengan sendirinya kesenjangan finansial ini tidak dapat mengguncang rumah

tangga Anda kapanpun juga.

2. Suami dan Istri Sama-sama Bekerja

Wanita karir akhir-akhir ini menjadi fenomena alami yang terjadi pada

masyarakat urban. banyak alasan mengapa wanita lebih memilih berkarir. Faktor

keuangan memang menjadi permasalahan yang sangat signifikan yang mendorong

wanita untuk survive dan turun langsung untuk bekerja. Bahkan, banyak dari para wanita

karir ini sukses dengan bisnis yang mereka geluti. hal inilah yang memicu meningkatnya

angka pekerja wanita setiap tahunnya. Namun, dalam beberapa tahun kebelakang banyak

kita saksikan di media massa, tingginya angka kematian wanita karir (terutama wanita

yang memilih menjadi TKW) memberikan efek traumatik bagi suami untuk mengizinkan

istri-istrinya untuk berkarir. Hal inilah yang menjadi dilematik dalam rumah tangga pada

saat istri mencoba untuk memilih jalan berkarir.

Pada uraian di atas, dapat kita lihat beberapa fakta menarik tentang wanita karir.

Desakan ekonomi dan kebutuhan sehari-hari merupakan alasan yang paling lumrah yang

sering di utarakan oleh wanita karir. Wanita lebih memilih mencari penghasilan

tambahan sendiri untuk keperluan sehari-harinya sementara, kebutuhan pokok keluarga

masih tetap menjadi tanggungan suami. Hal ini memberikan efek positif dalam

permasalahan ekonomi, dimana suami dapat sedikit menyisihkan gaji bulanannya untuk

memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier, sedangkan istri selain tetap dapat memenuhi

Konflik dalam Keluarga 15


kebutuhan sekuder dan tersiernya sendiri dia pun dapat membantu suami untuk

kebutuhan tersier bersama seperti mobil, rumah dll.

Selain itu, wanita yang memilih jalur berkarir akan memberikan dampak positif

bagi perusahaan. Dengan hadirnya wanita dalam perusahaan akan meningkatkan

produktifitas perusahaan. Wanita memiliki kemampuan verbal dan non-verbal yang

sangat tinggi dibandingkan pria. Oleh sebab itu, dapat kita lihat banyak perusahaan yang

menempatkan wanita dalam jabatan tertentu yang sifatnya sangat signifikan terhadap

peningkatan mutu perusahaan seperti marketing, acounting, sales promotor, dan

sekertaris.. Hal ini dilakukan untuk memberikan efek positif terhadap pendapatan

perusahaan.

Namun, menjadi wanita karir bukan suatu hal yang tidak beresiko. Sebagai

contoh, kejadian-kejadian yang menimpa TKW Indonesia di luar negeri. Tidak banyak

dari mereka mendapatkan perlakuan yang tidak pantas dari para majikannya. Entah itu

dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, bahkan materil. Belum ditemukan fakta penyebab

yang pasti mengenai hal ini. Banyak asumsi-asumsi masyarakat yang dilayangkan baik

itu yang pro dan berempati terhadap korban namun tak banyak juga cibiran dari

masyarakat. Yang pasti, hal inilah yang membuat para suami takut untuk melepas istrinya

berkarir.

Selain itu, kehadiran wanita karir akan memberikan efek negatif terhadap

keharmonisan keluarga. Saat istri memilih untuk berkarir, hal ini akan meningkatkan sisi

sensifitas suami, dimana suami akan merasa tidak memiliki arti sama sekali sebagai

seorang kepala keluarga. Hal inilah yang menjadi awal keretakan rumah tangga. Dalam

beberapa hal, suami dan istri yang memilih sama-sama berkarir dalam bidang berbeda

akan mudah terpropaganda.

Konflik dalam Keluarga 16


Akan muncul banyak kecurigaan antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini

disebabkan karena kurangnya komunikasi yang intens antara keduanya dimana keduanya

sibuk dengan perusahaannya masing-masing. Hal ini bukan hanya berimbas pada

renggangnya hubungan antara keduanya. Namun juga berimbas pada anak yang notabene

membutuhkan kehadiran orang tua disisinya untuk memberikan pendidikan moral. Anak

akan merasa kesepian. Hal ini memicu tingkat sensifitas anak, sehingga menjadikan anak

sebagai pribadi yang emosional dan mudah tersinggung apalagi jika ditanyai masalah

keluarga.

Ketika kedua orangtuanya sibuk bekerja, anak akan kehilangan institusi keluarga

sebagai media sosialisasi, dan memperoleh kasih sayang. Hal itu tentu tidak baik bagi

perkembangan si anak kedepannya, meskipun ada beberapa keluarga yang memutuskan

untuk menitipkan anaknya kepada sanak keluarga lain, selama mereka bekerja. Namun itu

tidak selamanya bisa menyelesaikan problem pengasuhan anak.

a. Solusi

Sebagai seorang suami, seharusnya kita sudah memahami fenomena ini. Dalam

menyikapi hal ini, seharusnya kita menjadi kepala rumah tangga yang arif dan bijaksana

dalam hal memberikan keputusan. Jika memang penghasilan kita masih bisa mengatasi

permasalahan ekonomi sehari-hari keluarga maka solusi tepatnya adalah memberikan

penjelasan kepada istri akan arti pentingnya dia untuk anak-anak. istri akan sangat peka

apabila sebagai suami kita bersikap arif dan memberikan penjelasan kepada istri secara

baik juga mereka akan peka dalam hal anak-anak. Sebagai suami sudah seharusnya kita

memberikan nasehat pada istri sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang kita.

Konflik dalam Keluarga 17


Jika istri terpaksa harus berkarir diluar rumah, maka tetapkanlah batasan-batasan

untuk dia dan berikan penjelasan untuk dia mengenai perannya dalam rumah tangga.

Carilah momen yang paling tepat untuk mengkomunikasikan hal ini dengan istri.

Usahakan tetap tegas namun tidak memberikan kesan suami yang otoriter.

Komunikasi yang intens juga merupakan kunci pokok kesuksesan dalam

membina rumah tangga. Jadi apa salahanya anda setiap jamnya mengabari aktivitas anda

di kantor agar tidak ada rasa saling curiga satu dengan yang lainnya. Menanyai kabar istri

juga menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan bagi istri atau mungkin hanya sekedar

basa-basi menanyakan jenis masakan yang sedang dimasak, memuji masakannya,

menyatakan perasaan ingin cepat pulang kerumah dan lain-lain akan memberikan kesan

istimewa bagi sang istri. Atau sesekali meluangkan waktu untuk berliburan bersama

dimana hanya ada anda, dia dan anak-anak disana. Mungkin dapat berupa piknik,

kemping, rekreasi ke tempat wisata. Kunci utama adalah, menjaga kearifan kita sebagai

suami dan menjadi suami yang merupakan teladan yang baik untuk istri dan anak-anak.

3. Anak Tidak Kunjung Hadir

Permasalahan yang muncul pada sebuah keluarga tanpa anak justru disebabkan

oleh sikap masyarakat atau lingkungan sekitar yang "menuntut" adanya anak. Baik

"tuntutan" secara langsung, misalnya ayah atau ibu mertua yang terus menerus meminta

cucu, maupun tidak langsung, mulai sekedar gunjingan ringan, hingga gosip

menjengkelkan.

Jika di awal pernikahan konsep yang dipegang adalah memiliki memongan, maka

ketidak hadiran si buah hati bisa menjadi masalah besar. Dalam banyak istri merasa lebih

tertekan jika setelah beberapa tahun belum juga mendapatkan keturunan. Apalagi bila

Konflik dalam Keluarga 18


diketahui bahwa sang istri mempunyai masalah fertilitas, sehingga tekanan pun akan

semakin besar. Dalam kasus tersebut, tak jarang muncul tekanan dari lingkungan, bahkan

dari suami agar mengijinkan poligami. Sebagian istri akhirnya menyerah pada tekanan dan

merelakan suaminya berpoligami. Tapi hal itu sangat kecil kemungkinannya, karena pada

dasarnya tidak ada seorang istri pun yang rela suaminya menikah lagi atau pun diduakan.

Ketidak hadiran buah hati ini bisa menimbulkan masalah ketika keduanya atau

salah satu pihak tidak membuka pikiran untuk menerima keadaan dan mudah

terpengaruh pada lingkungan sekitar. Ada yang tidak peduli namun ada juga sebagian

pasangan yang terganggu dengan ketiadaan anak ini. Biasanya hal tersebut dikarenakan

tidak adanya komunikasi dua arah diantara mereka.

Memang tidak semua pasangan mempermasalahkan ketidak hadiran si buah hati

di tengah-tengah mereka. Namun tetap dibutuhkan kedewasaan sikap dan toleransi yang

sangat besar pada masing-masing pihak. Setidaknya mereka perlu memaham bahwa

ketidakmampuan memiliki keturunan bukan semata-mata kesalahan pasangannya (istri

atau suami).

Ketidakhadiran anak di tengah-tengah keluarga juga sering menimbulkan konflik

berkepanjangan antara suami-istri. Apalagi jika suami selalu menyalahkan istri sebagai

pihak yang mandul. Padahal, butuh pembuktian medis untuk menentukan apakah

seseorang memang mandul atau tidak.

Apapun kondisinya masing-masing pihak harus saling mendukung dan

mengupayakan solusinya. Duduk bersama dan mendiskusikan bagaimana cara terbaik

untuk menghadapi kenyataan tersebut tanpa ada campuran tangan orang ketiga (misal:

orang tua, mertua, kakak, atau lainnya).

Konflik dalam Keluarga 19


Dalam masalah seperti ini, kita dapat melakukan upaya penyelesaian

sebagai berikut :

a. Cek Ke Dokter

Daripada membiarkan masalah tersebut berlarut terus-menerus, lebih baik

bicarakan dengan pasangan. Ajaklah dia untuk bersama memeriksakan kondisi diri ke

dokter. Jika dokter mengatakan bahwa Anda berdua sehat, kenapa harus resah dan saling

menuduh? Kan, tinggal menunggu waktunya saja. Bisa jadi, iman Anda dan pasangan

tengah diuji oleh yang maha kuasa.

b. Menyikapi Dengan Bijak

Patut pula dipahami bahwa setiap orang mempunyai kelebihan dan kelemahan,

tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu ketika anak tak kunjung hadir dalam kehidupan

berumah tangga, jangan pernah berpikiran negatif terhadap pasangan kita. Tetap yakinkan

dalam hati kalau ia adalah jodoh kita. Tetaplah saling mendukung, menyayangi, dan

senantiasa berdoa kepada Allah SWT.

c. Melakukan Berbagai Alternatif

Zaman modern saat ini memberikan kemudahan bagi pasangan suami istri yang

memiliki tidak bisa atau sulit memiliki anak. Cara yang dapat ditempuh antara lain,

dengan bayi tabung. Namun terlebih dahulu tentu harus dibicarakan mengenai rencana

tersebut dengan matang antara suami, dan istri.

Selain itu, ada alternatif lain dengan mengadopsi anak, ataupun mengalihkan

kasih sayang kita kepada keponakan-keponakan yang dekat. Namun sebelum mengambil

keputusan maka hal utama yang harus dilakukan adalah berfikir secara matang, jangan

terburu-buru, agar tidak menimbulkan konflik atau masalah baru kedepannya.

4. Kehadiran Pihak Lain

Konflik dalam Keluarga 20


Kehadiran orang ketiga, misalnya adik ipar ataupun sanak family dalam keluarga

kadangkala juga menjadi sumber konflik dalam rumahtangga. Hal sepele yang seharusnya

tidak diributkan bisa berubah menjadi masalah besar. Misalnya soal pemberian uang saku

kepada adik ipar oleh pasangan kita yang tidak dilakukan dengan transparan.

Selain itu, Kehadiran mertua dalam rumahtangga seringkali menjadi sumber

konflik, karena terlalu ikut campurnya mertua dalam urusan rumah tangga anak dan

menantunya. Hal ini tentu akan sangat mengganggu keharmonisan rumah tangga

seseorang.

Dalam kasus ini, kebanyakan istri yang mengeluhkan hubungan mereka dengan

mertua. Sang mertua seringkali dianggap terlalu ikut campur, banyak berkomentar, sering

mengkritisi, hingga cenderung ingin mengatur seluruh aspek dalam rumah tangga

anaknya.

Situasi yang dihadapi jika hal di atas terjadi tentu akan sulit bagi suami Anda. Di

satu sisi, dia ingin membela Anda, namun di sisi lain dia tidak bisa marah pada ibunya.

Sebagai istri, tentu bingung harus bersikap bagaimana. Perasaan kesal dengan

sikap mertua dan suami pun sepertinya tidak bisa berbuat apa-apa.

Namun, berikut ini beberapa tips yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah

tersebut yakni sebagai berikut :

a. Lihat dari Sudut Pandang Suami

Saat Anda kesal dan diharuskan menempatkan diri di posisi orang lain, sudah

pasti sulit. Namun penting Anda ingat, kalau suami sebenarnya berada di dua pilihan. Jika

Konflik dalam Keluarga 21


dia membela Anda, ibunya tentu akan menganggapnya sebagai anak yang tidak menuruti

orangtua. Tapi kalau dia membela ibunya, Anda akan kesal dan mengira suami sudah

tidak cinta lagi.

Untuk itulah Anda harus berusaha menempatkan diri pada posisi suami. Sebelum

Anda minta suami melakukan sesuatu atas sikap ibunya, pikirkan dulu apa yang Anda

akan buat jika menghadapi situasi tersebut. Bagaimana jika ternyata sikap menjengkelkan

itu dilakukan ibu Anda? Sekali lagi, pikirkan dulu baik-baik sebelum berbuat suatu hal

yang bisa memperburuk hubungan.

b. Pahami Apa yang Sebenarnya Mertua Inginkan

Saat mertua selalu mengkritik apapun yang Anda lakukan, pahami apa

sebenarnya tujuannya. Kalau tujuannya memang ingin hubungan Anda dan suami

berakhir, Anda tentu harus sekuat tenaga memperkuat pernikahan.

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membuat suami bahagia

dengan pernikahannya bersama Anda. Jika dia bahagia, tentu apapun yang dikatakan

ibunya tidak akan mempengaruhinya.

Tunjukkan juga pada mertua, kalau Anda sebenarnya adalah istri yang luar biasa.

Berusahalah jangan melawan sifat buruknya dengan keburukan juga. Kalau Anda

tersenyum dan tetap baik, hal itu tentu akan membuatnya semakin kesal dan bertanya-

tanya. Namun jika Anda tersulut emosi, mertua akan senang karena bisa jadi itulah yang

diinginkan.

Anggap saja, kritikan yang dilakukan mertua itu sebagai bagian dari sebuah

permainan. Mertua pada akhirnya akan menyerah saat Anda ternyata bisa menerima

sifatnya dan tidak menyerah menghadapi semua masalah tersebut.

c. Kompromi

Konflik dalam Keluarga 22


Diskusikan dengan suami, sikap ibunya yang sudah mengganggu pernikahan itu.

Minta pada suami untuk menciptakan batasan apa saja yang boleh mertua ikut campur

dalam hubungan Anda. Katakan padanya untuk menyampaikan hasil diskusi itu pada

ibunya.

Dalam kompromi tersebut, usahakan jangan terlalu membuat perubahan yang

besar. Kompromi itu sebaiknya juga tetap menguntungkan dari sisi mertua atau suami.

d. Mengobrol dengan Mertua

Saat mertua mulai ikut campur hubungan Anda dan suami, dengarkan baik-baik

perkatannya. Apa yang membuatnya selalu mengkritik dan mengggu pernikahan Anda.

Coba ketahui juga apa yang mertua suka.

Kalau memang kritikannya masuk akal, perbaikilah sikap Anda. Buat mertua

merasa bahwa Anda mengikuti petunjuknya. Tidak ada salahnya juga Anda minta

masukannya saat tidak tahu. Dengan melakukan hal tersebut, mertua akan merasa

dihargai dan kritikannya pada Anda pun berkurang.

5. Seks

Masalah ini seringkali menjadi sumber keributan suami-istri. Biasanya yang

sering komplain adalah pihak suami yang tak puas dengan layanan istri. Suami seperti ini

umumnya memang egois dan tidak mau tahu. Padahal, banyak hal yang menyebabkan

istri bersikap seperti itu. Bisa karena letih, stress, datang bulan ataupun hamil.

Sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa pria percaya seks jauh lebih

penting di dalam pernikahan dibandingkan wanita. Jajak pendapat terbaru menunjukkan

meskipun ada petunjuk kebenaran dari hal ini, yang paling penting adalah kedua belah

pihak memiliki minat yang sama terhadap seksual, sebagian besar. Sangatlah mustahil

bagi dua orang, khususnya dari jenis kelamin yang berbeda, untuk sepenuhnya setuju

Konflik dalam Keluarga 23


pada isu-isu seks pada waktu tertentu. Selama siklus hormonal kedua belah pihak terus

berjalan, ada kemungkinan ketertarikan seksual salah satu pihak meningkat maupun

menurun. Ini artinya, saat salah satu pihak mungkin sedang berada di puncak, pihak yang

lain sedang tidak berminat sama sekali, dan saat siklus pasangan ini melalui hormonal

string mereka, mereka pun terkadang bertemu di tengah-tengah.

Pria telah diajarkan bahwa kecakapan seksual adalah dukungan yang positif,

sementara wanita telah diajarkan bahwa kecakapan seksual membuat mereka tampak

seperti perempuan jalang dan tidak menarik. Sikap-sikap masyarakat ini dapat

mempengaruhi frekuensi dan pentingnya seks dalam pernikahan. Wanita seringkali

merasa dipaksa untuk melakukan hubungan seks lebih sering dari frekuensi yang

sebenarnya membuat mereka nyaman sedangkan pria seringkali merasa diremehkan

ketika hasrat kronis mereka diabaikan.

Gesekan seksual seperti ini menyebabkan banyak perasaan sakit hati, dan

membuat banyak orang yang mempertanyakan seberapa pentingnya seks dalam

pernikahan. Beberapa pasangan menemukan bahwa bagian terberat untuk hidup bersama

adalah belajar untuk memahami kebutuhan seksual satu sama lain, keingin satu sama lain

dan disfungsi yang dialami salah satu pihak. Dan kita semua memiliki sejenis disfungsi

seksual.

Sangat tidak biasa bagi banyak pasangan untuk membawa kehidupan seks

mereka kepada konselor. Wanita telah dipersiapkan untuk menggunakan seks sebagai

senjata, untuk menahannya ketika keadaan tidak berjalan dengan baik untuk mereka dan

"menyerah" ketika pasangannya "memaksa".

Kebanyakan pasangan dapat melalui kesalahpahaman dan frustrasi seksual yang

mereka alami dengan belajar berkomunikasi apa yang penting bagi mereka dan apa yang

berhasil untuk mereka serta perasaan apa yang tidak dapat ditoleransi dan apa alasannya.

Konflik dalam Keluarga 24


Wanita mungkin lebih membutuhkan kasih sayang fisik daripada pria yang

hanya melakukanya sedikit atau tidak ada hubungannya sama sekali dengan seks.

Terkadang wanita hanya perlu disentuh tanpa bermaksud adanya kontak seksual.

Sementara pria benar-benar membutuhkan kontak seksual seperti ini, dan sangat jarang

bagi seorang pria untuk mengakui hal ini secara terbuka, karena sebagian besar anak

laki-laki dipersiapkan oleh ayah mereka pada usia muda untuk tidak terlalu banyak

meminta, tidak cengeng, dan tidak berlari ke sosok ibu saat mereka jatuh dan butuh

sesuatu yang membuat mereka nyaman.

Pria yang menemukan dirinya berada dalam sebuah hubungan dengan

melakukan banyak kontak fisik namun tidak mengarah pada seks mungkin akan

membuat mereka bingung, seolah-olah istrinya mengirim pesan yang dicampur-aduk.

Dan wanita tentu saja menginginkan keintiman tanpa memiliki harapan harus melakukan

seks setiap saat. Diskusi sederhana dan harapan yang diperjelas dapat membantu

memberantas perasaan yang dapat membahayakan pernikahan ini.

Seks sebenarnya merupakan bagian dari pernikahan yang sehat. Banyak pasangan

akhirnya jatuh ke dalam tempat yang nyaman, dimana seks tidak lagi memainkan

peranan yang penting dalam hidup mereka. Namun beberapa pasangan mampu

mempertahankan kehidupan seks mereka tetap berjalan dengan baik di usia keenam

puluh maupun tujuh puluh tahun hidup mereka. Ekspresi seksual merupakan sebuah

pengalaman yang melekat dan jelas menyenangkan bagi kebanyakan orang.

Ini adalah bagian dari hidup dan mencintai serta bertumbuh bersama. Kurangnya

kesadaran ini mungkin menjadi sinyal masalah, terutama jika pasangan telah bersama

kurang dari lima tahun dan salah satu pihak benar-benar merasa tidak puas dengan

pengaturan kehidupan seks mereka saat ini.

Dalam kasus seperti ini, ada beberapa solusi yang dapat ditempuh, antara lain :

Konflik dalam Keluarga 25


a. Melihat di luar Kesalahan.

Dalam rangka untuk memperbaiki masalah dan melanjutkan ke solusi, berhenti

menyalahkan. Ini adalah masalah pasangan. Pasangan itu harus bekerja sama untuk

mencapai resolusi. Bisa melihat diri sendiri sangat penting dalam mengevaluasi masalah

ini.

b. Jangan Menutupi Situasi.

Ini bukan waktu untuk bertele-tele. Bersikaplah tulus dan jujur dengan diri

sendiri. Bersikaplah tulus dan jujur dengan pasangan Anda. Untuk mengatasi masalah

penyebab dan tingkat keparahan, situasi harus dievaluasi. Sekarang jika anda tidak

menghadapi penyebabnya, Anda membuang-buang waktu.

Solusinya bisa sesederhana komunikasi yang meningkat. Pasangan adalah mitra

Anda yang telah Anda pilih untuk berbagi hidup dengan Anda. Bahas isu-isu. Diskusikan

keprihatinan Anda. Gunakan kejujuran tapi sekali lagi, jangan menyalahkan.

c. Terbuka Untuk Bantuan.

Ada beberapa sumber daya yang besar di luar sana untuk dijelajahi. Mungkin

masalahnya adalah medis. Apakah ini telah dibicarakan dengan dokter Anda. Mereka

mendengar semua itu. Tak perlu malu. Internet adalah sumber daya yang fantastis.

Namun di saat yang sama hati-hati dengan internet. Informasi hanya sebagai pemasok.

Tahu sumber Anda dan ambil informasi. Lihat artikel di majalah atau buku. Ada juga

tersedia konselor yang menangani masalah ini. Beberapa komunitas menawarkan

dukungan atau kelompok swadaya. Titik utama adalah Anda tidak sendirian. Hal ini biasa

terjadi dan perlu ditanggapi.

Konflik dalam Keluarga 26


6. Ragam Perbedaan

Menyatukan dua hati, berarti menyatukan dua kepribadian dan selera yang tentu

saja juga berbeda. Misalnya suami seorang yang pendiam, sementara istri cerewet dan

meledak-ledak emosinya. Suami senang makanan manis, istri senang makanan yang serba

pedas. Nah, kedua pribadi ini bila disatukan biasanya tidak nyambung, belum lagi soal

hobi atau kesenangan. Suami hobi berlibur ke pantai, sementara istri lebih suka berlibur

di tempat yang ramai. Masing-masing tidak ada yang mau ngalah, akhirnya ribut juga.

Perbedaan-perbedaan tersebut akan memunculkan sumber konflik yang baru,

karena masalah yang muncul bersifat prinsipil, sehingga tak jarang dalam sebuah

keluarga terjadi pertengkaran besar karena masalah-masalah yang sebenarnya sepele.

Ketidaksepahaman ini pula, yang biasanya menyebabkan terjadinya kekerasan

dalam rumah tangga (KDRT), karena banyak hal yang tidak bisa berjalan beriringan baik

dari kemauan atau sifat suami, maupun istri.

Berikut beberapa solusi yang dapat ditempuh dalam meyikapi masalah perbedaan

yang ada dalam keluarga :

a. Saling Pengertian

Perbedaan-perbedaan ini akan terus ada, meski umur perkawinan sudah puluhan

tahun. Namanya saja menyatukan dua kepribadian. Jadi, kunci untuk mengatasi perbedaan

ini adalah saling menerima dan pengertian.

Kalau pasangan Anda seorang yang pendiam maka harus diimbangi, jangan

terlalu cerewet. Begitupun soal kesenangan. Tak ada salahnya mengikuti kesenangannya

berlibur ke pantai. Mencoba sesuatu yang baru itu indah.

Konflik dalam Keluarga 27


Intinya tidak boleh saling menyalahkan, dengan besatunya pasangan dalam

sebuah mahligai rumah tangga, menandakan sudah adanya komitmen untuk saling

memahami, mengerti, dan tentunya saling melengkapi.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keluarga merupakan wadah sosialisasi yang pertama, dan penting, karena akan

sangat mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang. Anak yang tumbuh dalam sebuah

keluarga akan mencerminkan pola pengasuhan yang diterapkan kepada dia, dalam

kehidupannya sehari. Maka dari itu peran keluarga tempat tumbuh dan berkembangnya

individu memegang peranan yang cukup central.

Konflik dalam Keluarga 28


Meskipun keluarga inti hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak, namun konflik-

konflik atau masalah selalu mengikuti dinamika perkembangan keluarga. Beberapa

masalah yang sering muncul sebagai pemicu konflik antara lain

Namun, jika kita dapat menyikapi setiap masalah tadi dengan bijak, dan baik

maka masalah tadi yang malah akan memperkuat keutuhan sebuah keluarga. Masalah

tersebut akan melibatkan pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan, serta kerjasama antar

anggota keluarga dalam merumuskan sebuah solusi. Hal itu tentu akan mempererat

persatuan, dan kesolitan sebuah keluarga.

Sebagai sebuah catatan bahwa dalam upaya menyelesaikan masalah keluarga

haruslah dipahami betul kompleksitas serta kerumitan masalah yang dihadapi. Semua

harus sadar bahwa setiap masalah memiliki kompleksitas masing-masing sehingga tidak

bisa begitu saja mengaplikasikan sebuah teori untuk menyelesaikannya. Semua juga harus

ingat bahwa selain teori-teori yang ada, sebenarnya masyarakat juga memiliki budaya

sendiri dalam menyelesaikan masalahnya.

Konflik dalam Keluarga 29


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. (2002). Psikologi Sosial. Rineka Cipta: Jakarta.

Meda Wahini. (2008). Keluarga Sebagai Tempat Pertama Dan Utama

Terjadinya Sosialisasi Pada Anak. Pustaka Abadi : Palembang

Ibnu Qasim. http://www.radarsemarang.com/daerah/kudus/2356-kontrollingkungan-

keluarga-dan-sosial.html

Konflik dalam Keluarga 30

Anda mungkin juga menyukai