Anda di halaman 1dari 4

Sebesar apa profesi akuntan Indonesia untuk berkiprah di luar negeri dan bersaing dengan

negara-negara ASEAN?
Sebetulnya pihak yang paling berkompeten untuk menilai peluang Akuntan Indonesia untuk berkiprah
di luar negeri adalah para Akuntan sendiri serta asosiasi profesi yang menaungi para akuntan
tersebut. Pada tahun 2012 kemarin, Kementerian Keuangan melalui konsultan dalam negeri telah
menyiapkan kajian tentang daya saing industri akuntansi Indonesia sera memberikan rekomendasi
perbaikan untuk penguatan profesi dalam rangka menghadapi AEC 2015.

Sejauh mana kesiapan orang Indonesia menerima masuknya akuntan profesional dari negara-
negara ASEAN lain dalam negeri? Dan sebaliknya kesiapan tenaga kerja Indonesia khususnya
akuntan Indonesia berkiprah ke luar negeri (dalam lingkup negara-negara ASEAN)?
Jika dicermati, nampaknya negara-negara ASEAN cenderung melihat Indonesia sebagai pasar bagi
tenaga profesional akuntansi dari negar mereka. Dan sebetulnya saat ini pun telah ada akuntan asing
yang bekerja di Indonesia melalui pintu sponsor perusahaan-perusahaan yang membutuhkan
mereka. Artinya, sebagai mana di negara lain, ada bagian-bagian bangsa ini yang memang
memerlukan kehadiran akuntan asing (contohnya adalah perusahan asing). Tantangan kita adalah
bagaimana caranya menjadi tuan rumah di negeri sendiri, yakni setidaknya pemakai jasa akuntansi
dalam negeri tidak dikuasai akuntan asing.

Mengenai kesiapan akuntan Indonesia berkiprah di negara lain, sebagaimana disebutkan tadi, tidak
ada jawaban pasti. Pasti ada yang merasa siap dan ada yang tidak siap. Saya melihat ini justru suatu
kondisi yang perlu disikapi secara mendalam oleh profesi yang notabene bertanggung jawab atas
kualitas dan kompetensi akuntan Indonesia. Jika profesi mampu menghasilkan akuntan
yang berkualitas dan kompetitig maka dibuka atau tidaknya pasar jasa akuntansi tentunya tidak
menjadi masalah besar. Memang terdapat hal-hal yang dipandang menjadi kelemahan akuntan kita,
misalnya kemampuan komunikasi dalam bahsas asing, tapi kelemahan ini sifatnya temporer dan bisa
di perbaiki. Hal lain yang perlu dipikirkan dan sifatnya struktural adalah bagaimana menghilangkan
atau menipiskan perbedaan kualitas akuntan baik akademis maupun keprofesian antara satu
penyelenggara dengan penyelenggara lainnya.

Sebagai informasi, kita saat ini tengah memikirkan langkah untuk jaring pendapat para pelaku serta
pemangku kepentingan profesi akuntansi Indonesia atas konsep MRA yang sekarang di bahas.

Perkembangan terkini AEC 2015 bahwa jasa akuntan publik Indonesia dikecualikan atau tidak
masuk dalam draft AEC 2015, bayangannya seperti apa?
Sebagaimana gambaran lebih lengkap, berdasarkan Kerangka Asean Mutual Recognition
Arrangement (MRA) Akuntansi yang ditandatangani tahun 2009, perundingan yang dilakukan
sekarang adalah perundingan pengakuan kesetaraan kualifikasi keprofesian untuk memfasilitasi arus
penyedia jasa akuntansi dalam rangka AEC 2015. Sedangkan sektor jasa akuntansi
dan auditing sendiri sampai saat ini belum dibuka/diliberalisasi kecuali jasa tatabutku selain jasa
perpajakan. Bahkan, inforasi terakhir dari Kementerian perdagangan sampai 2015 pun jasa akuntansi
danauditing masih mungkin untuk ditutup/tidak diliberalisasi. Namun. Memang tekanan untuk mebuka
jasa-jasa ini sangat kuat, terbukti dengan diagendakannya perundingan MRA akuntansi sejak awal
perudingan perdagangan jasa se-ASEAN.

Terkait MRA, kesepakatan terakhir dalam pembahasan draft MRA adalah bahwa MRA tidak akan
meliputi jasa audit atas laporan keuagan dan atau praktik independen. Jadi, MRA tidak
mengecualikan akuntan publik. Bahkan konsep sekarang masih didasarkan pada konsep MRA
insinyur/arsitek di mana hanya akuntan berizin (akuntan publik) yang berhak memanfaatkan MRA dan
mendaftar menjadi ASEAN CPA. Kita sudah mengusulkan agar seluruh akuntan yang bersertifikat
profesi (meski tidak berizin) bisa memanfaatkan MRA. Namun, usul itu masih dipertimbangkan
negara lain.

Tercatat 52.000 register akuntan, Apakah pemerintah mempunyai konsep atau perencanaan
mendayagunakan akuntan seperti apa?
Kita masih memikirkan cara terbaik untuk mendayagunakan register akuntan.
Chartered Accountant (CA) IAI apakah bisa menjadi kunci atau standar minimal dalam
persaingan menghadapi AEC 2015 dengan negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Filipina,
Thailand serta Vietnam? Akuntan Indonesia Gamang Menghadapi AFTA 2015
Profesi akuntan adalah profesi yang kental nuansa globalnya. Program-program IAI pastinya merujuk
kepada praktik terbaik profesi akuntan seluruh dunia, apalagi IAI merupakan anggotaIFAC. Kajian
konsultan Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa IAI merupakan salah satu asosiasi profesi
yang kuat di ASEAN. Tentunya hal ini merupakan modal yang baik untuk menghadapi persaingan
dengan negar ASEAN lainnya.

Apa strategi Indonesia menjelang AEC 2015?


Untuk lingkup akuntansi, kita ingin liberalisasi jasa akuntansi hanya dilakukan kalau kita sudah siap.
Jadi, selama masih ada waktu hal yang mendesak dilakukan adalah menyiapkan dan membenahi
profesi disesuaikan dengan kebutuhan kompetensi antarbangsa. Perlu kerja sama seluruh pihak
untuk mengenali kondisi dan permasalahan profesi kita saat ini, merumuskan tujuan/kepentingan
yang diinginkan dari proses liberalisasi serta langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
Sebagian rekomendasi strategi dan konsultan Kementerian Keuangan dapat dijadikan titik tolak bagi
penguatan profesi dalm rangka AEC. WID

Berbagai kawasan perdagangan bebas dunia sekarang ini sedang menjadi trend.
Termasuk yang dekat dengan Indonesia adalah Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN
atau ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA ini kemudian akan ditingkatkan lagi
menjadi Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA di tahun 2015 mendatang.

Hanya Sebagai Pasar

Namun tampaknya Indonesia sampai saat ini belum siap menghadapinya. Indonesia
sampai saat ini sebatas sebagai pasar bagi produk dari negara-negara ASEAN yang
lain. Pertama, karena penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah 231,3 juta jiwa
merupakan 39% dari total penduduk ASEAN. Kelas menengah Indonesia saat ini juga
berjumlah sekitar 100 juta orang. Tentu ini merupakan pasar yang menggiurkan bagi
negara-negara ASEAN lain.

Kedua, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang saat ini sebesar 846 miliar dolar
AS juga merupakan 40,3% PDB total negara-negara ASEAN. Ini juga merupakan
indikasi pasar potensial yang terbesar.

Ketiga, masyarakat kelas menengah dan atas Indonesia sudah terkenal sebagai
masyarakat yang konsumtif. Ini terlihat misalnya orang Indonesia rata-rata memiliki lebih
dari satu hand phone. Berbeda misalnya dengan masyarakat Jepang yang terkenal
dengan sifat hematnya. Indikasi yang jelas dari Indonesia sebagai pasar saja adalah
selalu defisitnya neraca perdagangan internasional Indonesia dengan negara-negara
ASEAN sejak tahun 2005.

Kelemahan

Kelemahan-kelemahan Indonesia yang belum bisa bersaing dengan negara-negara


ASEAN adalah: Pertama, Indonesia belum mampu atau tidak mau mengolah
sumberdaya alam yang dimilikinya. Sekarang ini 40% ekspor Indonesia berupa bahan
mentah dari sumberdaya alam seperti batubara, minyak nabati, gas, dan minyak bumi.
UU baru yang melarang ekspor mineral mentah barangkali merupakan angin segar
tetapi harus didukung dengan modal dan teknologi tinggi untuk mengolahnya.

Kedua, SDM Indonesia sampai saat ini juga tergolong masih rendah kualitasnya,
terutama ahli-ahli atau sarjana eksakta (teknik) yang masih kurang.

Ketiga, infrastruktur Indonesia yang buruk juga menyebabkan ekonomi biaya tinggi bagi
produksi barang dan jasa sehingga harganya tidak bisa bersaing di pasar ASEAN.
Sampai saat ini pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur masih
rendah. Total pengeluaran pemerintah dari APBN untuk infrastruktur hanya 2% dari
PDB. Smentara Vietnam mengeliarkan belanja infrastruktur 8% dari PDB nya bahkan
China sampai mengeluarkan belanja infrastruktur 10% dari PDB nya. Menurut ADB
(2011) panjang jalan di Indonesia adalah yang terpendek di ASEAN.

Keempat, di sektor jasa Indonesia sangat ketinggalan. Padahal seperti diketahui dalam
ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) sudah dibuka liberalisasi untuk
profesi Akuntan, dokter, dokter gigi, insinyur, perawat, dan arsitek.

Kelima, sektor pertanian yang merupakan sektor potensial Indonesia ternyata banyak
ditinggalkan oleh berbagai kebijakan pemerintah. Padahal negara ASEAN lain juga
punya sektor unggulan sektor pertanian dan mereka mengembangkannya dengan
sungguh-sungguh. Contohnya adalah Thailand dan Vietnam.

Kebijakan
Atas dasar permasalahan dan kelemahan Indonesia seperti telah ditulis di atas maka
dapat diambil kebijakan-kebijakan sebagai berikut:pertama, Indonesia harus
meningkatkan ekspornya dari mayoritas bahan mentah dari sumberdaya alam menjadi
barang jadi. Kebijakan melarang ekspor mineral mentah memang sudah baik. Tetapi hal
itu harus disertai dengan kebijakan membangun teknologi tinggi serta industri padat
modal untuk mengolah mineral tersebut.

Kedua, Perhatian terhadap pengembangan SDM tetap perlu mendapat prioritas.


Pengembangan SDM khusus untuk ahli-ahli teknik dan eksakta perlu diprioritaskan.

Ketiga, belanja infrastruktur perlu terus ditingkatkan. Jika pemerintah lewat APBN tidak
sanggup maka bisa memanfaatkan kerjasama dengan swasta atau memanfaatkan dana
tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR).
Keempat, peningkatan mutu tenaga kerja di sektor jasa-jasa juga perlu mendapat
perhatian serius sebab Indonesia kalah jauh dari tenaga kerja dari negara-negara
ASEAN lainnya

Anda mungkin juga menyukai