Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

STUDI PENGAMALAN ISLAM


THAHARAH

Disusun Oleh :

1. Fajar Kurniawan (1219250006)


2. Mulki suliaman
3. Ari Anggolo

Dosen pengasuh :
Dra. Uswatuh Hasanah

FAKULTAS AGAMA ISLAM


PROGRAM STUDI TARBIYAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2013
1. Pengertian Thaharah

Thaharah berdasarkan arti harfiah berarti bersih dan suci, sedangkan berdasarkan
pengertian syara`, thaharah berarti mensucikan diri, pakaian dan tempat dari hadats dan najis,
khususnya pada saat kita hendak shalat. Lebih jauh lagi, thaharah berarti mensucikan diri dan
hati. Thaharah hukumnya wajib bagi setiap mukmin. Allah swt berfirman :
Hai orang yang berselimut. Bangunlah, kemudian berilah peringatan !, dan agungkanlah
Tuhanmu. Dan bersihkanlah pakaianmu. (QS. Al-Muddatstsir : 1-4).
Dan pada surat al- baqorah ayat 222: artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan orang- orang yang mensucikan diri .

a.Air dan Macam Hukumnya


Air yang dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih(suci dan mensucikan) yaitu air yang
turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum dipakai untuk bersuci.
Air yang suci dan mensucikan ialah :
1. Air hujan,
2. Air sumur,
3. Air laut,
4. Air sungai,
5. Air salju,
6. Air telaga, dan
7. Air embun
Dan Kami turunkan dari langit air yang amat suci. (Al-Furqan: 48)
Pembagian Air

Ditinjau dari segi hukumnya, air itu dapat dibagi empat bagian :
1. Air suci dan mensucikan, yaitu air muthlaq artinya air yang masih murni, dapat digunakan
untuk bersuci dengan tidak makruh. Seperti air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air
salju, dan air laut,
2. Air suci dan dapat mensucikan, tetapi makhruh digunakan yaitu air musyammas ( air yang
dipanaskan dengan matahari dalam bejana selain emas dan perak) .

Dari Aisyah, Sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari, maka Rasulullah
Saw. Berkata padanya, Janganlah engkau berbuat demikian, ya Aisyah. Sesungguhnya air yang
di jemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak. ( Riwayat Baihaqi )
3. Air suci tetapi tidak dapat mensucikan, seperti : Air mustamal ( telah digunakan untuk bersuci
) menghilangkan hadats.
4. Air mutanajis yaitu air yang kena najis ( kemasukan najis ) sedang jumlahnya lebih dari dua
kullah, maka air yang semacam ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan. Dua kullah sama
dengan 216 liter, jika berbentuk bak maka besarnya 60 cm tinggi 60 cm.

b. Najis dan Alat Thaharah serta cara mensucikannya


Hal- hal yang najis adalah setiap yang keluar dari dua lubang manusia, berupa tinja dan
air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan
putih yang keluar selepas kencing), atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya
tidak boleh dimakan, darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ
tubuhnya kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci. Rasulullah saw. bersabda,
Setiap kulit yang sudah disamak, maka menjadi suci. (HR Muslim).

Pembagian Jenis Najis terbagi menjadi tiga yaitu:


1) Najis Mukhaffafah :
Najis yang ringan yaitu air seni anak lak -laki di bawah umur dua tahun yang belum makan
makanan kecuali air susu ibunya saja. Cara menyucikannya cukup dengan dipercikkan air saja
pada bagian yang terkena najis tersebut.
2) Najis Mughallazah :
Najis yang berat yaitu anjing, babi dan keturinan kedua-duanya. Jika seseorang terkena anggota
binatang tersebut dalam keadaan basah wajib disucikan dengan disamak. Cara menyucikannya
ialah dengan dicuci tujuh kali dengan air mutlak dan salah satunya hendaklah dengan air tanah.
3) Najis Mutawassitah
Najis pertengahan yaitu selain najis mukhaffafah dan najis mughallazah. Cara menyucikannya
jika ada ain, hendaklah dihilangkan ainnya itu dan segala sifatnya yaitu rasanya, baunya dan
warnanya. Jika setelah dicuci didapati masih tidak hilang rasanya seperti kesat, hendaklah dicuci
lagi hingga hilang rasa itu. Setelah itu jika tidak hilang juga, ia dimaafkan. Jika bau atau wama
najis itu masih tidak hilang setelah dicuci dan digosok tiga kali, hukumnya adalah dimaafkan.
Jika najis itu sudah tidak ada lagi ainnya dan tidak ada lagi sifatnya seperti air kencing yang
sudah kering pada kain dan hilang sifatnya, cukuplah dengan dicucuri air pada tempat yang
terkena najis itu (najis hukmi).
Adapun thaharah daripada najis dapat dilakukan dengan beberapa cara:
Istinja, yaitu membasuh dubur dan qubul dari najis (kotoran) dengan menggunakan air yang
suci lagi mensucikan atau batu yang suci dan benda-benda lain yang menempati kedudukan
air dan batu, yang dilakukan setelah kita buang air.
Memercikkan Air, yaitu memercikkan air ke bagian yang terkena najis kecil (mukhaffafah).
Mencuci atau membasuh dengan air, yaitu dengan membasuh dengan air yang mengalir
sampai pada bagian yang terkena najis sedang (mutawasithah) hilang tanda-tanda
kenajisannya.

Alat Thaharah
1). Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apa pun dari najis, berdasarkan
dalil-dalil berikut.. Rasulullah saw. bersabda,Air itu suci, kecuali bila sudah berubah aromanya,
rasanya, atau warnanya karena kotoran yang masuk padanya. (HR Al-Baihaqi. Hadis ini daif,
namun mempunyai sumber yang sahih).

2) Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah saw. bersabda, Dijadikan
bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku. (HR Ahmad). Tanah dijadikan sebagai alat thaharah
jika tidak ada air, atau tidak bisa menggunakan air karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah
berfirman, kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan
tanah yang suci. (An-Nisa: 43).
Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya tanah yang baik (bersih) adalah alat bersuci seorang
muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka
hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya. (HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).

3). Mandi Wajib Menurut lughat, mandi di sebut al- ghasl atau al- ghusl yang berarti mengalirnya
air pada sesuatu. Sedangkan di dalam syara ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai
dengan niat. . Niat dianggap sah dengan berniat untuk mengangkat hadats besar, hadats , janabah,
haidh, nifas, atau hadats lainnya dari seluruh tubuhnya, untuk membolehkannya shalat.
Apabila kamu berjinabat karena mengeluarkan air mani atau bertemunya kedua persunatan atau
kamu hendak menghadiri shalat Jum'ah atau kamu baru lepas dari haidl atau nifas, maka
hendaklah kamu mandi dan mulailah membasuh (mencuci) kedua tanganmu dengan ikhlas
niyatmu karena Tuhan Allah lalu basuhlah (cucilah) kemaluanmu dengan tangan kirimu dan
gosoklah tanganmu pada tanah atau apa yang menjadi gantinya lalu berwudlulah sebagai yang
tersebut di atas; kemudian ambillah air dan masukkanlah jari-jarimu pada pokok rambut dengan
sedikit wangi-wangian, sesudah dilepaskan rambutnya. Dan mulailah pada sisi yang kanan, lalu
tuangkan air ke atas kepalamu tiga kali, lalu ratakanlah atas badanmu semuanya, serta digosok,
kemudian basuhlah (cucilah) kedua kakimu dengan mendahulukan yang kanan daripada yang
kiri , dan janganlah berlebih-lebihan dalam menggunakan air
Untuk kesempurnaan mandi, di sunatkan pula mengerjakan hal-hal berikut ini:
1. membaca basmalah serta niat
2. membasuh tangan sebelum memasukannya ke dalam bejana
3. bewudhu dengan sempurna sebelum memulai mandi
4. menggosok seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangannya
6. mendahulukan menyiram bagian kanan dari tubuh
7. menyiram dan mengosok badan sebanyak- banyaknya tiga kali

4). Whudu
Whudu Menurut lughat ( bahasa ), adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh
tertentu. Dalam istilah syara wudhu adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat,
kemudian membasuh muka, kedua tangan, kepala dan kedua kaki dengan air, untuk mensucikan
diri kita dari hadats kecil. Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan
salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala
kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki. (Al-Maidah: 6).
Hadits Rasulullah SAW. artinya : Allah tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats,
sampai Ia berwudhu ( HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi )

SEBAB-SEBAB WAJIB MANDI


Sebab-sebab mandi wajib ada enam :, tiga diantaranya sering terjadi pada laki-laki dan
prempuan, dan tiga lagi khusus pada perempuan saja, yaitu :
1. Bersetubuh, baik keluar mani maupun tidak
Sabda Nabi : Apabila dua yang dihitam bertemu, maka sesungguhnya telah diwajibkan
mandi, meskipun tidak keluar mani (HR. MUslim)
2. Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi ataupun sebab lain dengan sengaja atau
bukan. Sabda Nabi : Dari Ummi salamah, sesungguhnya Ummi sulaim telah bertanya kepada
Rasululah SAW, Ya Rasululah, sesungguhnya Allah tidak malu memperkatakan yang hak,
Apakah perempuan mandi apabila bermimpi? Jawab beliau ,Ya (wajib atas mandi), apabila ia
melihat air ( artinya keluarnya mani) Sepakat Ahli Hadits.
3. Mati.
Orang Islam yang mati fardhu kifayah bagi muslim yang hidup untuk memandikannya.
Hadits Nabi : Dari Ibnu Abbas sesungguhnya Rasululah saw telah berkata tentang orang yang
berihram yang terlempar dari punggung untanya hingga ia meninggal , beliau berkata
Mandikanlah di olehmu dengan air daun bidara. (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Perempuan yang berhenti haid
5. Seorang wanita yang telah bernofas
6. Melahirkan

HAL YANG MEMBOLEHKAN TAYAMMUM


1. Tidak Adanya Air
Dalam kondisi tidak ada air untuk berwudhu` atau mandi, seseorang bisa melakukan
tayammum dengan tanah. Namun ketiadaan air itu harus dipastikan terlebih dahulu dengan cara
mengusahakannya. Baik dengan cara mencarinya atau membelinya.
Dan sebagaimana yang telah dibahas pada bab air, ada banyak jenis air yang bisa
digunakan untuk bersuci termasuk air hujan, embun, es, mata air, air laut, air sungai dan lain-
lainnya. Dan di zaman sekarang ini, ada banyak air kemasan dalam botol yang dijual di pinggir
jalan, semua itu membuat ketiadaan air menjadi gugur.
Bila sudah diusahakan dengan berbagai cara untuk mendapatkan semua jenis air itu
namun tetap tidak berhasil, barulah tayammum dengan tanah dibolehkan.
2. Sakit
Kondisi yang lainnya yang membolehkan seseorang bertayammum sebagai penggati
wudhu` adalah bila seseorang terkena penyakit yang membuatnya tidak boleh terkena air. Baik
sakit dalam bentuk luka atau pun jenis penyakit lainnya. Tidak boleh terkena air itu karena
ditakutnya akan semakin parah sakitnya atau terlambat kesembuhannya oleh sebab air itu. Baik
atas dasar pengalaman pribadi maupun atas advis dari dokter atau ahli dalam masalah penyakit
itu. Maka pada saat itu boleh baginya untuk bertayammum.

3. Suhu Yang Sangat Dingin


Dalam kondisi yang teramat dingin dan menusuk tulang, maka menyentuh air untuk
berwudhu adalah sebuah siksaan tersendiri. Bahkan bisa menimbulkan madharat yang tidak
kecil. Maka bila seseorang tidak mampu untuk memanaskan air menjadi hangat walaupun
dengan mengeluarkan uang, dia dibolehkan untuk bertayammum.
Di beberapa tempat di muka bumi, terkadang musim dingin bisa menjadi masalah
tersendiri untuk berwudhu`, sebab jangankan menyentuh air, sekadar tersentuh benda-benda di
sekeliling pun rasanya amat dingin. Dan kondisi ini bisa berlangsung beberapa bulan selama
musim dingin. Tentu saja tidak semua orang bisa memiliki alat pemasan air di rumahnya. Hanya
kalangan tertentu yang mampu memilikinya. Selebihnya mereka yang kekurangan dan tinggal di
desa atau di wilayah yang kekurangan, akan mendapatkan masalah besar dalam berwudhu` di
musim dingin. Maka pada saat itu bertayammum menjadi boleh baginya.
4. Air Tidak Terjangkau
Kondisi ini sebenarnya bukan tidak ada air. Air ada tapi tidak bisa dijangkau. Meskipun ada
air, namun bila untuk mendapatkannya ada resiko lain yang menghalangi, maka itupun termasuk
yang membolehkan tayammum.
Misalnya takut bila dia pergi mendapatkan air, takut barang-barangnya hilang, atau
beresiko nyawa bila mendapatkannya. Seperti air di dalam jurang yang dalam yang untuk
mendapatkannya harus turun tebing yang terjal dan beresiko pada nyawanya. Atau juga bila ada
musuh yang menghalangi antara dirinya dengan air, baik musuh itu dalam bentuk manusia atau
pun hewan buas. Atau bila air ada di dalam sumur namun dia tidak punya alat untuk menaikkan
air. Atau bila seseorang menjadi tawanan yang tidak diberi air kecuali hanya untuk minum.
5. Air Tidak Cukup
Kondisi ini juga tidak mutlak ketiadaan air. Air sebenarnya ada namun jumlahnya tidak
mencukupi. Sebab ada kepentingan lain yang jauh lebih harus didahulukan ketimbang untuk
wudhu`. Misalnya untuk menyambung hidup dari kehausan yang sangat. Bahkan para ulama
mengatakan meski untuk memberi minum seekorr anjing yang kehausan, maka harus
didahulukan memberi minum anjing dan tidak perlu berwudhu` dengan air. Sebagai gantinya,
bisa melakukan tayammum dengan tanah.
6. Karena Takut Habisnya Waktu
Dalam kondisi ini, air ada dalam jumlah yang cukup dan bisa terjangkau. Namun
masalahnya adalah waktu shalat sudah hampir habis. Bila diusahakan untuk mendaptkan air,
diperkirakan akan kehilangan waktu shalat. Maka saat itu demi mengejar waktu shalat, bolehlah
bertayammum dengan tanah.

Anda mungkin juga menyukai