Anda di halaman 1dari 18

STEP 7

7.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang


(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,
system pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Ada beberapa
pendapat yang menjelaskan factor-factor yang mempengaruhi perilaku
kesehatan, antara lain :

Menurut WHO, penyebab seseorang berperilaku kesehatan atau tidak,


ada 4 macam, yaitu :

1. Pikiran dan perasaan dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap,


kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap kesehatan.
2. Perilaku kesehatan dari orang lain yang menjadi panutan
cenderung akan dicontoh.
3. Sumber daya yang mencakup fasilitas kesehatan, uang, waktu,
tenaga, jarak ke fasilitas kesehatan akan berpengaruh positif
maupun negative terhadap perilaku kesehatan seseorang.
4. Kebudayaan yang terbentuk dalam jangka waktu lama, sebagai
akibat kehidupan masyarakat bersama, akan berubah baik secara
cepat atau lambat sesuai dinamika masyarakat. Kelompok
masyarakat yang terbiasa bersih akan menunjang perilaku
kesehatan individu dan masyarakat itu sendiri.

Menurut Lawrence Green (1980), perilaku kesehatan dapat terbentuk


atau dipengaruhi oleh 3 faktor utama, antara lain:

1. Faktor Predisposisi (Predisposing)


Faktor predisposisi dapat meliputi adanya pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, usia, pendidikan, pekerjaan,
serta status ekonomi keluarga.
Rendahnya pengetahuan dan pendidikan mengenai kesehatan,
akan mempengaruhi perilaku kesehatan individu terhadap suatu
penyakit dan akan mempengaruhi pula dalam unsur kepercayaan
individu terhadap kerentanan dan potensi penyakit. Sehingga hal
tersebut akan mempengaruhi tindakan pencegahan dan upaya
pengobatan penyakit.
2. Faktor Pendukung atau Pemungkin (Enabling)
Faktor pendukung meliputi adanya lingkungan fisik yang berupa
ada atau tidaknya sarana prasarana kesehatan maupun program
kesehatan.
Meskipun apabila faktor predisposisi dari individu telah
mengarah pada kebaikan, jika tidak didukung dengan adanya
sarana prasarana dan program kesehatan, maka juga akan
mengembalikan atau dapat mengubah perilaku individu tersebut.
3. Faktor Pendorong atau Penguat (Reinforcing)
Faktor Pendorong atau penguat meliputi adanya tindakan
petugas kesehatan serta orang lain yang menjadi panutan (tokoh
masyarakat, tetangga, keluarga).
Tindakan dari petugas kesehatan maupun orang lain yang
menjadi panutan besar pengaruhnya terhadap perubahan
perilaku kesehatan. Dengan mencontoh perilaku dari orang lain,
perubahan perilaku dapat terbentuk.

Menurut Kegeles (1961), ada empat faktor utama agar seseorang


merubah perilakunya dan mau melakukan pemeliharaan kesehatan gigi,
yaitu:

1. Merasa dirinya mudah terserang penyakit gigi


2. Percaya bahwa penyakit gigi dapat dicegah
3. Pandangan bahwa penyakit gigi dapat berakibat fatal
4. Mampu menjangkau dan memanfaatkan fasilitas kesehatan

Menurut Teori Kar (1983), menyatakan perilaku kesehatan bertitik


tolak bahwa perilaku merupakan fungsi dari :

1. Behaviour Intention, yaitu niat sesorang untuk bertindak


sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya.
2. Social Support, yaitu dukungan sosial dari masyarakat
sekitarnya.
3. Accessebility Of Information, yaitu ada atau tidak adanya
informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan.
4. Personal Autonomy, yaitu otonomi pribadi yang bersangkutan
dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan.
5. Action Situation, yaitu situasi yang memungkinkan untuk
bertindak atau tidak bertindak.

Berdasarkan domain (ranah) perilaku, aspek afektif, kognitif dan


psikomotor terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan,
yaitu :
1. Kognitif (pengetahuan), terdapat faktor yang mempengaruhinya
antara lain faktor internal yang meliputi intelegensia, minat, dan
konsisi fisik, faktor eksternal yang meliputi keluarga, sarana,
dan masyarakat, faktor pendekatan belajar yang meliputi strategi
dan metode.
2. Afektif (sikap), terdapat faktor yang mempengaruhinya antara
lain kepercayaan, ide, konsep, kehidupan emosional,
kecenderungan untuk bertindak.
3. Psikomotor (tindakan) , yaitu didasarkan atas faktor afektif dan
kognitif.
Selain itu, ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku
kesehatan, antara lain :
a. Faktor demografik
Perilaku kesehatan berbeda berdasarkan pada faktor demografik.
Individu yang masih muda, lebih makmur, memiliki tingkat
pendidikan yang lebih baik dan berada dalam kondisi stress yang
rendah dengan dukungan sosial yang tinggi memiliki perilaku sehat
yang lebih baik dari pada orang yang memiliki resources yang
lebih sedikit.
b. Usia
Perilaku kesehatan bervariasi berdasarkan usia. Secara tipikal
perilaku kesehatan pada anak-anak dapat dikatakan baik,
memburuk pada remaja dan orang dewasa, namun meningkat
kembali pada orang yang lebih tua.
c. Nilai
Nilai-nilai sangat mempengaruhi kebiasaan perilaku sehat individu.
Misalnya latihan bagi wanita sangat diinginkan bagi budaya
tertentu tetapi tidak bagi budaya lain.
d. Personal Control
Persepsi bahwa kesehatan individu dibawah personal control juga
menentukan perilaku sehat seseorang. Misalnya penelitian yang
dilakukan pada Health locus of control scale yang mengukur
derajat sejauh mana persepsi individu dapat mengontrol kesehatan
mereka.
e. Pengaruh Sosial
Pengaruh sosial juga dapat mempengaruhi perilaku sehat individu.
Keluarga, teman, dan lingkungan kerja dapat mempengaruhi
perilaku sehat.
f. Personal Goal
Kebiasan perilaku sehat juga memiliki hubungan dengan tujuan
personal. Jika tujuan menjadi atlet berprestasi merupakan tujuan
yang penting, individu akan cenderung olah raga secara teratur
dibandingkan jika hal itu bukan tujuan personal.
g. Perceived Symptoms
Kebiasaan sehat dikontrol oleh perceived symptoms. Misalnya
perokok mungkin mengontrol perilaku merokok mereka
berdasarkan sensasi pada paruparu mereka.
h. Akses ke Health Care Delivery system
Akses ke Health care juga mempengaruhi perilaku kesehatan.
Menggunakan program screen tuberkolosis, pap smear yang
teratur, mamogram, imunisasi, merupakan contoh perilaku
kesehatan yang secara langsung berhubungan dengan health care
system.
i. Faktor kognisi
Perilaku kesehatan memiliki hubungan dengan faktor kognisi,
seperti keyakinan bahwa perilaku tertentu dapat mempengaruhi
kesehatan.

7.2 Upaya Untuk Merubah dan Meningkatkan Perilaku Kesehatan

Perubahan perilaku sehat masyarakat dapat dilakukan dengan dua


cara, yaitu :

1. Tekanan (Enforcement)
Upaya ini dilakukan dengan memberikan tekanan, paksaan, maupun
koreksi. Contoh dari upaya ini adalah undang-undang maupun
peraturan-peraturan (law enforcement), intruksi-intruksi atau tekanan
(fisik, non fisik), sanksi-sanksi, dsb. Namun, upaya perubahan
perilaku dengan teknik ini memiliki banyak kekurangan. Peraturan ini
tidak bertahan lama di masyarakat, karena tidak didasari karena
kesadaran, melainkan dengan paksaan.
2. Pendidikan (Education)
Upaya perubahan perilaku kesehatan pada masyarakat dengan cara ini
dilakukan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan,
memberikan informasi dan pendidikan, agar masyarakat mengerti
akan kesehatan, sehingga diharapkan mau dan mampu melaksanakan
pola hidup sehat dengan didasari dari hati nurani dan pemikiran, serta
koreksi, sehingga mampu bertahan lama dan terus menerus
meningkat.
Pemberian pendidikan terhadap masyarakat untuk merubah perilaku
hidup sehat dilakukan dengan dasar tiga faktor yang mempengaruhi
perilaku menurut Green (1980), yaitu :
a. Faktor Predisposisi
Faktor ini mencakup pengetahuan,sikap, kepercayaan, tradisi, serta
nilai yang ada dalam masyarakat tersebut.
b. Faktor Pemungkin
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan
masyarakat, seperti air bersih, posyandu, MCK, puskesmas, rumah
sakit, maupun klinik. Fasilitas ini mendukung untuk terwujudnya
perilaku sehat.
c. Faktor Penguat
Faktor ini mencakup faktor sikap dan perilaku tokoh yang disegani,
seperti tokoh masyarakat, pemuka adat, tokoh agama, dan perilaku
para petugas kesehatan. Dengan adanya faktor penguat ini
masyarakat semakin termotivasi dan yakin benar dengan
melakukan metode-metode yang telah diberikan.

Berikut ini merupakan bagan hubungan status kesehatan, perilaku, dan


promosi kesehatan, yang merupakan bentuk dari pemberian pendidikan
kepada masyarakat.
Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Promosi Kesehatan

Keturunan
(Herediter)

Pelayanan Status Lingkungan


Kesehatan Kesehatan

Perilaku

Enabling Factors Reinforcing


Predisposing (Ketersediaan Factors (sikap dan
Factors sumber- perilaku petugas,
(Pengetahuan, sumber/fasilitas) peraturan, UU,
sikap, dll)
kepercayaan,
tradisi, nilai, dsb)

Komunikasi Pemberdayaan Training


(penyuluhan) Masyarakat
(Pemberdayaan
Sosial)

Promosi
Kesehatan
Status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh herediter (keturunan),
lingkungan, pelayanan kesehatan, dan dari perilaku. Promosi kesehatan
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi
status kesehatan seseorang, yaitu melalui perubahan terhadap perilaku.
Promosi kesehatan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu komunikasi atau
penyuluhan, yang dapat mempengaruhi predisposing factors, pemberdayaan
yang dapat mempengaruhi enabling factor, serta training yang dapat
mempengaruhi reinforcing factors, yang dari keseluruhan faktor tadi akan
memberikan pengaruh terhadap perilaku hidup sehat, sehingga dapat
merubah pula status kesehatan seseorang.

Promosi Kesehatan

Merupakan salah satu upaya untuk mengubah perilaku dan


meningkatkan perilaku kesehatan. Strategi dasar utama promosi
kesehatan adalah pemberdayaan, yang didukung oleh bina suasana, dan
advokasi serta dijiwai semangat kemitraan.

Pemberdayaan
Pemberdayaan pada hakikatnya merupakan suatu upaya membantu
atau memfasilitasi pasien/klien, sehingga memiliki pengetahuan,
kemauan, dan kemampuan untuk mencegah atau mengatasi
permasalahan kesehatan yang dihadapinya.
Dalam pelaksanaannya, pemberdayaan umumnya berbentuk suatu
pelayanan informasi atau konseling (Departemen Kesehatan, 1999).
Dimana memiliki arti bahwa tenaga kesehatan puskesmas ataupun
rumah sakit tidak hanya memberikan suatu pelayanan medis ataupun
penunjang medis, tetapi memberikan suatu informasi tentang
penjelasan-penjelasan yang berkaitan dengan pelayanannya tersebut.
Dengan pemberdayaan diharapkan pasien/klien dapat beubah
dimana dulunya tidak tahu, sekarang menjadi tahu, dari tahu menjadi
mau, dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku-perilaku
yang dikehendaki guna mengatasi masalah kesehatannya. Misalnya
buang air besar di jamban sebagai pengganti buang air besar
disembarang tempat.
Terdapat beberapa prinsip pemberian informasi atau konseling
yang perlu diperhatikan dan dipraktekkan oleh tenaga kesehatan
puskesmas ataupun rumah sakit selama pelaksanaan tugasnya adalah
(Willis, 2004 ; Lesmana, 2005) :
a. Memberikan kabar gembira dan kegairahan hidup.
Saat memulai konseling, petugas kesehatan tidak langsung
mengungkap masalah, kelemahan, atau kekeliruan pasien. Dimana
perbincangan diawali dengan situasi yang menggembirakan agar
pasien/klien tertarik untuk terlibat perbincangan.
b. Menghargai pasien/klien sepenuh hati.
Cara menghargai dengan memberikan ucapan-ucapan dan bahasa
tubuh yang menghargai tidak mencemooh ataupun meremehkan.
c. Melihat pasien/klien sebagai subjek dan sesama hamba Tuhan.
Petugas kesehatan tidak boleh berperilaku semena-mena terhadap
pasien/klien.
d. Mengembangkan dialog yang menyentuh perasaan.
Petugas kesehatan selalu berusaha mengemukakan kata-kata atau
butir-butir dialog yang menyentuh perasaan klien/pasien, sehingga
memunculkan rasa syukur pada Tuhan telah dipertemukan dengan
seorang penolong.
e. Memberikan keteladanan.
Disaat keteladanan sikap dan perilaku petugas kesehatan telah
menyentuh perasaan pasien/klien, sehingga pasien/klien ingin
mencontoh perilaku baik dari penolongnya tersebut (petugas
kesehatan). Dimana keteladan merupakan suatu sugesti yang
positif untuk merubah perilaku pasien ke arah yang positif.

Bina Suasana
Pemberdayaan akan berhasil dengan cepat jika didukung dengan
suasana atau lingkungan yang kondusif. Dimana lingkungan yang harus
berpengaruh terhadap pasien/klien. Dimana kegiatan untuk
menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif ini disebut dengan
bina suasana.
Misalnya pada klien rawat jalan (orang yang sehat), lingkungan
yang berpengaruh adalah para petugas kesehatan yang melayaninya.
Petugas kesehatan tersebut akan menjadi teladan dalam sikap dan
bertingkah laku. Misalnya teladan tidak merokok, tidak meludah atau
membuang sampah sembarangan.

Bagi klien yang sehat yang berkunjung di KIA & KB di puskesmas


atau pelayanan pemeriksaan kesehatan di rumah sakit, petugas-petugas
kesehatan yang melayani mereka, memiliki suatu pengaruh yang sangat
besar sebagai panutan. Sehingga pengetahuan, sikap, dan perilaku
petugas-petugas kesehatan tersebut harus konsisten dengan pelayanan
yang diberikan seperti ramah, tidak merokok, memelihara higiene atau
kebersihan, dan kesehatan perorangan.

Advokasi
Advokasi ini perlu dilakukan jika upaya dalam memberdayakan
pasien/klien, puskesmas atau rumah sakit tersebut membutuhkan
bantuan dari pihak lain. Misalnya dalam mengupayakan lingkungan
puskesmas ataupun rumah sakit yang bebas akan asap rokok,
puskesmas ataupun rumah sakit tersebut melakukan advokasi kepada
wakil-wakil rakyat dan pemimpin daerah untuk diterbitkannya
peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dimana KTR ini, diterapkan
di puskesmas dan rumah sakit tersebut. Dalam membantu pasien miskin
, puskesmas atau rumah sakit melakukan advokasi ke berbagai pihak
untuk mendapatkan donasi bagi biaya transport rawat jalan, pembuatan
jamban keluarga, dan lain-lain.
Kemitraan
Prinsip-prinsip kemitraan harus ditegakkan dalam pemberdayaan,
bina suasana, dan advokasi. Kemitraan ini dikembangkan antara
petugas kesehatan dengan pasien/klien dalam melaksanakan
pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi. Ada tiga prinsip dasar
kemitraan yang perlu diperhatikan dan dipraktekkan, yaitu :
1. Kesetaraan.
Kesetaraan dalam hal ini, menghendaki agar tidak adanya suatu
hubungan yang bersifat hierarkis (atas-bawah). Sehingga terjadi
hubungan yang baik, dimana masing-masing memiliki
kedudukan yang sederajat.
2. Keterbukaan.
Keterbukaan dalam hal ini, merupakan suatu tindakan yang jujur
dari masing-masing pihak. Setiap usul, saran, komentar harus
jujur, sesuai fakta, dan tidak menutupi sesuatu hal apapun.
3. Saling menguntungkan.
Suatu solusi yang diajukan hendaknya memiliki keuntungan
pada semua pihak.

Perubahan yang diharapkan setelah adanya promosi kesehatan yaitu :

1. Perubahan perilaku
2. Pembinaan perilaku
3. Pengembangan perilaku

Sedangkan ruang promosi kesehatan :

a. Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (RT)


b. Promosi kesehatan pada tatanan sekolah
c. Promosi kesehatan di tempat bekerja
d. Promosi kesehatan di tempat umum
7.3 Proses Perubahan Perilaku Masyarakat

Perubahan perilaku yang terjadi pada seseorang dapat secara alamiah


maupun secara sengaja. Perubahan yang terjadi secara alamiah disini
maksudnya adalah proses perubahan karena adanya pengaruh dari
lingkungan, sedangkan perubahan perilaku secara sengaja diperoleh dari
pendidikan.

Ada 3 teori yang membahas tentang proses perubahan perilaku yaitu


teori penelitian pengembangan dan penyebaran,teori perubahan sikap, dan
proses adopsi perilaku.

1. Penelitian pengembangan dan penyebaran


Pengetahuan yang baru Diteruskan kepada orang lain

Akan diterima apabila sesuai / berpengaruh terhadap orang tersebut

Menurut teori ini,setiap manusia mempunyai kemampuan untuk


mengembangkan dirinya yang diperoleh melalui proses belajar. Proses
belajar disini seperti pengalaman yang akan membuat orang tersebut
mencoba, melakukan kesalahan dari percobaan tersebut dan akhirnya
mencoba lagi sampai pada suati titik dimana seseorang tersebut
menghasilkan sesuatu pengetahuan. Pengetahuan inilah yang nantinya
akan diteruskan kepada orang lain dan akan mendapatkan respon
positif dari orang lain tersebut apabila itu sesuai atau memberikan
pengaruh positif.

2. Teori perubahan sikap


Teori ini menyatakan bahwa sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh
orang lain, sebab:
a) Penyesuaian
Dimana seseorang mengubah sikapnya yang sesuai atau seperti
orang yang mempengaruhinya, jika menguntungkan dirinya,
akan tetapi bisa menolak jika tidak menyenangkan atau
menguntungkan dirinya.
b) Identifikasi
Dimana seseorang menganut sikap orang yang disegani atau
disukai olehnya.
c) Internalisasi
Dimana seseorang bisa menerima suatu sikap yang baru
tersebut, sebab sikap yang baru tersebut sejalan atau selaras
dengan sikap serta nilai yang sebelumnya telah dimiliki.

3. Proses adopsi perilaku


Menurut Roger, seseorang akan mengikuti atau menganut perilaku
baru melalui tahapan sebagai berikut:
a. Sadar (Awareness)
Seseorang sadar akan adanya informasi baru. Misalnya
menggosok gigi dapat menghilangkan plak gigi dan dapat
mencegah karies gigi
b. Tertarik (Interest)
Pada tahapan ini, seseorang mulai tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai manfaat menggosok gigi sehingga orang
tersebut mencari informasi lebih lanjut pada orang lain yang
dianggap tahu, membaca atau mendengarkan dari sumber yang
dianggap tahu
c. Evaluasi (Evaluation)
Pada tahapan ini, orang tersebut mulai menilai, apakah akan
memulai menggosok gigi atau tidak, dengan mempertimbangkan
berbagai sudut, misalnya kemampuan membeli sikat gigi, atau
melihat orang lain yang rajin menggosok gigi
d. Mencoba (Trial)
Orang tersebut mulai mencoba menggosok gigi. Dengan
mempertimbangkan untung ruginya, orang tersebut akan terus
mencoba atau menghentikannya. Misalnya, apabila orang
tersebut setelah menggosok gigi merasa mulutnya nyaman,
giginya bersih sehingga menambah rasa percaya diri, ia akan
melanjutkan menggosok gigi secara teratur. Namun, jika
menggosok gigi membuat gigi ngilu, kegiatan menggosok gigi
tidak akan dilanjutkan atau berhenti sementara
e. Adopsi (Adoption)
Pada tahap ini, orang yakin dan telah menerima bahwa
informasi baru berupa menggosok gigi memberi keuntungan
bagi dirinya sehingga menggosok gigi menjadi kebutuhan

Menurut Notoatmodjo membagi 6 tingkat pengetahuan dalam kaitannya


dengan proses perubahan perilaku kesehatan antara lain:

1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang,
tabu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar, orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya, aplikasi ini
diartikan dapat sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.
Praktik atau aplikasi dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut
kualitasnya
(Notoatmodjo, 2007), yaitu :
a. Praktik terpimpin (Guided response)
Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih
tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.
b. Praktik secara mekanisme (Mechanism)
Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu hal secara
otomatis.
c. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan tersebut tidak sekedar rutinitas atau
mekanisme saja, tetapi sudah dimodifikasi tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
4. Analisis (Analysys)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat
menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan seperti
sebagainya. Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi,
memisahkan dan sebagainya.
5. Sintesa (Syntesis)
Adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan
kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusuan formasi
baru dari informasi-informasi yang ada misalnya dapat menyusun,
dapat menggunakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan
terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian
itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyaklan tentang
isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responder
kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat kita lihat sesuai
dengan tingkatan-tingkatan diatasnya.

7.4 Kebiasaan yang Mempengaruhi Pola Pikir dan Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan seseorang dapat dipengaruhi dari adanya


kebiasaan, baik kebiasaan individu maupun kebiasaan lingkungan disekitar
individu tersebut. Banyak kebiasaan yang terdapat di masyarakat yang
mampu mempengaruhi perilaku kesehatan. Berikut macam-macam
kebiasaan yang mempengaruhi perilaku kesehatan:

a. Adanya tradisi kanibalisme di New Guinea yang menyebabkan


terjadinya wabah penyakit Kuru. Penyakit tersebut merupakan
penyakit yang menyerang susunan saraf otak. Hasil dari tradisi
kanibalisme tersebut biasanya dibagikan kepada kaum wnita dan
anak-anak saja sehingga penyakit tersebut epidemik pada wanita dan
anak-anak.
b. Pada salah satu agama terdapat kepercayaan dimana sakit dan sehat
merupakan takdir sehingga orang yang percaya akan hal tersebutakan
kurang berusaha untuk mencari pertolongan maupun untuk mengobati
sakitnya.
c. Kebiasaan makan beras putih dibandingkan makan beras merah
meskipun sebenarnya beras merah memiliki kandungan gizi yang
lebih tinggi. Hal tersebut karena beras putih dinilai lebih bersih dan
lebih enak.
d. Adanya petugas kesehatan yang memiliki kebiasaan merokok
meskipun petugas tersebut mengetahui kerugian atau bahaya dari
merokok makan petugas tersebut akan tetap merokok karena menurut
perokok, rokok dapat memberikan kenikmatan.
e. Adanya orang tua yang gemar atau meiliki kebiasaan merokok, maka
anak akan cenderung untuk meniru perbuatan orang tuanya.
f. Dalam sisi kebudayaan, dimana pada masyarakat pedesaan prilaku
kesehatan mereka tercermin dari kurangnya pengetahuan akan prilaku
kesehatan yang semestinya. Contoh dalam hal ini jika mereka sakit,
masyarakat akan lebih memilih pergi ke dukun daripada pergi ke
puskesmas, kadang pula mereka juga memiliki pengetahuan sendiri
dalam upaya pencegahan/pengobatan seperti : mereka memakai
kelambu untuk mencegah malaria, minum air garam jika sakit gigi
oleh karena itu pemberian informasi/penyuluhan sering sekali
dilaksanakan pada daerah pedesaan karena tingkat pengetahuan akan
prilaku kesehatan yang semestinya memang kurang.
Taher. M. D.Taylor.. (2003). Medical ethics. Jakarta. Penerbit Gramedia Pustaka
utama.

Budiharto. 2009. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan


Gigi. Jakarta: EGC

Notoatmodjo,Soekidjo.2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku,Jakarta:Rineka


Cipta

Hartono,Bambang. 2010. Promosi Kesehatan di Puskesmas & Rumah Sakit.


Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai