Ikgp Tut 1
Ikgp Tut 1
1. Tekanan (Enforcement)
Upaya ini dilakukan dengan memberikan tekanan, paksaan, maupun
koreksi. Contoh dari upaya ini adalah undang-undang maupun
peraturan-peraturan (law enforcement), intruksi-intruksi atau tekanan
(fisik, non fisik), sanksi-sanksi, dsb. Namun, upaya perubahan
perilaku dengan teknik ini memiliki banyak kekurangan. Peraturan ini
tidak bertahan lama di masyarakat, karena tidak didasari karena
kesadaran, melainkan dengan paksaan.
2. Pendidikan (Education)
Upaya perubahan perilaku kesehatan pada masyarakat dengan cara ini
dilakukan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan,
memberikan informasi dan pendidikan, agar masyarakat mengerti
akan kesehatan, sehingga diharapkan mau dan mampu melaksanakan
pola hidup sehat dengan didasari dari hati nurani dan pemikiran, serta
koreksi, sehingga mampu bertahan lama dan terus menerus
meningkat.
Pemberian pendidikan terhadap masyarakat untuk merubah perilaku
hidup sehat dilakukan dengan dasar tiga faktor yang mempengaruhi
perilaku menurut Green (1980), yaitu :
a. Faktor Predisposisi
Faktor ini mencakup pengetahuan,sikap, kepercayaan, tradisi, serta
nilai yang ada dalam masyarakat tersebut.
b. Faktor Pemungkin
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan
masyarakat, seperti air bersih, posyandu, MCK, puskesmas, rumah
sakit, maupun klinik. Fasilitas ini mendukung untuk terwujudnya
perilaku sehat.
c. Faktor Penguat
Faktor ini mencakup faktor sikap dan perilaku tokoh yang disegani,
seperti tokoh masyarakat, pemuka adat, tokoh agama, dan perilaku
para petugas kesehatan. Dengan adanya faktor penguat ini
masyarakat semakin termotivasi dan yakin benar dengan
melakukan metode-metode yang telah diberikan.
Keturunan
(Herediter)
Perilaku
Promosi
Kesehatan
Status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh herediter (keturunan),
lingkungan, pelayanan kesehatan, dan dari perilaku. Promosi kesehatan
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi
status kesehatan seseorang, yaitu melalui perubahan terhadap perilaku.
Promosi kesehatan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu komunikasi atau
penyuluhan, yang dapat mempengaruhi predisposing factors, pemberdayaan
yang dapat mempengaruhi enabling factor, serta training yang dapat
mempengaruhi reinforcing factors, yang dari keseluruhan faktor tadi akan
memberikan pengaruh terhadap perilaku hidup sehat, sehingga dapat
merubah pula status kesehatan seseorang.
Promosi Kesehatan
Pemberdayaan
Pemberdayaan pada hakikatnya merupakan suatu upaya membantu
atau memfasilitasi pasien/klien, sehingga memiliki pengetahuan,
kemauan, dan kemampuan untuk mencegah atau mengatasi
permasalahan kesehatan yang dihadapinya.
Dalam pelaksanaannya, pemberdayaan umumnya berbentuk suatu
pelayanan informasi atau konseling (Departemen Kesehatan, 1999).
Dimana memiliki arti bahwa tenaga kesehatan puskesmas ataupun
rumah sakit tidak hanya memberikan suatu pelayanan medis ataupun
penunjang medis, tetapi memberikan suatu informasi tentang
penjelasan-penjelasan yang berkaitan dengan pelayanannya tersebut.
Dengan pemberdayaan diharapkan pasien/klien dapat beubah
dimana dulunya tidak tahu, sekarang menjadi tahu, dari tahu menjadi
mau, dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku-perilaku
yang dikehendaki guna mengatasi masalah kesehatannya. Misalnya
buang air besar di jamban sebagai pengganti buang air besar
disembarang tempat.
Terdapat beberapa prinsip pemberian informasi atau konseling
yang perlu diperhatikan dan dipraktekkan oleh tenaga kesehatan
puskesmas ataupun rumah sakit selama pelaksanaan tugasnya adalah
(Willis, 2004 ; Lesmana, 2005) :
a. Memberikan kabar gembira dan kegairahan hidup.
Saat memulai konseling, petugas kesehatan tidak langsung
mengungkap masalah, kelemahan, atau kekeliruan pasien. Dimana
perbincangan diawali dengan situasi yang menggembirakan agar
pasien/klien tertarik untuk terlibat perbincangan.
b. Menghargai pasien/klien sepenuh hati.
Cara menghargai dengan memberikan ucapan-ucapan dan bahasa
tubuh yang menghargai tidak mencemooh ataupun meremehkan.
c. Melihat pasien/klien sebagai subjek dan sesama hamba Tuhan.
Petugas kesehatan tidak boleh berperilaku semena-mena terhadap
pasien/klien.
d. Mengembangkan dialog yang menyentuh perasaan.
Petugas kesehatan selalu berusaha mengemukakan kata-kata atau
butir-butir dialog yang menyentuh perasaan klien/pasien, sehingga
memunculkan rasa syukur pada Tuhan telah dipertemukan dengan
seorang penolong.
e. Memberikan keteladanan.
Disaat keteladanan sikap dan perilaku petugas kesehatan telah
menyentuh perasaan pasien/klien, sehingga pasien/klien ingin
mencontoh perilaku baik dari penolongnya tersebut (petugas
kesehatan). Dimana keteladan merupakan suatu sugesti yang
positif untuk merubah perilaku pasien ke arah yang positif.
Bina Suasana
Pemberdayaan akan berhasil dengan cepat jika didukung dengan
suasana atau lingkungan yang kondusif. Dimana lingkungan yang harus
berpengaruh terhadap pasien/klien. Dimana kegiatan untuk
menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif ini disebut dengan
bina suasana.
Misalnya pada klien rawat jalan (orang yang sehat), lingkungan
yang berpengaruh adalah para petugas kesehatan yang melayaninya.
Petugas kesehatan tersebut akan menjadi teladan dalam sikap dan
bertingkah laku. Misalnya teladan tidak merokok, tidak meludah atau
membuang sampah sembarangan.
Advokasi
Advokasi ini perlu dilakukan jika upaya dalam memberdayakan
pasien/klien, puskesmas atau rumah sakit tersebut membutuhkan
bantuan dari pihak lain. Misalnya dalam mengupayakan lingkungan
puskesmas ataupun rumah sakit yang bebas akan asap rokok,
puskesmas ataupun rumah sakit tersebut melakukan advokasi kepada
wakil-wakil rakyat dan pemimpin daerah untuk diterbitkannya
peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dimana KTR ini, diterapkan
di puskesmas dan rumah sakit tersebut. Dalam membantu pasien miskin
, puskesmas atau rumah sakit melakukan advokasi ke berbagai pihak
untuk mendapatkan donasi bagi biaya transport rawat jalan, pembuatan
jamban keluarga, dan lain-lain.
Kemitraan
Prinsip-prinsip kemitraan harus ditegakkan dalam pemberdayaan,
bina suasana, dan advokasi. Kemitraan ini dikembangkan antara
petugas kesehatan dengan pasien/klien dalam melaksanakan
pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi. Ada tiga prinsip dasar
kemitraan yang perlu diperhatikan dan dipraktekkan, yaitu :
1. Kesetaraan.
Kesetaraan dalam hal ini, menghendaki agar tidak adanya suatu
hubungan yang bersifat hierarkis (atas-bawah). Sehingga terjadi
hubungan yang baik, dimana masing-masing memiliki
kedudukan yang sederajat.
2. Keterbukaan.
Keterbukaan dalam hal ini, merupakan suatu tindakan yang jujur
dari masing-masing pihak. Setiap usul, saran, komentar harus
jujur, sesuai fakta, dan tidak menutupi sesuatu hal apapun.
3. Saling menguntungkan.
Suatu solusi yang diajukan hendaknya memiliki keuntungan
pada semua pihak.
1. Perubahan perilaku
2. Pembinaan perilaku
3. Pengembangan perilaku
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang,
tabu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar, orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya, aplikasi ini
diartikan dapat sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.
Praktik atau aplikasi dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut
kualitasnya
(Notoatmodjo, 2007), yaitu :
a. Praktik terpimpin (Guided response)
Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih
tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.
b. Praktik secara mekanisme (Mechanism)
Subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu hal secara
otomatis.
c. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan tersebut tidak sekedar rutinitas atau
mekanisme saja, tetapi sudah dimodifikasi tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
4. Analisis (Analysys)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat
menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan seperti
sebagainya. Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi,
memisahkan dan sebagainya.
5. Sintesa (Syntesis)
Adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan
kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusuan formasi
baru dari informasi-informasi yang ada misalnya dapat menyusun,
dapat menggunakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan
terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian
itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyaklan tentang
isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responder
kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat kita lihat sesuai
dengan tingkatan-tingkatan diatasnya.