Anda di halaman 1dari 15

Prinsip-Prinsip Belajar Matematika SD

Andi (1980:25) menyimpulkan ada beberapa prinsip pembelajaran matematika


di Sekolah Dasar, yaitu:
1. Guru di Sekolah Dasar dapat menyusun silabus atau perencanaan pembelajaran
dengan mengacu atau berpedoman pada kurikulum sekarang ini yaitu kurikulum 2013.
2. Kecakapan matematika atau kemahiran matematika yang perlu dimiliki oleh siswa.
Pembelajaran tidak diberikan sendiri tetapi diintegrasikan dengan pelajaran yang lain
seperti IPA, Bahasa Indonesia, dan IPS.
3. Kompetensi dasar yang tertuang dalam kurikulum merupakan kemampuan minimal
yang dapat dikembangkan oleh sekolah.
4. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran matematika
adalah guru hendaknya mengkondisikan siswa untuk menemukan kembali rumus,
pembelajaran matematika berfokus pada pendekatan pemecahan masalah (memahami
soal, menafsirkan solusi dan menyelesaikan model), pada setiap pembelajaran guru
hendaknya memperhatikan penguasaan materi.
5. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan guru hendaknya melakukan penilaian yang
otentik.
6. Guru dapat menggunakan teknologi, media belajar atau alat peraga dalam
pembelajaran matematika SD.

D. Teori Belajar Matematika di SD


Dalam pembelajaran matematika di SD, diharapkan guru dapat mengelola
pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara aktif. Ada berbagai teori
belajar yang mendukung perancangan pembelajaran yang sesuai dengan tahap
perkembangan kognitif siswa, misalnya teori belajar Brunner, teori belajar Gagne,
teori belajar Ausubel, teori belajar Piaget, teori belajar Dienes dan teori belajar Van
Hiele.

1. Teori Belajar Brunner


a. Konsep Teori Belajar Brunner
Ruseffendi (1991: 35) menyimpulkan dalam metode penemuannya
mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan
sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. Menemukan disini adalah
menemukan lagi, atau dapat juga menemukan yang sama sekali baru.
Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu proses perolehan
informasi baru, proses mentransformasikan informasi yang diterima dan menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan. Menurut Bruner belajar matematika adalah
belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di
dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika itu. Bruner, melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa
dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda
atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak-atik oleh siswa dalam
memahami suatu konsep matematika.
Dengan demikian materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan
tahap perkembangan kognitif/pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat
diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi
akan terjadi apabila dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu model tahap enaktif,
model ikonik dan model tahap simbolik.
1) Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara
langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak
belajar sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan
menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata, pada
penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata.
2) Model Tahap Ikonik
Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana
pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual
imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret yang
terdapat pada tahap enaktif. Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan
berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian
gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang
merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
3) Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi
simbul-simbul atau lambang-lambang objek tertentu. Pada tahap simbolik ini,
pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract
symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-
orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-
huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-
lambang abstrak yang lain.
b. Teorema Brunner
1) Dalil Konstruksi / Penyusunan (Contruction Theorem)
Di dalam teorema kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorang
siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam Matematika adalah dengan
mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep
atau prinsip tersebut.
2) Dalil Notasi (Notation Theorem)
Menurut apa yang dikatakan dalam terorema notasi, representasi dari sesuatu
materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam
representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif
siswa.
3) Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)
Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu
konsep Matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu
dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu
dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas.
Selain itu di dalam teorema ini juga disebutkan bahwa pemahaman siswa
tentang sesuatu konsep matematika juga akan menjadi lebih baik apabila konsep itu
dijelaskan dengan menggunakan berbagai contoh yang bervariasi.
4) Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)
Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip,
dan setiap ketrampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep,
prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan yang lain.
c. Tahap-Tahapan Belajar Penemuan
Adapun tahap-tahap Penerapan Belajar Penemuan.
1) Stimulus (pemberian perangsang/simuli
2) Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
3) Data collecton ( pengumpulan data)
4) Data Prosessing (pengolahan data)
5) Verifikasi
6) Generalisasi
d. Aplikasi Teori Belajar Brunner dalam Pembelajaran Matematika di SD
1) Langkah-Langkah Penerapan
a) Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang diajarkan. Misal: untuk
contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedang-kan bukan contoh
adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.
b) Bantu siswa untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya berikan
pertanyaan kepada siswa seperti berikut ini apakah nama bentuk ubin yang sering
digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat
digunakan?
c) Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya
sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?
d) Ajak dan beri semangat siswa untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.
Jangan dikomentari dahulu jawaban siswa, gunakan pertanyaan yang dapat memandu
siswa untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya.
2) Contoh Implementasi Teori Bruner
Pembelajaran menemukan rumus luas daerah persegi panjang. Untuk tahap
contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan contohnya
berikan bentik-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegi panjang, jajargenjang,
trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran.

2. Teori Belajar Gagne


Teori yang diperkenalkan Robert M. Gagne pada tahun 1960-an pembelajaran
harus dikondisikan untuk memunculkan respons yang diharapkan.Menurut Gagne,
belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung.
a. Objek-objek langsung pembelajaran matematika terdiri atas:
Fakta-fakta matematika
Ketrampilan-ketrampilan matematika
Konsep-konsep matematika
Prinsip-prinsip matematika
b. Objek-objek tak langsung pembelajaran matematika adalah:
Kemampuan berfikir logis
Kemampuan memecahkan masalah
Sikap positif terhadap matematika
Ketekunan
Ketelitian

a. Taksonomi Gagne
Menurut Gagne tingkah laku manusia sangat bervariasi dan berbeda dihasilkan
dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian rupa sehingga
dapat diambil implikasinya yang bermanfaat dalam proses belajar. Gagne
mengemukakan bahwa keterampilan-ketrampilan yang dapat diamati sebagai hasil-
hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga kapabilitas.
b. Lima Macam Hasil Belajar Gagne
Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat
kognitif, satu bersifat afektif dan satu bersifat psikomotor. Hasil belajar menjadi lima
kategori kapabilitas sebagai berikut :
1) Informasi verbal
Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk
mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta.
2) Ketrampilan Intelektual
Kapabilitas ketrampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat
membedakan, menguasai konsep aturan, dan memecahkan masalah.
Kapabilitas Ketrampilan Intelektual oleh Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar
yaitu :
(a) Belajar Isyarat
(b) Belajar stimulus Respon
(c) Belajar Rangkaian Gerak
(d)Belajar Rangkaian Verbal
(e) Belajar membedakan
(f) Belajar Pembentukan konsep
(g) Belajar Pembentukan Aturan
(h) Belajar Memecahkan Masalah
3) Strategi Kognitif
Kapabilitas Strategi Kognitif adalah Kemampuan untuk mengkoordinasikan
serta mengembangkan proses berfikir dengan cara merekam, membuat analisis dan
sintesis.
4) Sikap
Kapabilitas Sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap
stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut.
5) Ketrampilan motorik
Untuk dapat mengetahui seseorang memiliki kapabilitas ketrampilan motorik
dapat dilihat dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot serta
anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut.
c. Fase-fase kegiatan Belajar menurut Gagne
Robert M.Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian
diantaranya fase-fase kegiatan belajar yang dibagi dalam empat fase yaitu :
1. Fase Aprehensi
2. Fase Akuisisi
3. Fase Penyimpanan
4. Fase Pemanggilan
d. Implementasi Pembelajaran Matematika SD Berdasarkan Teori Gagne
Teori belajar Gagne dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di Indonesia.
Ada beberapa pendekatan dan langkah-langkah agar bisa menerapkan teori tersebut
dalam proses pembelajaran. Materi yang akan diambil adalah pembelajaran mengenai
pengenalan operasi penjumlahan serta pengurangan pada siswa kelas rendah. Alat
peraga berupa gambar lambang bilangan, gambar lambang operasi bilangan dan
media kongkrit (misal: permen, apel, pensil, wafer) Berdasarkan konsep Sembilan
Kondisi Intruksional Gagne maka kita bisa menyusun rancangan kegiatan belajar
mengajar sebagai berikut:
1. Memperoleh Perhatian
2. Memberikan Informasi Tujuan Pembelajaran
3. Merangsang siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari
4. Menyajikan stimulus
5. Memberikan bimbingan kepada siswa
6. Memancing Kinerja
7. Memberikan balikan
8. Menilai hasil belajar
9. Mengusahakan transfer

3. Teori Belajar Dienes


Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan
perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya
bertumpu pada teori pieget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak-anak,
sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi anak yang
mempelajari matematika.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai
studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-
struktur dan mengkatagorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur.
Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang
disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini
mengandung arti bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan
sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
a. Tahap-Tahap Belajar Menurut Teori Dienes
Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam
tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:
1) Permainan Bebas (Free Play)
Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak
berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda.
Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam
mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari.
2) Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan
keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu.
3) Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan
menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih
dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan
menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain.
4) Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis.
Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu.
5) Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan
merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol
matematika atau melalui perumusan verbal.
6) Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini
siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan
sifat-sifat baru konsep tersebut

b. Prinsip-Prinsip Belajar Konsep Menurut Teori Dienes


Dienes (1971), dalam bukunya Building up Mathematics, merangkum sistem
pembelajaran matematikanya menjadi empat prinsip umum dalam membelajarkan
konsep. Enam tahap belajar konsep di atas merupakan penyempurnaan dari 4 prinsip
berikut:
Prinsip Dinamis
Konstruktivitas
Prinsip Variabilitas matematika
Prinsip Variabilitas Persepsi atau Prinsip Representasi Jamak

c. Implementasi Teori Belajar Dienes dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar


Melalui Permainan Interaktif
Permainan interaktif merupakan suatu permainan yang dikemas dalam
pembelajaran, sehingga anak didik menjadi aktif dan senang dalam belajar. Oleh
karena itu, guru harus menggunakan permainan sebagai media maupun pendekatan
dalam belajar matematika bagi anak. Permainan itu antaralain, sebagai berikut:
1) Bermain untuk Belajar Bilangan
2) Permainan Dakon Bilangan
3) Permainan Tangram dan Pancagram
4) Permainan operasi hitung

4. Teori Belajar Ausubel


Menurut Van Hiele ada tiga unsur dalam pengajaran matematika yaitu
waktu,materi pengajaran dan metode pengajaran, jika ketiganya ditata secara terpadu
maka akan terjadi peningkatan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir
lebih tinggi.
a. Tipe Belajar
Menurut Ausubel dan Robinson ada empat macam tipe belajar :
1) Belajar menerima bermakna (Meaningful Reception Learning)
Belajar menerima bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara
logis disampaikan kepada pelajar sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang
baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.
2) Belajar menerima yang tidak bermakna (Reception learning)
Belajar menerima yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah
tersusun secara logis disampaikan kepada pelajar sampai bentuk akhir, kemudian
pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan
yang ia miliki.
3) Belajar penemuan bermakna (Meaningful discovery learning)
Belajar dengan penemuan bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau pelajar menemukan
pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan
dengan pengetahuan yang sudah ada.
4) Belajar penemuan yang tidak bermakna (Discovery learning)
Belajar dengan penemuan tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari
ditemukan sendiri oleh pelajar tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
b. Implementasi Teori Ausubel dalam Pembelajaran Matematika SD
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan untuk menerapkan teori Ausubel yaitu,
sebagai berikut:
1) Pengaturan awal
Ausubel (2000, 11) mengatakan bahwa Pengaturan Awal adalah perangkat
pedagogik yang membantu menerapkan prinsip-prinsip dengan menghubungkan
kesenjangan antara apa yang pelajar sudah ketahui dan apa yang perlu ia ketahui.
2) Diferensiasi Progresif
Diferensiasi progresif artinya proses penyusunan konsep yang akan diajarkan.
Dengan perkataan lain, model belajar menurut Ausubel pada umumnya berlangsung
dari umum ke khusus.
3) Belajar Superordinat
Dahar (2011, 103) menyebutkan belajar superordinat terjadi bila konsep-konsep
yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur suatu konsep yang lebih
luas, lebih inklusif.
4) Penyesuaian Integratif
Untuk mencapai penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya disusun
sedemikian rupa hingga kita menggerakkan hierarki konseptual dari atas hingga ke
bawah selama informasi disajikan.

5. Teori Belajar Piaget


Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemata(Schemas),
yaitu kumpulan dari skema- skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan
memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya schemata ini.
Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungannya,sehingga individu yang lebih dewasa memliki struktur kognitif yang
lebih lengkap dari pada ketika iamasih kecil.
a. Tahap perkembangan kognitif:
1) Tahap Sensori Motor (sejak lahir sampai dengan 2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisi
(gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra).
2) Tahap Pra Operasi(2 tahunsampaidengan7 tahun)
Ini merupakan tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit.
3) Tahap Operasi Konkrit (7 tahun sampai dengan11 tahun)
Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami konsep kekekalan, kemampuan
mengklasifikasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda
secara objektif, dan mampu berfikir reversible.
4) Tahap Operasi Formal (11 tahun dan seterusnya)
Tahap ini merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak
pada tahap ini sudah mampu malakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang
abstrak.

b. Implementasi Teori Piaget dalam Pembelajaran Matematika SD


Teori belajar Piaget dapat kita lihat contoh penerapannya pada materi kelas 1
tentang penjumlahan. Pejumlahan tanpa teknik menyimpan misalnya, bukanlah
termasuk topik yang sulit diajarkan di Sekolah Dasar. Akan tetapi untuk mengajarkan
topik tersebut guru harus menggunakan media belajar, sebab usia siswa kelas 1 masih
berada dalam tahap operasional konkrit. Dimana siswa lebih mudah memahami topik
jika disajikan media pembelajaran yang konkrit.
Contoh media yang diperlukan itu misalnya menggunakan media lidi ataupun
sedotan. Andaikan siswa akan mencari hasil penjumlahan 34 + 23 siswa bisa mencari
hasilnya dengan menggunakan media yang disediakan oleh guru.

6. Teori Belajar Van Hiele


Van Hiele adalah seorang guru matematika bangsa Belanda yang mengadakan
penelitian dalam pengajaran geometri, menurut Van Hiele ada tiga unsur utama dalam
pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang
diterapkan. Jika ketiga unsur ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir anak kepada tahapan berpikir yang lebih tinggi.
a. Tahapan Pemahaman Geometri Teori Van Hiele
Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri,
yaitu:
1) Tahap Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap ini anak mulai belajar mengenal suatu bentuk geometri secara keseluruhan,
namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang
dilihatnya itu.
2) Tahap Analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun geometri
yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada
bangun Geometri itu.
3) Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan yang
kita kenal dengan sebutan berfikir deduktif.
4) Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu
penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat
khusus.
5) Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari
prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap akurasi merupakan
tahap berfikir yang tinggi, rumit, dan kompleks.

b. Tahapan Pembelajaran Geometri Menurut Van Hiele


Kemajuan tingkat berfikir geometri siswa maju dari satu tingkatan ke
tingkatan berikutnya melibatkan lima tahapan atau sebagai hasil dari pengajaran yang
terorganisir ke lima tahap pembelajaran. Kemajuan dari satu tingkat ke tingkat
berikutnya lebih bergantung pada pengalaman pendidikan/pembelajaran ketimbang
pada usia atau kematangan. Sejumlah pengalaman dapat mempermudah (atau
menghambat) kemajuan dalam satu tingkat atau ke satu tingkat yang lebih tinggi.

Adapun tahap tahap Van Hiele tersebut digambarkan sebagai berikut ini:

1) Tahap 1 Informasi (Information): Melalui diskusi, guru mengidentifikasi apa yang


sudah diketahui siswa mengenai sebuah topik dan siswa menjadi berorientasi pada
topik baru itu.
2) Tahap 2 Orientasi Terarah/Terpadu (Guided Orientation): Siswa menjajaki objek-objek
pengajaran dalam tugas-tugas yang distrukturkan secara cermat seperti pelipatan,
pengukuran, atau pengkonstruksian.
3) Tahap 3 Eksplisitasi (Explicitation): Siswa menggambarkan apa yang telah mereka
pelajari mengenai topik dengan kata-kata mereka sendiri, guru membantu siswa dalam
menggunakan kosa kata yang benar dan akurat, guru memperkenalkan istilah-istilah
matematika yang relevan.
4) Tahap 4 Orientasi Bebas (Free Orientation): Siswa menerapkan hubungan-hubungan
yang sedang mereka pelajari untuk memecahkan soal dan memeriksa tugas yang lebih
terbuka (open-ended)
5) Tahap 5 Integrasi (Integration): Siswa meringkas/membuat ringkasan dan
mengintegrasikan apa yang telah dipelajari, dengan mengembangkan satu jaringan
baru objek-objek dan relasi-relasi.

c. Karakteristik Teori Van Hiele


Crowley 1987 (dalam Nuraeni 2008, hlm. 128), menyatakan bahwa karakteristik
teori Van Hiele adalah sebagai berikut:
Tingkatan tersebut bersifat rangkaian yang berurutan
Tiap tingkatan memiliki symbol dan bahasa tersendiri
Apa yang implisit pada satu tingkatan akan menjadi eksplisit pada tingkatan
berikutnya
Bahan yang diajarkan pada siswa diatas tingkatan pemikiran mereka dianggap
sebagai reduksi tingkatan
Kemajuan dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya lebih tergantung pada
pengalaman pembelajaran; bukan pada kematangan atau usia.
Seseorang melangkah melalui berbagai tahapan dalam melalui satu tingkatan ke
tingkatan berikutnya
Pembelajar tidak dapat memiliki pemahaman pada satu tingkatan tanpa melalui
tingkatan sebelumnya
Peranan guru dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa sebagai
sesuatu yang krusial.

d. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Van Hiele


Di dalam sebuah strategi maupun teori tentunya memiliki kelebihan dan
kekurangnya. Kelebihan dan kekurangan teori Van Hiele diantaranya adalah:

1) Kelebihan Teori Van Hiele


Teori Van Hiele ini membantu siswa untuk lebih memahami geometri dengan
belajar melalui pengalaman, siswa tidak dituntut untuk mengetahui terlebih dahulu
materi geometri yang akan diajarkan sehingga siswa akan menemukan
pengetahuannya sendiri melalui proses belajar yang mereka lakukan, selain itu
kecepatan pemahaman dari tahap awal ke tahap selanjutnya lebih tergantung pada isi
dan metode pembelajaran yang digunakan guru daripada usia dan kematangan
berfikir siswa.

2) Kekurangan Teori Van Hiele


Pengajaran teori Van Hiele ini harus dilakukan secara bertahap karena jika
tidak, kemungkinan siswa untuk dapat memahami geometri dengan baik tidak akan
tercapai. Teori ini juga menuntut guru untuk kreatif dalam mengemas pengajaran
yang dapat menyesuaikan dengan tingkat berpikir siswa, serta guru harus mampu
menentukan strategi yang tepat dalam pelaksanaannya.
Dari berbagai teori belajar, dapat dilihat bahwa setiap teori belajar memberikan
pemahaman tentang cara menciftakan pembelajaran yang memungkinkan siswa
menemukan sendiri dan membangun sendiri pengetahuannya. Matematika sebagai
salah satu mata pelajaran di Sekolah Dasar harus disajikan dengan luwes sehingga
siswa antusias untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai