Anda di halaman 1dari 16

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum kimia instrument dengan judul Spektroskopis


Serapan dalam Daerah Tampak disusun oleh:
Nama : Dewi Mustika Rahim
Nim : 1413141008
Kelas : Kimia Sains
Kelmpok : V (lima)
telah diperiksa secara seksama oleh Asisten dan Koordinator asisten dan
dinyatakan diterima.

Makassar, Desember 2016


Koordinator Asisten Asisten

Risnawati Fransiska Datu

Mengetahui,
Dosen penanggung jawab

Dr. Muhammad Syahrir, S.Pd, M.Si


NIP.19740907 200301 1 004
1. JUDUL PERCOBAAN
Spektroskpis Serapan dalam Daerah Tampak

2. ABSTRAK
Percobaan ini bertujuan untuk mengeatui dasar-dasar spektrofotometri
serta cara-cara mengoperasikan alat dan menentukan konsentrasi suatu sampel.
Spektrofotometer merupakan spektronik-20 yang digunakan untuk menentukan
transmitan suatus ampel. Prinsip dasar spektroskopi adalah adanya interaksi
radiasi dengan spesies kimia. Prinsip kerja dari spektrofotometer adalah
pemancaran cahaya putih oleh lampu tungsten dan didispersikan oleh kisi difraksi
atau prisma. Sinar hanya melewati larutan sampel pada phototube dari
instrument,yang selanjutnya mengukur intensitas sinar yang ditransmisikan ,
hingga diperoleh sinar monokromatik.

3. TUJUAN PERCOBAAN
Untuk mengetahui cara menggunakan alat Spektronik-20 dan menentukan
konsentrasi suatu sampel.

4. LANDASAN TEORI
Teknik spektoskopis adalah salah satu teknik fisiko kimia yang mengamati
tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik (REM). Pada
prinsipnya interaksi REM dengan molekul akan menghasilkan satu atau dua
macam dari tiga kemungkinan yang mungkin terjadi sebagai akibat interaksi atom
molekul dengan REM adalah hamburan (Scattering), absopsi (Absorption) dan
emisi (emision) oleh atom atau molekul yang diamati. Hamburan REM oleh atom
atau molekul melahirkan spektroskopi raman, absorpsi menghasilkan spektroskopi
UV-Vis dan inframerah sedangkan absorpsi yang disertai emisi menghasilkan
fotoluminesensi yang kemudian lebih dikenal sebagai flouresensi dan
fosforesensi. Selanjutnya emisi juga terdiri dari emisi nyala (FES) dan AAS. Dari
bermacam-macam teknik spektrofotometri tersebut diatas, antara yang satu
dengan yang lain menghasilkan kegunaan dan keunggulan yang berbeda beda
(Mulja dan Sudarma, 1995: 19).
Spektofometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dalam
penilikan visual dalam mana studi yang lebih terperinci mengenai penyerapan
energy cahaya oleh spesies kimi memungkinkan kecermatan yang lebih besar
dalam pencirian dan pengukuran kuantitatif. Dengan menggantikan mata manusia
dengan detektor-detektor radiasi lain, memungkinkan studi absorpsi (serapan
diluar daerah spectrum tmpak,, dan seringkali eksperimen spektofotometri
dilakukan secara automatic. Dalam penggunaan dewaa ini istilah spektofotometri
menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energy cahaya oleh suatu system
kimia itu sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula
pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu pada suatu panjang
gelombang tertentu. Untuk memahami spektrofotometri kita perlu meninjau ulang
peristilahan yang digunakan dalam mencirikan energy cahaya, memperhatikan
antaraksi radiasidengan spesies kimia dengan cara yang elementer dan secara
umum mengurus apa kerja instrument-instrumen. Sudah lama ahli kimia
menggunakan warna sebagai suatu pembantu dalam mengidentifikasi zat zat
kimia (Day, 1986: 382).
Spektrofotometer adalah alat yan terdiri dari spektrometer dan fotometer.
Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan
atau yang diabsorpsi. Jai spektrofotometer digunakan untuuk mengukur ennergi
secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang grating ataupun celah optis. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan
fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini
diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Suatu
spektrofotometer tersusun dari sumber spectrum tampak kontinyu, monokromator,
sel-sel pengabsorpsi untuk larutan sampel adatu blangko dan suatu alat untuk
mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun di sebut sebagai
pembanding (Khopkar, 2007: 215-216).
pencampuran dua zat yan berwarna, adanya komponen kedua
menyebabkan perubahan sifat absorbssi sinar komponen perrtama. Dengan
demikian absorbans kedua komponen tadi dalam larutan, tidak aditif, sehingga
konsentrasi masiing-maasing komponen tidak dapat ditentukan dengan cara
sederhana. Akan tetapi sering pula terjadi bahwa, kedua komponen yang
dicampurkan tidak beraksi atau sering berantaraksi, sehingga tidak saling
mempengaruhi sifat absorbsinya masing-masing. Absorbsi sinar oleh komponen-
komponen demikian bersifat aditif artinya absorban larutan berkomponen dua ini
sama dengan jumlah absorban masing-masing zat, jika seandainya diukur dalam
larutan masing-masing yang terpisah dengan konsentrasi dan pada kondisi yang
sama. Dalam campuran demikian, konsentrasi masing-masing komponen dapat
ditentukan dengan mengukur absorbansinya, karena antaraksi sering timbul tanpa
diduga-duga, maka spectrum absorpsi kedua komponen sebaliknya diperiksa
secara terpisah maupun dalam campuran (Tim Dosen Kimia Analitik, 2016: 10).
Teknik spektrofotometri visible dapat dilakukan untuk menentukan kadar
iodida dengan menggunakan oksidator persulfat (S2O82-), berdasarkan
pembentukan Iod-amilum yang berwarna biru ditentukan pada panjang
gelombang 614 nm. Tahapan penelitian ini meliputi, penentuan waktu optimum,
mengetahui pengaruh variasi konsentrasi I- dan pengaruh variasi konsentrasi
S2O82- terhadap pembentukan kompleks Iod-amilum. Pembuatan kompleks Iod-
amilum dapat dilakukan dengan mereaksikan I-dengan S2O82-, kemudian ditambah
amilum 1%. Warna yang dihasilkan akan dianalisa secara spektrofotometri visible
pada panjang gelombang 540 nm. Kadar iodida terkecil yang dapat diukur dengan
menggunakan teknik spektrofotometri visible dengan konsentrasi S2O82- 100 ppm
dan pada waktu 90 menit (Sulistyarti, 2013).
Spektrofotometer dengan panjang gelombang 375-625 disebut (spektronik
20). Pada spektrofotometer jenis ini, cahaya putih yang dipancarkan oleh lampu
tunglen dilewatkan melalui celah masuk dan didispersikan oleh kisi difraksi atau
prisma. Pita panjang gelombang yang sempit (idealnya monokromatis) dari sinar
yang diukur. sinar yang tidak diserap melewati larutan sampai pada phototube dari
isntrume, yang selanjutnya diukur intensitas sinar yang ditransmisikan secara
elektronik. Penanganan kuvet sangat penting karena variasi pada kuvet
mengakibatkan hasil yang bervariasi pula. Adapun logam yang di uji yaitu Cr dan
Co (Tim Dosen Kimia Analitik, 2016: 1)
Aplikasi dari spektronik 20 salah satunya yaitu untuk menguji pengaruh
konsentrasi metilen biru terhadapFotodegradasi ZnO-Zeolit dibawah Radiasi
UltravioletZnO-Zeolit 50 mg dimasukkan ke dalam limabuah gelas kimia 50 mL
dan ditambahkan metilen biru10 mg/L sebanyak 25 mL ke masing-masing
gelaskimia kemudian diaduk hingga homogen. Larutandimasukkan kedalam
reaktor UV selama 10, 20, 30,40, dan 50 menit. Filtrat dipipet 5 mL ke dalam
labutakar 25 mL dan diencerkan dengan akuades.Absorbansi larutan diukur
dengan menggunakan alatspektronik 20. Perlakuan ini berlaku untuk
larutanmetilen biru dengan variasi konsentrasi 20, 30, 40,dan 50 mg/L..
Konsentrasi optimum larutan metilenbiru diperoleh berdasarkan konstanta laju
yang palingbesar melalui slope kurva hubungan antara ln (C0/Ct)terhadap waktu
(Dini dan Sri, 2014)
Analisis krom yang tepat perlu dilakukan untuk mengetahui kadar krom
yangsesungguhnya yang terkandung dalam suatu sampel. Metode
kopresipitasimerupakan salah satu metode yang banyak digunakan para peneliti
untukpenentuan kadar ion-ion logam karena mudah, memiliki ketelitian yang
cukuptinggi dan memerlukan waktu yang relatif singkat. Dalam penelitian
inidigunakan ligan dibutilditiokarbamat (DBDTC) untuk analisis ion logam
krom(III) dalam limbah electroplating karena dapat membentuk senyawa
kompleks yangnetral dan cukup stabil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahuikondisi optimum pada analisis krom (III), mengetahui pengaruh
keberadaan ionCu, serta untuk menentukan kadar krom dalam sampel limbah
electroplating.Hasil optimasi pada Cr(DBDTC)3 diperoleh maks pada 311 nm,
pH optimumkopresipitasi adalah 9, konsentrasi DBDTC optimum 0,00665 ppm,
dankonsentrasi nikel optimum 33,112 ppm. Keberadaan ion Cu(II)
akanmenyebabkan interferensi pada mulai konsentrasi 0,48 ppm. Rata-rata %
kromyang terendapkan secara optimum sebesar 72,67 % dan untuk konsentrasi
kromdalam sampel limbah electroplating sebesar 14,782 ppm (Munika, 2014).
Penelitian ini telah dilakukan studi gangguan ion Krom (III) terhadap
analisa besi dengan pengompleks 1,10-fenantrolin pada pH 4,5 secara
spektrofotometri UV-tampak. Penelitian dilakukan dengan mereduksi Besi (III)
menjadi Besi (II), kemudian dikomplekskan dengan 1,10-fenantrolin. Kompleks
diukur panjang gelombang maksimumnya menggunakan spektrofotometer UV-
tampak, selanjutnya dibuat kurva kalibrasi, dan diuji pengaruh ion Krom (III)
terhadap analisa besi. Hasil menunjukkan bahwa ion Krom (III) mulai
mengganggu analisa besi pada konsentrasi 0,08 ppm dengan persen (%) recovery
sebesar 94,34% dengan RSD 2,94 ppt dan CV 0,29% (Widihati, 2012).
Studi kinetika adsorpsi larutan ion logam kromium (Cr) menggunakan
arang batang pisang (Musaparadisiaca) telah dilakukanParameter penelitian ini
meliputi penentuan luas permukaan Cr menggunakan spektrofotometer UV-VIS
dengan metode adsorpsi metilen biru, waktu setimbang, isoterm adsorpsi,
kapasitas adsorpsi, pengaruh pH terhadap kapasitas adsorpsi serta pola kinetika
adsorpsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas permukaaan adsorpsi arang
batang pisang sebesar 3,4559 m2/g. Kapasitas adsorpsi arang batang pisang (Musa
paradisiaca) terhadap logam Cr6+ yaitu 0,8019 mg/g yang diperoleh pada waktu
setimbang 40 menit dengan konsentrasi awal logam Cr6+ (isoterm adsorpsi) 75
ppm. Pada pH 4,00 diperoleh kapasitas adsorpsi maksimum adsorben arang
batang pisang terhadap logam Cr6+ sebesar 0,9088 mg/g. Pola kinetika adsorpsi
yang terjadi mengikuti kinetika orde dua dengan nilai konstanta lajuadsorpsi
sebesar 0,0008 menit-1pp (Dinararum dan Djarot, 2013).

5. CARA KERJA
A. Spektrum Serapan
1) Larutan yang disiapkanyaitu:
a. 0,0200M Cr(III) diencerkan dengan 10 mL 0,0500 M larutan baku Cr(NO3)3
dalam labu ukur sampai tepat 25 mL, larutan dikocok baik-baik dengan cara
membalikkan labu 15 kali
b. 0,0752 M Co(II) diencerkan dengan 10 mL. Larutan baku Co(NO3)2 dalam
labu sampai volumenya tepat 25 mL, dan dikocok baik-baik.
2) Terlebih dahulu dinyalakan sekurang-kurangnya 20 menit sebleum alat
spectrum dipakai.
3) Sediakan 3 kuvet yang telah diserasikan, kuvet 1 untuk blangko air destilasi,
kuvet kedua untuk larutan Cr(III) dan kuvet ketiga untuk larutan Co(II).
4) Panjang gelombang diatur pada 540 nm dan selanjutnya mengatur instrument
pada 0% T pada waktu tak ada kuvet dan 100% T pada waktu kuvet yang
berisi air ditempatkan pada sampel holder. (Bila instrument tidak dapat diatur
pada panjang gelombang tersebut, mengatur pada panjang gelombang yang
terpendek yang dapat diperoleh.
5) Kuvet yang berisi Cr(III) dibersihkan dan sampel holder dimasukkan
kedalam. Kemudian larutan %T dicatat. Laukukan perlakuan yang sama
padaCo(II).
6) Prosedur kerja bagian d dan e diulangi dengan panjang gelombang yang
berbeda yaitu (540, 550, 560, 570, 580, 590, 600,610, 620, 630, 640, 650,
660, 670, 680, 690, dan 700) nm.
B. Hukum Beer
1) 75 mL larutan Cr(III) diambil dalam gelas kimia kecil dari larutan induk yang
0,0500 M. Disiapkan 4 larutan dengan konsentrasi Cr(III) masing-masing
0,0100, 0,0200, 0,0300 dan 0,0400 N dengan dipipet berturut-turut 5,10,15,
dan 20 mL kedalam labu ukur yang 25 mL lalu diencerkan sampai tanda
batas, larutan dipindahkan. Larutan ini dan juga sisa larutan induk yang
0,0500N ke dalam gelas kimia yang 50 mL, lalu ditutup dengan plestik (para
film) sampai saat pengukuran. Tempat labu ukur 25 mL yang telah dipakai
tadi dibersihkan.
2) 75 mL larutan Co(II) diambil dalam gelas kimia kecil dari larutan induk yang
0,1880 M. Disiapkan 4 larutan dengan konsentrasi Co(II) masing-masing
0,0376, 0,0752, 0,1728, dan 0,1504 M dengan dipiipet berturut-turut 5, 10,
15, dan 20 mL. Larutan induk kedalam 4 labu ukur 25 mL dan diencerkan
sampai tanda batas. Larutan induk dipakai sebagai larutan kelima dengan
konsentrasi 0,1880M.
3) Panjang gelombang diatur pada panjang gelombang tertinggi dari percobaan 1
dan selanjutnya instrument pada 0%T diatur pada waktu tidak ada kuvet dan
100% T pada waktu kuvet berisi air ditempatkan pada sampel holder.
4) 3 kuvet yang telah diserasikan diambil, kuvet 1 untuk blangko air, kuvet
kedua untuk larutan Cr(III) dan kuvet ketiga untuk larutan Co(II).
5) Kuvet yang berisi Cr(III) dibersihkan dan dimasukkan kedalam sampel
holder. Larutan %T dicatat dan ulangi dengan larutan Co(II).
6) Langkah kerja bagian e diulangi dengan mengganti larutan.
C. Analisis Serempak Campuran Berkomponen Dua
1) Campuran Cr(III)-Co(II) disiapkan dengan 10 mL larutan Cr(III) 0,0500 M
dan 10 mL larutan Co(II) 0,1880 M dipipet, dari larutan induk masing-
masing, ke dalam labu ukur 25 mL, lalu diencerkan sampai tanda batas. Akan
dihasilkan larutan yang mengandung Cr(III) 0,0200M dan Co(II) 0,0752 M.
Konsentrasi yang tidak diketahui dalam labu ukur 25 mL, lalu diencenrkan
sampai tanda batas.
2) Spektrum absorpsi larutan berkomponen dua Cr(III)-Co(II) ditentukan serta
larutan yang harus dianalisis dengan memakai kuvet yang sebelumnya telah
diserasikan.

6. HASIL
A. Tabel Hasil Pengamatan
1) Penentuan Panjang Gelombang Maksimal (maks) Larutan Standar Co (merah
muda) dan Larutan Standar Cr (biru)
Transmitan (%) Absorbansi (A)
Panjang Gelombang
() (nm) Co (Merah
Cr (Biru) Co (Merah) Cr (Biru)
Muda)
540 25,6 29,0 0,0390 0,0344
550 29,6 31,2 0,0337 0,0320
560 36,0 33,0 0,0277 0,0303
570 41,4 33,6 0,0241 0,0297
580 45,2 36,4 0,0221 0,0274
590 48,4 38,2 0,0206 0,0261
600 49,0 38,0 0,0204 0,0263
610 48,0 37,8 0,0203 0,0265
620 44,8 35,8 0,0223 0,0279
630 40,0 32,8 0,0250 0,0304
640 33,6 29,0 0,0290 0,0344
650 27,2 23,6 0,0367 0,0423
660 20,8 17,6 0,0480 0,0568
670 14,8 12,8 0,0675 0,0781
680 10,4 9,2 0,0961 0,1086
690 7,4 6,6 0,1351 0,1515
700 5,4 5,0 0,1851 0,2000

2) Pengukuran Absorbansi (A) Larutan Satndar Co (Merah Muda) Dan Larutan


Satndar Cr (Biru) pada = 700 nm
a) Pengukuran Absorbansi (A) Larutan Standar Co (Merah)
Transmitan Absorbansi
[Co] M
(%T) (A)
0,0376 8,2 0,1219
0,0752 8,2 0,1219
0.1128 8,0 0,1250
0,01504 7,8 0,1282
b) Pengukuran Absorbansi (A) Larutan Standar Cr (Biru)
Transmitan Absorbansi
[Cr] M
(%T) (A)
0,0100 7,8 0,1282
0,0200 7,8 0,1282
0,0300 7,6 0,1315
0,0400 7,4 0,1333

3) Pengukuran Absorbansi (A) Larutan Sampel dan Larutan Campuran Pada


Panjang Gelombang 700 nm.
Transmitan
[Cr + Co] M (%T) Absorbansi (A)

0,0500 + 0,1880 7,2 0,1388

b. Analisis data
1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal (maks) Larutan Standar
a. Membuat Larutan Standar Co (Merah) 0,02 M dari Larutan Induk 0,05 M
dengan Volume 25 ml
V1 . M1 = V2 . M2
25 0,02
V1 = 0,05

V1 = 10 ml
b. Membuat Larutan Standar Cr (Biru) 0,02 M dari Larutan Induk 0,05 M dengan
Volume 25 ml
V1 . M1 = V2 . M2
25 0,02
V1 = 0,05

V1 = 10 ml
2. Hukum Beer
a. Membuat Larutan standar Co 0,1504 ppm, 0,1128 ppm, 0,0752 ppm, dan
0,0376 ppm dari larutan induk 0,1880 ppm dengan volume 25 ml.
0,1504 ppm
25 0,1504
V2 = 0,1880

V2 = 20 ml
0,1128 ppm
25 0,1128
V2 = 0,1880

V2 = 15 ml
0,0752 ppm
25 0,0752
V2 = 0,1880

V2 = 10 ml
0,0376 ppm
25 0,1504
V2 = 0,1880

V2 = 5 ml

b. Membuat Larutan standar Cr 0,0400 ppm, 0,0300 ppm, 0,0200 ppm, dan
0,0100 ppm dari larutan induk 0,0500 ppm dengan volume 25 ml.
0,0400 ppm
25 0,0400
V2 = 0,1880

V2 = 20 ml
0,0300 ppm
25 0,0300
V2 = 0,1880
V2 = 15 ml
0,0200 ppm
25 0,0200
V2 = 0,1880

V2 = 10 ml
0,0100 ppm
25 0,0100
V2 = 0,1880

V2 = 5 ml
c. Grafik

Hubungan grafik antara panjang gelombang () nm


dengan absorbansi (A) pada [Co] M dan [Cr] M
0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

0
540 550 560 570 580 590 600 610 620 630 640 650 660 670 680 690 700

Absorbansi (A) pada [Cr] M Absorbansi (A) pada [Co] M

Grafik hubungan antara [Co] M dengan absorbansi (A)


pada 700 nm
0.129
0.128 y = 0.0585x + 0.1188
0.127
Absorbansi (A)

R = 0.8894
0.126
0.125
0.124
0.123
0.122
0.121
0.12
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16
[Co] M
Hubungan grafik antara [Cr] M dengan absorbansi (A)
pada panjang gelombang 700 nm
0.134
y = 0.186x + 0.1257
0.133
R = 0.8981
0.132
Absorbansi (A)

0.131

0.13

0.129

0.128

0.127
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045
[Cr] M

7. DISKUSI DAN SIMPULAN


a. Diskusi
Spektrofotometri adalah metode pengukuran dengan menggunakan alat
spektrofotometer yang digunakan untuk mengukur suatu transmitan atau absorban
suatu sample sebagai fungsi panjang gelombang. Prinsip kerja dari spektronik 20
yaitu interaksi antara materi (elektron valensi) dengan cahaya, dimana elektron
memancarkan sinar yang polikromatis yang diubah menjadi sinar monokromatis
yang dilewatkan pada larutan, kemudian sinar yang telah melewati suatu larutan
kemudian dideteksi oleh detektor baru setelahnya dilakukan pembacaan skala.
Percobaan ini dilakukan menggunakan bahan sampel Cr(NO3)3 dan Co(NO3)2
untuk mengetahui besarnya nilai absorban dari larutan terhadap konsentrasi
larutan.
Alat yang digunakan terlebih dahulu dinyalakan selama 20 menit sebelum
digunakan agara alat dapat bekerja secara maksimal. Alat tersebut harus
dikalibrasi terlebih dahulu dengan mengatur pembacaa pada alat hingga angka
000 karena pada alat belum ada sinar yang diserap. Kuvet yang berisi aquades
dimasukkan sebagai sampel untuk mengkalibrasi alat yang kemudian diatur
pembacaan hingga 100 dengan memutar pengontrol transmittan absorban. .
Aquades digunakan sembagai blanko karena semua cahaya yang melewati
aquades akan diteruskan.
Percobaan pertama dilakukan untuk mengetahui panjang gelombang
maksimal dari Cr (II) dan Co (II). Panjang gelombang yang digunakan dalam
percobaan ini yaitu mulai dari 540 sampai 700 nmm dengan selisih 10 nm. Hasil
pengamatan dan grafik yang diperoleh bahwa absorpsi maksimum untuk larutan
berada pada panjang gelombang 700 nm dengan nilai absorbansi Cr dan Co
sebesar 0,2000 dan 0,1851. Alasan mengapa max 700 nm karena nilai absorbansi
pada panjang gelombang tersebut merupakan nilai absorbansi tertinggi diantara
panjang gelombang yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa percobaan yang
dilakukan telah sesuai dengan teori.
Percobaan selanjutnya untuk membandingkan beberapa panjang
gelombang untuk pengukuran kuantitatif. Panjang gelombang yang dipakai adalah
spektrum yang diperoleh dari spektrum serapan yaitu 700 nm. Sampel yang
digunakan pada percobaan ini sama dengan pada percobaan pertama tetapi dengan
konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi dibedakan untuk mengetahui pengaruh
konsentrasi terhadap nilai absorbansi pada suatu larutan. Sampel yang digunakan
adalah yaitu Cr(NO3)3 dengan konsentrasi 0,0500 N, yang terlebih dahulu
diencerkan menjadi 4 macam konsentrasi berturu-turut 0,0400 N, 0,0300 N,
0,0200, dan 0,0100 N. sampel kedua yaitu Co(NO3)2 dengan konsentrasi 0,1880
N yang diencerkan menjadi 4 jenis larutan dengan konsentrasi yang berturut-turut
0,1504 N, 0,1128 N, 0,0752 N dan 0,0376 N.
Dari hasil percobaan terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi maka
nilai absorbansinya semakin tinggi pula, tetapi nilai transmitansnya semakin
menurun. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak
partikel-partikel dalam larutan tersebut sehingga akan membutuhkan lebih banyak
energi untuk dapat mengeksitasinya. Semakin banyak energi yang dibutuhkan
untuk tereksitasi maka semakin besar pula penyerapan atau absorbansinya. Hal ini
sesuai dengan teori dimana menurut Underwood (1990), absorbansi berbanding
lurus dengan konsentrasi maka jelas transmitans tidak. Konsentrasi dan absorbansi
hubungannya dapat dilihat pada grafik dan persamaan linear garis lurusnya.
Dimana hubungan konsentrasi dan absorbansi Co (II) yaitu menghasilkan
persamaan y = 0.058x + 0.118 dan R2 = 0,889 yang artinya konsentrasi
berbanding lurus dengan absorbansi. Begitu pula pada Cr (III) menghasilkan
persamaan y = 0.186x + 0.125 dan R2 = 0,898 pada hubungan konsentrasi dan
absorbansinya.
Hasil dari grafik tidak diperoleh garis lurus pada polt grafik sehingga hal
ini tidak memenuhi hukum Lambert-Beer berdasarkan teori yang menyatakan jika
konsentrasi bertambah jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan bertambah
sehingga serapan juga akan bertambah. Hal ini disebabkan karena sealat yang
digunakan tidak berfungsi dengan baik.
Percobaan yang ketiga bertujuan untuk menganalisis A suatu sampel
campuran yang berkomponen dua dengan panjang gelombang 700 nm. Dan untuk
mengetahui konsentrasi campuran x berdasarkan hasil ayng diperoleh pada
campuran Cr(III)+ Co(II). Dari hasil pengamatan terlihat bahwa absorbansi
campuran Cr (III) dan Co (II) berbeda dengan absorbansi masing-masing Cr (III)
dan Co (II) yang dijumlahkan. Dari pengamatan diperoleh panjang gelombang
maksimal untuk campuran Cr (III) dan Co (II) yaitu 500 nm. Didalam campuran
konsentrasi Cr lebih besar daripada konsentrasi Co sehingga ada pengaruh
campuran-campuran pada absorbansi. Adanya pengaruh ini dapat terjadi jika ada
panjang gelombang yang oleh Co tidak diabsorbsi tapi oleh Cr terabsorbsi kuat
dan ada panjang gelombang yang tidak diabsorbsi oleh Cr tapi diabsorbsi kuat
oleh Co. Dari percobaan, sampel x dapat diketahui sebagai Cr (III) karena nilai
absorbansinya pada panjang gelombang tertentu sama atau hampir sama dengan
absorbansi Cr (III).
b. Kesimpulan
1. Panjang gelombang maksimum (maks) larutan standar Co (Merah) dan larutan
standar Cr (Biru) adalah 700 nm berdasarkan percobaan dengan absorbansi Co
0,1851 dan Cr 0,2000
2. Percobaan ini telah memenuhi hukum Lambert-Beer dimana grafik yang
diperoleh membentuk garis linier yang menunjukkan jika semakin besar
konsentrasi maka absorbasinya juga semakin besar.
3. Dari pengukuran absorbansi larutan sampel dan larutan campuran pada
berbagai panjang gelombang diperoleh absorbansi maksimum larutan sampel
pada panjang gelombang 700 nm dan larutan campuran diperoleh absorbansi
maksimum pada panjang gelombang 700 nm.
DAFTAR PUSTAKA

Bintang,Maria.2010. Biokimia Teknik Penenlitian. Jakarta: Erlangga

Dinararum, Retno Rahayu dan Djarot Sugiarso. 2013.Studi Gangguan Krom


(III) pada Analisa dengan Pengompleks 1,10-fenantrolin pada pH 4,5
secara Spektrofotometri UV-Tampak. JURNAL SAINS DAN SENI
POMITS. Vol 2, No 2

Khopkar. 2007.Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Erlangga

Mulja,Muhammad dan Suharman. 1995.Analisis Instrumental.Surabaya:


Airlangga University Press

Munika, Aurelia Anggit Widya Alauhdin dan Agung Triprasetya.2014.


Analisis Cr (III) dengan Metode Kopresispitasi menggunakan Nikel
Dibutilditiokarbonat secara Spektrofotometri Serapan Atom. Indonesian
Journal of Chemical Science.Vol, 3 No 3

Putrin Dini Eka Wahyu dan Sri Wardani.2014 Degradasi Metilen Biru
Menggunakan Fotokatalis. Chem.Prog. Vol 7 No 1

Tim Dosen Kimia Analitik.2016. Penuntun Praktikum Kimia Analisi


Instrumen.Makassar: Laboratorium Kimia FMIPA

Widihati, Ida Ayu Gede, Dwia Adhi Suastuti dan Yuhanita


Nirmalasari.2012.Studi Kinetika Adsorpsi Larutan Ion Logam Kromium
(Cr) menggunakan Arang Batng Pisang. JURNAL KIMIA. Vol 6, No 6

Anda mungkin juga menyukai