Anda di halaman 1dari 16

TOKOH-TOKOH FILSAFAT KLASIK DAN MODERN TERHADAP

PENDIDIKAN

1. Tokoh Pendidikan Klasik


A. Imam Ghazali

a) Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali. Ia dilahirkan di
Thus, sebuah kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H / 1058 M. Imam Ghazali sejak kecil
dikenal sebagai pecinta ilmu pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran yang hakiki,
sekalipun diterpa duka cita, dilanda aneka rupa duka nestapa dan sengsara.
Al-Ghazali pada masa kanak-kanak belajar Fiqh kepada Ahmad ibn Muhammad ar-
Radzakani, kemudian beliau pergi ke Jurjan berguru kepada Imam Abu Nashr al-Ismaili. Setelah
itu ia menetap lagi di Thus untuk mengulang-ulang pelajaran yang diperolehnya dari Jurjan.

b) Pemikiran Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali harus mengarah kepada realisasi tujuan
keagamaan dan akhlak, dengan titik penekanannya pada Perolehan keutamaan dan taqarrub
kepada Allah dan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan kemegahan
dunia. Sebagaimana yang dikutip Athiyyah Al-abrasyi bahwa Imam Ghazali berpendapat
sesungguhnya tujuan dari pendidikan ialah mendekatkan diri kepada Allah Azza Wa Jalla.
Al-Ghazali tidak membedakan antara ilmu dengan Marifah seperti tradisi umum kaum
sufi. Memang ia pernah menyebutkan bahwa secara etimologi, ada sedikit perbedaan antara
keduanya, dan ia tidak keberatan atas pemakaian tema Marifah untuk konsep (tasawuf), dan
ilm untuk assent (tasqiq). Akan tetapi dalam berbagai kitabnya, ia sering memakai dua terma itu
sebagaiu arti yang sama.
Dari hasil studi terhadap pemikiran Al-Ghazali dapat diketahui dengan jelas, bahwa
tujuan akhir yang ingin dicapai melalui kegiatan pendidikan ada dua. Yaitu, tercapainya
kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan
insani yang bermuara pada kebahagiaan didunia dan akhirat. Karena itu ia bercita-cita
mengajarkan manusia agar mereka sampai pada sasaran-sasaran yang merupakan tujuan akhir
pendidikan itu. Tujuan ini tampak bernuansa religius dan moral, tanpa mengabaikan masalah
duniawi.
Konsep kurikulum yang dikemukakan Al-Ghazali terkait erat dengan konsepnya
mengenai ilmu pengetahuan. Dalam pandangan Al-Gahazali ilmu terbagi kepada tiga bagian
yaitu; Pertama, ilmu yang terkutuk baik sedikit manfaatnya, baik di dunia maupun diakhirat,
seperti ilmu sihir, ilmu nujum maupun ilmu ramalan. Al-Ghazali menilai ilmu tersebut tercela
karena ilmu-ilmu tersebut terkadang dapat menimbulkan mudharat baik bagi yang memilikinya
maupun bagi orang lain. Kedua, ilmu yang terpuji baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu yang
erat kaitannya dengan peribadatan dan macam-macamnya, seperti ilmu yang berkaitan dengan
kebersihan diri dari cacat dan dosa serta ilmu yang dapat menjadi bekal bagi seseorang untuk
mengetahui yang baik dan melaksanakannya. Ketiga, ilmu-ilmu yang terpuji dalam kadar
tertentu atau sedikit, dan tercela jika dipelajarinya secara mendalam, karena dengan
mempelajarinya secara mendalam itu dapat menyebabkan terjadinya kekecauan dan
kesemrawutan antara keyakinan dan keraguan. Dalam menyusun kurikulum pelajaran, Al-
Ghazali memberi perhatian khusus pada ilmu-ilmu agama dan etika sebagaimana yang
dilakukannya terhadap ilmu-ilmu yang sangat menentukan bagi kehidupan masyarakat.
B. Ibn Sina

a) Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Al-Husayn Ibn Abdullah. Di barat populer dengan
sebutan Avicenna. Beliau lahir pada tahun 370 H / 980 M di Afshana, suatu daerah yang terletak
di dekat Bukhara, di kawasan Asia tengah. Ayahnya bernama Abdullah dari Balkan, Suatu kota
termasyhur dikalangan orang-orang Yunani. Diwafatkan di Hamdzan-sekarang Iran, persia. Pada
tahun 428 H (1037 M) alam usia yang ke 58 tahun, dia wafat karena terserang penyakit usus
besar.
Tampilnya Ibn Sina selain sebagai ilmuwan yang terkenal di dukung oleh tempat
kelahirannya sebagai ibu kota kebudayaan, dan orang tuanya yang dikenal sebagi pejabat tinggi,
juga karena kecerdasan yang luas biasa. Sejarah mencatat, bahwa Ibn Sina memulai
pendidikannya pada usia lima tahun di kota kelahirannya, Bukhoro. Pengetahuan yang pertama
kali ia pelajar adalah membaca Al-quran. Setelah itu ia melanjutkan dengan mempelajari ilmu-
ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqh, Ushuluddin dan lain-lain. Berkat ketekunan dan
kecerdasannya, ia berhasil menghafal Al-quran dan menguasai berbagai cabang ilmu keislaman
pada usia yang belum genap sepuluh tahun.

b) Pemikiran Pendidikan
Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan
seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu
perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu juga harus diarahkan pada upaya
mempersiapkan seorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan
pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan, dan
potensi yang dimilikinya.
Konsep kurikulum yang ditawarkan Ibn Sina memiliki tiga ciri. Pertama, konsep
kurikulum Ibn Sina tidak hanya terbatas pada sekedar menyusun sejumlah mata pelajaran,
melainkan juga disertai dengan penjelasan tentang tujuan dari mata pelajaran tersebut, dan kapan
mata pelajaran itu harus diajarkan. Selain itu Ibn Sina juga sangat mempertimbangkan aspek
psikologis, yakni minat dan bakat para siswa dalam menentukan keahlian yang akan dipilihnya.
Dengan cara demikian seorang siswa akan merasa senang atau tidak terpaksa dalam mempelajari
suatu ilmu atau keahlian tertentu. Kedua, bahwa strategi penyusunan kurikulum yang ditawarkan
Ibn Sina juga didasarkan pada pemikiran yang bersifat pragmatis fungsional. Ketiga, strategi
pembentukan kurikulum Ibn Sina tampak sangat dipengaruhi oleh pengalaman yang terdapat
dalam dirinya. Dengan melihat ciri-ciri tersebut dapat dikatakan bahwa konsep kurikulum Ibn
Sina telah memenuhi persyaratan penyusunan kurikulum yang dikehendaki masyarakat modern
saat ini.

C. Ibn Miskawaih

a) Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Yaqub Ibn Miskawaih. Ia lahir
pada tahun 320 H / 932 M, di Rayy, dan meninggal di Isfahan pada tanggal 9 Shafar tahun 412 H
/ 16 Februari 1030 M. Ibn Miskawaih hidup pada masa pemerintahan Dinasti Buwaihi (320-450
H / 932-1062 M). Yang sebagian besar permukaannya bermazhab syiah.
Dari segi latar belakang pendidikannya, tidak dijumapi data sejarah yang rinci. Namun
dijumpai keterangan bahwa ia mempelajari sejarah dari Abu Bakr Ahmad Ibn Kamil al-Qadi
mempelajari filsafat dari Ibn al-Akhmar, dan mempelajari kimia dari Abu Thayyib. Dalam
bidang pekerjaan, tercatat bahwa pekerjaan utama Ibn Miskawaih adalah bendaharawan,
sekretaris, pustakawan dan pendidi anak para pemuka dinasti Buwaihi.

b) Pemikiran Pendidikan
Ibn Miskawaih membangun konsep pendidikan yang bertumpu pada pendidikan akhlak.
Disini terlihat dengan jelas bahwa karena dasar pemikiran Ibn Miskawaih dalam bidang akhlak.
Maka konsep pendidikan yang dibangunnya pun adalah pendidikan akhlak. Tujuan pendidikan
akhlak yang dirumuskan Ibn Miskawaih adalah terwujudnya sikap batin yang mampu
mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik sehingga
mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna.
Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, Ibn Miskawaih menyebutkan beberapa
hal yang perlu dipelajari, diajarkan atau dipraktekkan. Materi yang dimaksud oleh Ibn
Miskawaih diabdikan pula sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Ibn Miskawaih
menyebutkan 3 hal pokok yang dapat dipahami sebagai materi pendidikan akhlaknya. Tiga hal
pokok tersebut adalah hal-hal yang wajib bagi kebutuhan manusia, hal-hal yang wajib bagi jiwa,
dan hal-hal yang wajib bagi hubungannya dengan sesama manusia. Materi pendidikan akhlak
yang wajib bagi kebutuhan manusia disebut oleh Ibn Miskawaih antara lain shalat, puasa, dan
sai. Selanjutnya materi pendidikan akhlak yang wajib dipelajari bagi keperluan jiwa
dicontohkan oleh Ibn Miskawaih dengan pembahasan tentang akidah yang benar, mengesakan
Allah dengan segala kebesarannya serta motivasi untuk senang kepada ilmu. Adapun materi
yang terkait dengan keperluan manusia terhadap manusia lain, dicontohkan dengan materi ilmu
muamalat, pertanian, perkawinan dan lain-lain.
D.Ibnu Khaldun

a) Riwayat Hidup
Ibnu Khaldun mempunyai nama lengkap Adbullah Abdurrahman Abu Zyad Ibn
Muhammad Ibn Khaldun. Ia dilahirkan di Tunisia pada bulan Ramadhan 732 H / 1332 M dari
keluarga ilmuwan dan terhormat yang telah berhasil menghimpun antara jabatan ilmiah dan
pemerintahan. Sebuah ciri khas yang melatarbelakangi kehidupan Ibn Khaldun adalah berasal
dari keluarga politis, intelektual dan aristocrat.
Ibnu Khaldun adalah seorang yang tegas dalam menjalankan tugas, ahli dalam bidang
sosiologi serta bijak dalam menyelesaikan masalah. Ketokohan beliau populer sebagai pakar
sejarah, pakar sosiologi , ahli falsafah dan politik. Beliau mendapat pendidikan awal dari
ayahnya tentang dasar-dasar agama seperti Al-Quran, fikih, hadis, dan tauhid. Beliau juga
merupakan hafidz Quran sejak kecil. Ketika dewasa ia belajara ilmu linguistik bahasa Arab
seperti Nahwu dan Sharaf, Ushuluddin serta Kesusasteraan. Diantara guru beliau yang utama
adalah Muhammad Ibn Abdul Muhaimin. Beliau juga berturut berguru dengan Abu Abdullah Ibn
Muhammad Ibn Ibrahim Al-Abla yang mengajarnya tentang sosiologi, politik dan pendidikan.

b) Pemikiran Pendidikan
Ibn Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan
kesempatan kepada akal untuk lebih giat dan melakukan aktivitas. Hal ini dapat dilakukan
melalui proses menuntut ilmu dan keterampilan. Dengan menuntut imu dan keterampilan,
seseorang akan dapat meningkatkan kegiatan potensi akalnya. Disamping itu, melalui potensinya
akan mendorong manusia untuk memperoleh dan melestarikan pengetahuan. Atas dasar
pemikiran tersebut, tujuan pendidikan menurut Ibn Khaldun adalah peningkatan kecerdasan
manusia dan kemampuannya berfikir. Dengan kemampuan tersebut, manusia akan dapat
meningkatkan pengetahuannya dengan cara memperoleh lebih banyak warisan pengetahuan pada
saat belajar.

E. Ibn Taimiyah

a) Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abd al-Halim bin Taimiyah lahir di
kota Harran, wilayah Siria, pada hari Senin, 10 Rabiul Awwal 661 H. Bertepatan dengan 22
Januari 1263 M, dan wafat di Damaskus pada malam Senin, 20 Zulkaidah, 728 Hijriyah,
bertepatan dengan 26 September 1328 M. Ayahnya bernama Syihab ad-Din Abd al-Halim Ibn
Abd as-Salam (627-672 H). Adalah seorang ulama besar yang mempunyai kedudukan tinggi di
masjid Agung Damaskus. Selain sebagai khatib imam besar di masjid tersebut.
Ibn Taimiyah sendiri sejak kecil dikenal sebagai seorang anak yang mempunyai
kecerdasan otak luar biasa, tinggi kemauan dan kemampuan dalam studi, tekun dan cermat
dalam memecahkan masalah, tegas dan teguh dalam menyatakan dan mempertahankan pendapat
(pendirian), ikhlas dan rajin dalam beramal shaleh, rela berkorban dan siap berjuang untuk jalan
kebenaran. Didukung oleh kesungguhan dan ketekunannya dalam menuntut ilmu, kecerdasan
otak dan kepribadian yang baik Ibn Taimiyah yang dikenal dengan wara, zuhud dan tawadhu
nya, ternyata mampu mengantarkan dirinya menjadi seorang ulama besar yang menguasai
banyak ilmu dan pengalaman, disamping juga sebagai pejuang yang tangguh.
b) Pemikiran Pendidikan
Pemikiran Ibn Taimiyah dalam bidang pendidikan dapat dibagi kedalam pemikirannya
dalam bidang falsafah pendidikan, tujuan pendidikan bahkan hubungan pendidikan dengan
kebudayaan. Seluruh pemikirannya dalam bidang pendidikan itu ia bangun berdasarkan
keterangan yang jelas sebagaimana terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunnah melalui
pemahaman yang mendalam, jernih dan enerjik.
Dalam bidang falsafah pendidikan oleh Ibn Taimiyah adalah ilmu yang bermanfaat
sebagai asas bagi kehidupan yang cerdas dan unggul. Sementara mempergunakan ilmu itu akan
dapat menjamin kelangsungan dan kelestarian masyarakat. Tanpa ilmu masyarakat akan
terjerumus kedalam kehidupan yang sesat. Bertolak dari pandangan tersebut, maka menurut Ibn
Taimiyah bahwa menuntut ilmu itu merupakan ibadah dan memahaminya secara mendalam
merupakan sikap ketaqwaan kepada Allah dan mengkajinya merupakan jihad, mengajarkannya
kepada orang yang belum tahu merupakan shadaqah dan mendiskusikannya merupakan tasbih.
Tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Ibn Taimiyah dibangun atas dasar falsafah
pendidikannya, yaitu tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya pribadi muslim yang baik,
yaitu seorang yang berpikir, merasa dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan pada setiap
waktu sejalan dengan apa yang diperintah Al-Quran dan As-Sunnah, pendidikan juga harus
diarahkan pada terciptanya masyarakat yang baik yang sejalan dengan ketentuan Al-Quran dan
As-Sunnah.
Konsep kurikulum yang dibangun Ibn Taimiyah didasarkan pada falsafah dan tujuan
pendidikan. Menurutnya bahwa kurikulum atau materi pelajaran yang utama yang harus
diberikan kepada anak didik adalah mengajarkan putra-putri kaum muslimin sesuai yang
diajarkan Allah kepadanya, dan mendidiknya agar selalu patuh dan tunduk kepada Allah dan
Rasul-Nya. Ada empat tahap kurikulum yang dijelaskan Ibn Taimiyah dalam hubungannya
dengan materi pelajaran yaitu; Pertama, kurikulum yang berhubungan dengan mengesakan
Tuhan (at-tauhid). Kedua, kurikulum yang berhubungan dengan mengetahui secara mendalam
(marifat). Ketiga, kurikulum yang berhubungan dengan upaya yang medorong manusia
mengetahui secara mendalam (marifat) terhadap kekuasaan (qudrat) Allah. Keempat, kurikulum
yang berhubungan dengan upaya yang mendorong untuk mengetahui perbuatan-perbuatan Allah.
2. Tokoh Pendidikan Modern
A. Prof. Dr. H. Mahmud Yunus

a) Riwayat Hidup
Mahmud Yunus dilahirkan di Batusangkar, Sumatra Barat pada tanggal 10 Februari
1899 (30 Ramadhan 1336 H). Dan wafat pada tanggal 16 Januari 1982. Ia termasuk tokoh
pendidikan Islam Indonesia yang gigih memperjuangkan masuknya pendidikan agama ke
sekolah umum dan ikut berusaha memperjuangkan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam
Negeri (PTAIN).
Sejak kecil Mahmud Yunus sudah memperlihatkan minat dan kecenderungannya yang
kuat memperdalam ilmu agama Islam. Ketika berumur 7 tahun ia belajar membaca Al-Quran
dibawah bimbingan kakeknya, M. Thahir yang dikenal dengan nama Engku Gadang. Selanjutnya
tahun 1917, Mahmud Yunus bersama teman-temannya mengajar di Madras School dan mulai
memperbarui sistem kegiatan belajar mengajar dengan menambah sistem halaqah disamping
sistem madrasah dengan mengajarkan kitab-kitab mutakhir.
Dibidang politik, Mahmud Yunus ikut memperjuangkan dan mempertahankan
kemerdekaan RI. Tahun 1943 ia terpilih sebagai penasihat residen mewakili Majelis Islam
Tinggi dan pada tahun yang sama ia menjadi anggota Chu Sangi Kai.

b) Pemikiran Pendidikan
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1930, Mahmud Yunus memperbarui madrasah
yang pernah dipimpinnya di Sungayang dengan nama al-Jamiah al-Islamiyah, disamping
mendirikan sebuah sekolah yang kurikulumnya memadukan ilmu agama dan umum, yakni
normal Islam. Madrasah ini yang pertama kali memiliki laboratorium untuk ilmu fisika dan
kimia di Sumatra Barat. Pembaruan di dua madrasah ini diutamakan pada pembaruan metode
mengajar bahasa Arab.
Mahmud Yunus memiliki perhatian dan komitmen yang tinggi terhadap upaya
membangun, meningkatkan dan pengembangan pendidikan agama Islam sebagai bagian integral
dari sistem pendidikan yang diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya yang
beragama Islam. Gagasan dan pemikirannya dalam bidang pendidikan secara keseluruhan
bersifat strategis dan merupakan karya perintis, dalam arti belum pernah dilakukan tokoh-tokoh
pendidikan Islam sebelumnya. Perhatian dan komitmennya terhadap pembangunan, peningkatan
dan pengembangan pendidikan Islam tersebut dapat dilihat sebgaia berikut. Pertama, dari segi
tujuan pendidikan Islam yaitu untuk mencerdaskan perseorangan, untuk kecakapan mengerjakan
pekerjaan. Selain itu Mahmud Yunus juga menilai pendapat yang mengatakan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah mempelajari dan mengetahui ilmu-ilmu agama Islam serta
mengamalkannya seperti, ilmu Tafsir, Tauhid, Fiqh.
Kedua, dari segi kurikulum yang berkaitan dengan pelajaran bahasa Arab, Mahmud
Yunus Menawarkan kurikulum pengajaran bahasa Arab yang integrated antara satu cabang
dengan cabang lainnya dalam ilmu bahasa Arab. Ketiga, dalam bidang kelembagaan, terlihat
bahwa Mahmud Yunus termasuk orang yang memelopori perlunya mnegubah sistem pengajaran
yang bercorak individual kepada sistem pengajaran klasikal. Keempat, dalam bidang metode
pengajaran, Mahmud Yunus amat memberikan perhatian yang cukup besar. Untuk itu ia
memperkenalkan buku pegangan bagi guru-guru agama yang berisi tentang cara mengajarkan
agama yang sebaik-baiknya kepada peserta didik sesuai dengan tingkat usia dan jenjang
pendidikan yang sedang diikutinya.
B. Ki Hajar Dewantara

a) Riwayat Hidup
Ki hajar Dewantara yang nama aslinya Suwardi Suryaningrat dilahirkan pada 2 Mei
1889, bertepatan dengan 1303 H di Yogyakarta. Dan wafat pada 26 April 1959 bertepatan
dengan 1376 H (berusia 70 tahun). Pada tahun 1912, nama Ki hajar Dewantara dapat
dikategorikan sebagai tokoh muda yang mendapat perhatian Cokroaminoto untuk memperkuat
barisan Syarekat Islam cabang Bandung. Oleh karena itu, ia bersama dengan Wignyadisastra dan
Abdul Muis, yang masing-masing diangkat dengan ketua dan wakil ketua, Ki Hajar Dewantara
diangkat sebagai sekretaris. Namun keterlibatannya dalam Syarekat Islam ini terhitung singkat,
tidak genap satu tahun. Hal ini terjadi, karena bersama dengan E.F.E. Dowes Dekker dan Cipto
Mangunkusumo, ia diasingkan ke Belanda (1913) atas dasar orientasi politik mereka yang cukup
radikal.
Sebagai tokoh pergerakan politik dan tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara
tidak hanya terlibat dalam konsep dan pemikiran melainkan juga terlihat aktif sebaagi pelaku
yang berjuang membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang melalui
pendidikan yang diperjuangkannya melalui Sistem Pendidikan Taman Siswa yang didirikan dan
diasuhnya. Dalam posisinya yang demikian itu, maka dapat diduga ia memiliki konsep-konsep
yang strategis tentang pendidikan di Indonesia.

b) Pemikiran pendidikan
Pada masa hidupnya, Ki Hajar Dewantara banyak mengabdikan dirinya bagi
kepentingan pendidikan nasional, melalui Taman Siswa yang didirikan dan diasuhnya. Dalam
kapasitasnya, ia banyak memiliki gagasan dan pemikiran dalam bidang pendidikan yang
dikemukakannya. Pertama, visi misi dan tujuan pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah bahwa
pendidikan sebagai alat perjuangan untuk mengangkat harkat, martabat dan kemajuan umat
manusia secara universal, sehingga mereka dapa berdiri kokoh sejajar dengan bangsa-bangsa lain
yang telah maju dengan tetap berpijak kepada identitas dirinya sebagai bangsa yang memiliki
peradaban dan kebudayaan yang berbeda dengan bangsa lain. Kedua, kurikulum. Ki Hajar
Dewantara mengatakan bahwa pelajaran yang menajamkan pikiran dan berdasarkan
kemasyarakatan itu umumnya menjadi pokoknya program pendidikan secara Barat. Ki Hajar
Dewantara menginginkan agar bahan pelajaran yang diberikan mengarah pada pembentukan
kepribadian yang memiliki kemajuan yang seimbang antara dimensi intelektual dan emosional,
duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual.
Ketiga, Ki Hajar Dewantara melalui lembaga pendidikan yang diasuhnya melihat bahwa
pendidikan agama dan budi pekerti amat penting bagi kehidupan manusia. Yaitu, pendidikan
agama yang didasarkan pada toleransi, kebebasan menyatakan sikap keagamaan, tapi tetap
realistik, yaitu sikap yang mengakui adanya mayoritas agama tertentu, tanpa mengurangi
kebebasan agama minoritas.

C. K.H. Imam Zarkasyi


a) Riwayat Hidup
K.H. Imam Zarkasyi dilahirkan di Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, tanggal 21 Maret
1910, dan meninggal dunia pada tanggal 30 Maret 1985 dengan meninggalkan seorang istri dan
11 orang anak. Ayahnya yang bernama Santausa Annam Bashari berasal dari keluaraga elit Jawa
yang taat beragama dan merupakan generasi ketiga dari pimpinan pondok Gontor lama dan
generasi kelima dari pangeran Hadiraja Adipati Anom, putra Sultan kesepuhan Cirebon.
Sedangkan ibunya adalah keturunan bupati Suriadiningrat yang terkenal pada zaman babad
Mangkubumen dan Penambangan (Mangkunegaraan).
Ketika ia belajar di Solo, salah seorang gurunya yang amat berpengaruh ke dalam diri
Imam Zarkasyi adalah al-Hasyimi, seorang ulama, tokoh politik dan sekaligus sastrawan dari
Tunisia yang diasingkan oleh pemerintah Perancis di wilayah jajahan Belanda, dan akhirnya
menetap di Solo.
Pengalaman belajar yang beragam yang didukung oleh kecerdasan dan
kesungguhannya, menyebabkan Imam Zarkasyi tampil dengan tingkat penguasaan yang
memadai dalam berbagai disiplin ilmu agama dan ilmu umum. Selain itu kecenderungan dan
bakat Imam Zarkasyi untuk menjadi pendidik semakin besar. Ia memilih bidang pendidikan
sebagai lahan perjuangan dan pilihan hidupnya.

b) Pemikiran pendidikan
Berbagai pengalaman dalam memajukan pendidikan telah mendorong Imam Zarkasyi
memeras otak mencari terobosan baru dalam bidang pendidikan Islam. Terobosan baru ini ia
wujudkan hampir pada sekuruh aspek pendidikan. Tujuan pendidikan yang ditekankan pada
tercapainya keseimbangan hidup yang bahagia didunia dan akhirat. Dalam bidang kurikulum
pendidikan sejalan dengan tujuan pendidikan tersebut. Yaitu kurikulum yang tidak hanya
memuat ilmu-ilmu agama saja, melainkan juga ilmu pengetahuan modern yang didukung oleh
kemampuan penguasaan bahasa Arab dan Inggris, baik secara lisan, tulisan dan sebagainya.
Dalam bidang metode, diarahkan kepada pendekatan yang menekankan pada kemampuan
menggunakan atau mengamalkan setiap bidang keilmuan yang diajarkan, khususnya dalam
bidang bahasa Arab dan Inggris.
D.Prof. Dr. Harun Nasution

a) Riwayat Hidup
Harun Nasution dilahirkan di Pematangsiantar, daerah Tapanuli Selatan, Sumatra Utara,
pada hari Selasa, 23 September 1919. Ia adalah putra dari lima bersaudara. Pendidikan sebagai
hal yang penting bagi kehidupan ditempuh oelh Harun Nasution dengan memulai pada Sekolah
Dasar milik Belanda, Holladsch Inlandsch School (HIS) yang ditempuh selama 7 tahun dan
selesai tahun 1934 yang pada waktu itu ia sudah berusia 14 tahun. Selama belajar di Sekolah
Dasar ini Harun Nasuition berkesempatan mempelajari bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan
umum.
Dilihat dari segi keahliannya, Harun Nasution adalah sebagai ahli ilmu kalam dan
filsafat Islam yang disegani dan berpengaruh dengan corak pemikirannya yang rasional dan
cenderung liberal. Sifat dan corak pemikiran yang demikian itu amat bertentangan dengan corak
dan pemikiran Islam yang pada umumnya berkembang saat itu.

b) Pemikiran Pendidikan
Selama kepemimpinannya di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini telah banyak gagasan
pembaruan yang dipraktikkannya, antara lain; Pertama, menumbuhkan tradisi ilmiah. Upaya ini
antara lain dilakukan dengan cara mengubah sistem perkuliahan yang semula bercorak hafalan,
dan cenderung menganut mazhab tertentu, menjadi sistem perkuliahan yang mengajak
mahasiswa berfikir rasional, kritis, inovatif, objektif dan menghargai perbedaan pendapat.
Kedua, memperbarui kurikulum. Upaya ini antara lain dilakukan Harun Nasution dengan cara
memperbarui kurikulum IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang hanya memuat bidang kajian
agama dari aliran mazhab tertentu saja, maka di zaman Harun Nasution kurikulum IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ditambah dengan kajian ilmu kalam dengan berbagai aliran mazhabnya,
filsafat, tasawuf, serta ilmu-ilmu dasar seperti sosiologi, antropologi, bahkan juga ilmu-ilmu
alam. Ketiga, mejadikan IAIN sebagai pusat pembaruan pemikiran dalam Islam. Julukan yang
diterima IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai pusat pembaruan pemikiran dalam Islam
tersebut muncul karena pengaruh dari serangkaian usaha yang dilakukan Harun Nasution,
terutama dalam rangka menumbuhkan tradisi ilmiah.

E. K.H. Hasyim AsyAri

a) Riwayat Pendidikan
Hasyim AsyAri lahir di desa Gedang Jombang, Jawa Timur. Pada hari Selasa kliwon,
tanggal 24 Dzulhijjah 1287 atau bertepatan tanggal 14 Februari 1871 M. Nama lengkapnya
adalah Muhammad Hasyim ibn Asyari ibn Abd Al Wahid ibn Abd Al Halim yang mempunyai
gelar Pangeran Bona ibn Abd Al Rahman Ibn Abd Al Aziz Abd. Al Fatah ibn Maulana Ushak
dari Raden Ain al Yaqin yang disebut dengan Sunan Giri. Dipercaya pula bahwa mereka adalah
keturunan raja Muslim Jawa, Jaka Tingkir dan raja Hindu Majapahit, Brawijaya VI. Jadi Hasyim
AsyAri juga dipercaya keturunan dari keluarga bangsawan.
Hasyim Asyari adalah seorang kiai yang pemikiran dan sepak terjangnya berpengaruh
dari Aceh sampai Maluku, bahkan sampai ke Melayu. Santri-santri ada yang dari Ambon,
Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan Aceh, bahkan ada beberapa orang dari Kuala Lumpur.
Beliau terkenal orang yang alim dan adil, selalu mencari kebenaran, baik kebenaran dunia
maupun kebenaran akhirat. Semasa hidupnya beliau diberi kedudukan sebagai Rais Akbar NU,
suatu jabatan yang hanya diberikan kepada Hasyim AsyAri satu-satunya. Bagi ulama lain yang
menjabat jabatan tersebut, tidak lagi menyandang sebutan Rais Akbar melainkan Rais Am. Hal
ini karena ulama lain yang menggantikannya merasa lebih rendah dibandingkan Hasyim
AsyAri.

b) Pemikiran Pendidikan
Pola pemaparan konsep pendidikan K.H. Hasyim Asyari dalam kitab Adab Alim Wa
Mutaallim mengikuti logika induktif, di mana beliau mengawali penjelasannya langsung dengan
mengutip ayat-ayat Al-quran, Hadits, pendapat para ulama, syair-syair yang mengandung
hikmah. Dengan cara ini K.H. Hasyim AsyAri memberi pembaca agar menangkap mana tanpa
harus dijelaskan dengan bahasa beliau sendiri. Namun demikian, ide-ide pemikirannya dapat
dilihat dari bagaimana beliau memaparkan isi kitab karangan beliau. Tujuan pendidikan yang
ideal menurut K.H. Hasyim AsyAri adalah untuk membentuk masyarakat yang beretika tinggi
(akhlaqul karimah).

Anda mungkin juga menyukai