PENDAHULUAN
Ada berbagai sinonim yang digunakan untuk penyakit ini, diantaranya EktodermaEerosive
Pluriorifisialis, Sindroma Mukokutanea-Okuler, Eritema Multiformis tipe Hebra, Eritema Mulitiforme
Exudatorum danEeritema Bulosa Maligna. Meskipun demikian yang umum digunakan ialah Sindroma
stevens-Johnson.
Penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, bahkan dikatakan Multifaktorial. Salah satu
penyebab yang dianggap sering ialah alergi sistemik terhadap obat. Sebagaimana kita ketahui hampir semua
obat dapat dibeli bebas diluar apotik dan adanya kecenderungan para pasien mengobati dirinya sendiri lebih
dahulu sebelum berobat ke dokter karena faktor biaya. Oleh karena itu penyakit ini makin sering ditemukan.
Penyakit ini perlu diketahui oleh para dokter karena dapat menyebabkan kematian, tetapi dengan terapi
yang tepat dan cepat,umumnya penderita dapat diselamatkan.
BAB II
SINDROMA STEVENS-JOHNSON
2.1 BATASAN
Sindroma Stevens -Johnson merupakan suatu sindroma(kumpulan gejala) akut yang mengenai
kulit,selaput lendir di orificium dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat.
Penyakit ini sering dianggap sebagai bentuk dari Eritema Multiforme yang berat.
2.2 INCIDENCE
Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak
dan dewasa maupun muda, jarang dijumpai pada anak usia 3 tahun kebawah. Perbandingan antara pria dan
wanita tidak berbeda jauh di rumah Sakit Ciptomangunkusumo setiap tahun kira-kira ditemukan 10 kasus.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Pada cuaca yang dingin penyakit ini sering ditemukan.Juga adanya factor fisik pada lingkungan seperti
sinar matahari dan sinar X akan mempengaruhi timbulnya sindrom ini.
2.4 ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui,
dikatakan Multifaktorial. Ada yang beranggapan bahwa sindrom ini merupakan Eritema Multiforme yang
berat dan disebut Eritema Multiforme Mayor, sehingga dikatakan mempunyai penyebab yang sama.
Beberapa factor yang dapat menyebabkan timbulnya sindrom ini antara lain:
1. Infeksi
a.Virus
Sindrom Stevens-Johnson dapat terjadi pada stadium permulaan dari infeksi salauran nafas
atas oleh virus pneumonia. Hal ini dapat terjadi pada Asian flu ,Lympho Granuloma Venerium,
Measles, Mumps dan vaksinasi Smallpox virus.
Virus-virus Coxsackie, Echovirus dan Poliomyelitis juga dapat menyebabkan Sindroma
Stevens-Johnson.
b.Bakteri
d.Parasit
Malaria dan Trichomoniasis juga dikatakan sebagai agen penyebab.
lain.
4. Pasca vaksinasi :
5. Penyakit-penyakit keganasan :
Karsinoma penyakit Hodgkins, Limfoma,
Myeloma, dan Polisitemia.
7. Neoplasma.
8. Radioterapi.
Pada sebagian penderita tidak diketahui penyebabnya. Yang diduga sebagai penyebab tersering ialah
alergi Sistematik terhadap obat dan infeksi.
2.5 PATOGENESA
Patogenesanya belum jelas, mungkin disebabkan oleh reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe III
terjadi akibat terbentuknya kompleks Antigen Antibodi yang membentuk Mikropresipitasi sehingga terjadi
aktivasi sistim komplemen. Akibatnya terjasi Akumulasi Neutrofil yang kemudian melepaskan Lisosim dan
menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran ( Target Organ ) .
Reaksi tipe IV terjadi akibat
Limposit T yang tersensitisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama, kemudian Limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.
2.6 HISTOPATOLOGI
Gambaran Histopatologinya sesuai dengan Eritema Multiforme, bervariasi dari perubahan Dermal
yang ringan sampai Nekrolisis Epidermal yang menyeluruh. Kelainan berupa :
2.7 IMUNOLOGI.
Pada sebagian besar kasus terdapat kompleks Imun yang mengandung Ig G, Ig M, Ig A secara sendiri
atau dalam kombinasi. Beberapa kasus menunjukan deposit Ig M dan C3 di pembuluh darah Dermal
Superfisial dan pada pembuluh darah yang mengalami kerusakan.
Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat di sertai gejala prodromal berupa demam tinggi (
30 C 40 C ), mulai nyeri
kepala, batuk ,pilek dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung 2 minggu. Gejala gejala ini dengan
segera akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya kecepatan nadi dan pernafasan, denyut nadi melemah,
kelemahan yang hebat serta menurunnya kesadaran, soporous sampa
i koma.
Kelainan yang terjadi berupa Stomatitis dengan vesikel pada bibir, lidah, mukosa mulut bagian Buccal
Stomatitis merupakan gejala yang dini dan menyolok.
Stomatitis ini kemudian menjadi lebih berat dengan pecahnya vesikel dan Bulla sehingga terjadi erosi,
excoriasi, pendarahan, ulcerasi dan terbentuk krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pseudomembran.
Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal. Adanya stomatitis ini
dapat menyebabkan penderitaan sukar menelan.
Kelainan Dimukosa dapat juga terjadi di Faring, Traktus Respiratorius bagian atas dan Esophagus.
Terbentuknya Pseudo membrane di Faring dapat memberikan keluhan sukar bernafas dan penderita tidak
dapat makan dan minum.
Kelainan pada mata merupakan 80% diantar semua kasus, yang sering terjadi ialah Conjunctivitis
Kataralis. Selain itu dapat terjadi Conjunctivitis Purulen, pendarahan, Simblefaron , Ulcus Cornea,
Iritis/Iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga dikenal trias yaitu Stomatitis,
Conjuntivitis, Balanitis, Uretritis.
Pernah dilaporkan pada beberapa kasus dapat tanpa disertai kelainan kulit, penderita ini hanya
menunjukan Stomatitis, Rhinitis dengan Epistaxis, Conjunctivitis dan kadang kadang Uretritis. Tapi pada
hamper semua kasus diikuti kelainan kulit berupa Vesiko Bulosa atau Erupsi Hemorrhagis, khususnya pada
wajah, tangan dan
kuku.
Selain trias kelainan diatas organ organ dalm juga dapat di serang, misalnya paru, Gastrointestinal,
Ginjal (Nefritis) dan Onikolisis.
2.9 DIAGNOSA
Diagnosa dapat dibuat berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis. Pada Anamnesa hendaknya ditanyakan
secara teliti apakah ada hubungannya dengan alergi obat secara sistemik. Pada kasus-kasus dimana telah
mengalami dua kali reaksi alergi dengan obat yang sama membuktikan bahwa memang obat tersebutlah yang
menjadi penyebabnya.
Gambaran Klinis khas berupa adanya trias kelainan yaitu kelainan pada kulit, selaput lendir orifisium dan
mata. Keadaan Umum penderita bervariasi dari ringan sampai berat.
Beberapa penyakit yang dapat merupakan diagnosa banding Sindrom Stevens-Johnson ialah:
1. Nekrolisisi Epidermal Toksik (NET)
Penyakit ini sangat mirip dengan
Sindrom Stevens- Johnson.
Pada NET terdapat
Epidemolisis(Epidermis terlepas dari
dasarnya) yang menyeluruh dan
keadaan umum penderita biasanya lebih
buruk/berat.
2. Pemfigus Vulgaris
Sering dijumpai pada orang
dewasa, keadaan umum buruk,
tidak
gatal, bula berdinding kendor dan
biasanya generalisata.
3. Pemfigoid Bulosa
Pada penyakit ini keadaan
umumnya baik, dinding bula tegang,
letaknya subepidermal.
4. Dermatitis Herpertiformis
Didapatkan keadaan umum yang
baik, keluhan dengan gatal dan dinding vesikel/bula tegang dan berkelompo
2.11 PENATALAKSANAAN
Setelah beberapa hari (2-3 hari) biasanya mulai tampak perbaikan (masa kritis telah
teratasi),ditandai dengan keadaan umum yang membaik,lesi kulit yang baru tidak timbul sedangkan
lesi yang lama mengalami Involusi. Pada saat ini dosis Dexametason diturunkan secara cepat, setiap
hari diturunkan sebanyak 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet
Prednison yang diberikan pada keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari. Pada hari berikutnya
dosis diturunkan menjadi 10 mg, kemudian obat tersebut dihentikan. Jadi lama pengobatan kira-kira
10 hari.
2.Antibiotika
bahkan tidak dapat menelan akibat lesi di mulut dan di tenggorokan serta kesadaran yang menurun.
Untuk ini dapat diberikan infuse berupa Glukosa 5% atau larutan Darrow.
Untuk mencegah penekanan korteks kelenjar Adrenal diberikan ACTH (Synacthen depot)
dengan dosis 1 mg/ hari setiap minggu dimulai setelah pemberian Kortikosteroid.
4. Transfusi Darah
Bila dengan terapi diatas belum tampak tanda-tanda perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat
diberikan transfuse darah sebanyak 300-500 cc setiap hari selama 2 hari berturut-turut.
Tujuan pemberian darah ini untuk memperbaiki keadaan umum dan menggantikan kehilangan
darah pada kasus dengan purpura yang luas. Pada kasus Purpura yang luas dapat ditambahkan vitamin
C 500 mg atau 1000 mg sehari intravena dan obat-obat Hemostatik.
5.Perawatan Topikal
Untuk lesi kulit yang erosive dapat diberikan Sofratulle yang bersifat sebagai protektif dan
antiseptic atau Krem Sulfadiazin Perak. Sedangkan untuk lesi dimulut/bibir dapat diolesi dengan
Kenalog in Orabase.
Selain pengobatan diatas, perlu dilakukan konsultasi pada beberapa bagian yaitu ke bagian
THT untuk mengetahui apakah ada kelainan di Faring,karena kadang-kadang terbentuk
pseudomembran yang dapat menyulitkan penderita bernafas dan sebagaian penyakit dalam.
Pemeriksaan sinar X Thoraks perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan pada
paru, misalnya tuberculosis atau Bronchopneumonia Aspesifik.
2.12 KOMPLIKASI
Komplikasi yang tersering ialah Bronchopneumonia (16%) yang dapat menyebabkan kematian.
Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah ,gangguan keseimbangan elektrolit sehingga dapat
menyebabkan shock .Pada mata dapat terjadi
kebutaan karena gangguan Lakrimasi.
2.13 PROGNOSIS
Dengan penanganan yang tepat dan cepat maka prognosis Sindrom Stevens-Johnson sangat baik.
Dalam kepustakaan angka kematian berkisar antara 5-15%. Dibagian kulit dan kelamin RS
Ciptomangunkusumo angka kematian hanya sekitar 3,5%. Kematian biasanya terjadi akibat sekunder infeksi.
BAB III
3.1 Kesimpulan :
1.Sindrom Stevens Johnson merupakan suatu sindroma yang bersifat akut, yang bila berat dapat
menyebabkan kematian. Penyakit ini merupakan salah satu kegawat daruratan penyakit kulit.
2.Penyebab yang pasti belum diketahui dapat dikatakan multifaktorial.yang diduga sebagai penyebab
tersering ialah alergi sistemik terhadap obat dan infeksi,
4.Pada Sindrom Stevens Johnson ini ditemukan adanya trias kelainan berupa kelainan kulit,kelainan
selaput lendir di orificium dan kelainan mata.
5.Penggunaan obat Kortikosteroid untuk tindakan live saving merupakan pilihan utama.
7.Dengan penanganan yang tepat dan cepat maka prognosis Sindrom Stevens Johnson sangat baik.
3.2 Saran:
1.Sebaiknya para dokter mewaspadai timbulnya sindrom Stevens Johnson pada anak-anak bila panas
tinggi timbul beberapa hari sesudah munculnya gejala pada kulit disertai keadaan umum yang memburuk
serta tidak ditemukannya hasil laboratorium yang spesifik.