PENDAHULUAN
yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, dan
kesehatan yang prima serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat
terkait hubungannya dengan status gizi yang dalam hal ini adalah status gizi baik. Status
gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi dan penyakit
infeksi. Secara tidak langsung keadaan ini dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga,
ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik. Apabila kasus gizi
kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi salah satu faktor pengambat dalam
pembangunan (1)
Indonesia saat ini juga mengalami dua masalah gizi besar, yaitu masalah
kekurangan gizi dan masalah kelebihan gizi. Anak balita, anak usia sekolah, dan remaja
masih banyak yang kurus, sekaligus mulai banyak yang gemuk. (7). Berdasarkan konsep
unicef, permasalahan gizi terjadi dipengaruhi factor langsung dan tidak langsung. Dalam
permasalahan gizi kurus ini tentu adanya ketidakseimbangan asupan makanan dengan
energy yang seharusnya di konsumsi serta kandungan zat gizi makro dan mikro. Salah
satu zat gizi mikro yang mempengaruhinya adalah vitamin A.. Vitamin A merupakan zat
gizi yang penting bagi manusia karena zat gizi ini dapat disintesa oleh tubuh sehingga
harus dipenuhi dari luar. Jika hipervitaminosis A terjadi pada anak-anak, kelebihan
ditandai dengan kemunculan gejala-gejala antara lain hilangnya nafsu makan, mual, berat
badan menurun, pusing, luka disudut mulut, bibir pecah-pecah, rambut rontok dan nyeri
tulang (buku pink buk eva). Asupan zat gizi seperti vitamin A, Fe dan Zn merupakan
komponen yang ikut mempengaruhi status gizi seseorang. Keluarga dengan tingkat social
ekonomi rendah pada umumnya sering menghadapi masalah kurang gizi. Masalah gizi
dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatn saja. (pdf vitamin a hp)dan
kurus tahun 2013 adalah 13,5%. Hal ini meningkat dibanding tahun 2010 yaitu 12,3% (3)
Secara nasional prevalensi kurus (menurut IMT/U) pada anak umur 5-12 tahun
adalah 11.2 persen, terdiri dari 4,0 persen sangat kurus dan 7,2 persen kurus. Prevalensi
sangat kurus paling rendah di Bali (2,3%) dan paling tinggi di Nusa Tenggara Timur
(7,8%). Sebanyak 16 provinsi dengan prevalensi sangat kurus diatas nasional, yaitu
Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua,
Papua Barat, Sulawesi Tengah, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku,
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Riau, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur.
Prevalensi sangat kurus terlihat paling rendah di Bangka Belitung (1,4 %) dan
paling tinggi di Nusa Tenggara Timur (9,2%). Sebanyak 17 provinsi dengan prevalensi
anak sangat kurus (IMT/U) diatas prevalensi nasional yaitu Riau, Aceh, Jawa Tengah,
Barat, Banten, Papua, Sumatera Selatan, Gorontalo, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat,
gizi anak umur 5-12 tahun, prevalensi teringgi adalah Sawahlunto-Sijunjung (11,9%),
Solok Selatan (11,6%), Lima Puluh Kota (9,6), Kota Bukittinggi (9,4%), Kota
Payakumbuh. (5)
Menurut Pemantauan Status Gizi (PSG) 2016 presentase anak sekolah dan remaja
kurus umur 5-12 tahun berdasarkan indeks IMT/U di Provinsi Sumatera Barat yaitu
presentase tertinggi Tanah Datar (18,2%), Kota Padang (14,4%), Pasaman dan Kota
Sawah Lunto (11,8%), Kota Solok (11,6%), dan Pesisir Selatan (11,5%). Dan presentase
anak sekolah dan remaja kurus umur 13-15 tahun berdasarkan indeks IMT/U di Provinsi
Sumatera Barat adalah tertinggi Solok Selatan (33,3%), Sijunjung (22,2%), Tanah Datar
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak usia tersebut adalah
generasi penerus bangsa. Pertumbuhan anak usia sekolah yang optimal tergantung
pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang benar. Dalam masa pertumbuhan
tersebut pemberian nutrisi pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna.
Banyak sekali masalah yang ditimbulkan dalam pemberian makanan yang tidak benar dan
menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ dan sistem
tubuh (2)
Pada usia sekolah kekurangan gizi merupakan hambatan yang serius bagi upaya
mencerdaskan bangsa karea mengakibatkan anak menjadi lemah, cepat lelah, dan sakit-
sakitan. (8). Pada masa ini anak membutuhkan lebih banyak zat gizi untuk pertumbuhan
dan beraktivitas. Hal ini disebabkan karena pada masa ini terjadi pertumbuhan fizik,
mental, intelektual dan social secara cepat, sehingga golongan ini perlu mendapat
erhatian khusus. Kaktor kecukupan gizi diperlukan oleh konsumsi pangan dan kondisi
anak. Factor social ekonomi tersebut antara alain: pendidikan, pekerjaan, pendapatan
keluarga, budaya, dan teknologi. (sosek vit a pdf hp, tp supariasa idn) dan sosek).
Berdasarkan uraian masalah diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul Hubungan asupan vitamin A dan status sosial ekonomi terhadap
status gizi kurus anak Sekolah Dasar Muhammadiyah Surau Gadang Kecamatan
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan asupan vitamin A dan
status sosial ekonomi terhadap status gizi kurus anak Sekolah Dasar Muhammadiyah Surau
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
terhadap status gizi kurus anak Sekolah Dasar Muhammadiyah Surau Gadang Kecamatan
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya distribusi anak berdasarkan status gizi di Sekolah Dasar
2018
tahun 2018.
e. Diketahuinya hubungan status sosial ekonomi dengan status gizi anak kurus di
tahun 2018.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
yang baik, status social ekonomi dengan status gizi baik anak sekolah.
Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi dan gambaran tentang
status gizi siswanya serta masukan kepada pihak sekolah, terhadap perbaikan status gizi
siswanya.
3. Bagi Masyarakat
Untuk menambah wawasan masyarakat tentang serta asupan vitamin A yang baik,
status social ekonomi terhadap status gizi anak sekolah yang baik
E. Ruang Lingkup
Ruang lungkup penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan asupan vitamin
A dan status sosial ekonomi terhadap status gizi kurus anak Sekolah Dasar
timbangan digital untuk penimbangan berat badan dan mikrotoa untuk pengukuran tinggi
badan anak. Untuk asupan iodium anak dilakukan dengan metode food frequency quisioner
(FFQ).
1. Djaroh S. Studi Kasus Perilaku Keluarga Dalam Penanganan Gizi Buruk Pada Balita Kota
2. Judarwanto. Hubungan Pola Konsumsi Makanan Jajanan Dengan Status Gizi Dan Fungsi
Muhammadiyah; 2006.
5. Balitbang Kemenkes RI Provinsi Sumatra Barat. Dalam Angka Provinsi Sumatera Barat.
2013. 224-230 p.
6. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2017. Jakarta; 2017.
8. Fitridina F. Konsumsi Pangan, Status Gizi Dan Status Yodium Anak Sekolah Dasar Di
Bogor; 2013.