Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teh Herbal
Herbal tea atau teh herbal merupakan salah satu produk minuman
campuran teh dan tanaman herbal yang memiliki khasiat dalam membantu
pengobatan suatu penyakit atau sebagai penyegar (Hambali dkk., 2006).
Sedangkan Ravikumar (2014), menyatakan teh herbal umumnya campuran
dari beberapa bahan yang biasa disebut infusi/tisane. Infusi/tisane terbuat dari
kombinasi daun kering, biji, kayu, buah, bunga dan tanaman lain yang
memiliki manfaat.
Winarsi (2011), menyatakan bahwa teh herbal tidak berasal dari
tanamanan daun teh yaitu Camellia sinenis. Teh herbal dapat dikonsumsi
sebagai minuman sehat yang praktis tanpa mengganggu rutinitas sehari-hari
dan tetap menjaga kesehatan tubuh. Teh herbal yang dibuat diharapkan dapat
meningkatkan cita rasa dari tiap bahan yang digunakan tanpa mengurangi
khasiatnya (Verma dan Alpana, 2014).
Teh herbal juga memiliki nilai jual yang sangat tinggi dan dipercaya
akan kegunaannya. Syarat mutu teh kering dalam kemasan berdasarkan SNI
3836:2013 dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Syarat Mutu Teh Kering dalam Kemasan Menurut SNI 3836:2013
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan air seduhan
1.1 Warna - Khas produk teh
1.2 Bau - Khas produk teh
1.3 Rasa - Khas produk teh
2 Kadar polifenol (b/b) % Min. 5.2
3 Kadar air (b/b) % Maks. 8,0
4 Kadar ekstrak dalam air (b/b) % Min. 32
5 Kadar abu total (b/b) % Maks. 8,0
6 Kadar abu larut dalam air dari abu total % Min. 45
(b/b)
7 Kadar abu tak larut dalam asam (b/b) % Maks. 1,0
8 Alkalinitas abu larut dalam air (sebagai % 1-3
KOH) (b/b)
9 Serat kasar % Maks. 16,5

4
5

10 Cemaran logam
10.1 Kadmium (Cd) Mg/kg Maks. 0,2
10.2 Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 2,0
10.3 Timah (Sn) Mg/kg Maks. 40,0
10.4 Merkuri (Hg) Mg/kg Maks. 0,03
11 Cemaran arsen (As) Mg/kg Maks. 1,0
12 Cemaran mikroba:
12.1 Angka lempeng total (ALT) Koloni/g Maks. 3x103
12.2 Bakteri Coliform APM/g < 3
12.3 Kapang Koloni/g Maks. 5x102
(BSN, 2013)
B. Bahan Baku
1. Bahan Utama
a. Daun Sirsak
Daun sirsak berbentuk bulat panjang dengan ujung runcing,
pertulangan menyirip warna hijau kekuningan dan hijau. Warna daun
bagian atas hijau tua, sedangkan bagian bawah hijau kekuningan. Daun
sirsak tebal dan agak kaku dengan urat daun menyirip atau tegak pada
urat daun utama. Aroma yang ditimbulkan daun berupa langu yang
tidak sedap (Sunarjono, 2010). Klasifikasi dari tanaman sirsak menurut
Zuhud (2011) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Polycarpiceae
Family : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona muricata Linn
Nama umum : Nangka Sabrang (Jawa), Sirsak (Sunda)
6

Gambar 2.1 Daun sirsak


Menurut Suranto (2011) dalam Wullur dkk. (2012), daun sirsak
mengandung senyawa tanin, fitosterol, kalsium oksalat, alkaloid
murisin, monotetrahidrofuran asetogenin, seperti anomurisin A dan B,
gigantetrosin A, annonasin-10-one, murikatosin A dan B, annonasin
dan goniotalamisin. Menurut Khomsan (2009), kandungan kimia pada
daun Annona muricata Linn mengandung flavonoida, disamping itu
daunnya mengandung saponin, tanin, polifenol dan alkaloida.
Umumnya senyawa-senyawa yang bertanggung jawab dalam aktivitas
antioksidan adalah senyawa golongan fenol dan flavonoid. Oleh karena
itu penting untuk menganalisa secara kuantitatif kadar total flavonoid
dan fenol dari masing-masing ekstrak daun sirsak, kulit manggis dan
daun sirsak merah. Pada penelitian yang dilakukan oleh Saraswaty dkk.
(2013), diketahui total fenol dan flavonoid daun sirsak pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kadar Total Fenol dan Flavonoid pada Daun Sirsak
% Kadar Total % Kadar Total Fenol
Sampel
Flavonoid (b/b) (b/b)
Daun Sirsak 0,62 + 0,10 4,38 + 1,05
(Saraswaty dkk., 2013)
Kandungan senyawa dalam daun sirsak antara lain
steroid/terpenoid, flavonoid, kumarin, alkaloid, dan tanin. Senyawa
flavonoid berfungsi sebagai antioksidan untuk penyakit kanker, anti
mikroba dan anti virus. Selain flavonoid, kandungan kimia teh daun
sirsak yang juga dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin. Tanin
merupakan senyawa metabolit sekunder yang sering ditemukan pada
tanaman. Tanin merupakan astrigen, polifenol, berasa pahit, dapat
7

mengikat dan mengendapkan protein serta larut dalam air (terutama air
panas). Selain itu, kandungan lain dalam daun sirsak adalah adanya
senyawa acetogenin. Kandungan senyawa acetoginin dalam teh daun
sirsak mempunyai manfaat untuk menyerang sel kanker dengan aman
dan efektif secara alami, tanpa rasa mual, berat badan turun, rambut
rontok, seperti yang terjadi pada terapi kemo (Muizudin dan Elok,
2015).
Secara turun temurun khasiat daun sirsak telah dimanfaatkan oleh
orang Indonesia untuk mengatasi beberapa penyakit, misalnya
digunakan untuk mengobati batuk dan sebagai obat penurun panas
(Handayani dkk., 2012). Daun sirsak dipercaya berkhasiat sebagai obat
ambien, diare pada bayi, bisul, sakit pinggang, diabetes, rematik
anyang-anyangan dan keputihan. Beberapa penelitian terbaru
menyebutkan bahwa daun sirsak berkhasiat sebagai antikanker (Utami
dan Desty, 2013). Air rebusan daun sirsak dapat dikombinasi dengan
herbal lain, tetapi harus diberi waktu jeda (diselingi). Hal ini bertujuan
agar kandungan acetogenin murni dapat membunuh sel kanker secara
maksimal (Zuhud, 2011).

b. Kayu Manis (Cinnamomum burmannii)


Menurut Soenanto (2009), kayu manis merupakan tumbuhan
perdu, berkayu, tinggi tanaman mencapai 20 meter, hidup liar dihutan-
hutan. Batangnya besar, cokelat kehitaman, percabangannya banyak,
memiliki bau atau aroma khas yaitu harum, segar. Daunnya tunggal
berhadapan, kecil memanjang, tepi rata, ujung sedikit lancip dan
rindang. Nama lain kayu manis adalah manis jangan, kayu legi,
kaningar. Berdasarkan sistem taksonomi, tanaman kayu manis dikenal
dengan nama ilmiah Cinnamomum Cassia Presl., famili Lauraceae.
Adapun klasifikasinya sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Magnoliophyta
8

Kelas : Magnoliidae
Ordo : Laurales
Famili : Lauraceae
Genus : Cinnamomum
Spesies : Cinnamomum Cassia Presl.
Anggota famili Lauraceae ini memiliki nama lain Cinnamomum
mindanaense Elmer dan Laurus burmanni Nees & T.Ness. Habitat asli
tanaman ini adalah di hutan campuran dengan ketinggian 1.000 m dpl.
Namun, kayu manis juga dapat hidup di ketinggian 700-2.400 m dpl.
Dahulu, kayu manis masih diimpor dari Cina ke Indonesia. Namun, saat
ini tanaman tersebut tumbuh subur di Sulawesi, Jawa, Maluku dan
Papua (Melcher dan Ahkam, 2011). Sifat kimiawi dan efek
farmakologis kayu manis berupa rasa pedas dan sedikit manis, bersifat
hangat dan wangi (Wijayakusuma, 2007).

Gambar 2.2 Kayu Manis


Kulit kayu manis disajikan dalam bentuk: bubuk (ground
powder), minyak atsiri cassia vera dan oleoresin (minyak damar)
(Rismunandar, 1989). Menurut Suwarto dkk. (2014), bubuk kayu manis
mempunyai sifat yang sama dengan kulit kayu manis karena merupakan
produk lanjutan dari kulit kayu manis. Bubuk ini mengandung minyak
atsiri, berasa pedas, serta mengandung bahan mineral dan kimia organik
seperti protein, karbohidrat dan lemak. Bubuk kayu manis diperoleh
dengan menggiling kayu manis kering. Kayu manis yang telah sesuai
kadar airnya dengan yang disyaratkan Standar Nasional Indonesia
(SNI), kemudian dibuat dalam bentuk serbuk atau bubuk. Penepungan
9

dilakukan dengan menggunakan alat chopper. Bubuk kayu manis yang


diperoleh kemudian diayak dengan saringan 20 mesh. Syarat mutu
bubuk kayu manis berdasarkan SNI 01-3714-1995 dapat dilihat pada
Tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.3 Syarat Mutu Kayu Manis Bubuk Menurut SNI 01-3714-1995
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1. Bau - Normal
1.2. Rasa - Normal
1.3. Warna - Normal
2. Air % b/b Maks. 12,0
3. Abu % b/b Maks. 3,0
4. Abu tak larut dalam % b/b Maks. 0,1
asam
5. Minyak atsiri % b/b Min. 0,7
6. Kehalusan
Lolos ayakan No.40 % b/b Maks. 96,0
(425 u)
7. Cemaran Logam
7.1. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 10,0
7.2. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30,0
8. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1
9. Cemaran Mikroba
9.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 106
9.2 Eschercia coli APM/g Maks. 103
9.3 Kapang koloni/g Maks. 104
10. Aflatoxin mg/kg Maks. 20
(BSN, 1995)
Kayu manis mengandung beberapa minyak dan senyawa,
termasuk cinnamaldehyde, cinnamyl acetate dan cinnamyl alcohol yang
memiliki berbagai manfaat. Senyawa sinamaldehid yang termasuk
dalam golongan fenilpropanoid merupakan turunan senyawa fenol,
dimana senyawa fenol tersebut juga berperan penting dalam aktivitas
antioksidan (Prasetyaningrum dkk, 2012). Menurut Anjani dkk. (2015),
aktivitas antioksidan pada minyak kayu manis Cinnamomum
zeylanicum sebesar 91,4 % DPPH yang ditunjukkan dengan adanya
senyawa mayor dalam hal ini sinnamaldehid sebesar 75,32% dan
senyawa eugenol sebesar 8,53% yang bersifat antioksidan maka dengan
penambahan filtrat kayu manis sebesar 4% dapat meningkatkan
10

aktivitas antioksidan. Kandungan senyawa volatile pada kayu manis


dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Kandungan senyawa volatile kayu manis
Jenis bahan Kandungan %
Kulit Kayu Manis 1. Cinnamaldehid 90.90
2. Cinnamyl alcohol 1.79
3. Copaene 2.22
4. Cinnamyl acetate 0.95
5. Coumarin 3.27
(Rohmah, 2009)
Menurut Wijayanti dkk. (2009) dalam Andryanto dkk. (2013),
fenol merupakan senyawa dengan sebuah cincin aromatik dengan satu
atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol berfungsi sebagai donor
hidrogen pada radikal sehingga radikal tersebut menjadi stabil dan tidak
reaktif lagi untuk membentuk radikal baru. Kandungan nutrisi kayu
manis dalam 2 sdm atau 150 gram dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Nutrisi dalam 2 sdm atau 150 gram kayu manis
Kandungan Gizi Kadar per 150 gram bahan
Kalori 18
Lemak total Trace
Protein Trace
Karbohidrat 5,5 g
Serat 3,7 g
Folate 287 mcg
Kalium 34 mg
Kalsium 84 mg
zat besi 2,6 mg
(Supriyatna dkk., 2014).
Menurut Wijayakusuma (2007), kayu manis sudah banyak
digunakan dalam industri makanan dan minuman, misalnya dalam
proses pembuatan es krim, permen dan permen karet. Kayu manis juga
sudah banyak digunakan dalam dunia obat-obatan. Sedangkan menurut
Utami (2012), kulit kayu Cinnamomum burmannii sering digunakan
sebagai bumbu, parfum atau obat karena memiliki bau aromatik.
11

2. Bahan Tambahan
a. Daun Stevia
Stevia adalah tanaman semak yang telah lama digunakan menjadi
pemanis di kawasan Amerika Selatan (terutama Paraguay dan Brazil)
dan Asia (terutama Jepang dan Korea). Stevia Rebaudiana Bertoni
termasuk familia Compositae merupakan tumbuhan tahunan berbentuk
perdu basah, Tinggi tanaman 60-70 cm bercabang banyak. Jumlah
Kromosom 2 n = 22. Duduk daun berhadapan, tunggal, bentuknya
sederhana lonjong dan langsing serta tepi daun bergerigi halus. Tangkai
daun pendek, tulang daun menyirip dan pada permukaan daun bagian
bawah kelihatan menonjol. Panjang helaian daun antara 2-5 cm
(Tjasadiharja, (1982) dalam Ratnani 2005).
Menurut Rukmana (2003), taksonomi tanaman stevia adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Campananulate
Familia : Compositae
Genus : Stevia
Species : Stevia rebaudiana Bertoni M.

Gambar 2.3 Daun Stevia


Daun stevia mengandung paling sedikit delapan senyawa
glikosida steviol yang kadarnya bervariasi tergantung genotip dan
12

lingkungan tumbuhnya. Diantara senyawa-senyawa tersebut, kadar


stevisiosida dan rebaudiosida A paling banyak terkandung di dalam
daun. Bervariasinya kadar glikosida dalam daun stevia sebagai akibat
dari peran enzim glikotransferase yang bermacam-macam dalam
penyusunan glikosida. Daun kering stevia hanya mengandung kalori
sebesar 2,42 kcal/g (Djajadi, 2014). Kandungan utama daun stevia
adalah derivat steviol terutama steviosid (4-15%), rebausid A (2-4%)
dan C (1-2%) serta dulkosida A (0,4-0,7%) (Raini dan Ani, 2011).
Menurut Tezar dkk., (2008), komponen pemanis utama dari stevia
adalah stevioside yang tingkat kemanisannya mencapai 200-300 kali
sukrosa sehingga baik sebagai pemanis alternative dan baik dikonsumsi
oleh penderita diabetes.
b. Secang
Menurut Hidayat dan Rodame (2015), tanaman secang memiliki
tinggi sekitar 5-10 mater. Permukaan batang kasar dengan duri tersebar.
Daun majemuk menyirip, setiap sirip mempunyai 10-20 pasang anak
daun yang berhadapan, mempunyai daun penumpu. Perbungaan
tersusun tandan, bunga berwarna kuning terang. Buah berupa polong,
berwarna hitam, berisi 3-4 biji bulat yang memanjang. Menurut Hariana
(2013), tanaman secang bersifat sepat serta tidak berbau. Berikut
merupakan taksonomi dari tanaman secang:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rosales
Family : Caesalpiniaceae
Genus : Caesalpinia
Spesies : Caesalpinia sappan L.
13

Gambar 2.4 Secang


Menurut Rina (2013), kayu secang merupakan sumber
antioksidan alami. Sudah banyak penelitian tentang khasiat tanaman
secang, baik sebagai antimikroba, antioksidan, maupun zat pewarna
alami. Komponen senyawa bioaktif yang terkandung dalam kayu
secang seperti brazilin, brazilein, 3-O-metilbrazilin, sappanone,
chalcone, sappancalchone dan komponen umum lainnya seperti asam
amino, karbohidrat dan asam palmitat yang jumlahnya relatif sangat
kecil. Adanya komponen brazilin memberikan spesifik dari kayu
secang yaitu warna merah kecoklatan jika teroksidasi atau dalam
suasana basa. Namun brazilin inilah yang diduga dapat mempunyai
efek melindungi tubuh dari keracunan akibat radikal kimia. Masyarakat
tertarik menggunakan kayu secang karena adanya pigmen brazelein
yang memberikan pewarnaan merah, meskipun efek farmakokimianya
bukan karena senyawa brazelein. Selain itu tanaman secang banyak
dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk pengobatan berbagai
macam penyakit, seperti diare, disentri, tetanus, malaria dan batuk.

C. Proses Pengolahan Teh Herbal


Langkah-langkah pembuatan teh celup daun sirsak menurut
Wahyuningsih dkk. (2015), yaitu dengan penyortiran bahan baku,
pengeringan dengan dijemur dibawah sinar matahari hingga kering,
penghalusan bahan, pengayakan, pembungkusan atau pengemasan bahan.
Menurut Adri dan Wikanastri (2013), cara dalam pengolahan teh
herbal, sama dengan cara pengolahan teh pada umumnya
14

1. Pemetikan dan Seleksi


Pada tahap ini, dilakukan seleksi bahan yakni dengan memilah daun
yang telah dipetik dengan cara memisahkan daun yang masih muda dan
terlalu tua dan menggunakan daun yang muda namun tidak terlalu tua.
Daun yang berlubang akibat hama dan daun yang terkena penyakit dengan
ciri-ciri memiliki bintik putih, kuning ataupun hitam dibuang dipisahkan
dengan daun yang akan digunakan
2. Pencucian
Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang terdapat pada
permukaan daun kemudian daun ditiriskan hingga air yang menempel pada
daun berkurang.
3. Pelayuan
Pada tahap ini, daun yang telah dicuci ditiriskan dan dianginkan-
anginkan. Pembuatan teh daun sirsak didasarkan pada penelitian Tuminah
(2004) dalam Adri dan Wikanastri (2013). Daun teh dilayukan pada suhu
700C selama 4 menit. Kondisi operasi pelayuan ini diacu sebagai kondisi
optimum pelayuan daun sirsak.
4. Pengeringan
Secara tradisional, makanan dikeringkan dengan sinar matahari tetapi
sekarang beberapa makanan didehidrasi dibawah kondisi pengeringan
yang terkendali dengan menggunakan aneka ragam metoda pengeringan
salah satunya dengan menggunakan oven. Tahap pengeringan bertujuan
untuk mengurangi kadar air pada daun hingga mencapai 4%. Sedangkan
proses pengeringan daun sirsak dilakukan pada suhu < 600C. Perubahan
zat gizi dalam makanan terjadi pada beberapa tahap selama pemanenan,
persiapan, pengolahan, distribusi, dan penyimpanan. Pengolahan dengan
panas mengakibatkan kehilangan beberapa zat gizi terutama zat-zat labil
yang tidak tahan suhu tinggi seperti asam askorbat, tetapi teknik dan
peralatan pengolahan dengan panas yang modern dapat memperkecil
kehilangan zat gizi. Semua perlakuan pemanasan harus di optimisasi untuk
15

mempertahankan nilai gizi dan mutu produk serta menghancurkan mikroba


(Buckle at al,2013).
5. Penggilingan
Proses penggilingan bertujuan untuk memperkecil ukuran daun sirsak
kering sehingga mudah dalam proses pengemasan.

D. Pengemasan
Semua bahan pangan mudah rusak dan ini berarti bahwa setelah suatu
jangka waktu penyimpanan tertentu, ada kemungkinan untuk membedakan
antara bahan pangan segar dengan bahan pangan yang telah disimpan selama
jangka waktu diatas. Perubahan yang terjadi merupakan suatu kerusakan.
Kerusakan yang terjadi mungkin saja spontan, tetapi sering disebabkan
keadaan diluar dan kebanyakan pengemasan digunakan untuk membatasi
antara bahan pangan dengan keadaan normal sekelilingnya untuk menunda
proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan. Secara nyata
pengemasan akan berperan sangat penting dalam mempertahankan bahan
tersebut dalam keadaan bersih dan higienis (Buckle at al, 2013)
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan
barang menjadi siap untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual
dan dipakai. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah
atau mengurangi kerusakan, melindungi produk yang ada didalamnya,
melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan,
getaran) (Mareta dan Shofia, 2011). Menurut Rassi (2010), macam teh
berdasarkan kemasan antara lain teh celup, teh seduh (daun teh), teh yang
dipres, teh stik dan teh instan. Teh celup merupakan teh yang kemasannya
tercipta tanpa sengaja. Teh dikemas dalam kantong kecil yang biasanya
dibuat dari kertas. Teh celup sangat popular karena praktis.

E. Analisis Sensoris
Analisis sensoris (uji organoleptik) merupakan pengujian yang
dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap mutu produk, dengan
16

mengandalkan panca indera. Panelis adalah orang atau sekelompok orang


yang memberikan penilaian suatu produk. Panelis digolongkan menjadi
panelis ahli, panelis terlatih (7-15 orang) dan panelis tidak terlatih (25 orang).
Analisis sensoris dapat dilakukan dengan atribut yang dipresepsi oleh organ-
organ kelima panca indera yakni peraba, perasa, penglihatan, penciuman dan
pendengaran. Seperti warna, aroma, bau, rasa, tekstur, sentuhan dan
kebisingan (Setyaningsih dkk., 2010).
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melaksanakan uji
organoleptik adalah fisiologi (keadaan fisik panelis), psikologi (perasaan
panelis) serta kondisi lingkungan saat pengujian. Dalam pelaksanaanya,
digunakan uji kesukaan dimana panelis tidak terlatih diminta memberikan
penilaian pada tiap parameter yang diujikan dalam skala yang menunjukkan
tingkat dari sangat tidak suka sekali hingga sangat suka sekali (Kume, 2002).

F. Analisis Kimia
Analisis kimia adalah pengujian zat-zat yang terkandung pada produk
yang akan dibuat, sebagai contohnya adalah zat antioksidan yang terkandung
dalam produk, zat yang memiliki banyak manfaat yang sangat berguna bagi
kesehatan tubuh. Pada produk teh herbal celup ini ini akan dilakukan
pengujian:
a. Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting
pada bahan pangan, karena kandungan air pada bahan pangan dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa pada bahan pangan.
Tingginya kadar air pada bahan pangan dapat mengakibatkan mudahnya
bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak (Harun dkk, 2014).
Komposisi air pada bahan pangan seperti air bebas dan air terikat, dapat
berpengaruh pada laju atau lama pengeringan bahan pangan. Air terikat
adalah air yang terdapat dalam bahan pangan. Air bebas adalah air yang
secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran,
kapiler, serat, dan lain lain (Winarno, 2002).
17

Prinsip kadar air menguapkan air yang ada dalam bahan dengan cara
pemanasan, kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang
berarti semua air dalam bahan sudah diuapkan (Sudarmadji dkk, 2010).
b. Antioksidan
Antioksidan merupakan suatu zat yang dapat menetralkan radikal
bebas sehingga melindungi tubuh dari berbagai macam penyakit dengan
cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif yang dapat
merusak sel (Winarsi, 2007). Radikal bebas adalah salah satu bentuk dari
senyawa oksigen reaktif yang memiliki elektron tidak berpasangan.
Menurut Harun dkk. (2014), radikal bebas adalah sekelompok bahan
kimia, berupa atom maupun molekul, yang kehilangan elektron sehingga
molekul tersebut tidak stabil dan berusaha mengambil elektron dari
molekul atau sel lain.
Ada tiga kelompok antioksidan, yaitu antioksidan enzimatik,
antioksidan pemutus rantai dan antioksidan logam transisi terikat protein.
Yang termasuk antioksidan enzimatik adalah superoksida dismutase
(SOD), katalase (CAT), gluthathion peroksidase (GPx), gluthation
reduktase (GR) seruloplasmin. Mekanisme kerja antioksidan enzimatik
adalah mengkatalisir pemusnahan radikal bebas dalam sel. Antioksidan
pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima dan memberi
elektron dari atau ke radikal bebas, sehingga membentuk senyawa baru
yang stabil, contoh antioksidannya adalah vitamin E dan vitamin C.
Sedangkan antioksidan logam transisi terikat protein bekerja mengikat
ion logam seperti Fe2+ dan Cu2+ contohnya flavonoid dapat mencegah
radikal bebas. Antioksidan jenis ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan
jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarno, 2002).
Antioksidan dapat berasal dari alam, salah satu tanaman yang dapat
dimanfaatkan untuk obat tradisional sebagai antioksidan adalah Annona
muricata L. yang lebih dikenal dengan nama daun sirsak. Penelitian
antioksidan ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) dengan
metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) telah dilakukan oleh Baskar
18

et al dan menghasilkan nilai IC50 (Inhibitory Concentration) sebesar 70


g/ml (Budiarti dkk, 2014).
Menurut Anjani dkk. (2015), pengujian kadar antioksidan pada suatu
sampel uji biasanya menggunakan metode uji DPPH (1.1-diphenyl-2-
picrylhydrazyl). Uji DPPH digunakan untuk mengukur dan
memperkirakan efisiensi kerja dari substansi yang berperan sebagai
antioksidan. DPPH digunakan untuk mengevaluasi aktivitas perendaman
radikal bebas dari suatu antioksidan alami dan berfungsi sebagai senyawa
radikal bebas. DPPH yang berwarna ungu dapat berubah menjadi
senyawa yang stabil dengan warna kuning oleh reaksi dengan
antioksidan. Perhitungan aktivitas antioksidan menurut Subagiyo (2001)
Menurut Ananda (2009) dalam Harun dkk. (2014), prinsip kerja dari
metode uji DPPH ini adalah proses reduksi senyawa radikal bebas DPPH
oleh antioksidan. Selain itu prinsip uji DPPH adalah menghilangkan
warna untuk mengukur kapasitas antioksidan yang langsung menjangkau
radikal DPPH dengan pemantauan absorbansi pada panjang gelombang
517 nm menggunakan spektrofotometer (Yu, 2008).

G. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi bertujuan mengetahui apakah usaha yang dijalankan
dapat memberikan keuntungan atau tidak. Kegiatan untuk menilai sejauh
mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu usaha disebut
dengan studi kelayakan bisnis. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah
kemungkinan dari usaha yang akan dilaksanakan memberikan manfaat
(benefit) baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social benefit
(Ibrahim, 1998). Menurut Retnaningsih dan Intan (2014), untuk dapat
mengetahui harga pokok dan harga jual produk, maka dilakukan analisis
kelayakan ekonomi yang meliputi biaya produksi (biaya tetap, biaya tidak
tetap), Break Even Point (BEP), B/C Ratio, Return On Invesment (ROI), IRR
(Internal Rute of Return).
19

a. Biaya Produksi
Biaya produksi pada dasarnya dibedakan atas biaya produksi yang
besarnya tetap selama produksi (biaya tetap) dan biaya yang besarnya
tergantung produk yang dihasilkan (biaya tidak tetap).
1. Biaya tetap
Biaya tetap merupakan biaya produksi yang selama satu periode
kerja tetap jumlahnya. Biaya ini tergantung dari jumlah produk yang
dihasilkan dan jumah kerja suatu alat atau mesin.
2. Biaya tidak tetap
Biaya tidak tetap adalah biaya produksi yang dikeluarkan pada
saat alat dan mesin beroperasi. Besarnya biaya ini tergantung pada
jumlah jam kerja dan jumlah produk yang dihasilkan. Perhitungan
biaya tidak tetap dilakukan terhadap biaya bahan baku, bahan
penunjang dan upah pekerja.
b. Break Even Point (BEP)
Menurut Martono dan Agus (2003) dalam Retnaningsih (2014), BEP
adalah suatu titik kesinambungan dimana pada titik tersebut jumlah hasil
penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau perusahaan
tersebut tidak mengalami laba atau rugi. Jika penjualan berjumlah kurang
dari pada jumlah yang ditunjukkan oleh titik ini, maka akan diperoleh
kerugian bersih.
Tingkat produksi untuk mencapai BEP:

BEP digunakan untuk menentukan besarnya volume penjualan di


mana perusahaan tersebut sudah menutup semua biaya-biaya tanpa
mengalami kerugian maupun keuntungan.
c. B/C Ratio
Untuk mengkaji kelayakan sering digunakan pula kriteria yang
disebut benefit cost ratio-BCR. Penggunaannya dikenal dalam
20

mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor


publik.
Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan analog
pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan
memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih
kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi). Sedangkan, jika
nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas.

d. Return On Invesment (ROI)


Return On Invesment (ROI) adalah perbandingan antara besarnya
laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan prosen (%) per
tahun.

ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil
penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak
pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak
pendapatan.
e. Payback Period (PP)
Payback period (PP) merupakan periode yang diperlukan untuk
menutup kembali pengeluaran suatu investasi atau menghitung jangka
waktu yang di perlukan untuk menutup modal yang di investasikan.
Menghitung periode payback dapat dinyatakan dengan rumus sebagai
berikut :

Kriteria penilainnya adalah suatu usulan investasi diterima jika nilai


sekarang dari nilai cash inflows lebih besar dari nilai sekarang cash
21

outflowsnya. Dengan kata lain investasi dinilai layak untuk dilaksanakan,


jika nilai sekarang aliran kas bersihnya positif (PP > 0) dan sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai