Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas tutorial blok BDS 4 Case 3
Disusun Oleh :
Meiryndra Syaira Putri 160110150029
Ida Ayu Mutiana 160110150030
Kesya Dameta Saragih 160110150031
Fira Meutia Santoso 160110150032
Anindya Ayu Pramesti 160110150033
Muhammad Farhan 160110150034
Dena Fadhilah 160110150035
Putri Ayu Rismayanti 160110150036
Wahidah Dis Preeti 160110150037
Annisa Rahmaputri 160110150038
Rai Amalia 160110150039
Araminta Nariswari C 160110150040
Anisa Regitasari 160110150041
Andrian Fadhlillah Ramadhan 160110150043
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa. Atas kehadirat
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah tutorial yang berjudul Thuby Case.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................... i
BAB I ...................................................................................................................... 1
BAB 2 ..................................................................................................................... 4
2.1 Faktor yang Mempengaruhi Gigi Anterior Rahang Atas Protrusif .......... 4
iii
2.4 Deglutasi ................................................................................................. 17
iv
2.10.4 Facial Midline ................................................................................. 57
BAB IV ................................................................................................................. 84
v
DAFTAR GAMBAR
vi
Gambar 28. Lip Line ............................................................................................. 58
Gambar 29. Lip Competent ................................................................................... 59
Gambar 30. Lip Potentially Incompetent .............................................................. 60
Gambar 31. Lip Incompetent ................................................................................ 60
Gambar 32. Analisis Down ................................................................................... 63
Gambar 33. Anailisis Down Skeletal .................................................................... 64
Gambar 34. Analisis Down Skeletal; Facial Angle .............................................. 65
Gambar 35. Angle of Convexity ............................................................................ 66
Gambar 36. Mandibular Plane Angle ................................................................... 66
Gambar 37. Y Axis ............................................................................................... 67
Gambar 38. A-B Plane Angle ............................................................................... 67
Gambar 39. Skeletal Reference ............................................................................. 68
Gambar 40. Cant of Occlusal Plane ...................................................................... 68
Gambar 41. Inter-Incisal Angle............................................................................. 69
Gambar 42. Incisor Occlusal Plane Angle ............................................................ 70
Gambar 43. Incisor Mandibular Plane Angle ....................................................... 70
Gambar 44. Upper Incisor to A-Pog Line ............................................................. 70
Gambar 45. Titik-titik untuk jaringan keras .......................................................... 73
Gambar 46. Titik-titik pada jaringan lunak ........................................................... 73
Gambar 47. Sudut SNA (a) Ideal (b) Protrusif (c) Retrusif .................................. 74
Gambar 48. Sudut SNB (a) Ideal (b) Protrusif (c) Retrusif .................................. 75
Gambar 49. Perpotongan sumbu insisivus maksila dengan garis NA .................. 75
Gambar 50. Perpotongan sumbu insisivus mandibula dengan garis NB .............. 76
Gambar 51. Sudut Interinsisal ............................................................................... 77
Gambar 52. Garis S (a) Ideal (b) Protrusif (c) Retrusif......................................... 78
Gambar 53 Maloklusi Kelas II Skeletal ................................................................ 80
vii
viii
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.3 Tutorial II
Dokter gigi melakukan analisis sefalometri dan mendapatkan sudut ANB 5o
dan analisis Wits didapatkan nilai 4mm. diagnosis kasus Thuby adalah
1
maloklusi kelas II skeletal disertai protrusive gigi anterior RA dan openbite
anterior.
Nama : Thuby
Usia : 9 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Terms Problems Hypothesis Mechanism
- Lip seal - Gigi depan - Maloklusi Keniasaan menghisap ibu
negatif rahang atas kelas II jari
tumbuh maju Skeletal
kedepan dan Ketidakseimbangan otot
Mengganggu
orofasial
penampilan
- Mulut selalu
Gigi anterior RA maju
terbuka saat
kedepan
menonton TV
dan bermain
- Susah Mulut selalu terbuka,
2
memakai gigi
tiruan.
-
More Info IDK Learning Issues
- Sefalometri 1. Mengapa gigi anterior RA maju kedepan?
2. Mengapa mulut selalu terbuka saat
menonton dan bermain?
3. Apa hubungan gigi anterior RA msju
kedepan dengan mulut selalu terbuka,
kesulitan mengunyah dan menelan,
berantakan saat makan?
4. Apa itu mastikasi?
5. Organ apa saja yang terlibat dalam
mastikasi?
6. Apa itu penelanan?
7. Bagaimana keadaan bibir yang normal &
abnormal?
8. Bagaimana kebiasaan buruk mengganggu
keseimbangan otot orofasial?
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Herediter
Penyebab yang pertama itu bisa disebakan oleh faktor genetik. Genetik pada
pertumbuhan rahangya. Faktor genetik mungkin akan tampak setelah lahir atau
mungkin beberapa tahun setelah lahir. Jika kedua orang tuanya atau salah satu
dari orang tuanya memiliki gigi anterior yang protrusif maka ada kemungkinan
anaknya juga mengalami hal yang sama.
4
Kebiasaan bernafas melalui mulut yang kronis mengakibatkan perubahan
pada pertumbuhan tulang rahang dan keseimbangan otot-otot wajah. Untuk
mendapatkan suatu oklusi yang baik, perlu dijaga keseimbangan dari ketiga
otot-otot wajah yang disebut dengan triangular force conceps, yaitu otot lidah,
otot pipi, dan ototo bibir. Apabila terjadi ketidakseimbangan dari ketiga otot
ini maka akan terjadi maloklusi yang salah satunya itu adalah gigi anterior
rahang atas protrusif.
2. Menghisap Jari (Thumb/Finger Sucking)
Pada kebiasaan menghisap jari tekanan langsung diduga berpengaruh
terhadap perpindahan gigi insisiv, beberapa perubahan pada gigi tergantung
pada jumlah gigi yang terlibat pada saat menghisap. Perpindahan gigi tersebut
dipengaruhi oleh waktu atau berapa jam lama tekanan hisapan perhari yang
dilakukan anak, dan besar tekanan penghisapannya. Anak-anak yang
menghisap dengan penuh semangat namun dilakukan dengan waktu yang
jarang tidak selalu menghasilkan perpindahan gigi yang begitu banyak, tetapi
apabila dilakukan selama 6 jam dengan tekanan yang sedang terutama pada
mereka yang tidur maupun istirahat dengan ibu jari berada diantara gigi (baik
anterior maupun posterior) dapat menyebabkan maloklusi yang signifikan.
3. Mendorong Lidah ke Anterior (Tounge Thrusting)
Kebiasaan mendorong lidah ke anterior dapat membuat maloklusi jika
mendorong tidak pada saat menelan, namun pada saat-saat tertentu seperti
istirahat dan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama sehingga
membuat pergerakan pada tulang alveolar maupun susunan gigi geligi yang
terlibat didalamnyaberubah.
4. Menggigit Bibir (Lip Sucking)
Kebiasaan menggit bibir juga dapat menyebabkan gigi anterior rahang atas
protrusif dan gigi anterior rahang bawah retrusif. Ini disebabkan karena
adanya bibir diantara gigi anterior rahang atas dan rahang bawah, maka gaya
gigi anterior rahang bawah diteruskan ke gigi anterior rahang atas dari arah
lingual sedangkan gaya dari gigi anterior rahang atas ke gigi anterior rahang
bawah dari arah labial.
5
5. Menggigitt Kuku (Nail Biting)
Kebiasaan menggigit kuku dapat menyebabkan protrusi incisivus maksila,
rotasi gigi, dan atrisi pada ujung incisal gigi. Kelainan ortodonti tersebut
dapat terjadi karena tekanan yang disebabkan oleh kebiasaan menggigit kuku
Ketidakseimbangan otot
orofasial
Gigi protrusif
2.3 Mastikasi
6
2.3.2 Organ Mastikasi
2.3.2.1 Gigi
Fungsi gigi dalam proses pengunyahan yaitu melindungi rongga mulut dan
juga memiliki peran berbeda-beda pada setiap gigi dalam proses pengunyahan
makanan, serta membantu sistem pencernaan dalam menghancurkan makanan.
Sensor saraf pada gigi yaitu cabang maxillary dari cranial nerve V/ trigeminal
2.3.2.2 Lidah
Lidah merupakan otot skeletal pada dasar mulut yang digunakan untuk
proses pengunyahan dan penelanan makanan serta dalam proses bicara. Berfungsi
untuk mencegah tergelincirnya makanan, meletakkan makanan ke sisi permukaan
kunyah, dan membantu mencampur makanan. Sensor saraf motorik pada lidah
dipersarafi oleh nervus hypoglossus / XII sedangkan sensorik oleh 2/3 anterior
nervus facialis dan 1/3 posterior nervus glossopharingeal. Vaskularisasi pada lidah
oleh a.Lingualis cabang a.Carotis eksterna
Pada lidah terdapat papila yang berfungsi untuk membantu
mengidentifikasi antara selera yang berbeda dari makanan dan reseptor yang peka
terhadap zat yangterlarut dalam makanan. Papila pada lidah terbagi menjadi 4,
diantaranya adalah
1. Filiformis : Letaknya menyebar di seluruh permukaan lidah
2. Fungiformis : letaknya di ujung lidah dan sisi depan lidah dan
terdapat teste bud
3. Sirkumvalata : Papila terbesar namu jumlahnya sedikit
4. Foliate : Jumlahnya paling sedikitterletak di lateral lidah
7
beberapa macam gerakan diantaranya gerak protusi, retrusi, pembukaan dan
penutupan mulut
8
posisi istirahat mandibula, elevasi mandibula selama pengigitan dan oklusi
sentrik, retrusi mandibula, dan mendorong mandibula ke sisi yang sama
pada gerak.
3. Musculus pterigoideus medialis
Otot ini berada di dalam fosa infratemporalis. Berfungsi untuk
mengangkat mandibula dengan kuat, protrusi mandibula, dan
menggerakan mandibula ke arah yang berlawanan dari gerak lateral.
4. Musculus pterigoideus lateralis
Arah serabut otot ini berbeda dengan yang lain karna arahnya horizontal.
Berfungsi untuk protrusi mandibula, depresi mandibula, dan gerak
kontralateral mandibula.
9
pada saraf motorik di pergerakan mandibular yang mengontrol hubungan antara
gigi rahang atas dan bawah. Pergerakan rahang adalah suatu pergerakan yang
terintegrasi dari lidah dan otot lain yang mengontrol area perioral, faring, dan
laring.
Pergerakan otot rahang, terhubung pada midline. Pengontrolan otot rahang
bukan secara resiprokal seperti pergerakan limb, tapi terorganisir secara bilateral.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembukaan dan penutupan rahang selama
penguyahan yang secara relatif merupakan pergerakan sederhana dengan
pengaturan pada limb sebagai penggerak. Bagaimanapun, pergerakan dalam
mastikasi adalah suatu yang kompleks dan tidak hanya berupa mekanisme
pergerakan menggerinda yang simple . Gerakan ini merupakan pengurangan
ukuran makanan. Selama mastikasi, makanan dikurangi ukurannya dan dicampur
dengan saliva sebagai tahap awal dari proses digesti.
1. Rangsangan Pengunyahan
Kebanyakan proses mengunyah dikarenakan oleh refleks mengunyah,
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
10
a. Kehadiran bolus dari makanan di mulut pertama kali menginsiasi
refleks penghambat dari otot mastikasi yang membuat rahang bawah
turun
b. Penurunan rahang ini selanjutnya menginisiasi reflaks melonggarkan
otot rahang memimpin untuk mengembalikan kontraksi.
c. Secara otomatis mengangkat rahang untuk menutup gigi, tetapi juga
menekan bolus lagi, melawan lining mulut, yang menghambat otot
rahang sekali lagi, membuat rahang turun dan mengganjal (rebound) di
lain waktu. Hal ini berulang terus menerus
d. Pengunyahan merupakan hal yang penting untuk mencerna semua
makanan,khususnya untuk kebanyakan buah dan sayuran berserat
karena mereka memiliki membrane selulosa yang tidak tercerna di
sekeliling porsi nutrisi mereka yang harus dihancurkan sebelum
makanan dapat dicerna.
Pengunyahan juga membantu proses pencernaan makanan dengan alasan
sebagai berikut:
Enzim pencernaan bekerja hanya di permukaan partikel makanan,
sehingga tingkat pencernaan bergantung pada area permukaan
keseluruhan yang dibongkar oleh sekresi pencernaan.
Penghalusan makanan dalam konsistensi yang baik mencegah
penolakan dari gastrointestinal tract dan meningkatkan kemudahan
untuk mengosongkan makanan dari lambung ke usus kecil,
kemudian berturut-turut ke dalam semua segmen usus.
2. Proses Pergerakan
Selama pengunyahan rahang akan bergerak berirama, membuka dan
menutup. Pola pergerakan rahang pada beberapa hewan berbeda tergantung
jenisnya. Pengulangan pergerakan pengunyahan berisikan jumlah kunyahan
dan penelanan. Selama mastikasi karakteristik pengunyahan seseorang sangat
bergantung pada tingkatan penghancuran makanan.
11
Ada tiga gerakan dapat terjadi pada saat mastikasi sedang berlangsung
yaitu :
a. Gerakan menutup ke atas ( closing stroke) yang menyebabkan gigi
geligi berkontak dengan makanan
b. Gerakan menekan (power stroke) pada tahap ini gigi tetap berkontak
dengan makanan tetapi dalam keadaan yang lambat.
c. Gerakan membuka (opening stroke), pada saat rahang bawah bergerak
lambat, slow fase dan sediki demi sedikit membuka. Selama fase
lambt ini tulang hyoid bergerak naik dan maju. Dan ketika lang hyoid
maju lebih ke depan rahang maka rahang terbuka lebih cepat atau
disebut fast open phase. Tiap fase ini memerlukan waktu 0,8 0,9
detik untuk menyeleaikan beban mastikasi.
Adapun urutan kunyah dapat dibagi menjadi tiga periode. Pada tahap awal,
makanan ditransportasikan ke bagian posterior gigi dimana ini merupakan
penghancuran dalam periode reduksi. Selanjutnya bolus akan dibentuk selama
final periode yaitu sebelum penelanan.Pergerakan rahang pada ketiga periode ini
dapat berbeda tergantung pada bentuk makanan dan spesiesnya. Selama periode
reduksi terdapat fase opening, fast-opening dan slow-opening. Pada periode
sebelum penelanan terdapat tiga fase selama rahang membuka dan dua fase
selama rahang menutup. Selama penelanan lidah memainkan peran yang penting
di dalam mengontrol pergerakan makanan dan pembentukan menjadi bolus.
Untuk makanan yang dihancurkan, diposisikan oleh lidah pada konjugasi dengan
otot buccinators pada pipi diantara oklusal permukaan gigi. Makanan yang padat
dan cair ditransportasikan di dalam rongga mulut oleh lidah.
Selama fase slow-opening pada pengunyahan, lidah bergerak ke depan dan
memperluas permukaan makanan. Tulang hyoid dan badan lidah kembali tertarik
selama fase fast-opening dan fase-closing, membuat gelombang yang dapat
memindahkan makanan ke bagian posterior pada rongga mulut. Ketika makanan
sudah mencapai bagian posterior rongga mulut, akan berpindah ke belakang di
bawah soft palate oleh aksi menekan dari lidah. Lidah amat penting dalam
12
pengumpulan dan penyortiran makanan yang bias ditelan, sementara
mengembalikan lagi makanan yang masih dalam potongan besar ke bagian
oklusal untuk pereduksian lebih lanjut. Sedikit yang mengetahui mengenai
mekanisme mendasar mengenai pengontrolan lidah selama terjadinya aktivitas ini.
13
1. Nuclei Brainstem Trigeminal
a. Nukleus Sensoris Trigeminal
Nucleus ini bertanggung jawab atas inervasi wajah bagian rostral dan
ventral.
14
2.3.5.1 Mekanisme Neurologis
MAKANAN
Menstimulus
CPG
reseptor di rongga
mulut (BRAINST
EM)
Close Open
Generator
Generator
TMN TMN
Penutupan Pembukaa
n
Rahang
Rahang
15
1. Refleks membuka dan menutup rahang
a. Membuka rahang
Dihasilkan secara monosinaps, yaitu baik dari stimulasi reseptor otot
membuka rahang atau setelah stimulasi dari trigeminal mesencephalic
nukelus. Refleks ini dihasilkaan setelah adanya stimulasi pada
mekanoreseptor pada jaringan periodontal, TMJ, mukosa rongga
mulut, dan kulit.
b. Menutup rahang
Tidak dihasilkan secara monosinaps. Refleks ini dipicu oleh adanya
stimulus peregangan otot elevator rahang.
16
2.4 Deglutasi
2.4.1 Definisi
Penelanan (deglutasi) merupakan kegiatan atau proses menelan makanan
yang sudah dalam bentuk bolus makanan. Proses menelan merupakan suatu
proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerj
secara terintegrasi dan berkesinambungan. Pada proses menelan terjadi
pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung.
2.4.2.1 Bibir
Bibir tersusun dari otot rangka (orbicularis oris) dan jaringan ikat. Organ
ini berfungsi untuk menerima makanan dan produksi wicara. Struktur dari
bibir yaitu permukaan luar bibir dilapisi kulit (mengandung folikel rambut,
kelenjar keringat, serta kelenjar sebasea), area transisional memiliki
epidermis transparan, dan permukaan dalam bibir (membran mukosa).
2.4.2.2 Pipi
Pipi mengandung m. buccinator.
2.4.2.3 Lidah
Selain sebagai alat pengecapan, lidah berfungsi untuk mengaduk makanan
di dalam rongga mulut dan membantu mendorong makanan. Permukaan
lidah dilapisi dengan lapisan epitelium yang banyak mengandung kelenjar
lendir, dan reseptor pengecap yaitu papilla. Pergerakan lidah dilakukan oleh
otot lidah yang terdiri dari otot ekstrinsik (m. longitudinalis superior, m.
17
longitudinalis inferiior, m. transversus linguae, m. verticalis linguae) dan
otot intrinsik (m. hyoglossus, m. genioglossus, m. styloglossus, m.
palatoglossus). Semua otot lidah selain m. palatoglossus diatur oleh n. XII.
Fungsi dalam penelanan yaitu lidah memilih makanan yang halus untuk
ditelan dan mendorong makanan ke dalam faring sewaktu menelan.
2.4.2.4 Gigi
Gigi tersusun dalam kantong-kantong (alveoli) pada mandibula dan
maksila. Fungsi gigi dalam proses penelanan yaitu membentuk bolus yaitu
dengan memecah makanan yang berukuran besar menjadi potongan-
potongan yang lebih kecil.
2.4.2.6 Palatum
Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua, yaitu palatum durum dan
palatum mole. Pada palatum durum terdapat tulang palatum dan selaput lendir
mulut. Sedangkan pada palatum mole terdapat otot untuk mengatur pembukaan
dan penutupan rongga hidung dan rongga mulut, yaitu m. tensor, m. levator veli
palatini, dan m. palatoglossus. Fungsi palatum khususnya palatum mole pada
proses penelanan yaitu palatum mole akan tertarik ke atas untuk menutupi nares
posterior dan mencegah refluks makanan ke rongga hidung.
2.4.2.7 Faring
Bagian atas pada kerongkongan disebut tekak (faring) yang merupakan
pertemuan antara saluran pernapasan di depan (nasofaring) dan salran pencernaan
di belakan (orofaring) yang ditutup oleh epiglotis. Dari mulut, makanan dicerna
18
saat didorong, tertelan dan pindah ke kerongkongan melalui faring. Pergerakan
faring dibantu oleh otot-otot faring yaitu otot sirkular (m. konstriktor faringis
superior, m. konstriktor faringis media, m. konstriktor faringis inferior) dan otot
longitudinal (m. stylofaringeus).
2.4.2.8 Laring
Laring menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung
pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh sembilan
kartilago; tiga berpasangan (aritenoid, kornikulata, kuneiform) dan tiga
tidak berpasangan (tiroid, krikoid, epiglotis). Pergerakan laring dibantu oleh
otot-otot laring yaitu otot eksterna (m. cricotiroid) dan otot interna (m.
tireoepiglotticus, m. arytenoideus).Pada laring juga terapat sfingter aditus
laringis yang berperan pada saat menelan dan sfingter rima glottidis yang
berperan pada saat batuk atau bersin. Peran laring yaitu untuk mencegah
bahan memasuki dan mencapai paru-paru.
2.4.2.9 Esophagus
Esophagus merupakan saluran penghubung antara rongga mulut dengan
lambung denagn panjang 25 cm dan diameter 2,54 cm. Esophagus berfungsi
sebagai jalan bagi makanan yang telah dikunyah dari mulut menuju lambung. Otot
kerongkongan akan berkontraksi untuk mendorong makanan yang menghasilkan
gerakan peristaltis. Mucosa esophagus memproduksi sejumlah mucus untuk
melumasi dan melindungi esophagus.
19
2.4.3.2 Fase Faring (involunter)
Bolus makanan dalam faring merangsang reseptor orofaring yang
mengirim impuls ke pusat menelan dalam medulla dan batang otak bagian
bawah. Pada saat yang bersamaan terjadi refleks (penutupan semua lubang
kecuali esofagus sehingga makanan bisa masuk)
Fungsi faring yaitu sebagai air passage waktu bernafas dan sebagai
food passage waktu menelan makanan
20
3. Fase Esofageal, fase involunter bolus dari esophagus menuju lambung.
Bolus adalah makanan yang telah halus dan lembab oleh saliva dan siap
ditelan. Proses penelanan berawal ketika bolus didorong kearah belakang kavitas
oral dan orofaring oleh gerakan lidah ke atas dan ke belakang menekan palatum
durum. Kontraksi otot mylohyoid dan otot-otot intrinsik lidah (genioglosus,
styloglossus, palatoglossus), memungkinkan gerakan tersebut bisa terjadi,serta
terangkatnya tulang hyoid. Selanjutnya, ujung depan lidah naik, dan menekan
daerah palatum, tepat dibelakang gigi anterior (incisor), diikuti dengan kontraksi
dari otot buccinators untuk melewatkan setiap sisa-sisa makanan dari vestibulum
ke kavitas oral, dan disatukan bersama bolus. Bibir menutup rapat menyebabkan
mulut tertutup. Dan bolus siap di transfer ke orofaring. Semua proses ini terdapat
pada fase oral penelanan, yang terjadi secara volunter. Fase volunter berakhir
saat bolus menyentuh entrance faring.
Dengan masuknya bolus ke orofaring, fase faringeal yang terjadi secara
involunter dimulai. Bolus menstimulasi reseptor pada orofaring, yang mengirim
impuls-impuls pada pusat penelanan di medulla oblongata, pons bagian bawah
pada batang otak. Impuls yang kembali menyebabkan palatum molle dan uvula
bergerak ke atas untuk menutup nasofaring, yang akan mencegah bolus masuk ke
dalam traktus respiratorius. Saat fase ini terjadi, seseorang tidak bisa bicara atau
bernafas (apnoea of deglutition). Dasar lidah beretraksi , menekan bolus ke
orofaring. Otot-otot di belakang mulut berkontraksi dan bersama dasar lidah yang
terangkat, menyempitkan pembukaan di belakang bolus. Dua gerakan dasar yang
dimiliki oleh faring, selurung tabung pharyngeal dielevasi oleh otot-otot
slylopharyngeus dan palatopharyngeus, diikuti dengan gerakan peristaltis dari otot
pharyngeal konstriktor yang mendorong bolus bergerak dari orofaring dan
laringofaring. Ketika sfingter esophageal atas relaksasi, bolus bergerak menuju
esophagus.
Pada fase faringeal ini, adanya kontraksi otot-otot stylohyoid dan digastrikus
mengangkat tulang hyoid dan laring ke bawah lidah, sehingga epiglottis tertekan
ke bawah yang menyebabkan pembukaan laring menutup. Aksi ini mencegah
setiap makanan/ minuman masuk ke trakea.
21
Gambar 2. Fase Faringeal
22
2.4.5 Kontrol Neurologis Deglutasi
Pada tahap menelan, daerah posterior mulut dan faring merupakan daerah
yang paling sensitif. Daerah taktil paling sensitif dari bagian posterior mulut dan
faring untuk mengawali fase penelanan pada faring terletak pada suatu cincin
yang mengelilingi pembukaan faring, dengan sensitivitas terbesar pada tiang
tiang tonsil. Impuls dijalankan dari bagian ini melalui bagian sensoris saraf
trigeminal dan glossofaringeal ke dalam daerah medulla oblongata yang berada di
dalam atau berhubungan erat dengan traktus solitarius, yang terutama menerima
semua impuls sensoris dari mulut.
Tahap berikutnya dari proses menelan secara otomatis diatur dalam urutan
yang teratur oleh daerah daerah neuron di batang otak yang didistribusikan ke
seluruh substansia retikularis medulla dan bagian bawah pons. Urutan refleks
penelanan ini sama dari satu penelanan ke penelanan berikutnya, dan waktu untuk
seluruh siklus juga tetap sama dari satu penelanan ke penelanan berikutnya.
Daerah di medulla dan pons bagian bawah yang mengatur penelanan secara
keseluruhan disebut pusat penelanan atau deglutisi.
Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esophagus bagian atas
menyebabkan penelanan dijalarkan oleh saraf cranial V (trigeminus) ,IX
(glossofaringeal), X (vagus) dan XII (hypoglossus) serta beberapa saraf servikal
superior.
1. Saraf facial (saraf cranial VII) untuk mengatur pengerekan bibir dan
otot buccinators.
2. Saraf hypoglossal (saraf cranial XII) untuk mengatur otot-otot lidah.
3. Saraf trigeminal (saraf cranial V) untuk mengatur otot mylohyloid yang
merupakan dasar mulut dan juga otot palatal.
4. Saraf glossopharyngeal (saraf cranial IX) & vagus (saraf cranial X)
untuk mengatur otot-otot faring & esofagus.
Ringkasnya, tahap faringeal dari penelanan pada dasarnya merupakan suatu
refleks. Hal ini hampir tidak pernah dimulai oleh rangsangan langsung pada pusat
penelanan dari daerah yang lebih tinggi di sistem saraf pusat. Sebaliknya, hampir
selalu diawali oleh gerakan makanan secara volunteer masuk ke bagian belakang
23
mulut yang kemudian merangsang reseptor reseptor sensoris yang menimbulkan
refleks menelan.
Gelombang sekunder sebagian dimulai oleh sirkulasi saraf intrinsik dalam
sistem saraf mienterikus esophagus dan sebagian oleh refleks-refleks yang
dihantarkan melalui serat-serat aferen vagus dari esophagus ke medulla dan
kemudian kembali lagi ke esophagus melalui serat serat eferen vagus.
Susunan otot faring dan sepertiga bagian atas esophagus adalah otot lurik.
Karena itu, gelombang peristaltic di daerah ini hanya diatur oleh impuls saraf
rangka dalam saraf glossofaringeal dan saraf vagus. Pada duapertiga bagian
bawah esophagus, ototnya merupakan otot polos, namun bagian esophagus ini
juga secara kuat diatur oleh saraf vagus yang bekerja melalui hubungannya
dengan sistem saraf mienterikus. Sewaktu saraf vagus yang menuju esophagus
terpotong, setelah beberapa hari pleksus saraf mienterikus esophagus menjadi
cukup terangsang untuk menimbulkan gelombang peristaltic sekunder yang kuat
bahkan tanpa bantuan refleks vagal. Karena itu,sesudah paralisis refleks
penelanan, makanan yang didorong dengan cara lain ke dalam esophagus bagian
bawah tetap siap untuk masuk ke dalam lambung.
2.4.4 Perkembangan Proses Penelanan
Kompleks otot orofasial telah sempurna sejak lahir. Hal tersebut berguna
bagi bayi untuk bertahan hidup dan mempelajari sekitarnya. Pola penelanan pada
bayi disebut pola penelanan infantil. Ciri khas penelanan infantil ditandai dengan
kontraksi aktif otot bibir, ujung lidah berkontak dengan bibir bawah, sedangkan
otot lidah bagian posterior dan pharingeal sedikit berkontraksi. Otot lidah bagian
posterior dan pharingeal maturasinya belum sempurna.
Karakteristik penelanan infantile menurut Moyers yaitu :
1. Rahang atas dan bawah terbuka
2. Mandibula distabilisasi oleh otot wajah dan ujung lidah
3. Penelanan dipandu dan dikontrol oleh persarafan sensoris bibir dan lidah
Sejalan dengan perkembangan anak, otot elevator mendibula mulai
berfungsi dan pola penelanan anak mulai berubah yang disebut periode transisi.
Pola penelanan infantil akan berlangsung sampai anak berusia satu tahun atau
24
setelah erupsi gigi insisif sulung. Pergerakan lidah bagian posterior yang
kompleks menunjukkan perubahan transisi yang jelas dari pola penelanan infantil.
Pola penelanan dewasa ditandai dengan berkurangnya aktivitas otot bibir.
Bibir menjadi relaks, ujung lidah diletakkan pada prosessus alveolaris di belakang
insisif atas, serta gigi posterior beroklusi saat penelanan.
Proses pola penelanan dewasa yang normal adalah sebagai berikut :
1. Ujung ldiah diletakkan dibelakang gigi insisif rahang atas;
2. Bagian tengah lidah terangkat sehingga berkontak dengan palatum durum;
3. Bagian belakang lidah membentuk posisi 450 terhadap dinding pharing;
4. Sejalan dengan aktivitas otot lidah, otot masseter dan buccinator, menekan
ke arah mid-line;
5. Otot orbicularis oris menekan gigi insisif atas ke arah posterior.
25
4. Everted Lips
Bibir hipertrofi dengan jaringan yang berlebih tetapi kekuatan ototnya
lemah. Otot lemah dapat terlihat dengan rontgen cepalometri. Biasanya
terjadi pada pasien protrusif bimaksiler.
26
Gambar 7. Everted Lips
2.6 Ketidakseimbangan Otot Orofasial
27
dan fisiologi oklusal. Kebiasaan mulut yang dilakukan anak berusia lebih dari
4 atau 5 tahun disebut kebiasaan mulut yang buruk. Hal tersebut akan
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan dentofasial. Kebiasaan mulut
yang buruk pada anak yang sering terjadi adalah menghisap jari dan menggigit
bibir.
5. Oklusi yang Buruk (poor occlusion)
Oklusi yang buruk dapat disebabkan oleh adanya keausan oklusal,
kerusakan gigi akibat karies, atau hilangnya gigi karena pencabutan. Keadaan
tersebut menyebabkan hilangnya kontak antara gigi atas dan bawah. Apabila
terjadi kehilangan kontak gigi di posterior, maka lidah akan menempati ruang
tersebut, akibatnya adalah terjadi kegagalan fungsi otot masseter dan fungsi
buccinator.
6. Tonus Bibir Yang Tidak Adekuat
Bibir atas dan bawah tetap berkontak dalam keadaan istirahat. Fungsi bibir
tersebut berperan sebagai penahan untuk gigi anterior. Kekuatan tonus bibir
yang normal adalah 4-6 lbs yang diukur dengan spring tension gauge. Relasi
bibir atas dan bawah yang terbuka saat istirahat menunjukkan adanya
ketidakseimbangan otot orofasial. Kekuatan tonus bibir yang tidak adekuat
hanya 1-2 lbs. Selain itu, tonus bibir yang terlalu kuat (hipertonus) juga
harus diperhatikan.
7. Kelainan Anatomi Lidah
Adanya ankilosis, makroglosia dan ikatan frenulum yang rendah akan
mengganggu proses penelanan.
28
Kontraksi otot sangat dipengaruhi oleh stimulus awal yang adekuat.
Otot tidak akan berkontraksi apabila stimulus berada dibawah ambang
rangsang, sedangkan apabila stimulus sedikit melewati ambang
rangsang maka otot akan berkontraksi dengan intensitas maksimal.
b. Tonus otot
Tonus otot merupakan kontraksi otot yang sangat ringan secara terus
menerus walaupun otot sedang dalam keadaan istirahat. Tonus otot
berfungsi untuk mempertahankan beberapa sikap tubuh.
c. Resting length
Resting length adalah kemampuan panjang otot untuk berkontraksi
maksimal dengan jumlah serat otot yang minimal.
d. Stretch or myotatic reflex
Kontraksi otot merupakan suatu reflek dan disebabkan oleh penarikan
otot di daerah perlekatan otot terhadap jaringan pendukungnya,
contohnya : saat dokter gigi menarik bibir pasien akan ada daya
tahanan terhadap daya tarikan tersebut.
e. Reciprocal innervations and inhibition
Setiap otot di tubuh manusia mempunyai antagonistnya, kedua otot
tersebut akan bekerja untuk saling menyeimbangkan.
Otot orofasial memiliki peranan penting dalam pembentukan oklusi ideal.
Otot orofasial yang mempengaruhi oklusi yaitu M. masseter, M. buccinator, dan
M. orbicularis oris. Pola penekanan pada otot orofasial berkaitan dngan pola
penelanan normal. Aktivitas penelanan menghasilkan tekanan terhadap kompleks
orofasial sehingga pola penelanan yang salah akan memberikan pengaruh pula
pada kompleks orofasial.
29
maxilla dan mandibula serta aspek dental dan skeletal. Gangguan ini
merupakan fungsi abnormal dari otot wajah dan rongga mulut. Gangguan
ini melibatkan kombinasi antara bibir abnormal, rahang, posisi lidah
selama istirahat, menelan, atau berbicara, dan atau adanya kebiasaan buruk
yang abnormal.
2. Etiologi
a. Herediter
Faktor herediter yang menyebabkan gangguan otot orofasial adalah
ukuran rongga mulut.
b. Susunan dan jumlah gigi geligi
Susunan dan jumlah gigi geligi berpengaruh terhadap keseimbangan
otot orofasial.
c. Kebiasaan buruk
Kebiasaan buruk seperti tongue thrusting, finger sucking, lip biting,
dan bernapas lewat mulut mendukung adanya gangguan pada otot
orofasial yang menyebabkan ketidakseimbangan.
d. Pembesaran tonsil
Pembesaran tonsil memungkinkan orang untuk bernapas lewat mulut
yang dapat menyebabkan gangguan otot orofasial.
e. Lingkungan
Beberapa jenis alergi dapat menyebabkan kesulitan bernapas melalui
hidung, sehingga bernapas dilakukan lewat mulut. Lidah yang
mendatar di dasar mulut mengakibatkan otot bibir kehilangan kekuatan
sehingga menyebabkan gangguan otot orofasial.
3. Dampak
a. Anterior open bite
b. Bilateral open bite
c. Low facial tone
d. Efek pada lidah dan palatum: gangguan artikulasi dan masalah pada
gigi
30
2.6.4 Terapi Ketidakseimbangan Otot Orofasial
Latihan untuk memperbaiki posisi lidah yang salah saat penelanan
adalah dengan latihan one elastic swallow dan tongue hold exercise.
Selain itu, terdapat latihan untuk memperbaiki bagian tengah lidah
yaitu latihan two elastic swallow dan The hold pull exercise. Latihan
untuk memperbaiki lidah bagian posterior adalah three elastic
swallow.
31
palatum, kemudian secara perlahan-lahan mulut dibuka
selebarnya tanpa merubah posisi lidah.
b. The masseter count to ten exercise : pasien diinstruksikan
untuk mengontakan gigi rahang atas dan bawah, kemudian saat
melakukan clenching kesepuluh jari tangan pasien memberikan
tahanan terhadap konstraksi otot maseter. Setiap latihan
sebanyak 10 kali hitungan.
32
c. Auto suggestion : pasien diinstruksikan untuk melakukan
penelanan secara benar enam kali sebelum tidur, serta sugesti
pada diri untuk melakukan penelanan secara benar.
1. Otot lidah, yang berfungsi sebagai daya pendorong dan penahan dari
dalam mulut
2. Otot masseter dan buccinator, kedua otot tersebut akan teraktivasi
setiap gerakan penelanan. Adanya kegagalan aktivasi otot disebabkan
oleh posisi lidah yang salah
3. Otot orbicularis oris, berperan untuk stabilisasi gigi-geligi yaitu
sebagai penahan alami gigi anteriof.
2.8 Maloklusi
2.8.1 Primary Etiologic Sites
33
Neuromuscular systems memegang peran utama dalam
menyebabkan kelainan bentuk dari dentofasial yang merupakan efek dari
reflek kontraksi tulang dan gigi geligi. Keduanya, gigi dan tulang
terpengaruh aktivitas fungsional dari bagian orofasial. Daerah ini merupakan
sumber yang sangat besar dan menerima bervariasi sensorik, yang
memungkinkan variasi tanpa batas dari aktivitas reflek, semua yang
membantu menentukan bentuk rangka dan stabilitas oklusal.
a. Neuromuscular System
Beberapa pola sistem neuromuscular adaptif terhadap
ketidakseimbangan skeletal atau malposisi gigi, yang lainnya merupakan
factor etiologi utama. Penyeimbang pola kontraksi merupakan bagian
penting dari hampir semua maloklusi.
b. Bone
Sejak tulang wajah menjadi dasar dari lengkung gigi,
penyimpangan atau kelainan morfologi atau pertumbuhan dapat mengubah
hubungan oklusal dan fungsinya. Beberapa dari kebanyakan jenis maloklusi
serius yang umum merupakan hasil dari ketidakseimbangan tulang
craniofacial. Perawatan orthodonti dari ketidakserasian tulang pasti
mengubah pertumbuhan kraniofasial atau kamuflase dengan perpindahan
gigi untuk menutupo ketidakserasian tersebut
c. Teeth
Gigi mungkin menjadi factor utama penyebab dari kelainan bentuk
dentofasial di berbagai cara. Variasi berbeda pada ukuran, bentuk, jumlah,
atau posisi dari gigi dapat menyebabkan maloklusi. Sering kali terlupakan
bahsawa kemungkinan malposisi gigi dapat menyebabkan malfungsi dan
secara tidak langsung melalui malfungsi mengubah pertumbuhan tulang.
Satu dari masalah tersering adalah gigi terlalu besar untuk lengkung rahang
atau lengkung rahang yang terlalu kecil. Gigi mungkin berpindah selama
perawatan orthodonti untuk memperbaiki maloklusi kamuflase dysplasia
atau membantu pemindahan disfungsi neuromuscular.
d. Soft Parts (Exclude Muscle)
34
Peran dari jaringan lunak, selain dari neuromuscular, etiologi dari
maloklusi tidak terlihat jelas, tidak seperti tiga factor sebelumnya. Maloklusi,
namun dapat menimbulkan penyakit periodontal.
35
Trauma prenatal dengan cedera janin dan post natal dapat mengakibatkan
kelainan dentofacial.
Prenatal Trauma
- Hipoplasia dari mandibular dapat disebabkan oleh teknan intrauterine
atau trauma saat melahirkan
- Vogelgesicht terhambatnya pertumbuhan mandibular karena
ankilosis sendi TMJ, mungkin dikarenakan kelainan perkembangan
atau hasil dari trauma
- Asimetris: lutut atau kaki dapat menekan resiko sedemikian rupa untuk
menyebabkan asimetri pada pertumbuhan wajah atau keterbelakangan
perkembangan mandibular.
Postnatal Trauma
- Fraktur pada rahang atau gigi
- Kebiasaan menyebabkan mikrotrauma operatif selama tenggang
waktu
- Trauma pada TMJ telah diketahui mengganggu pertumbuhan dan
fungsi mengarah kepada asimetri dan disfungsi temporomandibular.
d. Physical Agents
Ekstraksi prematur gigi sulung
Sifat makanan
Orang yang ada pada masa primitive, diet berserat sehingga merangsang
otot-otot mereka berkerja lebih banyak dan dengan demikian
meningkatkan beban fungsi pada gigi. Tipe diet seperti ini menghasilkan
lebih sedikit keries, lengkung rahang lebih besar dan meningkatkan
penggunaan permukaan oklusal pada gigi. Bukti nyata menunjukkan
bahwa permukaan oklusi lebih halus dan lembut. Kurangnya fungsi yang
memadai dikontraksi lengkung gigi, pemakaian oklusal cukupm dan tidak
adanya jenis penyesuaian oklusal biasanya terlihat pada gigi dewasa.
e. Kebiasaan
36
Semua kebiasaan melibatkan kontraksi otot yang bersifat sangat kompleks.
Kebiasaan tertentu berfungsi sebagai rangsanfan terhadap pertumbuhan normal
dari rahang untuk berbicara dan mastikasi. Kebiasaan tidak normal mengganggu
pola pertumbuhan wajah yang didiferensiasi dari kebiasaan normal yang menjadi
bagian dari fungsi normal orofaring dan fungsi oklusal. Focus disini adalah apa
saja yang kemungkinan akan terlibat dalam etiologi maloklusi.
37
Gambar 8. Klasifikasi Angle
Klasifkasi angle
(1) Kelas I
Hubungan molar normal yaitu mesiobuccal cusp molar 1 rahang atas
beroklusi pada buccal groove molar 1 rahang bawah. Biasanya kelas I
disertai dengan keadaan openbite, protrusi bimaksiler, crowding serta
malposisi gigi.
(2) Kelas II
Keadaan maksila yang prognati sehingga terlihat profil muka yang
cembung. Hubungan molar yaitu mesiobuccal cusp molar 1 rahang
atas terletak lebih anterior dari buccal groove molar 1 rahang bawah.
Terbagi menjadi 3 divisi:
a. Divisi 1: gigi insisiv maksila mengalami labioversi
b. Subdivisi: hubungan molar tidak normal terjadi pada salah satu sisi
saja
38
c. Divisi 3: gigi insisiv sentral maksila mengalami linguoversi dan
gigi insisiv lateral rahang atas mengalami tipped ke arah
labial/mesial.
39
Gambar 11. Klasifikasi Angle Kelas III
Modifikasi dewey hanya ada pada kelas I dan kelas III klasifikasi angle.
1) Kelas 1
Terbagi menjadi 5 tipe:
(1) Tipe 1: gigi anterior rahang atas crowded.
(2) Tipe 2 : gigi insisiv rahang atas labioversi
(3) Tipe 3: gigi insisiv rahang atas linguoversi.
(4) Tipe 4: crossbite posterior
(5) Tipe 5: gigi molar pertama mesioversi. Hal ini bisa terjadi karena
adanya kehilangan gigi dini dari gigi desidu molar atau gigi permanen
premolar kedua.
40
Gambar 12. Modifikasi Dewey Kelas I
2) Kelas III
Terbagi menjadi 3 tipe:
(1) Tipe 1: profil muka normal namun saat gigi beroklusi, gigi anterior
mengalami edge to edge.
(2) Tipe 2: gigi insisiv rahang bawah crowded, rahang atas mengalami
labioversi.
(3) Tipe 3: rahang atas mengalami underdeveloped, terjadi crossbite.
41
Gambar 13. Modifikasi Dewey Kelas III
42
Gambar 14. Klasifikasi Simon
43
Ketika lengkung gigi, atau bagiannya, berada lebih dekat dengan bidang
midsagittal dibandingkan posisi normalnya, hal ini disebut contraction. Ketika
lengkung gigi, atau bagiannya, menjauhi bidang midsagittal dibandingkan posisi
normalnya, hal ini disebut distraction (Moyers, 1988).
Kontraksi = kompresi = intraversion: sebagian atau seluruh lengkung gigi
lebih mendekati bidang midsagital.
Distraksi = ekstraversion: sebagian atau seluruh lengkung gigi lebih
menjauhi bidang midsagital.
44
protraction dibedakan dengan total maxillary protraction. Pada kasus yang
pertama, hanya gigi yang posisinya menjadi lebih anterior, sedangkan pada kasus
kedua, seluruh rahang dan giginya protracted. Sistem ini mungkin lebih presisi
dibandingkan sistem Angle, lebih lagi sistem ini dalam bentuk tiga dimensi.
Namun, sejatinya, sistem ini juga lebih rumit dan kadang membingungkan serta
lebih jarang digunakan dalam praktek. Bagaimanapun juga, sistem Simon
mempunyai dampak yang besar dalam pemikiran orthodontic dan bahkan telah
mengubah mode di saat sistem Angle masih digunakan (Moyers, 1988).
b. Kelas II
Insisal edge incisivus rahang bawah terletak di belakang cingulum
plateau insisivus rahang atas.
45
Gambar 17. Klasifikasi Incisivus Kelas II
Divisi II
Insisivus pertama atas retroklinasi/mundur.
c. Kelas III
Insisal edge incisivus rahang bawah terletak di depan cingulum
plateau insisivus rahang atas.
46
Gambar 20. Klasifikasi Incisivus Kelas III
47
lemah lembut dari pasien lelaki. Pasien wanita lebih memperhatikan secara
detil keteraturan giginya dari pada pasien laki-laki dan pasien wanita
biasanya lebih tertib lebih sabar dan lebih telaten dari pada pasien lelaki
dalam melaks anakan ketentuan perawatan.
d. Alamat
Pencatatan alamat (dan nomer telepon) diperlukan agar operator dapat
menghubungi pasien dengan cepat bila diperlukan . Sebaliknya pasien juga
diberi alamat (dan nomer telepon) ope rator untuk mempermudah
komunikasi.
e. Pekerjaan pasien/pekerjaan orangtua
Pencatatan pekerjaan pasien diperlukan untuk mengetahui keadaan
ekonomi pasien.
2. Anamnesis/Pemeriksaan Subjektif
Anamnesis adalah salah satu cara pengumpulan data status pasien yang
didapat dengan cara operator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan keadaan pasien :
Anamnesis meliputi :
a. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah alasan/motivasi yang menyebabkan pasien datang
untuk dirawat.
b. Riwayat Kasus (Case History)
Disini dimaksudkan agar operator dapat menelusuri riwayat pertumbuhan
dan perkembangan pasien yang melibatkan komponen dentofasial sampai
terjadinya kasus maloklusi seperti yang diderita pasien saat ini. Rawayat kasus
dapat ditelusuri dari beberapa aspek :
Riwayat Gigi-geligi (Dental History)
Anamnesis riwayat gigi-geligi dimaksudkan untuk mengetahui
proses pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi pasien sampai
keadaan sekarang sehingga dapat diketahui mulai sejak kapan dan
bagai mana proses perkembangan terbentuknya maloklusi pasien.
Riwayat Penyakit (Desease History)
48
Riwayat keluarga (Family History)
Tujuan dari anamnesis riwayat keluarga adalah untuk mengetahui
apakah maloklusi pasien merupakan faktor herediter (keturunan)
yang diwariskan dari orang tua. Untuk iru perlu ditanyakan keadaan
gigi-geligi kedua orang tua dan saudara kandung pasien.
3. Pemeriksaan Klinis/Pemeriksaan Objektif
a. Umum
Pemeriksaan klinis secara umum pada pasien dapat dilakukan dengan
mengukur dan mengamati :
Tinggi badan : cm.
Berat badan : kg.
Keadaan jasmani : baik / cukup / jelek
Keadaan menta : baik / cukup / jelek
Status gizi : baik / cukup / jelek
b. Khusus / Lokal :
Ekstra Oral :
o Bentuk muka : simetris / asimetris
o Tipe muka : Menurut Martin (Graber 1972) dikenal 3 tipe muka yaitu
:
- Brahisepali : lebar, persegi
- Mesosepali : lonjong / oval
- Oligisepali : panjang / sempit
o Otot-otot mastikasi dan otot-otot bibir
Serabut otot bersifat elastis , mempunyai dua macam keteganga n (tonus),
aktif dan pasif. Pada waktu kontraksi terdapat ketegangan yang aktif dan
apabila dalam keadaan dilatasi terdapat ketegangan pasif. Dengan
demikian pada waktu istirahat otot-otot mastikasi dan bibir mempunyai
tonus yang dalam keadaan normal terdapat keseimbangan yang harmonis,
bila tidak normal tonus otot sangat kuat ( hypertonus) atau sangat lemah
(hipotonus ) dapat menimbulkan anomali pada lengkung gigi akibat
adanya ketidakseimbangan atara tekanan otot di luar dan di dalam mulut.
49
Dalam mulut /Intra oral :
o Kebersihan mulut (oral hygiene / OH) : baik / cukup / jelek
o Keadaan lidah : normal / macroglossia / microglossia
o Palatum : normal / tinggi / rendah serta normal / lebar / sempit Pasien
dengan pertumbuhan rahang rahang atas kelateral kurang (kontraksi)
biasanya palatumnya ti nggi sempit, sedangkan yang pertumbuhan
berlebihan (distraksi) biasanya mempunyai palatum rendah lebar. Jika ada
kelainan lainnya se perti adanya peradangan, tumor, torus, palatoschisis,
dll.
o Gingiva : Normal / hypertophy / hypotropy. Adanya peradangan pada
gingiva bisa ditetentukan dengan gingival indeks (GI)
o Mucosa : normal / inflamasi / kelainan lainnya. Pasien dengan oral
hygiene yang jelek biasanya mempunyai gingiva dan mucosa yang
inflamasi dan hypertropy.
o Frenulum labii superior : normal / tinggi / rendah , tebal / tipis
o Frenulum labii inferior : norma l / tinggi / rendah , tebal / tipis
o Frenulum lingualis : normal / tinggi / rendah , tebal / tipis
o Tonsila palatina : normal / inflamasi / hypertrophy
o Tonsila lingualis : normal / inflamasi / hypertrophy
o Tonsila pharengea : normal / inflamasi / hypertrophy
o Bentuk lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah : Parabola / Setengah
elips / Trapeziod / U-form / V-form / Setengah lingkaran
o Pemeriksaan gigi geligi.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada perawatan ortodontik adalah analisis
sefalometri dan analisis model studi. Pada awalnya analisis sefalometri lebih
banyak digunakan untuk mempelajari pertumbuhkembangan kompleks
kraniofasial kemudian berkembang sebagai sarana untuk mengevaluasi keadaan
klinis misalnya membantu menentukan diagnosis, merencanakan perawatan,
menilai hasil perawatan dalam bidang ortododntik. Analisis sefalometri meliputi
analisis dental, skeletal, dan jaringan lunak. Analisis ini berguna untuk
50
mengetahui pertumbuhan skeletal, diagnosis sefalometri, perencanaan perawatan
dan hasil perawatan.
a. Analisis model studi
Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting
untuk menentukan diagnosis ortodonti. Diagnosis yang menyeluruh akan
menentukan kelengkapan rencana perawatan. Rencana perawatan yang lengkap
dan akurat akan menetukan keberhasilan perawatan.
Analisis model studi adalah penilaian tiga dimensi terhadap gigi
geligi pada rahang atas maupun rahang bawah, serta penilaian terhadap
hubungan oklusalnya. Kedudukan gigi pada rahang maupun hubungannya
dengan geligi pada rahang lawan dinilai dalam arah sagital, transversal, dan
vertikal.
Untuk keperluan diagnosis ortodonti, model studi harus dipersiapkan
dengan baik dan hasil cetakan harus akurat. Hasil cetakan tidak hanya meliputi
seluruh gigi dan jaringan lunak sekitarnya, daerah di vestibulum pun harus
tercetak sedalam mungkin yang dapat diperoleh dengan cara menambah
ketinggian tepi sendok cetak hingga dapat mendorong jaringan lunak di daerah
tersebut semaksimal mungkin, sehingga inklinasi mahkota dan akar terlihat.
Jika hasil cetakan tidak cukup tinggi, maka hasil analisis tidak akurat. Model
studi dengan basis segi tujuh, yang dibuat dengan bantuan gigitan lilin
dalam keadaan oklusi sentrik serta diproses hingga mengkilat, akan
memudahkan pada saat analisis dan menyenangkan untuk dilihat pada saat
menjelaskan kasus kepada pasien
Dari hasil pemeriksaan, pengukuran dan perhitungan pada studi model
dapat ditetapkan diagnosis mengenai :
- Bentuk dan ukuran rahang
- Ukuran mesiodistal gigi
- Bentuk dan ukuran lengkung gigi
- Penentuan relasi molar, malrelasi gigi lainnya, malposisi gigi
- Adanya kelaiann bentuk gigi (malformasi), dll.
b. Analisis Sefalometri
51
Analisis sefalometri diperlukan oleh klinisi untuk memperhitungkan
hubungan fasial dan dental dari pasien dan membandingkannya dengan morfologi
fasial dan dental yang normal. Analisis ini akan membantu klinisi dalam
perawatan ortodontik ketika membuat diagnosis dan rencana perawatan, serta
melihat perubahan-perubahan selama perawatan dan setelah perawatan ortodontik
selesai.
Pada saat ini, analisis sefalometri dari pasien yang dirawat ortodontik
merupakan suatu kebutuhan. Metode analisis sefalometri radiografik antara lain
dikemukakan oleh : Downs, Steiner, Rickett, Tweed, Schwarz, McNamara dan
lain-lain. Berdasarkan metode-metode tersebut dapat diperoleh informasi
mengenai morfologi dentoalveolar, skeletal dan jaringan lunak pada tiga bidang
yaitu sagital, transversal dan vertical
Analisis sefalometri sekarang semakin dibutuhkan untuk dapat
mendiagnosis maloklusi dan keadaan dentofasial secara lebih detil dan lebih teliti
tentang pertumbuhan dan perkembangan serta kelainan kraniofasial, tipe muka /
fasial baik jaringan keras maupun jaringan lunak, posisi gigi-gigi terhadap rahang,
hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap basis cranium.
2.9.1 Definisi
Salzmann (1950) yang pertama kali mengklasifikasikan struktur
lapisan skeletal. Hubungan rahang satu sama lain juga bervariasi pada
ketiga bidang ruang, dan variasi pada setiap bidang bisa mempengaruhi.
Hubungan posisional antero-posterior dari bagian basal rahang atas dan
bawah, satu sama lain dengan gigi-gigi berada dalam keadaan oklusi,
disebut sebagai hubungan skeletal. Keadaan ini kadang-kadang disebut juga
sebagai hubungan basis gigi atau pola skeletal.
Maloklusi Skeletal adalah penyimpangan hubungan rahang atas dan
rahang bawah terhadap kranium yang disebabkan oleh disproporsi ukuran,
bentuk atau posisi rahang.
52
Maloklusi skeletal dilihat dari berbagai arah (Moyers, 1988 ; Proffit, et.al.,
2007):
1. Arah sagital ada 2 istilah, yaitu
a. Prognati=Proposisi=Protrusi (maksila atau mandibula) yaitu istilah
yang menyatakan lebih maju ke anterior dibandi ngkan dengan
normal
b. Retrognati=Retroposisi=Retrusi (maksila atau mandibula) yaitu
istilah yang menyatakan lebih mundur ke posterior dibandingkan
dengan normal.
2. Arah transversal yaitu Crossbite dapat ke bukal atau lingual/palatinal,
unilateral atau bilateral.
3. Arah vertikal yaitu High Angle=Posterior Rotation=Divergen=Clockwise
Rotation dan Low Angle=Anterior Rotation=Konvergen=Anticlockwise
Rotation
53
Gambar 21. Maloklusi Kelas I Skeletal
54
Kelas 3 Skeletal (Prognatik)
Dimana rahang bawah pada keadaan oklusi, letaknya terlihat lebih ke
depan (Protrusif) dalam hubungannya dengan rahang atas. Dapat diakibatkan
karena Maksila yang retrusif ataupun Mandibula yang protrusif.
55
Pogonoin (Pog) : Titik terdepan dari dagu didaerah symphisis
mandibula.
56
2.10.3 Kesimetrisan Wajah
Individu dengan wajah yang asimetris berarti memiliki wajah yang
kurang proporsional antara sisi kanan dan kiri dari wajahnya. Wajah yang
simetris menunjukkan garis vertical atau garis midsagital wajah tegak lurus
terhadap garis horizontal atas (interpupillary line) dan bawah (garis yang
melaluistomion), sertagaris horizontal atas dan bawah sejajar. Wajah yang
asimetris menunjukan garis midsagital yang tidak tegak lurus terhadap garis
horizontal, dan juga garis horizontal atas dan bawah tidak sejajar.
57
a. Maxillary Dental Midline
Yaitu garis yang ditarik tegak lurus dengan occlusal plane maxilla
melewati kontak proximal dari incisive central.
b. Mandibular Dental Midline
Yaitu garis yang ditarik tegak lurus dengan occlusal plane mandibula
melewati kontak proximal dari incisive central.
58
2.10.7 Smile Line
Smile line berhubungan dengan lip line. Smile line ideal apabila
incisal dari incisive sentral rahang atas bertemu dengan lower lip line.
Sehingga apabila individu dengan gigi yang maloklusi apabila tersenyum,
bagian incisal tidak akan bertemu dengan lower lip line.
59
Gambar 30. Lip Potentially Incompetent
60
Posisi insisivus lateral atas. Kedua gigi tersebut proklinasi. Tetapi dapat
juga terjadi unilateral. Seringkali proklinasi insisivus lateral rotasi
mesiolabial. Kadang-kadang insisivus sentral atau kaninus juga proklinasi
Polaskeletal Umumnya tidak begitu diperhatikan seperti pada maloklusi
klas II divisi 1. Keparahan maloklusi berkaitan dengan hubungan tulang
basal yang menutupinya. Adareduksi tinggi muka bawah yang
direfleksikan pada besarnya overbite.
Crowding
Oklusi Premolar
61
lingual dari akar gigi ,untuk mengurangi sudut interinsisial dan hal ini hanya dapat
dikerjakan dengan alat cekat.
2.13 Perawatan
Sebelum gigi insisivus diatur ,kita perlu mendapatkan ruang cukup pada
lengkung atas. Ruang dapat diperoleh dengan 2 cara:
Ekstraksi jika lengkung atas crowding dan relasi molar adalah setengah
unit klas II atau lebih, ekstraksi dari lengkung yang sama dapat dianjurkan.
Jika kualitas molar satu jelek premolar satua tau dua dapat merupakan
pilihan dan akan mendapatkan ruang yang cukup. Jika lengkung bawah
yang crowding ekstraksi premolar dapat disarankan.
Gerakan ke distal dari segmen bukal dengan ekstraksi molar satu atau dua
jika diperlukan. Gigi bukal akan bergerak ke distal dengan pemakaian
gaya ekstraoral.
Pengaturan Insisive
Retensi
62
Gambar 32. Analisis Down
Bidang horisontal Frankfurt digunakan sebagai bidang acuan karena mudah dan
fleksibel untuk klinikal. Merupakan salah satu analisis sefalometri yang sering
digunakan. Analisis Down berisi tentang 10 parameter (5 skeletal dan 5 dental)
63
A. Skeletal
64
*Nasion ( N ) : titik yang paling anterior dari sutura fronto nasalis atau
sutura antara tulang frontal dan tulang nasal.
*Pogonion ( Pog ) : titik paling depan dari tulang dagu.
- Normal : 87.8
- Standar deviasi : +/- 3.6
65
Gambar 35. Angle of Convexity
- Normal : 59.4
66
Gambar 37. Y Axis
danprosthion, biasanyadekatapeksakargigiinsisivussentralismaksila.
*Supra-mental (B) : titik paling cekung di antara infra dental dan pogonion
- Normal : -4.6
67
B. Dental
oklusal
- Normal : 9.3
68
2. Inter-Incisal Angle () : garis yang ditarik sejajargigi incisive masing-
- Normal : 135.4
- Normal : 14.5
69
Gambar 42. Incisor Occlusal Plane Angle
4. Incisor Mandibular Plane Angle (): Sudut antara garis axis dari
- Normal : 1.4
- Normal : 2.7
70
2.14.2 Analisis Steiner
Steiner dalam penilaian sefalometri lateral membagi 3 bagian
kepala secara terpisah, yaitu skeletal, gigi dan jaringan lunak. Analisis
skeletal berkaitan dengan maksila dan mandibula, analisis gigi melibatkan
kaitan gigi insisivus rahang atas dan rahang bawah, sedangkan analisis
jaringan lunak untuk menilai keseimbangan dan harmonisasi profil wajah.
Titik-titik untuk analisis pada jaringan keras :
a) Sella (S): terletak di tengah dari outline fossa pituitary (sella turcica)
b) Se : pintu masuk sella turcica
c) Nasion (N): terletak di bagian paling inferior dan paing anterior dari tulang
frontal, berdekatan dengan sutura frontonasalis.
d) Orbitale (Or): terletak pada titik paling inferior dari outline tulang orbital.
Sering pada gambaran radiografi terlihat outline tulang orbital kanan dan
kiri. Untuk itu maka titik orbitale dibuat di pertengahan dari titik orbitale
kanan dan kiri.
e) Titik A (Subspinale): terletak pada bagian paling posterior dari bagian
depan tulang maksila. Biasanya dekat dengan apeks akar gigi insisif
sentral atas.
f) Titik B (supramental): terletak pada titik paling posterior dari batas
anterior mandibula, biasanya dekat dengan apeks akar gigi insisif sentral
bawah.
g) Pogonion (Pog): terletak pada bagian paling anterior dari dagu.
h) Gnathion (Gn): terletak pada outline dagu di pertengahan antara titik
pogonion dan menton.
i) Menton (Me): terletak bagian paling inferior dari dagu.
j) Articulare (Ar): terletak pada pertemuan batas inferior dari basis kranii dan
permukaan posterior dari kondilus mandibula.
k) Gonion (Go): terletak pada pertengahan dari sudut mandibula.
71
l) Porion (Po): terletak pada bagian paling superior dari ear rod (pada batas
superior dari meatus auditory external).
m) T1: titik paling posterior dari ramus mandibula
n) T2: titik terluar korpus mandibula
o) Basion (Ba) : titik paling bawah posterior dari tulang oksipital yang
berhubungan ke batas anterior foramen magnum
p) Condylion: titik paling atas dari condylus
q) Prostion (Pr) : titik paling anterior dari puncak alveolar pada premaksila
dan biasanya terletak diantara kedua insisif sentral
r) Infradental (Id) : titik paling anterior dari puncak alveolar pada mandibula
dan biasanya terletak diantara kedua insisif sentral rahang bawah
s) Anterior Nasal Spine (ANS) : spina nasal anterior
t) Posterior Nasal Spine (PNS): spina nasal posterior
u) PPoCP: posterior oklusal plane
v) Pterygomaxillary fissure (Ptm) : fissure berbentuk teardrop
w) Pt point : persimpangan dari batas inferior dari foramen rotundum dengan
dinding posterior dari Ptm
x) CF point (center of face ) : cephalometric landmark yang dibenntuk oleh
persimpangan FH dan garis tegak luruss melalui Pt
72
Gambar 45. Titik-titik untuk jaringan keras
73
Namun pada sefalometri lateral, titik porion dan orbital tidak mudah untuk
di identifikasi. Oleh karena itu Steiner menggunakan dasar tengkorak
anterior (Sella ke Nasion) sebagai garis referensi, dimana nantinya akan
dikaitkan dengan titik A atau titik B. Keuntungan dengan menggunakan
garis ini adalah garis ini hanya bergerak dalam jumlah minimal setiap kali
kepala ini menyimpang dari posisi profil yang benar.
a. SNA : Hubungan posisi anteroposterior dari basis apikal maksila
terhadap garis yang melalui basis kranii anterior. Normalnya yaitu 820.
b. SNB : Hubungan posisi anteroposterior dari basis apikal mandibula
terhadap garis yang melalui basis kranii anterior. Normalnya yaitu 800.
c. ANB : Hubungan posisi anteroposterior dari maksila terhadap posisi
anteroposterior dari mandibula. Maloklusi kelas II yang parah sering
dihubungkan dengan nilai ANB yang besar. Normalnya yaitu 20.
Gambar 47. Sudut SNA (a) Ideal (b) Protrusif (c) Retrusif
74
Gambar 48. Sudut SNB (a) Ideal (b) Protrusif (c) Retrusif
Sudut ini dibentuk dari perpotongan garis N-A dengan garis sumbu
gigi insisif rahang atas. Interpretasi:
75
I-NA < 15 retrusi
I-NA 15-32 (rata2: 22) normal
I-NA > 32 protrusi
b. I-NB
Jarak ini diukur dari titik terdepan permukaan labial gigi insisif rahang
bawah ke garis NB (dalam mm). Interpretasi:
Jarak I-NB < 2mm retroposisi
Jarak I-NB 4 mm normal
Jarak I-NB > 6 mm proposisi
Sudut ini dibentuk dari perpotongan garis N-B dengan sumbu gigi
insisif rahang bawah. Interpretasi: pengukuran sudut ini menunjukkan
hubungan gigi insisif rahang bawah dengan basis maksila
Sudut I-NB < 15 retrusi
Sudut I-NB 25 normal
Sudut I-NB > 32 protrusi
c. I-I
Sudut ini dibentuk dari garis sumbu gigi insisif rahang atas dengan
garis sumbu gigi insisif rahang bawah. Interpretasi:
76
Sudut I - I < 120 Protrusi
Sudut I - I 131 normal
Sudut I - I > 150 Retrusi
77
Bibir yang terletak di luar garis ini cenderung menonjol dalam hal
gigi dan rahang, rahang dan gigi ini biasanya membutuhkan perawatan
ortodonti untuk mengurangi kecembungan tersebut. Jika posisi bibir di
belakang garis ini, profil pasien umumnya ditafsirkan sebagai profil
cekung. Koreksi ortodonti biasanya diperlukan untuk memajukan gigi
dalam lengkung gigi sehingga menyentuh S-line.
78
BAB III
PEMBAHASAN
3.2 Teori
1. Penyakit yang diderita pasien
Penyakit yang diderita pasien adalah maloklusi kelas II skeletal disertai
protrusif gigi anterior RA dan openbite anterior. Proffit (1988) mengatakan
bahwa maloklusi bukan merupakan suatu penyakit atau proses patologis
tetapi merupakan kelainan atau penyimpangan dari proses pertumbuhan dan
perkembangan yang normal, sehingga mengakibatkan kombinasi kurang
harmonis antar gigi, rahang serta wajah secara keseluruhan.
Maloklusi Skeletal adalah penyimpangan hubungan rahang atas dan
rahang bawah terhadap kranium yang disebabkan oleh disproporsi ukuran,
bentuk atau posisi rahang. Maloklusi kelas II skeletal (Retrognatik), dimana
rahang bawah pada keadaan oklusi, letaknya terlihat lebih ke belakang
(retrusif) dalam hubungannya dengan rahang atas. Dapat diakibatkan karena
maksila yang protrusif atau mandibula yang retrusif.
79
Gambar 53 Maloklusi Kelas II Skeletal
80
merupakan hasil dari ketidakseimbangan tulang craniofacial. Perawatan
orthodonti dari ketidakserasian tulang pasti mengubah pertumbuhan
kraniofasial atau kamuflase dengan perpindahan gigi untuk menutupo
ketidakserasian tersebut
c. Teeth
Gigi mungkin menjadi factor utama penyebab dari kelainan bentuk dentofasial
di berbagai cara. Variasi berbeda pada ukuran, bentuk, jumlah, atau posisi dari
gigi dapat menyebabkan maloklusi. Sering kali terlupakan bahsawa
kemungkinan malposisi gigi dapat menyebabkan malfungsi dan secara tidak
langsung melalui malfungsi mengubah pertumbuhan tulang. Satu dari masalah
tersering adalah gigi terlalu besar untuk lengkung rahang atau lengkung rahang
yang terlalu kecil. Gigi mungkin berpindah selama perawatan orthodonti untuk
memperbaiki maloklusi kamuflase dysplasia atau membantu pemindahan
disfungsi neuromuscular.
d. Soft Parts (Exclude Muscle)
Peran dari jaringan lunak, selain dari neuromuscular, etiologi dari maloklusi
tidak terlihat jelas, tidak seperti tiga factor sebelumnya. Maloklusi, namun
dapat menimbulkan penyakit periodontal.
B. Time (Waktu)
Faktor waktu dalam perkembangan dari maloklusi memiliki dua
komponen. Periode dimana penyebabnya beroperasi dan usia dimana hal ini
terlihat perlu diketahui bahwa lama dari waktu penyebabnya tidak terus menerus.
Pada faktanya, mungkin berhenti dan terulang dalam mode intermittent. Penyebab
mungkin saja berkelanjutan atau tidak tergantung pada efek secara prenatal
maupun postnatal.
C. Penyebab dan Kondisi Klinis
a. Hereditas (Keturunan)
Hereditas sudah sejak lama diduga sebagai penyebab maloklusi.
Penyimpangan dari genetic muncul sejak masa prenatal atau tidak terlihat sampai
setelah beberapa tahun setelah kelahiran. Peran hereditas pada pertumbuhan
81
craniofacial dan etiologi kelainan dentofacial telah menjadi subjek dari beberapa
studi. Hal kecil yang belum dipahami mengenai bagian gen yang berperan dalam
maturasi otot-otot orofasial.
Sebagai contoh, ketiadaan gigi-gigi atau kemunculan beberapa syndrome
craniofacial. Kebanyakan keturunan berperan penting dalam etiologi dari kelainan
dentofacial.
b. Kelainan Perkembangan Tanpa Penyebab
Kelainan perkembangan yang tidak diketahui asalnya adalah istilah yang
diterapkan untuk cacat parah dan bersifat langaka yang mungkin berasal dari
kegagalan diferensiasi pada periode kritis dalam perkembangan embiro. Sebagai
contoh, terkadang dapan disimpulkan karena adanya bawaan dari otot,
mikrognatia, facial clefts, dan beberapa contoh oligodontia dan anodontia.
c. Trauma
Trauma prenatal dengan cedera janin dan post natal dapat mengakibatkan
kelainan dentofacial.
Prenatal Trauma
- Hipoplasia dari mandibular dapat disebabkan oleh teknan intrauterine
atau trauma saat melahirkan
- Vogelgesicht terhambatnya pertumbuhan mandibular karena
ankilosis sendi TMJ, mungkin dikarenakan kelainan perkembangan
atau hasil dari trauma
- Asimetris: lutut atau kaki dapat menekan resiko sedemikian rupa untuk
menyebabkan asimetri pada pertumbuhan wajah atau keterbelakangan
perkembangan mandibular.
Postnatal Trauma
- Fraktur pada rahang atau gigi
- Kebiasaan menyebabkan mikrotrauma operatif selama tenggang
waktu
- Trauma pada TMJ telah diketahui mengganggu pertumbuhan dan
fungsi mengarah kepada asimetri dan disfungsi temporomandibular.
82
d. Physical Agents
Ekstraksi prematur gigi sulung
Sifat makanan
Orang yang ada pada masa primitive, diet berserat sehingga merangsang
otot-otot mereka berkerja lebih banyak dan dengan demikian
meningkatkan beban fungsi pada gigi. Tipe diet seperti ini menghasilkan
lebih sedikit keries, lengkung rahang lebih besar dan meningkatkan
penggunaan permukaan oklusal pada gigi. Bukti nyata menunjukkan
bahwa permukaan oklusi lebih halus dan lembut. Kurangnya fungsi yang
memadai dikontraksi lengkung gigi, pemakaian oklusal cukupm dan tidak
adanya jenis penyesuaian oklusal biasanya terlihat pada gigi dewasa.
e. Kebiasaan
Semua kebiasaan melibatkan kontraksi otot yang bersifat sangat kompleks.
Kebiasaan tertentu berfungsi sebagai rangsanfan terhadap pertumbuhan normal
dari rahang untuk berbicara dan mastikasi. Kebiasaan tidak normal mengganggu
pola pertumbuhan wajah yang didiferensiasi dari kebiasaan normal yang menjadi
bagian dari fungsi normal orofaring dan fungsi oklusal. Focus disini adalah apa
saja yang kemungkinan akan terlibat dalam etiologi maloklusi.
Menghisap ibu jari
Kebiasaan ini biasanya terdapat pada anak-anak dengan alas an yang
bervariaso, namun, apabila tidak terlibat langsung, dalam prosuksi atau
pemeliharaan maloklusi, seharusnya tidak menjadi perhatian klinis bagi
dokter gigi.
Dorongan Lidah
Lip Sucking and Biting
Nail Biting
Malnutriotion
83
BAB IV
KESIMPULAN
84
DAFTAR PUSTAKA
http://documents.tips/documents/mekanisme-proses-mastikasi-
autosaved.htmldiaksespadatanggal 9 oktober 2016
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Alih bahasa, James
Veldman. Jakarta : Indonesia
http://dokumen.tips/documents/kontrol-neurologis.html
85
http://repository.unpad.ac.id/9678/1/pustaka_unpad_deteksi_dini_ketidakseimban
gan.doc
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/54982/4/Chapter%20II.pdf
http://www.nidcr.nih.gov/OralHealth/OralHealthInformation/ChildrensOralHealth
/OralConditionsChildrenSpecialNeeds.htm. Accessed on 30th Jan 2011
http://www.plioz.com/braeak-the-habit-thumbguard-and-fingerguard/#more-376.
Accessed on 1th Feb 2011
86