Anda di halaman 1dari 25

SEJARAH DINASTI BANI ABBASIYAH

\
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW. dan disebarkan dijazirah
Arab yang diawali dengan sembunyi-sembunyi. Setelah pengikut agama Islam telah banyak
dari keluarga terdekat Nabi dan sahabat maka turun perintah Allah untuk menyebarkan Islam
secara terang-terangan. Namun dalam penyebarannya tidak berjalan mulus, Rasulullah dalam
menyebarkan Islam mendapatkan tantangan dari suku Quraisy . Islam disebarkan dan
dipertahankan dengan harta dan jiwa oleh para penganutnya yang setia membela Islam meski
harus dengan pertumpahan darah dalam peperangan.
Setelah Rasullah wafat, kepemimpinan Islam dipegang oleh khulafaur Rasyidin. Pada
perkembangannya Islam mengalami banyak kemajuan maju. Islam telah disebarkan secara
meluas keseluruh wilayah Arab. Pada masa khulafaur Rasyidin Al-Quran telah dibukukan
dalam bentuk mushaf yang dikenal dengan mushaf utsmani.
Meskipun Islam telah berkembang namun juga banyak mendapat tantangan dari luar dan
dalam Islam sendiri. Seperti pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib banyak terjadi pemberontakan
didaerah hingga peperangan. Salahsatu perang dimasa Ali bin Abi Thalib ialah peperangan
Muawiyah dengan khalifah Ali bin Abi Thalib yang menghasilkan abitrase, sehingga Muawiyah
menggantikan posisi Ali bin Abi Thalib. Dampak yang ditimbulkan dari abitrase ini adalah
pengikut dari Ali bin Abi Thalib ingin membunuh Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah karena
dianggap telah kafir dan halal dibunuh. Dalam rencana pembunuhan ini, hanya Ali bin Abi Thalib
yang berhasil dibunuh.
Setelah kematian Ali bin Abi Thalib, maka berakhirlah masa Khulafaur Rasyidin dan
berganti dengan pemerintahan Dinasti Umayyah dibawah pimpinan Muawiyah bin Abi
Sofwan. Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Islam semakin berkembang dalam
segala aspek hingga perluasan daerah kekuasaan.
Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah, digantikan oleh pemerintahan dinasti
Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan umat
Islam. Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW, Berdirinya
dinasti ini sebagai bentuk dukungan terhadap pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim
setelh wafatnya Rasulullah SAW. yaitu menyandarrkan khilafah kepada keluarga Rasul dan
kerabatnya.
Berdasar dari keterangan diatas, maka penulis tertarik untuk membahas sejarah
terbentuknya pemerintahan Dinati Abbasiyah hingga mundurnya pemerintahan ini dalam
bentuk makalah.
B. Rumusan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka penulis menetapkan rumusan
masalah sebagai berikut ;
1. Bagaimana proses terbentuknya Dinasti Abbasiyah ?
2. Bagaimana kemajuan-kemajuan Dinasti Abbasiyah ?
3. Apa sebab-sebab kemunduran Dinasti Abbasiyah ?
4. Dinasti kecil apa saja yang muncul di barat dan di timur ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah
Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah
melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri
dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti
Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-
Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750
M) s. d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[1] \
Ketika dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan
kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa
khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan
memberikan toleransi kepada kegiatan keluarga Syiah. Gerakan itu didahului oleh saudara-
saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-
Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang
bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah
menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan
itu berhasil ditangan Abu abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani
Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.[2]
Orang Abbasiyah, sebut Abbasiyah merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah atas
kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab
keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayah secara paksa menguasai
khalifah melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah
mereka mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap
Umayah.[3]
Pergantian kekuasaan dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan
pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang beragama Islam, akan
tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah
Islam.
Dalam sejarah berdirinya daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah I,
terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1. Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi
kesempatan dalam pemerintahan.
3. Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara terang-
terangan.[4]
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan
gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Amawiyah. Gerakan ini menghimpun[5];
a) Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;
b) Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
c) Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-khurasany.
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/
750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad,
Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan
diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-
Saffah, pada tahun 132-136 H/ 750-754 M.[6]
Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat
pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah
penggantinya, Abu jafar al-Mansur (754-775) memindahkan pusat pemerintahan kebaghdad.
Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga
dapatlah dikelompokkan masa daulah Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan
corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun daulah
Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan
Bani Seljuk. Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani Abbasiyah ialah sebagai
berikut.
a. Bani Abas (750-932 M
1) Khalifah Abu AbasAs-Safak (750-754 M)
2) Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M)
3) Khalifah Al-Mahdi (775-785 M)
4) Khalifah Al Hadi (775-776 M)
5) Khalifah Harun Al-Rasyid (776-809 M)
6) Khalifah Al-Amin (809-813 M)
7) Khalifah Al-Makmun (813-633 M)
8) Khalifdah Al-Mutasim (833-842 M)
9) Khalifah Al-Wasiq ( 842-847 M)
10) Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M)
11) .
b. Bani Buwaihi (932-107 5M)
1) Khalifah Al-Kahir (932-934 M)
2) Khalifah Ar-Radi (934-940 M
3) Khalifah Al-Mustaqi (943-944 M)
4) Khalifah Al-Muktakfi (944-946 M)
5) Khalifal Al-Mufi (946-974 M)
6) Dst
c. Bani Seljuk
1) Khalifah Al-Muktadi (1075-1048 M)
2) Khalifah Al-Mustazhir (1074-1118 M)
3) Khalifah Al-Mustasid (1118-1135 M)
4) Dst [7]
Adapun periodisasi dalam Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut :
a. Periode Pertama (750-847 M)
Diawali dengan Tangan Besi
Sebagaimana diketahui Daulah Abbasiyahdidirikan oleh Abu Abas. Dikatakan
demikian, karena dalam Daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain disamping Dinasti
Abasiyah. Ternyata dia tidak lam berkuasa, hanya empat tahun. Pengembangan dalam arti
sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M). Dia
memerintah dengan kejam, yang merupakan modal bagi tercapainya masa kejayaan Daulah
Abasiyah.[8]
Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih menekankan pada kebijakan
perluasan daerah. Kalau dasar-dasarpemerintahan Daulah Abasiyah ini telah diletakkan dan
dibangun olh Abu Abbas as-Safak dan Abu Jakfar al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti
ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hinga
Khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman keemasan telah dimulai pada pemerintahan pengganti
Khalifah Al-Jakfar, dan mencapai puncaknya dimasa pemerintahan Harun Al-Rasyid.
Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama
kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya.[9]
b. Periode Kedua (232 H/ 847 M 334H/ 945M)
Kebijakan Khalifah Al-Mukasim (833-842 M untuk memilih anasir Turki dalam
ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan
Arab dan Persia pada masa Al-Makmun dan sebelumnya.khalifah Al-Mutawakkil (842-861
M) merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang lemah.[10]
Pemberontakan masih bermunculan dalam periode ini, seperti pemberontakan Zanj
didataran rendah Irak selatan dan Karamitah yang berpusa di Bahrain. Faktor-faktor penting
yng menyebabkan kemunduran Bani Abas pada periode adalah. Pertama, luasnya wilayah
kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Yang kedua,
profesionalisasi tentara menybabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi.
Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan
militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak kebaghdad.
c. Periode Ketiga (334 H/945-447 H/1055 M)
Posisi Daulah Abasiyah yang berada dibawaah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan
cirri utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya,
lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syiah. Akibatnya keudukan Khalifah tidak
lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu bani Buwaihi telah
membagi kekuasaanya kepada tiga bersauara. Ali menguasai wilayah bagian selatan Persia,
Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah al-ahwaz, Wasit, dan
\Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, karena telah
pindah ke Syiraz dimana berkuasaAli bin Buwaihi.[11]
d. Periode Keempat (447 H/1055M-590 H/1199 M)
Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Seljuk dalam Daulah Abasiyah.
Kehadirannya atas unangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di
Baghdad. Keadaan Khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya
dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah. [12]
e. Periode Kelima (590 H/ 1199M-656 H / 1258 M)
Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini, Khalifah
Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan
berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah
menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar
menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1256 M.[13]
B. Kemajuan-Kemajuan Dinasti Abbasiyah
Dalam setiap pemerintahan pada khususnya tentu memiliki perkembangan dan
kemajuan, sebagaimana halnya dalam pemerintahan yang dipegang oleh dinasti Abbasiyah.
Dinasti ini mempunyai kemajuan bagi kelangsungan agama islam, sehingga masa dinasti
Abbasiyah ini dikenal dengan The Golden Age of Islam.
Khilafah di Baghdad yang didirikan oleh Saffah dan Mansur mencapai masa
keemasannya mulai dari Mansur sampai Wathiq dan yang paling jaya adalah periode Harun
dan puteranya, Mamun. Istana khalifah Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan
kehadiran para pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Dengan Harun tercatat
buku legendaries cerita 1001 malam. Baik segi politik, ekonomi, dan budaya, periodenya
tercatat sebagai The Golden Age of Islam.[14]
Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti Bani Abbasiyah ialah
sebagai berikut :
1. Administrasi
Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting diisi oleh Bani
Umayyah notabene bangsa arab, namun pada masa abbasiyah orang non-arab mendapat
fasilitas dan menduduki jabatan strategis. Khalifah sebagai kepala pemerintahan,penguasa
tertinggi sekaligus menguasai jabatan keagamaan, pemimpin sacral. Disebut juga bahwa para
khalifah tidak peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang tetapuntuk mengangkat putera
mahkota, yaitu sejak masa al-Amin. Pada masa ini, jabatan penting diisi oleh seorang wazir
yang menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan oleh hukum Islam untuk
mengangkat dan menurunkan para pegawai. Wazir adalah pelaksana non-militer yang
diserahkan sang khalifah kepadanya. Ada dua macam wazir, yaitu wazir yang memiliki
kekuasaan yang sangat tinggi(tafwid)dan wazir (tanfiz) yang kekuasaannya terbatas. Yang
pertama disebut juga wazir utama atau sekarang sama dengan perdana menteri yang dapat
bertindak tanpa harus direstui khalifah, termasuk mengangkat dan memecat para gubernur
dan hakim. Pada saat para khalifah lemah, kekuasaan dan kedudukan wazir meningkat tajam.
Sementara wazir tidak berkuasa penuh, hanya mentaaati perintah khlifah saja.[15]
Kalau pada masa Umayyah terdapat lima kementrian pokok, yang disebutdiwan,
maka dimasa Abbasiyah kelima tersebut ditambah jumlahnya. Kelima kementrian tersebut
ialah (1) Diwan al-jund (war of office). (2) diwan al-Kharaj (Department of Finance). (3)
Diwan al-Rasal (Board of Correspondence). (4) Diwan al_khatam (Board og Signet). (5)
Diwan al-Barid (Postal Department). Kelima diwan ini pada era Abbasiyah ada penambahan
diwan diantaranya. (6)Diwan al-Azimah(the Audit and Account Board). (7) Diwan al-Nazri fi
al-mazalim (Appeals and Investigation Boars). (8) Diwan al-Nafaqat (the Board of
Expenditure). (9) Diwan al-Sawafi (the Board of Crown Land). (10) Diwan al-Diya (the
Board of States). (11) Diwan al-Sirr (the Board of Military Infection). Dan, (13) Diwan al-
Tawqi (the Board Request).[16]
Diwan-diwan aru yang dibentuk pada periode Abbasiyah, antara lain, Diwan al-
Syurtha (Police Department). Kepala polisi disebut Sahib al-Surtha yang beda dengan zaman
Umayyah, mereka terbagi tugasnya sesuai dengan kondisi wilyahnya. Tugas mereka paling
utama adalah menjamin dan memelihara keamanan, harta, dan nyawa masyarakat. Sementara
itu, polisi biasa ada dibawah kendali muhtasib.[17]
Dari diwan-diwan yang dibentuk memiliki tugas masing-masing dalam pemerintahan
daulah Abbasiyah yang mempunyai peranan yang sangat penting.
Demi kelancaran admiinistrasi wilayah kekuasaan Abbasiyah dibagi dalam
beberapawilayah administrasi yang dapat disebut provinsi dan masing-masing provinsi yang
dikepalai seorang Amir yang melaksanakan tugas khalifah dan bertanggung jawab
kepadanya. Khalifah yang mengangkat dan memecat atau memindahkan ke Provinsi lain.
Pada umumnya, pendapatan provinsi digunakan untuk provinsi dan sisanya di kirim ke
pemerintah
pusat.[18]

2. Sosial
Philip Khore Hitti, bahwa para sejarawan Arab lebih berkonsentrasi pada persoalan
Khalifah Abbasiyah, lebih mengutamakan persoalan politik dibandingkan dengan persoalan
lain, yang menyebabkan mereka tidak begitu memberikan gambaran memadai tentang
kehidupan sosial-ekonomi. Dengan adanya asimilasi, Aab-Mawali membawa dinasti ini
kehilangan jati diri sebagai bangsa Arab menjadi bangsa majemuk. Untuk memperlancar
proses pembaruan antara Arab dengan rakyat taklukan, lembaga poligami, selir, dan
perdagangan budak terbukti efektif. Saat unsur Arab murni surut, orang Mawali dan anak-
anak perempuan yang dimerdekakan, mulai menggantikan posisi mereka. Aristokrasi Arab
mulai digantikan oleh hierarki pejabat yang mewakili berbagai bangsa, yang semula
didominasi oleh Persia dan kemudian oleh Turki.[19]
3. Kegiatan ilmiah
Pada periode Abbasiyah adalah era baru dan identik dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Dari segi pendidikan, ilmu pengetahuan termasuk science, kemajuan
peradaban, dan kultur pada zaman ini bukan hanya identik sebagai masa keemasan Islam,
akan tetapi era ini mengukur dengan gemilang dalam kemajuan peradaban dunia. Semasa
dinasti Umayyah kegiatan dan aktivitas nalar ilmu yang ditanam itu berkembang pesat yang
mencapai puncakya pada era Abbasiah.[20]
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam sel\lu bermuara pada masjid.
Masjid dijadikan centre of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya
pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan kedalam mahad.[21]
Abad X Masehi disebut abad pembangunan daulah Islam,iyah dimana dunia Islam,
mulai dari Cordon di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami kebangunan di
segala bidang, terutama dalam bidang berbagai macam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Duni Islam, pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya dan makmur.[22]
Diantara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal ialah Damaskus,
Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-Madaain, Jundeshahpur, dan lain-lain. Banyaknya
cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan istana para kahlifah
Abbasiyah, misalnya Mansur yng banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari
cendekiawan-cendekiawan Persia. Yang terbesar dan banyak berpengaruh pada mulanya
ialah keluarga Barmak dan kemudian, seperti jabatan wazir yang diberikn Mansur kepada
Khalid ibn Barmak, kemudian ke anak dan cucu-cucunya. Mereka ini berasal dari Bactra,
dikenal sebagai keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan dan filsafat, yang condong
kepada paham Mutazilah. Mereka disamping sebagai wazir, juga menjadi pendidik anak-
anak Khalifah. Diakuinya Mutazilah sebagai mazhab resmi Negara pada masa Khalifah
Mamun (827 M). Mutazilah adalah aliran yang menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan
berfikir kepada manusia. Aliran ini telah berkembang dalam masyarakat terutama pada masa
awal Dinasti Abbasiyah, yang banyak memajukan kegiatan intelektual dengan lebih
menggunakan rasio baik dalam penerjemahan ilmu-ilmu luar maupun memadukan dengan
ajaran Islam. Inilah faktor utama jasa mereka memelihara Yunani dan selanjutnya
dikembangkan melalui Kairo, dan selanjutnya di transfer melalui pusat-pusat kegiatan ilmiah
di Eropa Barat Daya seperti Seville, Cordova, al-Hamra.[23]
Pribadi beberapa Khalifah terutama pada masa awal Abbasiyah seperti Mansur,
Harun, dan Mamun adalah kutu buku dan sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga
terpengaruh dalam kbijaksanaannya yang banyak ditujukan kepada peningkatan ilmu
pengetahuan. Selain itu semua, karena permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam semakin
kompleks dan berkembang, oleh karena itu perlu dibuka ilmu pengetahuan dalam berbagai
bidang, khususnya ilmu-ilmu naqli eperti ilmu agama, bahasa, dan adab. Adapun ilmu aqli
seperti kedokteran, Manthiq, olahraga, ilmu angkasa luar dan ilmu-ilmu yang lain telah
dimulai oleh umat Islam dengan metode yang teratur. Kegiatan ilmiah dikalangan umat
Islam, semasa Abbasiyah yang menandakan Islam memperoleh kemajuan disegala
bidang.[24]
Adapun ilmu yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah terdiri dari
perkembangan ilmu naqli (sumber dari Al-Quran dan Hadis) yaitu seperti ilmu tafsir, ilmu
hadis, ilmu kalam,ilmu tasawuf, ilmu bahasa, ilmu fiqih,serta pembukuan kitab-kitab hukum.
Sedangkan perkembangan ilmu aqli diantaranya ilmu kedokteran dan ilmu filsafat, dan lain
lain.[25]
4. Peran Pemerintah
Pada masa kejayaan Islam banyak Khalifah mencintai dan mendukung penuh atas
aktivitas mereka paling menonjol dan besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan
yang paling besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar
peranannya dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Mereka menerjemahkan dari buku-buku
asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani, atau Yunani kedalam bahasa arab yang telah
dimulai sejak zaman Umayyah. Misalnya, Khalid ibn Yazid, seorang penguasa, pecinta ilmu
yang memerintahkan kepada para cendekiawan Mesir atau yang tinggal di Mesir agar mereka
menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran, bintang, dan kimia yang berbahasa Ynani ke
dalam bahasa arab. Demikian juga Khalifah Umar II menyuruh menerjemahkan buku-buku
kedokteran kedalam bahsa arab.[26]
Pada 832 M, Mamun mendirikan Bait al-HIkmah di Baghdadsebagai akademi
pertama, lengkap dengan teropong bintang, perpustakaan, dan lembaga penerjemahan.
Kepala akademi ini yang pertama adalah Yahya ibn Musawaih (777-857 M) murid Gibril ibn
Bakhtisyu, kemudian diangkat Hunain ibn Ishaq, murid Yahya sebagai ketua kedua.[27]
Sekitar akhir abad ke-10 m, kegiatan kaum muslibukan hanya menerjemahkan,
bahkan mulai memberikan syarahan (penjelasan), dan melkukan tahqiq (pengeditan). Pada
mulanya muncul dalam bentuk karya tulis yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas
dan dipadukan dalam berbagai pemikiran dan petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam
bentuk bab-bab dan pasal-pasal. Dengan kepekaan mereka, hasil kritik dan analisis itu
memancing lahirnya teori-teori baru sebagai hasil renungan mereka sendiri. Misalnya apa
yang yang telah dilakukan oleh Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi dengan memisahkan
aljabar dari ilmu hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis. Pada
masa inilah lahir karya-karya ulama yang telah tersusun rapi. Semasa Abbasiyah muncul
ulama-ulama besar [28]
Pada mulanya, para lama memelihara dan mentransfer ilmu mereka melalui hafalan
atau lembaran-lembaran yang tidak teratur. Kemudian barulah abad ke-7 M,mereka menulis
hadis, fikih, tafsir, dan banyak buku dari berbagai bahasa arab dan menjadi buku-buku yang
disusun secara sistematis. Diantara kebanggaan zaman pemerintahan Abbasiyah adalah
terdapatnya 4 imam yaitu Abuu Hanifah, Malik, Syafii, dan Ahmad ibn Hanbal, mazhab
fikih yang ulung ketika itu. Mereka merupakan para Ulama fikih yang paling agung dan tiada
bandingannya di dunia Islam.[29]
C. Sebab-Sebab Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Sejak abad ke-7 M bangsa Arab dengan cepat sekali menguasai satu persatu wilayah
kemajuan dunia saat itu sampai mereka pernah menjadi penguasa yang sangat kuat dimana
peta kekuatan Islam melebar sampai Asia, Afrika, dan Eropa Barat Daya. Setelah mengalami
masa kejayaan, Dinasti Abbasiyah akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran.
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau Khilafah Abbasiyah
merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada
dibawah kekuaasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam
berdiri.[30]
Adapun faktor penyebab kehancuran Abbasiyah, diantaranya, sebagai berikut.
1. Internal
Semasa Abbasiyah wilayah kekuasaannnya meliputi barat sampai samudera Atlantik,
disebelah timur sampai India dan perbatasan China, dan diutara dari laut Kashpia sampai
keselatan, teluk Persia. Wilayah kekuasaan Abbasiyah yang hampir sama luasnya dengan
wilayah kekuasaan dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan oleh para Khalifah yang
lemah. Di samping itu, sistem komunikasi masih sangat lemah dan tidak maju saat itu,
menyebabkan tidak cepat dapat informasi akurat apabila suatu daerah ada masalah, konflik,
atau terjadi pemberontakan. Oleh karena itu, terjadinya banyak wilayah lepas dan berdiri
sendiri. Sebenarnya pasca Khalifah Mamun dinasti ini mulai mengalami kemunduran.
Ementara itu jauhnya wilayah-wilayah yang terletak di ketiga benua tersebut, dan kemudian
hari didorong oleh para Khalifah yang makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh
kelompok-kelompok yang tidak terkendali bagi Khalifah, [31]
Karena tidak adanya suatu sistem dan aturan yang baku menyebabkan sering gonta-
gantinya putera mahkota dikalangan istana dan terbelahnya suara istana yang tidak menjadi
keatuan bulat terhadap pengangkatan para pengganti Khalifah. Seperti perang saudara antara
Amin-Mamun adalah bukti nyata. Disamping itu, tidak adanya kerukunan antara tentara,
istana, dan elit politik lain yang juga memacu kemunduran dan kehancuran dinasti ini.[32]
Selain agama juga faktor ekonomi cukup dominan atas lemahnya sendi-sendi
kekhalifahan Abbasiyah. Beban pajak yang berlebihan dn pengaturan wilayah-wilayah
(Provinsi) demi keuntungan kelas penguasa telah menghancurkan bidang pertaniandan
industri. Saat para Wali, Amir, dan lain-lain termasuk kalangan istana makin kaya, rakyat
justru makin lemah dan miskin. Dengan adanya independensi dinasti-dinasti tersebut
perekonomian pusat menurun karena mereka tidak lagi membayar upeti kepada pemerintahan
pusat. Sementara itu, disisi lain meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran.
Disamping itu, faktor yang penting yaitu merosotnya moral para Khalifah Abbasiyah pada
zaman kemunduran, serta melalaikan salahsatu sendi Islam, yaitu jihad.[33]
Dalm buku yang ditulis Abu Suud[34], dijsebutkan faktor-faktor intern yang
membuat Daulah Abasiyah lemah kekudian hancur antara lain : (1) adanya persaingan tidak
sehat diantara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abasiyah, terutama Arab,
Persia, dan Turki. (2) terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama
yang ada, yang berkembang menjadi pertumpahan darah. (3) munculnya dinasti-dinasti kecil
sebagai akibat perpecahan social yang berkepanjangan. (4) akhirnya terjadi kemerosotan
tingkat perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik.
2. Eksternal
Disamping faktor-faktor internal, ada juga faktor ekstern yang membawa nasib dinasti
ini terjun kejurang kehancuran total. Yaitu serangan Bangsa Mongol. Latar belakang
penghancuran dan penghapusan pusat Islam di Baghdad, salahsatu faktor utama adalah
gangguan kelompok Asasin yang didirikan oleh Hasan ibn Sabbah (1256 M) dipegunungan
Alamut, Iraq. Sekte, anak cabang Syiah Ismailiyah ini sangat mengganggu di wilayah
Persia dan sekitarnya. Baik di wilayah Islam maupun di wilayah Mongol tersebut.[35]
Setelah beberapakali penyerangan terhadap Assasin akhirnya Hullagu, cucu Chengis
Khan dapat berhasil melumpuhkan pusat kekuatan mereka di Alamut. Kemudian menuju ke
Baghdad. Setelah membasmi mereka di Alamut, tentara Mongol mengepung kota Baghdad
selam dua bulan, setelah perundingan damai gagal, akhirnya Khalifah menyerah, namun tetap
dibunuh oleh Hulagu. Pembantaian massal itu menelan korban sebanyak 800. 000 orang.[36]
Ketika bangsa Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656/ 1258, ada seorang
pangeran keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuhan dan meneruskan Khilafah
dengan gelar Khalifah yang berkuasa dibidang keagamaan saja dibawah kekuasaan kaum
Mamluk di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar sultan. Jabatan yang
disandang oleh keturunan Abbasiyah dimesir itu akhirnya diambil oleh Sultan salami dan
Turki Usmani ketika meguasai Mesir tahun 1517, dengan demikian, makahilanglah Khalifah
Abbasiyah untuk selamnya.[37]
Sedangkan faktor ekstern[38] yang terjadi adalah (1) berlangsungnya Perang Salib
yang berkepanjangan, dan yang paling menentukan adalah (2) sebuah pasukan Mongol dan
Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua pusat-pusat
kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.
D. Dinasti Kecil di Barat dan Timur
Lima tahun setelah berdirinya kekhalifahan Abbasiyah, Abd al-Rahman muda, satu-
satunta keturunan Dinasti Umayyah yang dari pembantaia masal. Satu tahun kemudian, tahu
756, dia mendirikan sebua Dinastiyang kelak menjadi dinasti besar.
Selanjutnya pada 785, Idris ibn Abdullah, cicit al-Hasan ikut serta dalam salahsatu
pemberontakan sengit kelompok Ali di Madinah. Perlawanan tersebut bisa diredam dan dia
menyelamatkan diri ke \Maroko (al-Maghrib). Disana dia berhasil mendirikan kerajaan yang
mengabadikan namanya selama hampir dua abad (788-974) berikutnya yaitu Idrisiyah, yang
menjadikan Fez, sebagai ibukota utamanya adalah dinasti Syiah pertama dalam sejarah.
Ketika Idrisiyah-Syiah meluaskan daerah kekuasaannya di sebagian Barat Afrika
Utara, Aglabiyah_Sunni juga melakukan hal yang sama ditimur. Di luar wilayah yang
dinamakan Ifriqiyah (Afrii ka kecil, terutama Tunisia)., Harun al-Rasyid pada 800 telah
mengangkat Ibrahim ibn al-Aglab sebagai gubernur dan berdiri sendiri dalam memerintah.
Dinasti selanjutnya adalah ZiyadatAllah merupakan penerus Ibrahim. Dinasti itu
menjadi salah satu titik penting dalam sejarah konflik berkepanjangan antar Asia dan Eropa.
Dengan armadanya yang lengkap, mereka memporak-poranadakan kawasan pesisir Italia,
Prancis, Korsika, dan Sardinia.
Tidak lama setelah tuntasnya pemberontakan pada penguasa Abbasiyah di Mesir dan
Suriah, muncul lagi diasti Turki lain yang masih keturunan faghanah yakni Iksidiyah yang
didirikan di Fushtat. Pendirinya adlah Muhammad ibn Thughj (935-946). Dnasti sebelum
Iksidiyah adalah dinasti Thulun yang berumur pendek (869-905), di Mesir dan Suriah adalah
Ahmad ibn Thulun.
Ke wilayah utara, Iksidiyah Mesir memiliki pesaing kuat yaitu Dinasti Hamdaniyah
yang Syiah.dinasti itu didirikan pertama kali di Mesopotamia dengan Mosul sebagai
ibukotanya.. mereka adalah keturunan Hamdan ibn Hamdun dari suku Thalib, di bawah
pimpinan Syf al-Dawlah.
Saat dinasti-dinasti kecil sebagian besar berasal dari Arab memecah wilayah
kekuasaan khalifah di Barat, proses yang sama juga tengah terjadi di timur, terutama
dilakukan oleh orang Turki dan Persia.
Dinasti yang pertama mendirikan sebuah Negara semi-independen disebelah timur
Baghdad adalah orang yang pernah dipercaya al-Mamun untuk menduuduki jabatan
jenderal yakni Thahir ibn al-Husayn dari Khurasan. Ia pendiri dinasti Tahiriah berkuasa
sampai tahun 872, dan digantikan oleh Dinasti Saffariyah. Yang bermula di Sijistan dan
berkuasa di Persia selama 41 tahun (867-908), didirikan oleh Yaqub ibn al-Laits al-Saffar.
Kemudian dinasti ini digantikan oleh Dinasti Samaniyyah yang didirikan oleh Nashr ibn
Ahmad (874-892)
Salah seorang budak Turki yang disukai dan dihargai oleh penguasa Samaniyyah,serta
dianugerahi pos penting dalam pemerintahan adalah Alptigin. Pada 962, dia merebut
Ghaznah terletak di Afghanistan dari tangan penguasa pribumi dan mendirikan sebuah
kerajaan independen dan berkembang menjadi imperium Ghaznawi,.Wilayahnya meliputi
Afghanistan dan Punjab (962-1186), pendiri Dinasti Ghaznawi yang sesungguhnya adalah
Subuktigin. Enam belas raja Ghaznawi yang kemudian menggantikannya adalah keturunan
langsung darinya.[39]
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah kita menguraikan masalah mengenai Dinasti Abbasiyah maka dapatlah kita
mengambil suatu kesimpulan yaitu :
1. Dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah.
Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah
keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. dinasti Abbasiyah didirikan oleh
Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) s. d 656 H (1258).
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial, dan budaya.[40]
2. Pada masa kuasa Dinasti Abbasiyah banyak kemajuan yang telah dicapai yaitu dalam bidang
administrasi, agama, sosial, ilmu pengetahuan, dan pemerintah.
3. Kemunduran Dinasti Abbasiyah tidak terlepas dari banyak faktor yaitu faktor internal dan
eksternal.
B. Saran
Bila mana dalam makalah ini terdapat kekeliruan maka saran dari pembaca sangat
diharapkan agar karya ini dapat dijadikan suatu bahan informasi sesuai dengan tujuannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hassan, Hassan Ibrahim. Tarikh Al-Islam (Kairo: Maktabah Al-Nahdhoh Al-Misyriyah.

Hitti, K, Philip. Terj. History Of The Arabs. cet. I (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,2005)

Karim, Abdul, M. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam cet.I,(Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007).

Mutrodi, Ali. Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab,cet.I,(Ciputat: Wacana Ilmu: 1997).

Suud, Abu. Islamologi. cet. I. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003).

Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik, cet. I (Bogor: Prenada Media, 2003)

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993)
Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah

Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah,


sementara Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin Muhammad bin
Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.Pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul abbas Ash-
saffah,dan sekaligus sebagai khalifah pertama.Selama lima Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258
M).Kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim ( Alawiyun ) setelah
meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah
keturunana Rasulullah dan anak-anaknya.

Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat
kegiatan, anatara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peranya
untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib.Dari nama
Al- Abbas paman Rasulullah inilah nama ini di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu
Humaimah, Kufah,dan khurasan.

Di kota Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-
imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya dinasti
Abbasiyah.Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya yang
berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.

Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan
rahasia.Akan tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan
Abbasiyah,gerakannya diketahui oleh khalifah Ummayah terakhir,Marwan bin Muhammad. Ibrahim
akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di haran sebelum akhirnya
diekskusi. Ia mewasiatka kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu
bahwa ia akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah ke kufah.Sedangkan pemimpin
propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.Segeralah Abul Abbas pindah dari Humaimah ke kufah
di iringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu Jafar,Isa bin Musa, dan Abdullah bin
Ali.

Penguasa Umayyah di kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah dan di
usir ke Wasit.Abu Salamah selanjutnya berkemah di kufah yang telah di taklukan pada tahun 132 H.
Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul Abbas di perintahkan untuk mengejar khaliffah
Umayyah terakhir, marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana
akhirnya dapat di pukul di dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri hingga ke fustat di
mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M. Dan beririlah Dinasti
Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat
kekuasaan awalnya di Kufah.

B. Sistem Pemerintahan

Penggantian Umayyah oleh Abbasiyah ini di dalam kepimpinan masyarakat islam lebih dari
sekedar penggantian dinastiIa merupakan revolusi dalam sejarah islam,revolusi prancis dan revolusi
Rusia did lam sejarah barat.Seluruh anggota keluarga Abbas dan pimpinan umat islam mengatakan
setia kepada Abbul Abbas Ash-shaffah sebagai khaliffah mereka. Ash- Shaffah kemudian pindah ke
Ambar, sebelah barat sungai Eufrat dekat Baghdad.
Kekhaliffahan Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun,9 bulan.Ia wafat pada tahun 136
H di Abar ,Satu kota yang telah di jadikanya sebagai tempat kedudukan pemerintahan.Ia berumur
tidak lebih dari 33 tahun. Bahkan ada yang mengatakan umur ash-Shaffah ketika meinggal dunia
adalah 29 tahun.

Selama dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terpkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik,social, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik
itu, para sejarahwan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbasiayah dalam 4 periode
berikut.

1. Masa Abbasiyah 1, yaitu semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H ( 750 M) sampai
meninggalnya khaliffah Al- Wastiq 232 H ( 847 M ).

2. Masa Abbasiyah II, yaitu mulai khliffah Al- Mutawakkil pada tahun 232 H ( 847 M) sampai berdirinya
Daulah buwaihiyah di Baghdad pada tahun 334 H (946 M).

3. Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwahiyah tahun 334 H (946 M ) sampai masuknya
kaum saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M).

4. Masa Abbasiyah IV,yaitu masuknya orang-orang saljuk ke Baghdad tahun447 H (1055 M ).Sampai
jatuhnya Baghdad ketangan bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H
(1258 M ).

C. Kemajuan kemajuan Dinasti Abbasiyah

Sebagai sebuah dinasti, kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih dari lima abad,
telah banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban
Islam. Dari sekitar 37 orang khalifah yang pernah berkuasa, terdapat beberapa orang khalifah yang
benar-benar memliki kepedulian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam,
serta berbagai bidang lainnya, seperti bidang-bidang sosial dan budaya.

Diantara kemjuan dalam bidang sosila budaya adalah terjadinya proses akulturasi dan
asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu membawa dampak positif dalam
perkembangan dan kemajuan peradaban Islam pada masa ini. Karna dengan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang mereka miliki, dapat dipergunakan untuk memajukan bidang-bidang sosial
budaya lainnya yang kemudian menjadi lambang bagi kemajuan bidang sosial budaya dan ilmu
pengetahuan lainnya. Diantara kemajuan ilmu pengetahuan sosial budaya yang ada pada masa
Khalifah Dinasi Abbasiyah adalah seni bangunan dan arsitektur, baik untuk bangunan istana, masjid,
bangunan kota dan lain sebagainya. Seni asitektur yang dipakai dalam pembanguanan istana dan
kota-kota, seperti pada istana Qashrul dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara banguan kota seperti
pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain-lainnya

.Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada mas inilah lahir
seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al Mutanabby,
Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini,
seperti kitab Kalilah wa Dimna. Sementara tokoh terkenan dalam bidang musik yang kini karyanya
juga masih dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi
dan lain-lainnya.
Selain bidang bidang tersebut diatas, terjadi juga kemajuan dalam bidang pendidikan. Pada masa-
maa awal pemerinath Dinasti Abbasiyah, telah banyak diushakan oleh para khalifah untuk
mengembangakan dan memajukan pendidikan. Karna itu mereka kemudian mendirikan lembaga-
lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga tingakat tinggi.

1. Kemajuan dalam bidang politik dan militer


Di antara perbedaan karakteristik yang sangat mancolok anatara pemerinatah Dinasti Bani
Umayyah dengan Dinasti Bani Abbasiyah, terletak pada orientasi kebijakan yang dikeluarkannya.
Pemerinath Dinasti Bani Umayyah orientasi kebijakan yang dikeluarkannya selalu pada upaya
perluasan wilayah kekuasaanya. Sementara pemerinath Dinasti Bani Abbasiyah, lebih menfokuskan
diri pada upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga masa
pemerintahan ini dikenal sebagai masa keemasan peradaban Islam. Meskipun begitu, usaha untuk
mempertahankan wilayah kekuasaan tetap merupakan hal penting yang harus dilakukan. Untuk itu,
pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah memperbaharui sistem politik pemerintahan dan tatanan
kemiliteran.

Agar semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan dengan baik, maka pemerintah
Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan, yang disebut diwanul jundi.
Departemen inilah yamg mengatur semua yang berkaiatan dengan kemiliteran dan pertahanan
keamanan.Pembentuka lembaga ini didasari atas kenyataan polotik militer bahwa pada masa
pemertintahan Dinasti Abbasiyah, banayak terjadi pemebrontakan dan bahkan beberapa wilayah
berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Dinasyi Abbasiyah

2. kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan

Keberahasilan umat Islam pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dalam


pengembangan ilmu pengetahuan sains dan peradaban Islam secara menyeluruh, tidak terlepas dari
berbagai faktor yang mendukung. Di anataranya adalah kebijakan politik pemerintah Bani Abbasiyah
terhadap masyarakat non Arab ( Mawali ), yang memiliki tradisi intelektual dan budaya riset yang
sudah lama melingkupi kehidupan mereka. Meraka diberikan fasilitas berupa materi atau finansial
dan tempat untuk terus melakukan berbagai kajian ilmu pengetahuan malalui bahan-bahan rujukan
yang pernah ditulis atau dikaji oleh masyarakat sebelumnya. Kebijakan tersebut ternyata membawa
dampak yang sangat positif bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan sains yang
membawa harum dinasyi ini.

Dengan demikian, banyak bermunculan banyak ahli dalam bidang ilmu pengetahaun, seperti
Filsafat, filosuf yang terkenal saat itu antara lain adalah Al Kindi ( 185-260 H/ 801-873 M ). Abu Nasr
al-faraby, ( 258-339 H / 870-950 M ) dan lain-lain.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban islam juga terjadi pada bidang ilmu sejarah,
ilmu bumi, astronomi dan sebagainya. Dianatar sejarawan muslim yang pertama yang terkenal yang
hidup pada masa ini adalah Muhammad bin Ishaq ( w. 152 H / 768 M ).

3. kemajuan dalam ilmu agama islam

Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang berlangsung lebih kurang lima abad ( 750-1258
M ), dicatat sebagai masa-masa kejayaan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam ini, khususnya kemajuan dalam bidang ilmu agama, tidak lepas
dariperan serta para ulama dan pemerintah yang memberi dukungan kuat, baik dukungan moral,
material dan finansia, kepada para ulama. Perhatian yang serius dari pemeruntah ini membuat para
ulama yang ingin mengembangkan ilmu ini mendapat motivasi yang kuat, sehingga mereka berusaha
keras untuk mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan dan perdaban Islam. Dianata ilmu
pengetahuan agama Islam yang berkembang dan maju adalah ilmu hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih dan
tasawuf.
D. Faktor Eksternal dan internal kejatuhan Dinasti Abasiyah

1) Faktor Eksternal

Selain yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan
kehancuran Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah
Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.

1. Perang Salib

Kekalahan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang dari pasukan Alp Arselan yanag
hanya berkekuatan 15.000 prajurit telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-
orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertabah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai
Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang
Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II
menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal
dengan nama Perang Salib.

Perang salib yang berlangsung dalam beberapa gelombang atau peride telah banyak
menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara
tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota
Tyre. Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu
Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-
orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-
orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol,
setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaikiYerussalem.

2. Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah

Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan
terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624
H). mereka adalah orang-orang Badui-sahara yang dikenal keras kepala dan suka aberlaku
jahat.Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai
negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan
September 1257, Hulagu mengirimkan ultimatum keada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar
tembok kota sebelah luar diruntuhkan.

Tetapi Khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, asuakn Hulagu
bergerang untuk mengahncurkan tembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mutashim langsung
menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga
keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dibunuh. Hulagu mengzinkan pasukannya untuk
melakukan aa saja di Baghdad. Mereka menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya.
Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang.Perlu juga
disebutkan disini peran busuk yang dimainkan oleh seorang Syiah Rafidhah yaitu Ibn Alqami,
menteri al-Mutashim, yang bekerjasama dengan orang-orang Mongolia dan membantu pekerjaan-
pekerjaan mereka

2. Faktor Internal

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak
periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-
tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini
sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat
bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi
jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.

Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi
mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya
adalah sebagai berikut

a. Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan

Khalifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani
Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani
Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani
Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-
orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu.
Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan
demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.

Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah
dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa
darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah
bangsa non-Arab ('ajam) di dunia Islam.Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang
oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak
bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara.

Adalah Khalifah Al-Mutashim (218-227 H) yang memberi peluang besar kepada bangsa Turki
untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka di diangkat menjadi orang-orang penting di
pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota. Merekapun menjadi dominan dan menguasai
tempat yang mereka diami, sehingga khalifah berikutnya menjadi boneka mereka.

Setelah al-Mutawakkil (232-247 H), seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi
tentara Turki semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi Khalifah. Sejak itu
kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki.
Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga (334-447), dan
selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk, bangsa Turki pada periode keempat (447-590H).

b. Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri

wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas,
meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turkidan India.
Walaupun dalam kentaannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh Khalifah, secara riil, daerah-
daerah itu berada di bawah kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengan
Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti.Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah
cukup puas dengan pengakuan nominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena Khalifah tidak
cukup kuat untuk membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya di kalangan penguasa dan
pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan
pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi. Selain itu, penyebab utama
mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan
kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki.

Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani
Abbas. Ini bisa terjadi dengan dua cara, pertama, seorang peminpin lokal memimpin suatu
pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulat Umayyah di Spanyol
dan Idrisiyah di Marokko. Kedua, seorang yang ditunjk menjadi gubernur oleh Khalifah yang
kedudukannya semakin kuat, seerti daulah Aghlabiyah di Tunisiyah dan Thahiriyyah di
Khurasan.Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah
Abbasiyah, di antaranya adalah:

a) Yang berkembasaan Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H), Shafariyah di Fars (254-290 H),
Samaniyah di Transoxania (261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan
menguasai Baghdad (320-447).

b) Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di Turkistan (320-560 H),
Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya

c) Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H), Ayubiyah (564-648 H).

d) Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di Tunisia (18-289 H), Dulafiyah
di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah di Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil
(317-394 H), Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489 H), Mirdasiyyah di
Aleppo 414-472 H).

e) Yang Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah di Mesir.

3. Kemerosotan Perekonomian

Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana
yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Perekonomian
masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi setelah
memasuki masa kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang
drastis.Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara
pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin
menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian
rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak
lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan
para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat
melakukan korupsi.Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-
marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah
kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

4. Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan

Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa, maka
kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan
ajaran Manuisme,Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan
gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah.Adalah khalifah Al-Manshur yang
berusaha keras memberantasnya, beliau juga memerangi Khawarij yang mendirikan Negara
Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140 H. setelah al Manshur wafat digantikan oleh putranya Al-
Mahdiyang lebih keras dalam memerangi orang-orang Zindiq bahkan beliau mendirikan jawatan
khusus untuk mengawasi kegiatan mereka serta melakukan mihnah dengan tujuan
memberantasbid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara
kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti
polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah
pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.

Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaranSyi'ah,
sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh
penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang
berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-
kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn
Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan
orang syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah
Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan
khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinastiSyi'ah yang memerdekakan diri
dari Baghdad yang Sunni.

Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah
dengan Mu'tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833
M), dengan menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada
masa al-Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan
ahlusunnah kembali naik daun. Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun
pada masa dinasti Seljuk yang menganut pahamAsy'ariyyah penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai
dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa, aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan
Berjaya.

Perkembangan Ekonomi Sosial Pada Masa Daulat Abbasiyah


a. Perdagangan Perniagaan tetap menjadi perhatian yang besar, baik dari penguasa Umawiyah
maupun

Abbasiyah lebih menggondol bangsa Arab dalam memegang sentral kekuatan ekonomi negara,
termasuk

dalam perdagangan. Sementara pemerintah Abbasiyah lebih egaliter dan equal sifatnya,
sehingga golongan

muslim manapun bisa ikut andil dalam memegang kendali perdagangan, tanpa mengalami
kesulitan dalam hal

birokrasi tetapi bagaimanapun satu hal yang patut dibanggakan pada kekuasaan dinasti
Abbasiyah Penyebaran

yang efektif dari agama Islam bukanlah akibat perlakuan atau espansi militer kewilayahan-
kewilayahan

tertentu, melainkan melalui kegiatan secara damai oleh pihak-pihak saudagar muslim dan oleh
misi-misi

golongan sampai di sisi lain. Orang tertarik memeluk agama Islam berkat suri tauladan yang
mereka

perlihatkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.


Sumur-sumur dan terminal tempat peristirahatan para kapilah dagang yang Menempuh rute
daratan, kian

diperbanyak jumlahnya, demikian juga menara-menara pengontrol. Bagi yang menggunakan


rute laut

penguasa Abbasiyah menambah jumlah armada lautnya. Kecuali untuk pengamanan pelabuhan-
pelabuhan

dagang juga untuk mengawal dan mengamankan kapal-kapal yang mengarungi lautan dari
gangguan para

perampok. Perhatian ini sangat memberi pengaruh besar bagi perkembangan perniagaan
muslim yang berskala

lokal maupun Internasional. Tidak heran jika masyarakat Eropa pada saat itu menjuluki para
pedagang muslim

dengan “raja-raja dari timur” Dari Baghdad dan pusat-pusat perdagangan Islam
lainnya para

pedagang muslim mengirim barang-barang melalui samudera ke timur jauh. Eropa dan Afrika,
seperti

hasil-hasil industri perhiasan, kaca logam, Mutiara dan rempah-rempah. Mata uang arab (Daulah
Abbasiyah)

yang beberapa dasa warsa terakhir ini ditemukan para arkeologi di daerah utara sampai Rusia,
Finlandia,

Jerman dan Swedia, membuktikan bahwa kegiatan kaum muslimin dari zaman ini dan zaman
berikutnya

meliputi seluruh dunia. b. Rute Dan Pusat Penting Perdagangan Luas wilayah kerajaan yang
tingginya

tingkat peradaban yang dicapai baik dalam bidang industri maupun pertanian memaksa
diadakan suatu

perdagangan Internasional yang lebih luas. Berikut rute-rute penting yang dilalui para saudagar
pada kegiatan

niaga pada masa dinasti Abbasiyah. 1. Dari barat ke timur via Mesir, memakai rute ini
Kebanyakan para

pedagang Yahudi yang menjadi mitra usaha saudagar muslim dan Irak. Di istahan mereka
mempunyai

perkampungan dagang yang disebut Havi Yahudi (lorong Yahudi) 2. Dari Eropa ke Timur Via
Antiokh terus

ke Baghdad melalui sungai efrat, kemudian teluk Persi, Yaman, India dan China 3. Dari utara
Rusia ke timur

melalui laut Kaspia kemudian ke Marx, Balk, Bukhara, Samarkhand, Transoxiana, dan China 4.
Jalur darat
dari Eropa ke timur dimulai dari Andalusia, melalui Jabal Tarik ke Maroko, Tunisia, Mesir,
Damaskus, Irak

(Baghdad, Basrah, dan Kuffah) lalu ke Iran, Kirman, India dan berakhir di China. Para saudagar
muslim yang

berniaga lewat jalur ini sekarang disebut silk road (jalur sutra). Disebut demikian karena salah
satu barang

dagangan yang diangkut berupa sutra. 5. Jalur laut dan Teluk Persi, Gujarat, Selat Malaka, Jawa,
Laut China

ke Kanton (China) Sebuah karya maha penting tentang rute-rute dan pusat perdagangan dan
pemerintahan

ditulis pada masa ini (abad ke 3 H/ 9 masehi) oleh seorang ahli geografi Abu Al–Qosim bin

Khurdadhbeh dari Persia dalam buku yang dinamakannya Al-Musalik wa al Mamalik, berikut
pusat-pusat

penting perdagangan pada masa dinasti Abbasiyah. 1. Antiokh yang terletak di pesisir timur laut
tengah

pelabuhan yang diperlebar pada masa khalifah mu’tasim ini merupakan pusat
perdagangan Syam yang

menjadi transit (perhentian) para saudagar timur dan barat. 2. Pelabuhan Iskandaria dan varma,
juga menjadi

penghubung antara pedagang yang dagang dari Eropa dan laut merah. 3. Ailot, Qolzam, dan
Jeddah, adalah

pusat-pusat perdagangan laut merah, Jeddah bahkan setiap tahun menjadi terminal jamaah haji
yang datang

dari pelosok dunia. 4. Aden pintu gerbang kapal-kapal yang akan memasuki laut merah 5. Basrah
pintu

gerbang kota Baghdad dan muara sungai Tigris didatangi oleh pedagang dari timur dan barat 6.
Baghdad

merupakan kota dagang terbesar di Asia, sebagaimana Iskandaria sebagai pusat perdagangan di
Afrika,

kesemarakan kota ini tidak saja disebabkan kedudukannya sebagai ibu kota daulat Abbasiyah
dan pusat

pertemuan jalur-jalur niaga dari seluruh penjuru. 7. Damaskus menjadi kota dagang penting
karena dilewati

oleh kapilah-kapilah jamaah haji yang berangkat dan pulang dari Mekkah. 8. Tushat, kota dagang
Mesir di

Page 1Perkembangan Ekonomi Sosial Pada Masa Daulat Abbasiyah


zaman dinasti Fatimah, merupakan kota terbersih dan aman tentram 9. Tes (Maroko) dan lain-
lain Satu

kebiasaan bangsa Arab sebelum Islam dan diteruskan kaum muslim, yakni dilangsungkannya
pekan-pekan

dagang dan bazaar raya pada waktu-waktu tertentu do kota-kota penting perdagangan. c.
Pertanian Kegiatan

perdagangan tidak mungkin mencapai kepesatan yang luar biasa jika tidak ditopang oleh
kegiatan pertanian

dan Perindustrian yang mapan. Hal ini yang sangat menjadi perhatian para penguasa dinasti
Abbasiyah. Pada

masa Abbasiyah lah bidang pertanian mengalami perkembangan pesat, karena di samping ibu
kota terletak di

daerah sangat subur (diapit oleh sungai Efrat dan Tigris), para penguasa memberi kekebasan
kepada penduduk

setempat untuk mengolah lahan pertanian mereka, tanpa tekanan-tekanan yang bersifat
diskriminatif

(membeda-bedakan) Sekolah-sekolah pertanian dibuka untuk menganalisis sifat-sifat tanah dan


tanaman yang

cocok untuk ditanam di atas jenis tanah dan iklim yang beraneka, sebuah karya penting tentang
ilmu

pengolahan tanah dan tanaman ditulis di Irak oleh seorang insinyur, Ibn Washiyyah dalam buku
yang

dinamakan kitab Al-Filalah al Nabatiyyah (291 H/904 M) yang isinya merupakan hasil riset dan
perpaduan

antara ilmu tradisional dengan ajaran-ajaran yang termaktub dalam filsafat-filsafat kuno.
Wilayah Spanyol

yang sangat subur tidak disia-siakan kaum muslimin. Gandum merupakan makanan pokok
hampir seluruh

kaum muslimin saat itu diperkebunan sayur-mayur, tumbuhan polong dan beraneka ragam
makanan rambat

serta rempah-rempah melimpah ruah. Di wilayah-wilayah selain sayuran, kaum muslimin


menanam seluruh

jenis buah-buahan yang terdapat di Mediterania, sementara di daerah pinggiran gurun, ditanami
pohon kurma

yang menjadi makanan pokok penduduk miskin saat itu. Pertanian merupakan sumber
terpenting kerajaan

Abbasiyah dan petani merupakan mayoritas penduduk yang mendiami seluruh wilayah
kekuasaan di antara
mereka yang hanya menjadi buruh tani, praktek pengolahan tanah pertanian tidak jauh berbeda
dengan praktek

masa khulafaur rasyidin. d. Industri Di bidang industri terdapat pemisah antara sektor
pemerintah dan swasta,

tetapi bagaimana bebasnya pihak swasta bergerak dalam suatu industri kerajinan tangan
misalnya ia Tetap di

bawah aturan dan pengawasan negara. Hampir seluruh Perindustrian yang berskala besar
ditangani oleh

negara, seperti pabrik senjata, galangan kapal laut, armada perdagangan pabrik kertas dan
pabrik

barang-barang lux lainnya. Termasuk brukat emas untuk pakaian para khalifah dan hadiah raja-
raja. Demikian

juga percetakan mata uang emas dan perak. Kerajinan tangan yang di tangani oleh pihak swasta
sangat

banyak dan bervariasi. Secara umum para produsen bertindak pula sebagai penjual barang-
barang yang

diproduksinya. Bahkan, mereka yang bergerak di bidang tekstil, terhimpun dalam sebuah unit
koperasi yang

disebut bazzaz (produsen dan penjual kain) yang pekerjanya penenun, pemintal dan binatu,
kekuatan mereka

yang begitu besar dan sangat dominan, terutama di kota-kota besar, melahirkan kelompok baru
dalam

masyarakat, aristokrat kaum pedagang. Beberapa bidang industri dan kerajinan rakyat yang
terkenal pada

masa ini antara lain. 1. Industri gelas dan tembikar 2. Industri tekstil dan tenun terdapat di Myat,
Kabul,

Transoxiana, Maroko Andalus, Merx dan Mesir mosul sejak awal terkenal dengan pembuatan
permadani yang

khas, sedangkan kain kepala dari sutra yang hingga kini dikenal dengan sebutan kufiah,
Damaskus terkenal

dengan pembuatan kain Dumas yang disulami dengan benang emas dan kain-kain tirai yang
dibuat dari

pintalan sutra. 3. Kertas telah lama dikenal orang di Cina. Ketika Samarkhand ditaklukkan kaum
muslimin

(704 M), di kota ini terdapat pabrik kertas tulis yang diproduksinya sangat halus dan bagus, pada
akhir ke 8 M.

Baghdad telah memiliki pabrik kertas tersendiri. Dari kaum muslimin di Spanyol bangsa Eropa
mengenal
kertas abad ke 12 dan 13 M. 4. Industri pertimbangan, penggalian perak, kuningan, timah, dan
besi terdapat di

daerah Afrika dan Andalus. 5. Penggilingan gula tebu menyebar di sebelah barat daya Persia,
Basrah, dan

Tusthat, begitu juga pengolahan minyak jaitun yang menjadi pelezat makanan terdapat di
Andalus Maroko

dan Mesir. 6. Selain jenis industri yang tercantum di muka dinasti Abbasiyah menggalakan
industri pembuatan

lilin, sabun kerajinan kulit, galangan kapal perang dan lain-lain. e. Penggunaan Mata Uang
(Sikka) Sejak

masa Rasulullah, mata uang telah digunakan kaum muslimin sebagai salah satu bentuk
pembayaran pajak,

tetapi mereka masih menggunakan mata uang romawi dan Persia, dinar dan dirham, Umar bin
Khatab ketika

menjabat khalifah mulai mencetak uang yang berciri khas Islam tetapi bentuknya masih seperti
mata uang

Kisra (Persia). Di dalam koin tersebut hanya ditambah lafadz Alhamdulillah, bahkan tercantum
namanya

sendiri Umar di Mekkah. Abdullah bin Zubair mencetak uang sendiri uang dirham bulat dengan
lafadz

Abdullah Muhammad Rasulullah dan Amarallah biladli wal wafa. Barulah pada masa dinasti
Abbasiyah tepat

Page 2Perkembangan Ekonomi Sosial Pada Masa Daulat Abbasiyah

pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-96) dicetak pada masa daulat Islam. Mata uang
dicetak

dengan bahan perak (disebut dirham) dan bahan emas (dinar) bertuliskan la ilaha illahau
wahdah la syarikalah,

atau surat al-ikhlas dan ayat-ayat tertentu dari al-Qur'an. Di sisi lain tertulis tempat dan tahun
percetakan. Mata

uang Islam segera disebarkan ke wilayah–wilayah Islam diberbagai pelosok. Sejak itu
mata uang Persia

atau romawi tidak lagi dipergunakan, khalifah Abdul Malik sangat ketat dalam penggunaan mata
uang, ia

mengancam dengan hukuman mati bagi seseorang muslim yang tidak menggunakan mata uang
Islam sebagai

sarana jual beli f. Kehidupan Sosial Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat
berdasarkan rasa
persamaan. Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan antara lain dengan mengadopsi sistim
Administrasi

dari tradisi setempat (Persia) mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa Persia dan
meletakan ibu

kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh bangsa dan agama yang berlainan
seperti bangsa

Aria dan Sumit dan agama Islam, Kristen, dan Majusi. Pembagian kelas dalam masyarakat Daulat
Abbasiyah

tidak lagi berdasarkan ras atau kesukaan, melainkan berdasarkan jabatan seseorang seperti
menurut jarzid

Zaidan, masyarakat Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas khusus dan kelas umum.
Kelas khusus

terdiri dari khalifah, keluarga khalifah (Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur
dan

panglima). Kaum bangsawan non Bani Hasyim (Quraisy) pada umumnya. Dan pra petugas
khusus, tentara dan

pembantu Istana. Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama, pujangga fukoha,
saudagar dan

penguasa buruh dan petani. KESIMPULAN 1. Untuk memajukan usaha perdagangan nasional
maupun

Internasional, para khalifah Menempuh beberapa usaha antara lain: memperbanyak jumlah
sumur-sumur dan

tempat peristirahatan para khalifah dagang yang Menempuh rute daratan dan kemudian
mendirikan

menara-menara, pengontrol armada laut dan membentuk pasukan pengamanan untuk


kebutuhan perdagangan

jalur laut. 2. Para saudagar, terutama yang berniaga melalui jalur darat dan Asia barat dan
tengah hingga ke

daratan Cina dan India sangat besar jasanya dalam menyebarkan agama Islam di wilayah-
wilayah yang

dikunjunginya. 3. Kepemilikan tanah pada masa Abbasiyah umumnya terbagi ke dalam tanah
milik kaum

muslim tanah wakaf beberapa model praktek pengolahan tanah antara lain muzara’ah
dan mugharasah.

4. Perindustrian terbagi ke dalam sektor industri yang ditangani dan yang oleh pihak negara dan
pihak swasta

5. Pendapatan kas negara bersumber antara lain dari zakat jizyah, gharimah usy’r kharaj
dan pajak
perdagangan. Pendapatan antara lain dibelanjakan untuk haji pegawai negara, tentara,
pembangunan pertanian

dan industri perlengkapan senjata perang, ongkos para tahanan, dan hadiah-hadiah bagi orang
yang

dikehendaki para khalifah. 6. Pada masa dinasti Abbasiyah, suasana kehidupan bermasyarakat
lebih

berdasarkan persamaan

Page 3

Daftar Pustaka

Syalabi A, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Pustaka Alhusna, Jakarta.1983


Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.1983

Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta.2009

Wahid N. Abbas, Kazanah Sejarah Kebudayaan Islam, PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo. 2009

Anda mungkin juga menyukai