LANDASAN TEORI
dan manajemen, tentang bagaimana mengukur karakteristik kualitas dari output (barang
output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat
karakteristik kualitas yang terdiri dari beberapa sifat atau dimensi berikut:
Suatu pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu
pada tingkat proses, tingkat output, dan tingkat outcome. Pengukuran pada tingkat
proses, mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik input yang
kelancaran proses produksi, baik dalam perusahaan besar maupun perusahaan kecil.
Dalam hal ini bahan baku adalah sebagai bagian dari aktiva yang meliputi bahan baku,
ataupun barang setengah jadi yang akan mengalami suatu proses produksi.
Agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan sistem
pengendalian bahan baku sebagai bagian yang sangat vital dalam perusahaan. Pada
akhirnya sistem pengendalian bahan baku ini harus diselaraskan dengan semua unsur
pelaksanaan kegiatan produksi barang membutuhkan bahan baku. Oleh karena itu di
dalam dunia usaha masalah bahan baku merupakan masalah yang sangat penting
(www.skripsi-tesis.com, 2007).
2.3.1 Definisi
keputusan terhadap produk-produk yang datang atau yang sudah dihasilkan perusahaan.
berarti menerima atau menolak semua produk berdasarkan banyaknya produk yang
rusak dalam sampel. Pemeriksa akan diberitahu berapa yang perlu diperiksa dan berapa
barang rusak yang diperbolehkan, bila sama dengan yang ditentukan atau lebih sedikit
maka semua produk lolos, sedangkan bila jumlahnya lebih maka semua produk ditolak.
Ada tiga metode yang dapat digunakan, yaitu tidak mengadakan inspeksi
terhadap produk tersebut, mengadakan inspeksi 100% terhadap produk tersebut, atau
kualitas, namun merupakan alat untuk memeriksa apakah produk atau bahan baku yang
digunakan sebagai bentuk dari inspeksi antara perusahaan dengan pemasok, antara
pembuat produk dengan konsumen, atau antar divisi dalam perusahaan. Oleh karenanya
melainkan hanya sebagai metode untuk menentukan disposisi terhadap produk yang
datang (bahan baku) atau produk yang telah dihasilkan (barang jadi) (Mitra,1993)
yang disebut dengan the producer test the lot for outgoing quality
oleh konsumen atau disebut dengan the customer test the lot for incoming quality
berdasarkan pada unit-unit sampel dari sejumlah produk yang dihasilkan perusahaan
atau yang dikirim oleh pemasok. Penerimaan sampel dapat dilakukan untuk data atribut
dan variabel, untuk data atribut dilakukan apabila inspeksi mengklasifikasikan tingkat
kesalahan atau cacat produk tersebut (Mitra, 1993). Dalam penerimaan sampel untuk
data variabel, karakteristik kualitas ditunjukkan dalam setiap sampel. Oleh karenanya,
dilakukan pula perhitungan rata-rata sampel dan penyimpangan atau deviasi standar
sampel tersebut. Apabila rata-rata berada diluar jangkauan penerimaan maka produk
tersebut akan ditolak. Selain terbagi menjadi untuk data atribut dan variabel, penerimaan
sampel juga mencakup pengambilan dan perbaikan dan pengambilan atau inspeksi
sampel adalah pada peta teknik pengambilan sampelnya, yaitu sampel tunggal, sampel
ganda, dan sampel banyak. Prosedur pengambilan sampel pasti merupakan sampel
tunggal. Pengambilan sampel ganda berarti apabila sampel yang diambil tidak cukup
memberikan informasi, maka diambil lagi sampel yang lain. Pada pengambilan sampel
banyak, tambahan sampel dilakukan setelah sampel kedua. Menurut Mitra (1993), yang
terbaik dalam prosedur pengambilan sampel adalah pengambilan sampel tunggal, lalu
adalah syarat pengambilan pengambilan produk sebagai sampel, yaitu produk harus
homogen. Homogen yang dimaksud adalah berasal dari mesin yang sama, menggunakan
karyawan yang sama dalam proses, menggunakan input yang sama dan seterusnya.
Selain itu semakin banyak produk yang diambil sebagai sampel akan semakin baik,
walaupun biayanya akan semakin tinggi. Syarat terakhir adalah sampel yang diambil
harus dilakukan secara acak, sehingga semua produk yang ada memiliki kesempatan
yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Selanjutnya setelah semua syarat terpenuhi
maka prosedur yang dilakukan adalah dari sejumlah produk yang sama sejumlah N unit,
diambil sampel secara acak sebanyak n unit. Apabila ditemukan kesalahan (d) sebanyak
maksimun c unit, maka sampel ditolak, yang berarti seluruh produk homogen yang
2.3.3 Prosedur
kerusakan
2.1 Tingkat kualitas yang dapat diterima (acceptable quality level, AQL),
sama atau lebih kecil daripada AQL dapat diterima 95% dan ditolak 5% dari
2.4 Resiko konsumen, , biasanya ditetapkan sebesar 10% yang berarti bahwa
kesempatan atau waktu; barang yang lebih buruk akan tak mendapatkan
(BestSimpelSystem.com, 2008) :
a. Sampel mengandung satu atau lebih unit produk yang diambil dari suatu lot dan
dipilih secara acak tanpa diketahui kualitasnya. Jumlah unit yang diambil disebut
c. Sampel dapat diambil setelah seluruh hasil produksi membentuk satu lot, atau
(BestSimpelSystem.com, 2008).
a. Indeks (AQL ataupun yang lainnya) yang dipilih harus mencerminkan kebutuhan
statistik.
memerlukan evaluasi yang mendalam tentang pemilihan jenis data (variabel atau
atribut) dan jenis penerimaan sampel (tunggal, ganda atau banyak). Juga
didokumentasikan.
Rencana penerimaan menunjukkan jumlah sampel yang akan diinspeksi dari suatu unit
lot lengkap dengan kriteria untuk menentukan apakah lot tersebut diterima atau ditolak.
Keunggulannya
1. Lebih murah
sampel, dan
4. Tidak adanya jaminan mengenai sejumlah produk tertentu yang akan memenuhi
spesifikasi.
2.5.1 Definisi
menolak barang yang rusak dan menerima barang yang baik. Menurut Dorothea W.
Menurut Render, dkk (2001, p131). kurva OC menjelaskan seberapa baik suatu
rencana penerimaan membedakan antara lot yang baik dengan lot yang jelek. Suatu
kurva itu menggambarkan rencana tertentu, yaitu kombinasi dari n (ukuran sampel) dan
tersebut menerima lot dengan tingkat mutu yang beragam. Dalam penerimaaan sample,
ada dua pihak yang terlibat, biasanya mencakup produsen dan konsumen. Dalam
menolak lot, yang bisa menekan biaya. Produsen ingin menghindari kesalahan bahwa
telah menolak lot yang baik (risiko produsen). Hal ini terjadi karena produsen biasanya
bertanggung jawab mengganti produk yang rusak yang ada di lot dan ditolak atau
mengeluarkan biaya mengirim lot baru bagi konsumen. Di pihak lain konsumen ingin
menghindari kesalahan bahwa telah menerima produk yang jelek, karena produk rusak
yang telah diterima dalam lot biasanya merupakan tanggung jawab konsumen (risiko
AQL adalah Acceptance Quality Level yaitu presentase maksimum dari produk
ketidaksesuaian per unit, yang dapat dianggap sebagai rata-rata proses. Penerimaan
sampel atribut berdasarkan AQL adalah dengan mengambil sampel secara acak dari
suatu lot dan setiap unit diklasifikasikan sebagai acceptable (OK) atau defective (NOK).
Jumlah defective ini kemudian dibandingkan dengan suatu angka yang diizinkan dan
dibuat keputusan apakah lot tersebut akan diterima atau ditolak. Biasanya AQL dapat
dinyatakan dalam kontrak dengan supplier. Angka AQL untuk suatu produk tidak harus
sama dengan angka AQL untuk produk lainnya meskipun dari supplier yang sama.
Misalkan produk A lebih kritikal dari produk B, maka angka AQL untuk produk A lebih
Menurut Render, dkk (2001, p131) AQL adalah tingkat mutu terendah yang
masih bisa diterima. Lot dapat diterima bila tingkat mutunya sebesar AQL ini. Bila
AQL = 20 buah produk rusak dalam 1000 barang maka AQLnya adalah 20/1000 = 2%
tingkat kerusakan.
LTPD (Lot Tolerace Perfect Defective) atau sering disebut LQL (Limited Quality
Level) adalah tingkat mutu lot yang dianggap jelek. Lot akan ditolak bila tingkat mutu
sebesar LTPD. Bila tingkat disetujui adalah 70 produk rusak dari 1000 unit, maka
mendefinisikan bukan hanya lot yang baik dan lot yang tidak baik melalui AQL dan
Resiko produsen () adalah kemungkinan menolak lot yang baik. Hal ini adalah
resiko mengambil sampel secara acak sehingga proporsi produk yang cacat lebih tinggi
daripada populasi seluruh seluruh unit. Lot dengan tingkat mutu AQL yang dapat
dirancang untuk menetapkan resiko produsen pada tingkat = 0,05 atau 5%.
Resiko konsumen () adalah kemungkinan menerima lot yang jelek. Hal ini
adalah resiko mengambil sampel acak yang menyebabkan kita melihat proporsi cacat
yang lebih rendah dari keseluruhan unit populasi. Nilai umum dari resiko konsumen
dalam rencana sampling adalah = 0,10 atau 10%. Dalam statistik, kemungkinan
menolak lot yang baik disebut kesalahan tipe I. kemungkinan menerima lot yang buruk
disebut kesalahan tipe II. Kedua pasang , AQL dan , LQL dapat menentukan dua titik
pada kurva OC, kedua titik ini telah menentukan keseluruhan kurva OC dan juga nilai
yang dicari untuk n dan c. Dengan demikian kedua titik pada kurva menetapkan rencana
adalah probabilitas penerimaan, c adalah cacat produk yang disyaratkan, dan d adalah
jumlah cacat yang terjadi. Kurva ini dibuat dengan mencari hubungan antara probabilitas
penerimaan (Pa) dengan bagian kesalahan dalam produk yang dihasilkan. (p).
Pa = P (d c)
c c
n!
Pa = p(d) = p d (1 p) n d
d =0 d = 0 d! (n d)!
nilai np, maka dapat digunakan cara interpolasi. Kurva OC yang seringkali ditemui
menyerupai kurva S. Berikut ini adalah contoh kurva OC yang dapat dilihat pada tabel
Proporsi d
Kesalahan np 0 1 2 Pa
0,01 0,5 0,605 0,306 0,076 0,986
0,02 1 0,364 0,372 0,186 0,922
0,03 1,5 0,218 0,337 0,256 0,811
0,04 2 0,130 0,271 0,276 0,677
0,05 2,5 0,077 0,202 0,261 0,541
0,06 3 0,045 0,145 0,226 0,416
0,07 3,5 0,027 0,100 0,184 0,311
0,08 4 0,015 0,067 0,143 0,226
0,09 4,5 0,009 0,044 0,107 0,161
0,1 5 0,005 0,029 0,078 0,112
0,11 5,5 0,003 0,018 0,055 0,076
0,12 6 0,002 0,011 0,038 0,051
0,13 6,5 0,001 0,007 0,026 0,034
0,14 7 0,001 0,004 0,017 0,022
0,15 7,5 0,000 0,003 0,011 0,014
Sumber : Ariani (2004)
Maka kurva OC pada kasus diatas dapat digambarkan seperti pada gambar 2.1
Dari kurva OC tersebut ada dua hal yang dapat dilihat, yaitu AQL yang merupakan
kualitas konsumen terburuk yang akan diterima sebagai rata-rata proses dan LQL yang
merupakan kualitas konsumen terburuk yang akan diterima pada unit tertentu yang lebih
tinggi daripada AQL. LQL sering disebut dengan LTPD (Lot Tolerance Percent
Defective) atau RQL (Rejectable Quality Level). Dalam kurva OC, apabila Pa = 1-
untuk unit produk maka proporsi kesalahan = p1 dan apabila Pa = untuk unit produk
Menurut Dorothea W. Ariani (2004, p212) AOQ adalah tingkat kualitas rata-rata
dari suatu departemen inspeksi. Di sini sampel yang diambil harus dikembalikan untuk
mendapatkan perbaikan bila produk tersebut rusak atau cacat. AOQ mengukur rata-rata
tingkat kualitas output dari suatu hasil produksi yang banyak dengan proporsi kerusakan
sebesar p. Apabila N adalah banyaknya unit yang dihasilkan dan n sebagai unit sampel
adalah :
Pa p( N n )
AOQ =
N
Kurva ini memiliki titik puncak yang disebut dengan AOQL (Average Outgoing
Quality Limit). AOQL tersebut menunjukan kualitas rata-rata terburuk yang akan
untuk perbaikan tanpa mempedulikan kualitas produk yang datang. Pada titik itulah
mulai dilakukan perbaikan. AOQL jika mengukur kebaikan perencanaan sampel. Contoh
pembuatan kurva AOQ dapat dilihat pada tabel 2.2 dan gambar 2.2.
Proporsi
Kesalahan Pa AOQ
0,01 0,986 0,0096
0,02 0,922 0,0180
0,03 0,811 0,0237
0,04 0,677 0,0264
0,05 0,541 0,0264
0,06 0,416 0,0243
0,07 0,311 0,0212
0,08 0,226 0,0176
0,09 0,161 0,0141
0,1 0,112 0,0109
0,11 0,076 0,0082
0,12 0,051 0,0060
0,13 0,034 0,0043
0,14 0,022 0,0030
0,15 0,014 0,0020
Sumber : Ariani (2004)
2.4.1 Definisi
Kinerja supplier perlu dimonitori secara kontinyu. Penilaian kinerja ini penting
sebagai bahan evaluasi yang nantinya bisa digunakan untuk meningkatkan kinerja
supplier atau sebagai bahan pertimbangan perlu tidaknya mencari suppplier alternatif.
Pada situasi dimana perusahaan memiliki lebih dari satu supplier untuk suatu sistem
tertentu, hasil evaluasi juga bisa dijadikan dasar dalam mengalokasi pesanan dimasa
depan. Tentunya beralasan bahwa supplier yang lebih bagus akan mendapat pesanan
lebih banyak. Dengan sistem tersebut supplier akan terpacu untuk meningkatkan kinerja
mereka.
Kriteria yang digunakan untuk memilih supplier bisa digunakan untuk menilai
kinerja supplier hanya saja perlu dibedakan. Penilaian kinerja supplier lebih pada hal-hal
seperti kualitas, ketepatan waktu, fleksibilitas, dan harga yang ditawarkan selama satu
periode tertentu.
2.4.2 Kriteria
merupakan kegiatan strategis terutama apabila supplier tersebut akan memasok item
yang kritis atau akan digunakan dalam jangka panjang sebagai supplier penting. Kriteria
pemilihan adalah salah satu hal penting dalam pemilihan supplier. Kriteria yang
digunakan tentunya harus mencerminkan strategi supply chain maupun karakteristik dari
item yang akan dipasok. Secara umum banyak perusahaan yang menggunakan kriteria-
kriteria dasar seperti kualitas barang yang ditawarkan, harga, dan ketepatan waktu
yang dianggap penting oleh perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Dickson selama
hampir 40 tahun yang lalu menunjukan bahwa kriteria pemilihan supplier bisa sangat
beragam. Tabel 2.3 menunjukan 22 kriteria yang diidentifikasikan oleh Dickson. Angka
berdasarkan kumpulan jawaban dari survey yang direspon 170 manajer pembelian di
Amerika Serikat. Namun tentu saja setiap perusahaan harus menentukan sendiri kriteria
yang digunakan dalam memilih supplier. berikut ini adalah kriteria yang digunakan
Syarat-syarat finansial
Kriteria Skor
Kualitas 3.5
Delivery 3.4
Performance history 3.0
Warranties and claim policies 2.8
Price 2.8
Technical capability 2.8
Financial position 2.5
Kriteria Skor
Procedural compliance 2.5
Communication system 2.5
Reputation and position in industry 2.4
Desire of business 2.4
Management and organization 2.3
Operating controls 2.2
Repair service 2.2
Attitude 2.1
Impression 2.1
Packaging ability 2.0
Labor relation records 2.0
Geographical location 1.9
Amount of past business 1.6
Training aids 1.5
Reciprocal arrangements 0.6
Sumber : Dickson (1966)
2.4.3 Prosedur
perusahaan harus melakukan pemilihan atau evaluasi. Dalam proses evaluasi perusahaan
urutan tertinggi yang akan dijadikan supplier utama dan mana yang dijadikan supplier
cadangan. Salah satu metode yang cukup lumrah digunakan dalam merangking alternatif
berdasarkan beberapa kriteria yang ada adalah metode Analytical Hierarchy Process
Langkah 1
dibeli perusahaan.
Langkah 2
Langkah 3
masing-masing kriteria dan sub kriteria akan dilakukan oleh manajer fungsional
melalui proses konsensus. Pada model AHP, pemberian bobot dilakukan dengan
mencari jumlah tiap kolom, membagi nilai-nilai tersebut dengan jumlah kolom,
Langkah 4
Tahap selanjutnya adalah mengevaluasi supplier dari setiap aspek diatas. Pada
dasarnya penilaian dilakukan pada tingkat sub kriteria. Nilai tiap kriteria akan
tidaknya supplier pada suatu aspek kriteria dengan menggunakan langkah yang
Langkah 5
Semakin tinggi gabungan angka, maka semakin dekat pula pertemuan supplier
2.5.1 Definisi
pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari
multi-objektif dan multi-kriteria yang berdasar pada perbandingan referensi dari setiap
elemen dalam hirarki. Jadi, model ini merupakan suatu model pengambilan keputusan
Menurut Marshall dan Oliver (1993, p278) AHP adalah sebuah metode yang
Tujuan utamanya adalah untuk menentukan bobot dari masing-masing atribut melalui
Sedangkan menurut Taylor III (2005, p17) proses analisis bertingkat (analytical
hierarchy process - AHP) yang dikembangkan oleh Thomas Saaty merupakan metode
untuk membuat urutan alternatif keputusan dan memilih yang terbaik pada saat
keputusan tertentu.
AHP merupakan proses untuk menghitung nilai angka untuk merangking tiap
pembuat keputusan.
Berikut adalah ringkasan dari tahap matematis yang digunakan untuk membuat
Pada AHP pengambilan keputusan menentukan nilai atau skor tiap alternatif
numerik untuk tiap tingkat preferensi. Standar skala preferensi yang digunakan
Nilai Skala
Tingkat Preferensi
Kriteria A Kriteria B B/A
A sama pentingnya dengan B 1 1 1
A sedikit lebih penting dari B 3 1 1/3
A secara signifikan lebih penting dari B 5 1 1/5
A jauh lebih penting dari B 7 1 1/7
A secara absolute lebih penting dari B 9 1 1/9
Sumber : Pujawan (2005)
Matriks perbandingan pasangan memiliki jumlah baris dan kolom yang sesuai
Alternatif A1 A2 A3 .. An
A1 a11 a12 a13 .. a1n
A2 a21 a22 a23 .. a2n
A3 a31 a32 a33 .. a3n
. . . . . .
An an1 an2 an3 .. ann
Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis
An adalah alternatif yang akan dibandingkan dengan alternatif yang lain. a12
adalah hasil perbandingan alternatif A1 dengan alternatif A2, berarti nilai a21
dalam tiap kriteria. Tahap dalam AHP ini disebut sintesis, tahapan dalam
Alternatif A1 A2 A3 .. An
A1 a11 a12 a13 .. a1n
A2 a21 a22 a23 .. a2n
A3 a31 a32 a33 .. a3n
. . . . . .
An an1 an2 an3 .. ann
Total SA1 SA2 SA3 .. SAn
Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis
A1 A2 A3 .. An
A1 a11/SA1 a12/SA2 a13/SA3 .. a1n/SAn
A2 a21/SA1 a22/SA2 a23/SA3 .. a2n/SAn
A3 a31/SA1 a32/SA2 a33/SA3 .. a3n/SAn
. . . . . .
An an1/SA1 an2/SA2 an3/SA3 .. ann/SAn
Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis
c. Hitung nilai rata-rata tiap baris pada matriks normalisasi yang disebut vektor
nilai desimal, preferensi ini dapat ditulis sebagai suatu preferensi matriks
A1 A2 A3 .. An Rata-rata
A1 a11/SA1 a12/SA2 a13/SA3 .. a1n/SAn AV1
A2 a21/SA1 a22/SA2 a23/SA3 .. a2n/SAn AV2
A3 a31/SA1 a32/SA2 a33/SA3 .. a3n/SAn AV3
. . . . . . .
An an1/SA1 an2/SA2 an3/SA3 .. ann/SAn AVn
Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis
Kriteria
K1 K2 K3 .. Kn
A1 AV11 AV12 AV13 .. AV1n
A2
Alternatif
AV21 AV22 AV23 .. AV2n
A3 AV31 AV32 AV33 .. AV3n
. . . . . .
An AVn1 AVn2 AVn3 .. AVnn
Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis
Tahap berikut pada AHP adalah menentukan tingkat kepentingan atau bobot dari
kriteria, yaitu merangking kriteria dari yang paling penting hingga kurang
penting. Hal ini dilakukan dengan cara serupa seperti merangking alternatif di
Kriteria K1 K2 K3 .. Kn
K1 k11 k12 k13 .. k1n
K2 k21 k22 k23 .. k2n
K3 k31 k32 k33 .. k3n
. . . . . .
Kn kn1 kn2 kn3 .. knn
Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis
matriks normalisasi.
Skor keseluruhan untuk tiap lokasi ditentukan dengan mengalikan nilai pada
Kriteria Kriteria
K1 K2 K3 .. Kn
A1 AV11 AV12 AV13 .. AV1n K1 WK1
Alternatif
pada langkah 6.
antara alternatif keputusan untuk berbagai kriteria. Dalam hal ini validasi dan
pasangan harus konsisten dengan perbandingan pasangan yang lain. Inkonsistensi dapat
perbandingan pasangan. Nilai suatu indeks konsistensi (consistency index - CI) dapat
berpasangan kriteria dikalikan dengan bobot kriterianya seperti pada tabel 2.12.
Kriteria kriteria
K1 K2 K3 .. Kn
K1 k11 k12 k13 .. k1n WK1
K2 k21 k22 k23 .. k2n X WK2
K3 k31 k32 k33 .. k3n WK3
. . . . . . .
Kn kn1 kn2 kn3 .. knn WKn
Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis
Hasil dari perkalian martiks dan bobot kriteria (Un) adalah sebagai berikut.
Berikutnya, masing-masing nilai Un ini dibagi dengan bobot terkait kemudian hasilnya
n
indeks konsistensi, CI dihitung dengan rumus :
n 1
perusahaan tidak sepenuhnya konsisten, maka tingkat konsistensi ynag dapat diterima
ditentukan dengan membandingkan CI terhadap indeks acak (random index - RI), yang
merupakan indeks konsistensi dari matriks perbandingan yang dibuat secara acak. Nilai
RI seperti pada tabel 2.13. Tergantung dari jumlah item (n), yang dibandingkan.
n 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Secara umum, tingkat konistensi dikatakan memuaskan jika CI/RI < 0,10, jika CI/RI >
0,10, maka kemungkinan terdapat inkonsistensi yang serius dan hasil AHP mungkin
tidak berarti.
kn = nilai perbandingan
n = jumlah responden
berpasangan, maka untuk mendapat suatu nilai tertentu, masing-masing nilai harus
dikalikan satu sama lain sesuai kolom dan baris yang sama, kemudian hasil hasil
Menurut I Nyoman Pujawan (2004, p157), salah satu yang menjadi tugas penting
relevan. Berikut ini diperkenalkan suatu portfolio yang bisa digunakan sebagai patokan
umum dalam melakukan diferensiasi hubungan dengan supplier yang memiliki tingkat
kepentingan yang berbeda-beda bagi perusahaan. Ada dua faktor yang bisa digunakan
kepentingan strategis item yang dibeli oleh perusahaan karena semakin strategis posisi
suatu item dalam perusahaan, maka semakin diperlukan hubungan yang dekat dan
berorientasi jangka panjang dengan supplier tersebut. Strategis tidaknya suatu item
2. Nilai pembelian
Faktor yang kedua adalah tingkat kesulitan mengelola pembellian item tersebut.
manajemen. Secara umum tingkat kesulitan mengelola pembelian suatu item ditentukan
Tinggi
Bottleneck suppliers Critical strategic suppliers
Sulit mencari substitusi Penting atau strategis
Tingkat Kesulitan Pasar monopoli substitusi sulit
Supplier baru sulit masuk
Rendah Tinggi
Tingkat Kepentingan
Sumber : Pujawan (2004)
Gambar 2.3 Commodity Portfolio Matrix
klasifikasi supplier seperti terlihat pada gambar 2.3. Supplier yang diklasifikasikan
sebagai non-critical suppliers memiliki tingkat kepentingan dan kesulitan rendah serta
relatif mudah untuk ditangani. Sebaliknya critical strategic suppliers adalah mereka
yang memasok barang atau jasa dengan nilai yang besar dan barang atau jasa tersebut
kritis bagi perusahaan dengan tingkat kesulitan dan kepentingan yang tinggi. Pada
bagian kiri atas adalah bottleneck suppliers dimana mereka merupakan supplier dengan
tingkat kesulitan yang tinggi dan tingkat kepentingan yang rendah. Sedangkan
yang tinggi bagi perusahaan namun relatif mudah diperoleh karena spesifikasinya yang
Supplier jenis ini merupakan supplier yang memiliki tingkat kepentingan rendah
dan relatif mudah untuk ditangani. Barang-barang yang relatif standar, ketersedaiaannya
cukup, mudah dicari substitusinya, dan nilainya relatif rendah merupakan ciri-ciri dari
supplier ini. Perlakuan atau model hubungan untuk supplier yang termasuk non-critical
member otoritas bagi tingkat manajemen yang lebih rendah untuk mengambil keputusan
pembelian dan mengurangi proses-proses yang memakan waktu dan biaya. Karena item-
item yang dipasok biasanya relatif standard dan tidak bernilai strategis, kriteria utama
yang memasok barang atau jasa dengan nilai yang besar dan barang atau jasa tersebut
supplier tentunya berdeda. Mudah dipahami bahwa model hubungan yang bersifat
kemitraan dengan orientasi jangka panjang tidak akan cocok untuk semua jenis supplier.
Hubungan yang bersifat jangka panjang membutuhkan investasi bersama dari pihak
perusahaan maupun supplier. Hal ini hanya rasional dilakukan untuk critical strategic
suppliers karena investasi pada kelompok ini perlu dilakukan agar supplier dapat
memasok barang dan jasa dengan kualitas yang lebih baikdan pengiriman yang lebih
tepat waktu.
terlalu penting bagi perusahaan dan nilai transaksinya juga relatif rendah, namun barang
atau jasa tersebut tidak mudah diperoleh. Ini mungkin disebabkan karena supplier
barang atau jasa tersebut relatif sedikit sedangkan yang membutuhkan banyak.
Perlakuan model hubungan yang dilakukan perusahaan pada kelompok ini adalah
dengan menaruh perhatian yang signifikan, karena ketidak tersediaan item-otem yang
tidak banyak supplieryang mau memasok item tersebut. Alasanya bisa karena secara
alamiah barang tersebut tidak mudah diperoleh atau karena tidak banyak nilai
ekonomisnya bagi supplier sehingga tidak banyak yang berminat untuk memproduksi
standarisasi atau penyederhaan spesifikasi barang atau jasa sehingga dapat lebih mudah
diperoleh.
termasuk ke dalam leverage adalah supplier yang relatif mudah untuk dikelola karena
banyak pemasok yang berkompeten, item-item yang dipasok bisa disubstitusi dan
ketersediaannya cukup. Oleh karena itu biasanya perusahaan memiliki posisi tawar yang
Pada kasus tertentu mungkin perusahaan dapat mengubah model hubungan kemitraan
jangka panjang, namun hal itu hanya perlu dilakukan bila ada potensi perbaikan yang
cukup signifikan.
hubungan yang berbeda. Pada gambar 2.4 terdapat ringkasan fokus manajemen dari
Tinggi
Bottleneck supplier Critical strategic supplier
Penyederhanaan atau Strategi partnership, fokus
Tingkat Kesulitan
Rendah
Rendah Tinggi
Tingkat Kepentingan
Sumber : Pujawan (2004)
Gambar 2.4 Fokus Manajemen untuk Setiap Kelompok