Skripsi Selvi
Skripsi Selvi
INDONESIA
PROPOSAL SKRIPSI
NIM : 20140610200
FAKULTAS HUKUM
A. Latar Belakang
Perkembangan dunia saat ini tidak dapat dilepaskan dari
globalisasi yang tengah melanda seluruh dunia. Era globalisasi
tersebut mempengaruhi semua bidang kehidupan manusia. Bidang
ekonomi merupakan bidang yang paling terkena pengaruh
globalisasi, khususnya perdagangan. Pesatnya kemajuan
perdagangan dunia saat ini, pada satu sisi memberikan dampak yang
positif, namun disisi lain memberikan dampak yang negatif juga
yaitu seperti menimbulkan perbedaan paham, perselisihan pendapat
maupun pertentangan dan konflik. Hal tersebut dapat terjadi karena
situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada dua perbedaan
kepentingan. Mengamati kegiatan bisnis yang jumlahnya ratusan
setiap hari, tidak mungkin dihindari apabila nantinya terjadi sengketa
antara pihak yang terlibat. Setiap sengketa yang terjadi selalu
menuntut pemecahan dan penyelesaian yang cepat. Makin banyak
dan makin luasnya wilayah perdagangan, tingkat terjadinya semakin
tinggi. Ini berarti makin banyak sengketa yang harus diselesaikan. 1
Selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa di dalam suatu
perjanjian antara para pihak atau suatu hubungan bisnis. Di
Indonesia, dalam proses penyelesaian sengketa para pihak, ada
beberapa cara yang biasanya dapat dipilih antara lain, melalui jalur
1
Suyud Margono, ADR (Alternaltive Dispute Resolution) & Arbitrase , Proses
Pelembagaan dan Aspek Hukum (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal.12.
litigasi (pengadilan) atau pun jalur non litigasi (mediasi, negosiasi,
konsiliasi, konsultasi, penilaian ahli, dan arbitrase).
Pemahaman mengenai arbitrase menjadi salah suatu yang
penting untuk menyelesaikan dispute pada kedua belah pihak untuk
suatu bentuk kerja sama. Untuk menyelelsaikan suatu sengketa yang
timbul dapat ditempuh beberapa alternatif penyelesaian sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibaut secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Di
Indonesia penyelesaian sengketab melalui arbitrase diatur oleh UU
No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Masalah.2
Sejarah penggunaan arbitrase sudah dikenal sejak lama.
Penggunaan arbitrase dimanfaatkan di zaman kejayaan Yunani untuk
3
menyelesaikan sengketa di antara negara-negara kota. Arbitase
merupakan salah satu usaha penyelesaian sengketa di luar
pengadilan, dengan berkembangnya zaman masyarakat pelaku usaha
lebih cenderung menggunakan arbitrase didalam menyelesaikan
sengketa, karena dalam arbitrase proses penyelesaian sengketa
melalui arbitrase memiliki keunggulan dibanding pada proses di
pengadilan, diantaranya terjaminnya kerahasiaan para pihak yang
bersengketa dan proses penyelesaian sengketa relatif lebih cepat
dibandingkan proses di pengadilan.
Arbitrase kini menjadi salah satu model penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang cukup diminati terutama oleh
kalangan para pelaku usaha dalam menyelesaikan sengketa-sengketa
di bidang perdagangan yang terjadi di antara mereka. Pemanfaatan
arbitrase sebagai model penyelesaian sengketa semakin besar
terutama bagi penyelesaian sengketa dagang Internasional yang
2
Sophar Maru Hutagalung,S.H.,M.H,2012,Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
3
Hula Adolf,2004,Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
mana melibatkan pihak pihak yang tunduk pada yuridiksi yang
berlainan atau pelaksanaan kontraknya melibatkan yuridiksi asing.
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau arbitrase saat
ini diatur dalam Undang-Undang No 30 Tahun 1999, tentang
Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan kemudian Undang-Undang
No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Para pelaku usaha
menggunakan Arbitrase karena arbitrase menawarkan beberapa
keuntungan dibandingkan dengan penyelesaian sengketa secara
litigasi melalui pengadilan. Keuntungan-keuntungan yang
ditawarkan oleh arbitrase adalah sebagai berikut : 1) proses
pemeriksaan yang relative cepat karena putusan arbitrase langsung
bersifat final dan mengikat dan pemeriksaan perkara dibatasi jangka
waktunya; 2) pemeriksaan dilakukan oleh arbiter yang ahli di bidang
pokok sengketa terkait; 3) pemeriksaan perkara berlangsung secara
tertutup (confidential) sehinggan menjamin kredibilitas pelaku usaha
yang sedang bersengketa;4 dan 4) putusan yang dapat dilaksanakan
secara lintas batas negara.
Meskipun demikian terdapat pula kelemahan kelemahan
arbitrase yang perlu dicermati, yaitu : 1) adanya potensi untuk
menghambat proses arbitrase atau pelaksanaan arbitrase oleh pihak-
pihak yang beritikad buruk melaui proses pengadilan; 2)
kewenangan arbiter yang terbatas; 3) putusan yang memerlukan
eksekuatur dari pengadilan untuk dieksekusi;5.
Indonesia melakukan pembaharuan hukum arbitrase nasional
pada saat krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1999
bersamaan dengan upaya mereformasi hukum ekonomi nasional.
Banyak pihak berspekulasi bahwa pembaharuan hukum arbitrase
Indonesia pada tahun 1999 merupakan bagian dari paket kebijakan
yang diminta oleh International Monetary Fund (IMF) sebagai upaya
4
Gatot Soemartono,2006, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
5
Gatot Soemartono, Op.Cit., h. 14-15
untuk memulihkan kepercayaan investor asing kepada sistem hukum
Indonesia6
Objek pengaturan arbitrase di dalam UU No.39/1999 relatif
lengkap meliputi: perjanjian arbitrase, pembatalan intervensi
pengadilan, penunjukan arbiter, hak ingkar, pengunduran diri arbiter,
putusan arbitrase, pelaksanaan putusan arbitrase domestic/
internasional dan pembatalan putusan arbitrase.7
Berbicara tentang pembatalan putusan arbitrase diatur di
dalam Pasal 70 UU No. 30/1999. Undang-undang arbitrase mengatur
tentang pembatalan putusan Arbitrase yang menyatakan bahwa para
pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan
arbitrase tersebut diduga mengandung unsur-unsur pemalsuan surat
atau dokumen, atau ditemukan dokumen yang disembunyikan oleh
pihak lawan, atau putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang
dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian
ini adalah :
1. Apa alasan pembatalan putusan Arbitrase Adhoc ?
2. Bagaimana dasar pertimbangan Mahkamah Agung dalam
melakukan pembatalan putusan Arbitrase Adhoc ?
6
Memorandum of Economic and Financial Politicies dalam The Jakarta Post, 15 Mei
1999, h.5. Dalam dokumen yang berjudul Supplementary Memorandum of Economic and
Financial Policies the fith review under the Extended Agrement yang dilampirkan pada
surat Menteri Koodinator Ekonomi, Keuangan dan Industri kepada IMF tertanggal 14 Mei
1999 menyatakan bahwa rancangan undang-undang arbitrase telah diajukan kepada DPR.
7
Alan Tsang, Determining The Law Applicable to Arbitration Agreement The Common
Law Approach dalam Mealeys Internsional Arbitration Report, Vol.29 N0.5, May 2014,
King of Prussia, Pennsylvania, h.1.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada pokok permasalahan tersebut di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui hal-hal apa yang menjadi alasan pembatalan
putusan arbitase adhoc.
2. Untuk mengetahui bagaimana Mahkamah Agung dalam
melakukan pembatalan putusan arbitrase adhoc.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
studi untuk pengembangan yang berkaitan dengan pembatalan
putusan arbitrase adhoc di Indonesia.
2. Manfaat praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan pemahaman
terkait dengan pembatalan putusan arbitrase adhoc dan dasar
pertimbangan dalam melakukan pembatalan arbitrase adhoc.
E. Tinjauan Pustaka
1. Alasan pembatalan putusan arbitrase adhoc.
a. Pengertian arbitase
Arbitrase berasal dari kata arbitrate (bahasa latin) yang
berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut
kebijaksanaan. Definisi secara terminology dikemukakan
berbeda-beda oleh para sarjana saat ini walaupun sebenarnya
mempunyai makna yang sama, antara lain:
Subekti menyatakan bahwa arbitrase adalah penyelesaian
atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim
berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk atau
menaati keputusan yang diberikan oleh hakim yang mereka
pilih.8
H. Priyatna Abdurrasyid menyatakan bahwa arbitrase
adalah suatu proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan
yudisial seperti oleh para pihak yang bersengketa, dan
pemecahannya akan didasarkan kepada bukti-bukti yang
diajukan oleh para pihak.9
H. M. N Poerwosujtipto menggunakan istilah
perwasiatan untuk arbitrase yang diartikan sebagai suatu
peradilan perdamaian, dimana para pihak bersepakat agar
perselisihan merekan tentang hak pribadi yang dapat mereka
kuasai sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak
memihak yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya
mengikat bagi kedua belah pihak.
Pada dasarnya arbitrase adalah suatu bentuk khusus
pengadilan. Poin penting yang membedakan pengadilan dan
arbitrase adalah bila jalur pengadilan menggunakan satu
peradilan permanen atau standing court, sedangkan arbitrase
menggunakan forum tribunal yang dibentuk khusus untuk
kegiatan tersebut. Dalam arbitrase, arbitrator bertindak sebagai
hakim dalam mahkamah arbitrase, sebagaimana hakim
permanen, walaupun hanya untuk kasus yang ditangani.
Menurut Frank Elkoury dan Etna Elkoury, arbitrase
adalah suatu proses yang mudah atau simple yang dipilih oleh
para pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus
oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan mereka dimana
8
Subekti, Arbitrase Perdagangan (Bandung: Bina Cipta, 1992), hal. 1.
9
H. Priyatna Abdurrasyid, Penyelesaian Sengketa Komersial Nasional dan Internasional
diluar Pnegadilan, Makalah, September 1996, hal. 1.
keputusan berdasarkan dengan dalil-dalil dalam perkara tersebut
secara final dan mengikat.10
Menurut Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang dimaksud
dengan Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.11
b. Jenis Arbitrase
10
M. Husseyn dan A. Supriyani Kardono, Kertas Kerja Ekonomi, Hukum dan Lembaga
Arbitrase di Indonesia, 1995, hal. 2.
11
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 1 ayat 1.
12
Rachmadi Usman,Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Bandung;PT Citra
Aditya Bakti,2013) hal 165.
sengketa, berakhir pula arbitrase Ad Hoc ini. Pembentukan
Arbitrase Ad Hoc dilakukan setelah sengketa terjadi.13
c. Kelebihan Arbitrase
Bentuk penyelesaian sengketa yang sangat terkenal
dan telah lama digunakan kebanyakan orang adalah penyelesaian
sengketa melalui jalur pengadilan (litigasi). Kritik yang
disampaikan kepada lembaga pengadilan adalah bahwa proses
penyelesaian sengketa melalui alur litigasi dianggap tidak efektif
14
dan efisien. Beberapa pihak lebih memilih arbitrase dengan
13
Ibid, hal.166
14
M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian
Sengketa (Bandung: Citra Aditya Bakti,1997), hal. 151.
tujuan akan memperoleh penyelesaian sengketa yang lebih baik.
Maka dari itu, sebagian besar pengusaha lebih suka
menyelesaikan sengketa dagang atau bisnis yang timbul di antara
mereka melalui jalur arbitrase daripada pengadilan karena
beberapa unsur positif yang dimiliki arbitrase, diantaranya
sebagai berikut : 15
1. Para pihak memiliki kebebasan dalam memilih hakimnya
(arbitrator) baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan hukum acara
atau persyaratan bagaimana suatu putusan akan didasarkan
misalnya dalam menentukan hukum acara dan hukum yang akan
diterapkan pada pokok sengketa.
3. Sifat dari putusan arbitrase pada prinsipnya adalah final dan
mengikat.
4. Persidangan arbitrase dimungkinkan untuk dilaksanakan secara
rahasia, apabila para pihak menginginkannya.
5. Para pihak sendiri yang menentukan tujuan atau tugas badan
arbitrase.
15
Huala Adolf, S.H, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional (Bandung,Sinar
Grafika,2004), hal.41.
F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang
menggunakan hukum sebagai landasan. Hal ini terkait dengan
prinsip, norma, dan peraturan dari undang-undang, keputusan,
perjanjian, dan doktrin. Selain itu, menurut Soerjono Soekanto,
penelitian hukum normatif, terdiri dari penelitian yang berkaitan
dengan asas hukum, sistematik hukum, sinkronisasi tingkat
hukum, sejarah hukum, dan hukum pembanding.
2. Jenis Pendekatan
Penulis menggunakan pendekatan statuta dalam penelitian
ini. Hal ini dimaksudkan agar para peneliti menggunakan rule of
law sebagai dasar analisis awal.
3. Jenis data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan melakukan penelitian lapangan melalui
observasi dan wawancara. Kemudian, data sekunder, sumber
data dikenal sebagai bahan hukum. Materi hukum adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan atau dibutuhkan untuk tujuan
menganalisis hukum yang berlaku. Materi hukum dalam
penelitian ini terdiri dari bahan legal utama, bahan legal
sekunder, dan bahan hukum tersier.
Sebuah. Bahan hukum utama adalah bahan hukum utama yang
memiliki ikatan hukum.
a. Materi hukum utama primer, terdiri dari:
1) UUD 1945
2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian sengketa
4) Berbagai undang-undang yang terkait dengan Arbitrase di
Indonesia, dll.