Anda di halaman 1dari 15

TUGAS SAINTIFIKASI JAMU

Proses Penanganan Tanaman Obat Daun Jambu Biji Pasca Panen

Oleh Kelompok 3:
Mia Rahmaniah 172211101075
Intan Nur Saada 172211101076
Tanjung Prabandari 172211101077
Sri Anita Putri Ayu W. 172211101078
Via Lachtheany 172211101079
Kirana Rifrinasari 172211101080
Yuli Antika Wahyuni 172211101081
Zulfiah Nur Fajriani 172211101082
Rizki Aprilia 172211101083
Tri Rizqi Muharomah 172211101084
Fara Nur Safira 172211101085

PRGRAM PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman Obat adalah tumbuhan berkhasiat sebagai obat alami,kosmetika,
aromatika alami dan/atau biopestisida yang telah dibudidayakan. Pemanfaatan
tanaman obat tradisional saat ini menunjukkan peningkatan yang cukup
menggembirakan, mengingat kuatnya budaya dan tradisi penggunaan jamu di
masyarakat, baik untuk pengobatan (kuratif), menjaga kebugaran jasmani,
memelihara kesehatan, mencegah penyakit (preventif) maupun untuk pemulihan
kesehatan (rehabilatif). Meningkatnya penggunaan tanaman obat ini juga
disebabkan adanya kecenderungan pola hidup masyarakat yang mencari alternatif
pengobatan kembali ke alam (back tonature), karena pengobatan cara ini dianggap
memiliki efek samping yang relatif kecil dibanding pengobatan medis atau
modern.
Seiring meningkatnya permintaan terhadap kualitas dan kuantitas produk
tanaman obat, perlu diimbangi dengan peningkatan produksi dan mutu bahan
baku. Pemenuhan mutu yang sesuai permintaan pasar tidak terlepas dari dukungan
sektor yang saling terkait mulai sektor hulu hingga hilir. Di sektor hilir penerapan
penanganan pascapanen yang baik/Good Handling Practices (GHP) adalah
merupakan salah satu persyaratan yang harus dilakukan dan dipenuhi dalam
penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan.
Pascapanen merupakan bagian integral dari sistem agribisnis, yang
dimulai dari aspek produksi bahan mentah sampai pemasaran produk akhir. Peran
kegiatan pascapanen menjadi sangat penting, karena merupakan salah satu sub-
sistem agribisnis yang mempunyai peluang besar dalam upaya meningkatkan nilai
tambah petani. Penanganan pascapanen tanaman obat bertujuan untuk
mempertahankan mutu produk agar tetap prima sampai ketangan konsumen,
menekan tingkat kehilangan hasil dan mempertahankan mutu produk atau
kehilangan kandungan bahan aktif karena proses pengeringan; produk hasil panen
tidak mudah rusak sehingga memperpanjang daya simpan dan meningkatkan nilai
ekonomis produk, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing
produk yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petani.
Jenis tanaman yang dapat dipakai sebagai obat tradisional sangat banyak
macamnya, di mana pemanfaatannya secara umum masih berdasarkan
pengalaman yang turun-temurun dari nenek moyang. Salah satu tanaman yang
telah lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat adalah Jambu biji (Psidium
guajava Linn). Jambu biji (Psidium guajava Linn) dapat menyembuhkan diare,
keputihan, diabetes, sariawan dan luka berdarah. Tanaman jambu biji terdiri dari
beberapa kultivar antara lain tanaman jambu biji dengan daging buah merah,
daging buah putih dan daging buah kuning. Bagian tanaman Jambu biji (Psidium
guajava Linn) yang sering digunakan sebagai obat tradisional adalah daun yang
mengandung minyak atsiri, lemak, damar, garam-garam mineral, triterpenoid
disamping itu juga tanin dan flavonoid yang diduga berkhasiat sebagai anti diare,
pemakaiannya dengan cara direbus atau diremas-remas halus dengan air dan
garam kemudian disaring, air remasan tersebut langsung diminum tanpa direbus.
Dengan demikian upaya penelitian sangat dibutuhkan untuk memberikan
informasi bagi masyarakat tentang obat tradisional Indonesia dalam rangka
pengembangannya maupun pemanfaatan obat itu sendiri serta perbaikan budidaya
yang intensif dan penanganan pasca panen yang memadai, diharapkan berperan
dalam menunjang pengembangan industri obat tradisional khususnya industri obat
tradisional yang menggunakan bahan baku daun jambu biji.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses penanganan pasca panen tanaman obat daun jambu biji?
2. Apa saja sarana dan prasarana dalam pelaksanaan pasca panen tanaman
obat daun jambu biji?
3. Bagaimana penyimpanan simplisia tanaman obat daun jambu biji setelah
dilakukan pasca panen?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sarana dan prasarana dalam pelaksanaan pasca panen
tanaman obat daun jambu biji.
2. Untuk mengetahui penanganan pasca panen tanaman obat daun jambu biji.
3. Untuk mengetahui penyimpanan simplisia tanaman obat daun jambu biji
setelah dilakukan pasca panen.

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Proses Penanganan Pasca Panen Tanaman Obat Daun Jambu Biji
Simpilsia daun adalah irisan daun atau daun tanaman obat yang telah
dikeringkan dan digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Pembuatan
simplisia daun bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dan memberi nilai
tambah produk. Proses pembuatan simplisia daun dilakukan sebagai berikut :
a. Penyiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan simplisia daun adalah daun
yang masih segar, tidak busuk dan tidak cacat. Pemanenan dilakukan
dengan cara dipetik, digunting, dipangkas dengan alat panen.
b. Penyediaan Air Pencucian
Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan air bersih sesuai standar
baku air bersih.
c. Penyiapan Peralatan dan Bahan Kemasan
Peralatan yang dibutuhkan untuk pembuatan simplisia rimpang, sebagai
berikut :
a. Wadah/bak/ember untuk menampung dan mencuci daun segar;
b. Keranjang plsatik untuk meniriskan daun segar yang telah dicuci;
c. Pisau stainless steel untuk memperkecil ukuran daun;
d. Talenan kayu atau plastik untuk merajang daun atau mesin perajang
daun;
e. Alat pengering buatan (cabinet dryer, oven, blower) dan pengering
alami (tampah, para-para) untuk mengeringkan daun segar;
f. Timbangan untuk mengukur berat daun;
a. Kemasan berupa karung yang dilapisi plastik,kantong plastik atau tong;
g. j. Sealer atau sealer vacuum untuk menutup kemasan plastik;
h. k. Label untuk etiket dagang yang ditempelkan pada kemasan.

d. Proses Penanganan Pascapanen


1. Penyortiran Awal
Proses penyortiran awal bertujuan untuk memisahkan daun sesuai
dengan kebutuhan dan persyaratan, bebas dari kotoran atau bahanbahan
asing lainnya yang terikut pada saat pemanenan; menjaga kualitas
bahan baku dan mempermudah proses pengolahan selanjutnya.
2. Pencucian dan Penirisan
Daun yang sudah disortir dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan segala kotoran yang melekat pada daun. Pencucian
dilakukan sebanyak 3 - 4 kali sampai air bekas pencucian jernih,
kemudian daun yang sudah bersih ditiriskan dalam keranjang
plastik/rak pengering.
3. Penimbangan bahan baku
Penimbangan dilakukan terhadap daun segar yang telah dicuci
bersih dan sudah ditiriskan untuk mengetahui berat segar bahan baku.
4. Perajangan
Jika diperlukan dapat dilakukan perajangan menggunakan alat
berupa mesin atau perajang manual yang terbuat dari alat perajang yang
digunakan dapat berupa mesin atau perajang manual yang terbuat dari
bahan stainless stell. Ukuran perajangan disesuaikan dengan kebutuhan.
5. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menjaga kualitas bahan agar tidak
mudah rusak dan tahan disimpan dalam jangka waktu lama serta
memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Pengeringan dapat menggunakan
cahaya matahari yang ditutupi kain hitam (proses pelayuan) agar
menghasilkan warna yang lebih tajam. Setelah mengalami pelayuan,
daun diangkat kemudian dikering anginkan dalam ruangan. Suhu
pengeringan yang ideal adalah maksimal 50C dengan ketebalan
tumpukan 3-4 cm. Pengeringan dapat juga dilakukan dengan alat
pengering bertenaga sinar matahari (solar dryer) atau menggunakan
mesin pengeringan rak (tray dryer). Hasil yang baik dari proses
pengeringan adalah simplisia daun yang mengandung kadar air
maksimal 5% dan ketika diremas akan hancur, ini menandakan daun
telah kering optimal.
6. Penyortiran Akhir
Tujuan penyortiran akhir adalah untuk memisahkan benda-benda
asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan kotoran lainnya
yang masih tertinggal pada simplisia daun (pasir, batu kerikil, dan
bahan asing lainnya). Simplisia daun yang baik memiliki kandungan
benda asing tidak lebih dari 2%. Warna dan aroma tidak berbeda jauh
dari aslinya, tidak mengandung bahan yang beracun dan berbahaya
serta tidak tercemar oleh jamur.
7. Pengemasan dan Pelabelan
Daun yang sudah kering dan sudah diseleksi kualitasnya harus
segera dikemas agar tidak terjadi penyerapan kembali uap air.
Pengemasan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak hancur dan
menggunakan bahan kemasan yang baik, bersih, kering, mampu
melindungi produk dari kerusakan mekanis, tidak mengandung zat
kimia yang menyebabkan perubahan kandungan kimia, warna, rasa,
bau, tidak bersifat racun (toksin) dan kadar air produk, ukuran dan
bentuknya menarik. Kemasan harus tertutup rapat supaya aman selama
penyimpanan maupun pengangkutan. Selanjutnya kemasan diberi label
yang ditempelkan atau diikatkan pada kemasan, dengan mencantumkan:
nama produk, bagian tanaman produk yang digunakan, tanggal
pengemasan, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat
bersih, metode penyimpanan. Selanjutnya simplisia diangkut ke
konsumen atau segera disimpan untuk proses pengolahan selanjutnya.
8. Penyimpanan
Penyimpanan simplisia daun dilakukan sebelum dijual atau
sebelum diolah lebih lanjut. Gudang penyimpanan harus bersih, suhu
kamar tidak melebihi 30C, terpisah dari bahan lain yang dapat
menyebabkan produk simplisia terkontaminasi dan harus bebas dari
hama gudang, kutu, rayap dan tikus. Simplisia yang dikemas disimpan
dengan cara ditumpuk di atas rak dengan ketinggian minimal 10 cm dan
diberi alas. Penyimpanan dalam gudang harus diatur sedemikian rupa
sehingga tidak menyulitkan pemasukan dan pengeluaran produk yang
disimpan, sehingga prinsip "pertama masuk pertama keluar" sangat
dianjurkan, oleh karena itu perlu dilakukan pencatatan tanggal
penyimpanan simplisia. Jika penanganan produk dilakukan dengan baik
dan benar, produk dapat disimpan maksimal 1 tahun. Dalam jangka
waktu tertentu perlu dilakukan pemeriksaan gudang secara rutin,
meliputi pengecekan dan pengujian mutu seluruh simplisia yang ada di
dalam gudang agar dapat diketahui lebih dini simplisia yang masih
bermutu dan yang telah rusak.

penyimpanan tidak teratur penyimpanan teratur

Gambar. 1 Diagram alir pascapanen tanaman obat yang berasal dari daun
2.2 Sarana dan Prasarana Pasca Panen Tanaman Obat Daun Jambu Biji

Sarana dan Prasana yang dibutuhkan dalam proses pasca panen daun jambu
biji (Psidium guajava L.)

a. Lokasi
Lokasi bangunan tempat penanganan pasca panen harus memenuhi
persyaratan seperti:
1. bebas dari pencemaran, bukan di daerah pembuangan sampah atau
kotoran cair maupun padat, jauh dari peternakan dan industri yang
mengeluarkan polusi yang tidak dikelola secara baik
2. bukan di daerah yang saluran pembuangannya buruk
3. dekat dengan sentra produksi, sehingga menghemat biaya transportasi
dan menjaga kesegaran produk
b. Bangunan
Bangunan harus memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan sesuai
dengan produk yang ditangani, sehingga mudah dibersihkan, mudah
dilaksanakan tindak sanitasi dan mudah dipelihara; tata leak diatur sesuai
dengan urutan proses penanganan sehingga lebih efisien; penerangan cukup
dan lampu berpelindung; dan aman dari pencurian.
c. Sanitasi
Bangunan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti sarana
penyediaan air bersih, sarana pembuangan yang memenuhi ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaky, dilengkapi dengan
toilet yang letaknya tidak terbuka langsung ke ruang proses penanganan pasca
panen dan dilengkapi dengan bak cuci tangan (wastafel).
d. Sortasi basah
Saat sortasi basah dibutuhkan wadah atau sejenisnya guna menampung
daun jambu biji hasil panen dan daun yang telah disortasi dari kotoran atau
bahan-bahan asing dilakukan didalam rungan dengan sirkulasi udara yang
baik.
e. Pencucian dan penirisan
Pada proses ini dibutuhkan wadah dapat berupa bak atau ember untuk
menampung dan mencuci daun segar dengan menggunakan air sebanyak 3-4
kali. Keranjang plastik/ rak pengering digunakan untuk meniriskan daun yang
telah dicuci dan diletakkan di dalam ruangan tertutup dengan sirkulasi udara
yang baikdan terdiri dari rak-rak pengeiring yang didiamkan hingga daun
kering.
f. Penimbangan
Daun yang telah ditiriskan dan telah kering ditimbang bobotnya dengan
menggunakan timbangan yang bersih, inert dan ditara secara berkala untuk
mengetahui berat daun yang masih segar.
g. Pengeringan
Daun jambu biji yang telah ditimbang dikeringkan dikering dengan cara
dianginkan-anginkan dalam ruangan dengan dengan menggunakan blower dan
suhu pengeringan yang digunakan adalah 20-40C dengan ketebalan
tumpukan 3-4 cm daun dapat diletakkan di tampah atau rak.

h. Penyortiran akhir
Pada proses ini dibutuhkan wadah daat berupa tampah atau para-para guna
memisahkan benda-benda asing yang masih menempel pada daun jambu biji
dan dilakukan di ruangan tertutup dengan sirkulasi udara yang baik.
i. Pengemasan dan Pelabelan
Pengemasan dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan kantong
plastik yang kemudian di sealer atau sealer vacuum untuk menutup kemasan
plastik dan membuat keadaan hampa udara didalam kantong plastik. Kemasan
diberikan label yang ditempelkan dengan mencantumkan nama produk, bagian
tanaman produk yang digunakan, tanggal pengemasan, nomor/kode produksi,
nama/alamat penghasil, berat bersih, metode penyimpanan.
j. Penyimpanan
Ruang/gudang penyimpanan harus bersih dengan suhu kamar yang tidak
melebihi 30C dengan sirkulasi udara yang baik dan harus bebas dari hama
gudang, kutu, rayap dan tikus. Simplisia daun jambu biji disimpan dengan
cara ditumpuk di atas rak dengan ketinggian minimal 10 cm dan diberi alas.
Dalam jangka waktu tertentu perlu dilakukan pemeriksaan gudang secara
rutin, meliputi pengecekan danpengujian mutu seluruh simplisia daun jambu
biji yang ada di dalam gudang agar dapat diketahui lebih dini simplisia yang
masih bermutu dan yang telah rusak.

2.3 Penyimpanan Bahan Obat Daun Jambu Biji Pasca Panen

Panen merupakan salah satu rangkaian tahapan dalam proses budidaya


tanaman obat. waktu, cara pemanenan dan penanganan bahan setelah panen
merupakan periode kritis yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas hasil
tanaman. Oleh karena itu waktu, cara panen dan penanganan tanaman yang tepat
dan benar merupakan faktor penentu kualitas dan kuantitas tak terkecuali tahap
penyimpanan. Penyimpanan merupakan kegiatan untuk mengamankan dan
memperpanjang masa penggunaan produk. Penyimpanan dilakukan pada ruang
dengan suhu, cahaya dan kelembaban udara sesuai sifat dan karakteristik produk.
Secara umum tujuan penyimpanan antara lain:

a. Melindungi simplisia dari kerusakan, baik secara fisik maupun kimia.


b. Memudahkan proses produksi sehingga tidak terlalu banyak biaya yang
harus dikeluarkan untuk produksi lagi.
c. Menjaga keaslian khasiat dari simplisia.
d. Menyediakan simplisia dalam jumlah yang cukup jika pada suatu saat
dibutuhkan dalam jumlah yang banyak.
Penyimpanan simplisia daun dilakukan sebelum dijual atau sebelum diolah
lebih lanjut. Gudang penyimpanan harus bersih, suhu kamar tidak melebihi 30C,
terpisah dari bahan lain yang dapat menyebabkan produk simplisia terkontaminasi
dan harus bebas dari hama gudang, kutu, rayap dan tikus. Simplisia yang dikemas
disimpan dengan cara ditumpuk di atas rak dengan ketinggian minimal 10 cm dan
diberi alas. Penyimpanan dalam gudang harus diatur sedemikian rupa sehingga
tidak menyulitkan pemasukan dan pengeluaran produk yang disimpan, sehingga
prinsip "FIFO" sangat dianjurkan. Perlu dilakukan pencatatan tanggal
penyimpanan simplisia. Jika penanganan produk dilakukan dengan baik dan
benar, produk dapat disimpan maksimal 1 tahun. Dalam jangka waktu tertentu
perlu dilakukan pemeriksaan gudang secara rutin, yang meliputi pengecekan dan
pengujian mutu seluruh simplisia yang ada di dalam gudang agar dapat diketahui
lebih dini simplisia yang masih bermutu dan yang telah rusak.
Kerusakan tersebut mengakibatkan kemunduran mutu, sehingga simplisia
yang bersangkutan tidak memenuhi syarat yang ditentukan. Simplisia dapat rusak,
mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan dalam, antara lain:
1. Cahaya
Cahaya dapat menimbulkan perubahan kimia pada simplisia, misalnya
isomerasi, polimerasi, rasemisasi, dan sebagainya.
2. Oksigen udara
Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami perubahan kimia oleh
pengaruh oksigen udara, sehingga terjadi oksidasi yang akan berpengaruh
pada bentuk simplisia.
3. Reaksi kimia intern
Reaksi kimia intern dapat menyebabkan perubahan kimia dalam simplisia,
misalnya enzim, polimerisasi, oto-oksidasi, dan sebagainya.
4. Dehidrasi
Apabila kelembapan luar lebih rendah dari simplisia, maka simplisia
secara perlahan-lahan akan kehilangan sebagian airnya.
5. Penyerapan air
Simplisia yang higroskopik, apabila disimpan dalam wadah terbuka akan
menyerap udara sehingga menjadi kempal, basah, atau mencair.
6. Pengotoran
Pengotoran dapat disebabkan oleh berbagai sumber, misalnya debu atau
pasir, ekskresi hewan, bahan-bahan asing, dan fragmen wadah.
7. Serangga
Serangga dapat menimbulkan kerusakan dan pengotoran pada simplisia.
Pengotoran tidak hanya berupa kotoran serangga tetapi juga sisa-sisa
metamorfosa, seperti cangkang telur, bekas kepompong, bekas kulit serangga,
dsb.
8. Kapang
Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia dapat
berkapang. Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan
simplisia tetapi juga merusak susunan kimia zat yang dikandung dan bahkan
kapang dapat mengeluarkan toksin yang mengganggu kesehatan.
Penyimpanan simplisia pada kondisi yang tidak terkontrol dengan baik
menyebabkan hadirnya berbagai jenis mikroorganisme, terutama kapang.
Beberapa jenis kapang telah ditemukan pada berbagai jenis simplisia, terutama
pada kelompok Aspergillus. Aspergillus merupakan kapang xerofilik dan beberapa
jenis spesies diketahui berpotensi menghasilkan mikotoksin yang berbahaya bagi
kesehatan. Pengetahuan mikroorganisme terutama kapang Aspergillus diperlukan
untuk mengantisipasi efek negatif dari konsumsi jamu tradisional yang berasal
dari simplisia.(Rukmi, 2009).

Penyebab kerusakan simplisia yang utama adalah air dan kelembapan,


sehingga agar dapat disimpan dalam waktu lama, simplisia harus dikeringkan
sampai kering agar kandungan airnya tidak menyebabkan kerusakan yang
merugikan. Salah satu penelitian terhadap daun jambu biji yang dikeringkan di
tempat teduh dan langsung dengan sinar matahari menunjukkan perbedaan
terhadap kadar taninnya. Untuk pengeringan di tempat teduh kadar taninnya lebih
tinggi, yaitu 13,72% dibandingkan dikeringkan dibawah sinar matahari langsung
hanya 11,56%. Oleh karena itu, pada penyimpanan simplisia perlu diperhatikan
hal-hal yang dapat mengakibatkan kerusakan simplisa, yaitu cara pengepakan,
pembungkusan dan pewadahan, persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan
pemeriksaan mutu, serta cara pengawetannya .
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Tahapan penanganan tanaman obat daun jambu biji pasca panen yaitu
dilakukan penyortiran awal, pencucian dan penirisan, penimbangan
bahan baku, perajangan, pengeringan, penyortiran akhir, pengemasan
dan pelabelan, serta penyimpanan.
2. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan pada proses pasca panen tanaman
obat daun jambu biji yaitu lokasi, bangunan, sanitasi, sortasi basah,
pencucian & penirisan, penimbangan, pengeringan, penyortiran akhir,
pengemasan & pelabelan, serta penyimpanan.
3. Proses penyimpanan dilakukan sebelum tanaman obat dijual ataupun
diolah lembih lanjut. Penyimpanan dilakukan pada ruang dengan suhu,
cahaya, dan kelembapan udara sesuai dengan sifat dan karakteristik
produk.
DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Teknologi


Pasca Panen Tanaman Obat. Hal 14-17.

Iswono, Rukmi. 2009. Keanekaragaman Aspergillus Pada Berbagai Simplisia


Jamu Tradisional. Semarang : Universitas Diponegoro Semarang.

Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura Direktorat Budidaya Dan


Pascapanen Sayuran Dan Tanaman Obat. 2011. Pedoman Teknologi
Penanganan Pascapanen Tanaman Obat. Hal 33-42.

Anda mungkin juga menyukai