Judul - Revisi I II
Judul - Revisi I II
ABSTRAK
Kelelawar merupakan mamalia yang bisa terbang sempurna dan ditemukan di
banyak tempat termasuk di daerah perkotaan. Aktivitas kelelawar berkorelasi dengan
estimasi visual kemelimpahan di kawasan urban dipengaruhi oleh aktivitas manusia.
Kelelawar memiliki respon yang berbeda di tiap-tiap jenisnya terhadap urbanisasi suatu
wilayah. Keanekaragaman jenis kelelawar yang ada di kawasan urban akan lebih kecil
dibandingkan dengan lingkungan habitat natural dari kelelawar, namun secara
kemelimpahan akan lebih tinggi di daerah perkotaan. Di daerah perkotaan dapat ditemukan
jenis kelelawar yang umumnya masuk dalam kelelawar sub-ordo Microchiroptera yaitu
kelelawar Tadarida brasiliensis, Eptesicus fuscus, Lasiurus borealis, Nycticeius humeralis
dan Myotis sp. Kelelawar di kawasan urban secara alamiah memilih roosting site yang
sesuai dengan kebutuhan dan tidak mengancam keberadaanya, oleh karena itu banyak
kelelawar di perkotaan yang ditemukan di gedung tinggi dan kosong dan tempat seperti ini
menjadi lokasi distribusi dengan kemelimpahan yang cukup tinggi, kelelawar juga
memerlukan makanan untuk bertahan hidup, distribusi kelelawar yang ramai yaitu di
sekitar kawasan riparian dan sumber air permukaan lainya karena ditemukan banyak jenis
serangga, selain itu juga ada kawasan dengan sumber cahaya buatan seperti jalanan dengan
lampu kota menjadi lokasi distribusi kelelawar dengan kemelimpahan yang tinggi dengan
banyak serangga di sana.
PENDAHULUAN
Daerah urban merupakan daerah dengan densitas bangunan yang tinggi dengan
aktivitas manusia yang tinggi, namun di kawasan urban juga ditemukan aktivitas mamalia
yang dapat terbang dengan sempurna yaitu kelelawar (Chiroptera). Aktivitas kelelawar
berkorelasi dengan estimasi visual kemelimpahannya, di kawasan urban aktivitas
kelelawar dipengaruhi dengan adanya aktivitas manusia (anthropogenic) dalam
memanfaatkan bentang alam baik di dalam kawasan kota, di daerah sub-urban atau di
taman nasional dan hutan kota di sekitarnya. Pemanfaatan bentang alam berhubungan
dengan konversi lahan hijau yang terdapat sumber air permukaan yang diguakan kelelawar
untuk mencari mangsa akan berpengaruh pada aktivitas kelelawar (Dixon, 2011; Gehrt and
Chelsvig, 2003; Johnson et al. 2008, Loeb et al. 2008).
Aktivitas kelelawar berhubungan dengan foraging area di habitatnya yang dapat
diketahui dalam skala mikro habitat, secara spasial dan secara landscape (Gehrt and
Chelsvig, 2003; Johnson et al. 2008). Kelelawar di kawasan urban memiliki kemelimpahan
yang cukup tinggi dengan megetahui preferensi habitat mereka. Kelelawar banyak
ditemukan dengan jumlah yang besar di daerah ririparian, sumber air permukaan, hutan
kota, dan teman di dalam kota, namun menghindari di kawasan yang ramai dengan
aktivitas manusia, daerah industri dan komersial (Gehrt and Chelsvig, 2003; Johnson et al.
2008; Li and Wilkins 2014). Keanekaragaman jenis kelelawar di kawasan urban akan
sangat kecil dibandingkan dengan habitat di alamiah mereka, namun estimasi
kemelimpahan kelelawar lebih besar tetapi dengan dominasi spesies tertentu (Johnson et
al. 2008; Li and Wilkins 2014).
Beberapa jenis kelelawar yang responsif terhadap urbanisasi. aktivitas kelelawar
juga banyak dan cukup tinggi namun banyak didominasi suatu spesies tertentu, sementara
diversitas kelelawar di kawasan urban lebih kecil jika dibandingkan dengan habitat
alamiah kelelawar baik secara mikro habitat atau secara spasial (Li and Wilkins 2014;
Johnson et al. 2008; Loeb et al. 2008). Aktivitas kelelawar juga dapat terjadi perbedaan
pada setiap jenisnya karena mereka memiliki foraging area atau daya jelajah mencari
mangsa yang berbeda (Dixon, 2011), secara alamiah kelelawar memilih habitat
berdasarkan kondisi vegetasi dan keberadaan sumber air (Gehrt and Chelsvig, 2003; Li and
Wilkins 2014). Distribusi kelelawar yang tinggi terdapat pada kawasan taman kota, daerah
riparian, dan sumber air permukaan (Gehrt and Chelsvig, 2003). Distribusi dan aktivitas
kelelawar juga dipengaruhi oleh kerapatan bangunan, kondisi bangunan, cahaya lampu dan
akses daerah (Dixon 2011; Li and Wilkins, 2014).
Distribusi dan kemelimpahan kelelawar tidak hanya berhubungan roosting site dan
foraging area atau daerah jelajah perburuan mangsanya, namuan dengan aktivitas manusia
dalam kaitanya pada permasalahan sosial dan ekonomi. Kondisi sosial manyarakat urban
akan mempengaruhi ditribusi dan berkaitan dengan kemelimpahan kelelawar. Kondisi
ekonomi misalkan pada perindustrian, kelelawar menghindari kawasan industri maka dapat
dikatakan diversitas, kemelimpahan dan distribusi kelelawar di kawasan urban (Li and
Wilkins, 2014)
Tujuan penulisan ini adalah mengetahui efek kawasan perkotaan dan aktivitas
manusia terhadap aktivitas dan diversitas kelelawar di kawasan perkotaan (Gehrt, 2003;
Johnson et al. 2008; Dixon, 2011; Li and Wilkins 2014) dan mengetahui distribusi
kelelawar secara spasial dan landscape (Dixon, 2011; Johnson et al. 2008).
PEMBAHASAN
Di Waco ekolokasi kelelawar terekam 284 lokasi kelelawar dan 76% sendiri,
merupakan lokasi Tadarida brasiliensis selain itu terekam Lasiurus borealis sebanyak 26
lokasi Eptesicus fuscus dan Nycticeius humeralis sebanyak 13 lokasi (Li and Wilkins,
2014). Kelelawar Tadarida brasiliensis dengan hasil catatan terbanyak dapat ditemukan di
berbagai tempat sseperti sumber iar, bangunan tinggi dan jalanan dalam kasus di Waco
jalanan yang paling tinggi densitas kelelawarnya adalah di jalan lokal atau jalan daerah,
kemelimpahan kelelawar di tempat itu ssangat tinggi dari 4 jenis kelelawar yang tercatat
(Li and Wilkins, 2014).
Kelelawar yang sering ditemukan di kawasan perkotaan, sub-urban, dan daerah
taman nasional di sekotarnya adalah kelelawar Tadarida brasiliensis, Eptesicus fuscus,
Lasiurus borealis, Nycticeius humeralis (Dixon, 2011; Gehrt and Chelsvig, 2003; Johnson
et al. 2008; Li and Wilkins 2014; Loeb et al. 2008). Kemelimpahan tertinggi kelelawar
memang terekam pada daerah yang masih didominasi oleh kawasan alamiah (natural)
seperti taman kota, dan taman nasional yang banyak terdapat naungan pepohonan dan
sumber air (Gehrt and Chelsvig, 2003; Li and Wilkins 2014; Loeb et al. 2008), namun
dominasi spesies terlihat dari berbagai data yang ada, yaitu pada kelelawar Lasiurus
borealis dan Eptesicus fuscus, semua kelelawar yang terekam di berbagai lokasi penelitian
menunjukkan jika mereka menjauhi lokasi industrial dan komersial (Dixon, 2011; Gehrt
and Chelsvig, 2003; Johnson et al. 2008; Li and Wilkins, 2014).
Di kawasan taman kota dan taman nasional banyak didominasi kelelawar Eptesicus
fuscus namun di kawasan ini masih ditemukan banyak jenis kelelawar, dengan jumlah
populasi yang banyak pula, oleh karena itu untuk keperluan konservasi biodiversitas
tempat tersebut menjadi sangat penting disamping ada beberapa jenis kelelawar yang
mampu bertahan hiduup di kawasan urban (Johnson et al. 2008; Loeb et al. 2008).
Secara spasial kelelawar di bentang alam perkotaan distribusinya banyak
ditemukan di dalam kota itu sendiri dengan memilih roosting site di gedung-gedung tinggi
salah satu diantaranya adalah kelelawar L. borealis selain itu kelelawar juga memilih
lokasi roosting saat siang hari pada kawasan yang sesuai kebutuhan dan tidak mengancam
keberadaanya (Dixon, 2011). Sumber air di kawasan perkotaan yang berupa sungai atau
kanal sebagai foraging area. Kawasan perkotaan dengan cahaya lampu juga menjadi pusat
distribusi kelelawar pemakan serangga. Kelelawar cenderung menghindari daerah industri,
komersial dan jalan raya (Dixon, 2011; Gehrt and Chelvic, 2003; Johnson et al. 2008; Li
and Wilkins, 2014).
KESIMPULAN