Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MATA KULIAH

Bahan Bakar dan Teknik Pembakaran


Pemanfaatan Biodiesel dari Biji Karet sebagai
Energi Terbarukan Ramah Lingkungan

Disusun oleh :
Danang Kukuh P. NIM. 4215020004
Melisa Dian N.P. NIM. 4215020032
Jogi Jeremiah T. NIM. 4215020022
M. Febrianza NIM. 4215020010
Nurul Auliya NIM. 4215020026
Prima Nurfarhan W. NIM. 4215020027
Dosen Pengajar :
Arifia Ekayuliana , MT.
Maekel , M. MT.
PROGRAM STUDI TEKNIK PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK
JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

2017

DaftarIsi
Daftar isi 2
Bab I Pendahuluan............ 3
1.1. Latar Belakang. 4
1.2. Rumusan Masalah................ 4
1.3. Tujuan Penulisan.......... 4
1.4. Batasan Masalah.. 4
Bab II Tinjauan Pustaka ... 5
2.1. Biodiesel ..................... 5
2.2. Biji Karet ........ 6
2.2.1.Manfaat Minyak Biji Karet............. 6
2.2.2. Kandungan Biji Karet. 7
2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak. 7
2.2.4. Metode Pengambilan Minyak Biji Karet.... 7
2.2.4.1.Metode Rendering (krengsengan)... 8
2.2.4.2.Metode press (penekanan)... 8
2.2.4.3.Metode ekstraksi..8
2.3.Katalis Dalam Pembuatan Biodiesel... 8
2.4.Proses Degumming.. 8
2.5. Esterifikasi...10
Bab III Pembahasan dan Kesimpulan... 11
3.1.Tahap Persiapan (Pre-treatment).. 11
3.2.Tahap Pengepresan... 11
3.3.Proses Degumming...12
3.4.Proses Esterifikasi.... 12
3.5.Proses Transesterifikasi 12
3.6.Kesimpulan.. 13
3.7.Saran. 13
Daftar pustaka........... 14
Lampiran16

Bab I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Indonesia yang semula adalah net exporter di bidang bahan bakar minyak (BBM) kini
telah menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Hal ini sungguh ironis karena terjadi
pada saat harga minyak dunia tidak stabil dan cenderung mengalami peningkatan. Pada
periode bulan Januari-Juli 2006 lalu, produksi BBM Indonesia hanya mencapai 2,029 juta
barel per hari, sedangkan konsumsi BBM mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari sehingga
terjadi defisit BBM sebesar 270.000 barel yang harus dipenuhi melalui impor. Dengan harga
minyak dunia mencapai USD 70 per barel untuk memenuhi defisit sebesar 270.000 barel
tersebut Indonesia harus menyediakan budget sebesar setiap harinya sebesar USD
18.900.000 per hari (sekitar Rp 170 milyar per hari) (Hambali, Erliza et al;2008). Tingginya
harga minyak dunia menyebabkan harga BBM di dalam negeri meningkat. Hal inilah yang
melatarbelakangi kenaikan harga BBM pada tanggal 01 oktober 2005 yang lalu.
Melambungnya harga BBM tersebut sungguh sangat memberatkan baik masyarakat maupun
industri terlebih lagi bagi masyarakat di daerah-daerah terpencil daerah Kalimantan Barat
umumnya dan daerah Kabupaten Ketapang khususnya kelangkaan BBM memberikan
dampak bagi perekonomian daerah
Stok minyak mentah yang berasal dari fosil ini terus menurun sedangkan jumlah
konsumsinya terus meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu dicari alternatif bahan bakar
lain, terutama dari bahan yang terbarukan. Kondisi ini sungguh memprihatinkan, terlebih
lagi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil sangat besar. Hal ini terlihat dari
setiap aktifitas masyarakat Indonesia sehari-hari yang tidak terlepas dari pemakaian bahan
bakar, seperti untuk memasak, penerangan, transportasi dan angkutan. Berdasarkan data
ESDM (2006), minyak bumi mendominasi 52,5% pemakaian energi di Indonesia,
sedangkan penggunaan gas bumi sebesar 19%, batu bara 21%, air 3,7%, panas bumi 3% dan
energi terbarukan hanya sekitar 0,2% dari total penggunaan energi. Padahal menurut data
ESDM (2006), cadangan minyak bumi Indonesia hanya sekitar 9 milyar barel dan produksi
Indonesia hanya sekitar 500 juta barel per tahun. Ini artinya jika terus dikonsumsi dan tidak
ditemukan cadangan minyak baru atau tidak ditemukan teknologi baru untuk meningkatkan
recovery minyak bumi, diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis dalam
waktu dua puluh tiga tahun mendatang (Hambali, Erliza et al;2008). Keterbatasan
pengetahuan dan budaya masyarakat juga menjadi salah satu penyebab program tersebut
kurang sesuai dilakukan di pedesaan. Untuk menyiasati kelangkaan minyak tersebut
masyarakat pedesaan lebih memilih menggunakan kayu bakar. Jika hal ini terus berlanjut
maka dapat menimbulkan kerusakan lingkungan
Sudah saatnya Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dengan
mengembangkan sumber energi alternatif terbarukan salah satunya ialah biodiesel. Biodiesel

merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang diproduksi dari minyak nabati
atau lemak hewani. Biodiesel diperoleh dari reaksi minyak tanaman (trigliserida) dengan
alkohol yang menggunakan katalis basa pada suhu dan komposisi tertentu, sehingga
dihasilkan dua zat yang disebut alkil ester (umumnya metil ester atau sering disebut
biodiesel) dan gliserol (Zhang et. al., 2003). Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber
daya alam (SDA) melimpah, banyak menyediakan sumber minyak nabati, salah satunya
adalah biji karet.
Untuk di indonesia Biji karet sendiri masih belum di manfaatkan dengan baik, umumnya
masih dibuang di setiap perkebunan, hanya sedikit yang dijadikan sebagai benih generatif.
Tanpa tau kalau biji karet berpotensi untuk biodiesel, Indonesia merupakan negara dengan
areal tanaman karet terluas di dunia. Jumlah biji karet di perkebunan tanaman karet
mencapai 1 kg/m2 serta kandungan minyak yang terdapat pada biji karet 40-50%-berat.
Penggunaan biji karet untuk produksi biodiesel tidak menimbulkan persaingan bahan
pangan karena biji karet merupakan sumber minyak nabati non pangan dan juga ramah
lingkungan.
1.2. Rumusan Masalah

Apakah biji karet dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel?
Bagaimana minyak dari biji karet diperoleh?
Seperti apa mutu minyak biji karet yang sesuai sehingga dapat digunakan dalam
pembuatan biodiesel?
Bagaimana proses biji karet hingga dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel?
Apa saja perlakuan yang dilakukan terhadap biji karet yg ingin digunakan sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel?

1.3. Tujuan Penulisan

Untuk mempermudah mahasiswa dalam memahami tentang pemanfaatan biodiesel dari


biji karet sebagai energi terbarukan.
Agar mahasiswa mendapat wawasan tentang pemanfaatan biodiesel dari biji karet sebagai
energi terbarukan.

1.4. Batasan Masalah

Masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini meliputi perlakuan terhadap biji
karet untuk mendapatkan minyak biji karet sebagai energi terbarukan. Hal hal diluar dari
yang disebutkan tadi tidak akan dibahas dalam makalah ini.
4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biodiesel

Biodiesel merupakan ester alkil asam-asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau
lemak hewani. Ester alkil asam lemak dapat diperoleh transesterifikasi trigliserida dengan
alkohol dan esterifikasi asam lemak. Transesterifikasi trigliserida dilangsungkan dengan
menggunakan katalis asam, basa maupun enzim dan menghasilkan gliserol sebagai produk
samping. Di sisi lain, esterifikasi asam lemak dilangsungkan dengan menggunakan katalis asam
kuat (asam sulfat, asam sulfonat organik, resin penukar kation asam kuat) dan menghasikan air
sebagai produk samping.
Biodiesel sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang diproduksi dengan
reaksi transesterifikasi dan esterifikasi minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai
pendek seperti metanol. Reaksinya membutuhkan katalis yang umumnya merupakan basa kuat ,
sehingga akan memproduksi senyawa kimia baru yang disebut metil ester (Van Gerpen, 2005).
Kelebihan biodiesel dibandingkan dengan petrodiesel antara lain: (1) Biodiesel berasal
dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui; (2) Biodiesel memiliki kandungan aromatik dan
sulfur yang rendah (Ma & Hanna, 1999); (3) Biodiesel memiliki bilangan setana (cetane number)
yang tinggi (Zhang et al., 2003). Bilangan setana adalah suatu indeks yang biasa digunakan bagi
bahan bakar motor diesel, untuk menunjukkan tingkat kepekaannya terhadap detonasi (ledakan).
Bahan bakar dengan bilangan cetana yang tinggi akan mudah berdetonasi pada motor diesel.
Bilangan setana bukan untuk menyatakan kualitas dari bahan bakar diesel, tetapi bilangan yang
dipakai untuk menyatakan kualitas dari penyalaan bahan bakar diesel atau ukuran untuk
menyatakan keterlambatan pengapian dari bahan bakar itu sendiri. Beberapa sifat fisik dan kimia
biodiesel dan petrodiesel disarikan dalam Tabel 2.1.

2.2. Biji Karet

Tanaman karet berasal dari bahasa latin bernama Havea brasiliensis yang berasal dari
negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia.
Indonesia merupakan negara penghasil karet kedua terbesar di dunia, dengan areal perkebunan
karet yaitu sekitar 3,4 juta ha pada tahun 2008 dengan produksi mencapai 2,76 juta ton (Dirjen
Perkebunan, 2008). Pada industri karet, hasil utama yang diambil dari tanaman karet adalah
lateks. Sementara itu bii karet masih belum dimanfaatkan dan dibuang sebagai limbah. Padahal
biji karet tersedia dalam jumlah yang banyak. Setiap pohon tanaman karet dapat menghasilkan
800 biji karet pertahun. Jika lahan seluas 1 hektar, dapat ditanami sebanyak 400 pohon karet.
Maka untuk lahan seluas 1 hektar diperkirakan dapat menghasilkan 5.050 kg biji karet per
tahunnya (Siahaan, et al., 2011).
Biji karet masak terdiri dari 70% kulit buah dan 30% biji karet. Biji karet terdiri dari 40%
tempurung dan 60% tempurung daging biji, dimana variasi proporsi kulit dan daging buah
tergantung pada kesegaran biji. Biji karet yang segar memiliki kadar minyak yang tinggi dan
kandungan air yang rendah. Akan tetapi biji karet yang terlalu lama disimpan akan mengandung
kadar air yang tinggi sehingga menghasilkan minyak dengan mutu yang kurang baik. Biji segar
terdiri dari 34,1% kulit, 41,2% isi dan 24,4% air, sedangkan pada biji karet yang telah dijemur
selama dua hari terdiri dari 41,6% kulit, 8% air, 15,3% minyak da 35,1% bahan kering (Swem,
1964). Biji karet mengandung sekitar 4050%-b minyak nabati dengan komposisi asam lemak
yang dominan adalah asam oleat dan asam linoleat, sementara sisanya berupa asam palmitat,
asam stearat, asam arachidat dan asam lemak lainnya.

2.2.1. Manfaat Minyak Biji Karet

Ada banyak sekali manfaat yang dapat diambil dengan memanfaatkan biji karet yang
tidak pernah diolah dan dikembangkan secara khusus, yang diketahui oleh masyarakat hanyalah
pengambilan getah dari batang karet atau yang sering disebut dengan menyadap. Bahkan, hal-hal
yang perlu diketahui dalam proses penyadapan kurang diketahui oleh masyarakat, sehingga
kualitas karet yang dihasilkan kurang bagus. Jika kita melihat kompisisi biji karet yang begitu
banyak mengandung minyak, seharusnya ada suatu pemanfaatan lebih dalam pengolahan biji
karet tersebut, adapun beberapa energi alternatif yang dihasilkan dari bahan dasar biji karet
adalah sebagai berikut:

a. Briket
b. Biokerosin
c. Biopelet
d. Biodiesel

Minyak ini diperoleh dari biji karet dengan pengepresan atau ekstraksi pelarut. Minyak
biji karet termasuk semi drying oil dan mudah teroksidasi. Minyak dari biji karet cenderung tidak
ekonomis apabila dijadikan sebagai bahan pangan dan sangat baik digunakan sebagai bahan
industri, seperti alkil, resin, linoleum vernis, tinta cetak, cutting oils, dan minyak lumas (Swern
dalam Maali, 1982).

2.2.2. Kandungan Biji Karet

Pada umumnya minyak tersusun atas tiga molekul asam lemak yang bersenyawa dengan
satu molekul gliserin, sehingga sering disebut dengan trigliserida. Suatu trigliserida dapat
mengandung hanya satu macam asam lemak atau dua sampai tiga macam asam lemak.

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak

Mutu minyak yang berasal dari biji karet dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor,
yaitu (Edison et. al., 1982):
1. Kualitas dan kemurnian bahan baku. Adanya bahan asing atau biji yang berkualitas
jelek yang tercampur dalam bahan baku proses, akan menyebabkan minyak cepat rusak
dan berbau.
2. Usia biji. Biji karet yang usianya cukup tua akan menghasilkan minyak yang lebih baik
kuantitas dan kualitasnya dibandingkan dengan biji karet yang lebih muda.
3. Kadar air yang terkandung dalam biji karet. Biji karet yang terlalu lama disimpan akan
mengandung kadar air yang tinggi, sehingga dapat menghasilkan minyak dengan waktu
yang kurang baik.
4. Perlakuan terhadap bahan baku pada saat proses dan pasca-proses (misalnya: halusnya
hasil pemcacahan yang di lakukan, pemilihan jenis pelarut, penyimpanan minyak hasil
proses, dan sebagainya).

2.2.4. Metode Pengambilan Minyak Biji Karet

Ada tiga metode yang dapat dilakukan dalam pengambilan dari biji karet, yaitu:

2.2.4.1. Metode Rendering (krengsengan)

Merupakan metode tradisional yang dilakukan dengan cara memanaskan biji karet
sampai minyaknya keluar. Metode ini terdiri dari dua cara, yaitu krengsengan kering dan
krengsengan basah. Metode ini tidak efektif karena hasil minyak mengandung inpurities.

2.2.4.2. Metode press (penekanan)

Merupakan metode dengan penekanan atau pengempaan biji karet hingga hancur dan
mengeluarkan minyak. Sebelum biji karet di press, terlebih dahulu dibuang kulitnya. Ada dua
cara pengepresan, yaitu pengepresan pada suhu rendah atau cool pressing dan pengepresan
dengan pemanasan atau hot pressing. Pemanasan ini berfungsi untuk mengurangi
mikrooraganisme dan enzim pengotor.

2.2.4.3. Metode ekstraksi

Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan biji karet kedalam suatu larutan zat kimia
sehingga minyak yang terkandung dalam biji karet akan terpisahkan dari ampasnya. Pemisahan
minyak ini berdasarkan perbedaan antara kelarutan dan bahan yang terkandung di dalam biji
karet terhadap pelarutnya. Kemudian dengan cara menguapkan pelarutnya maka didapat minyak
murni.

2.3. Katalis Dalam Pembuatan Biodiesel

Dalam reaksi pembuatan biodiesel katalis karena reaksi cenderung berjalan lambat.
Katalis berfungsi menurunkan energi aktivasi reaksi sehingga reaksi dapat berlangsung lebih
cepat. Katalis yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dapat berupa basa maupun katalis
asam. Dengan katalis basa reaksi berlangsung pada suhu kamar sedangkan dengan katalis asam
reaksi berlangsung baru berjalan baik pada suhu 100C. Bila tanpa katalis, reaksi membutuhkan
suhu minimal 250C (Kirk & Othmer, 1980).

2.4. Proses Degumming

Minyak biji karet yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan asam lemak
bebas cukup tinggi, 16% sehingga perlu dilakukan reaksi esterifikasi untuk menurunkan
kandungan asam lemak sebelum dilakukan reaksi transesterifikasi. Cannacki et. al. (1999) dan
Ramadhas et.all. (2005) menyebutkan bahwa minyak berkandungan asam lemak tinggi (>2% -
FFA) tidak sesuai digunakan untuk bahan baku pada reaksi transesterifikasi. Perlu dilakukan
rekasi dua tahap yaitu esterifikasi dan transesterifikasi guna menurunkan kandungan asam lemak
hingga < 2% (Ramadhas et. al., 2005) . Mengingat bahan baku minyak dengan kandungan asam
lemak tinggi jika digunakan sebagai bahan baku pada reaksi transeseterifikasi yang berkatalis
basa, maka asam lemak akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun melalui reaksi
penyabunan sehingga efektifitas katalis akan menurun karena sebagian katalis bereaksi dengan
asam lemak. Selain itu, kondisi tersebut akan menurunkan yiled ester dan mempersulit proses
pemisahan (Cannacki et. al., 1999). Penelitian ini memilih metanol sebagai jenis alkohol
pereaktannya menginat methanol adalah senyawa alkohol berantai karbon terpendek dan bersifat
polar. Sehingga dapat bereaksi lebih cepat dengan asam lemak, dapat melarutkan semua jenis
katalis (baik basa maupun asam) dan lebih ekonomis (Fangrui Ma et. al., 1999).

2.5 Esterifikasi

Esterifikasi adalah proses untuk mengubah asam lemak bebas hasil dari proses
degumming menjadi ester dengan hasil samping air. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak
dengan alkohol. Esterifikasi dapat dilaksanakan dengan menggunakan katalis padat (heterogen)
atau katalis cair (homogen). Pada penelitian ini, dugunakan katalis cair berupa asam sulfat
(H2SO4).
Katalis-katalis yang cocok adalah zat yang berkarakter asam kuat, dan karena ini, asam
sulfat, asam sulfonat, organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis
yang biasa terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar reaksi
dapat berlangsung ke koneversi yang sempurna pada tempratur rendah (misalnya paling tinggi
120C), reaktan methanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih
besar dari 10 kali nisbah stoikiometrik) dan air produk ikatan reaksi harus disingkirkan dari fasa
reaksi, yaitu fasa minyak.

Proses esterfikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati mengandung FFA
diatas 5%. Esterfikasi digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA
menjadi metil ester sehingga megurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya di
transesterifikasi dengan katalis basa untuk mengkomversikan trigliserida menjadi metil ester
(Hasahatan, 2012)

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam asam lemak
terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:

a. Menambahkan methanol berlebih kedalam reaksi


b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan tempratur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm).

Hasil transesterifikasi berupa gliserol dan biodiesel dipisahkan. Pada lapisan atas
terbentuk biodiesel dan lapisan bawah gliserol. Biodiesel yang dihasilkan merupakan biodiesel
kasar dan perlu dimurnikan dengan proses pencucian. Pencucian dilakukan dengan metode water
washing. Air hangat ditambahkan kedalam biodiesel lalu dilakukan pengadukan dan pemisahan.

2.6 Transesterifikasi

Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida
(minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk
samping yaitu gliserol. Diantara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat
sumber/termasuk gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya
murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga rekasi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian
besar dunia ini, biodiesel praktis identic dengan ester metil asam asam lemak (Fatty Acids
Methyl Ester, FAME).

Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester adalah transesterifikasi juga


menggunakan katalis dalam rekasinya. Tanpa adanya katalis, konfersi yang dihasilkan
maksimum namun reaksu berjalan dengan lambat (Mittlebach, 2004). Katalis yang biasa
digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat
reaksi. Trigliserida adalah trimester dari gliserol dengan asam asam lemak, yaitu asam asam
karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak dikandung dalam minyak dan lemak,
merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati/biji karet. Selain trigliserida, terdapat
juga monogliserida dan digliserida. Persamaan reaksi transesterifikasi yaitu:

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam asam lemak terdapat
beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
a. Menambahkan methanol berlebih kedalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan tempratur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm).

Hasil transesterifikasi berupa gliserol dan biodiesel dipisahkan. Pada lapisan atas
terbentuk biodiesel dan lapisan bawah gliserol. Biodiesel yang dihasilkan merupakan biodiesel
kasar dan perlu dimurnikan dengan proses pencucian. Pencucian dilakukan dengan metode water
washing. Air hangat ditambahkan kedalam biodiesel lalu dilakukan pengadukan dan pemisahan.

10

Bab III Pembahasan dan Kesimpulan

Biji karet sebagai bahan baku pembuatan biodiesel secara penelitian


laboratorium, diberikan perlakuan yang berbeda-beda dalam setiap tahapan. Adapun
hasil dari setiap tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

3.1 Tahap Persiapan (Pre-treatment)

Sampel biji karet yang diperoleh dari lokasi pengambilan ditimbang.


Penimbangan ini dilakukan setelah biji karet dibersihkan dari pengotornya
berdasarkan proses penimbangan yang dilakukan dengan timbangan biasa, maka
didapatkan data berat sampel sebagai berikut.
a. Sampel biji karet yang masih utuh adalah 3 kilogram.

b. Sampel kernel biji karet setelah di pecah dari cangkangnya adalah 1,72 kg.

3.2 Tahap Pengepresan

Berdasarkan hasil pengepresen yang dilakukan menggunakan alat press


sederhana untuk 1,72 kg sampel kernel biji karet menghasilkan 50 ml CRSO.

Setelah melakukan proses pengumulan, penguapasan, pengepresan, dan


penyaringan biji karet dihasilkan 50 ml minyak dan dapat dihitung rendemen minyak
biji karet dengan rumus:

Sebelum dimurnikan (degumming) minyak yang diperoleh dari hasil


pengepresan ini disaring dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan
partikel padatan yang ada pada CRSO selama 13 jam. Minyak yang dihasilkan setelah
proses penyaringan sebanyak 40 ml. Tetapi peneliti menggunakan sampel CRSO
sebanyak 30 ml untuk proses selanjutnya.
11

3.3. Proses Degumming

Berdasarkan hasil penelitian, minyak yang dihasilkan setelah proses degumming


dan pencucian lebih murni. Menurut literatur proses degumming dilakukan untuk
pemisahan gum/ getah yang mengandung pospatida, protein, karohidrat, karbohidrat, air
dan resin dari minyak biji karet (Baktiar, 2014).
Pada proses degumming. peneliti menggunakan katalis H3PO4 0,03% b/b dan
suhu reaksi 55C. Sedangkan menurut litaratur, untuk hasil optimum volume sampel
minyak biji karet 200 ml ditambakan H3PO4 0,2% b/b pada suhu 55C (Baktiar, 2014).
Maka perlakuan dikonversikan dengan volume sampel minyak yang tersedia untuk
mendapatkan hasil optimum.

3.4 Proses Esterifikasi

Minyak hasil pencucian dari proses esterifikasi lebih jernih dibandingkan


pencucian pada proses degumming. Menurut literatur reaksi esterfikasi yaitu reaksi
antara asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol akan membentuk ester dan air, proses
esterfikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati mengandung FFA diatas
5%. Esterfikasi digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA
menjadi metil ester sehingga megurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya
di transesterifikasi dengan katalis basa untuk mengkomversikan trigliserida menjadi
metil ester (Hasahatan, 2012).

3.5 Proses Transesterifikasi

Berdasarkan proses transesterfikasi minyak yang dihasilkan berwarna


kuning keruh, setelah dilakukan pemisahan dengan centrifuge dengan kecepatan
500 rpm dalam waktu 15 menit menghasilkan biodiesel berwarna kuning bening pada
lapisan atas. Tetapi biodiesel yang dihasilkan kuantitasnya kurang maksimal
sebab peneliti terkendala waktu pada proses centrifuge. Maka pada penelitian
selanjutnya sebaiknya menggunakan centrifuge dengan kecepatan
>500 rpm. Menurut literatur, biodiesel berwarna kuning bening terbentuk pada lapisan
atas pada proses pemisahan.
12

3.6. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan mereaksikan minyak biji karet

: methanol (5:1) dapat disimpulkan bahwa minyak biji karet berpotensi sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel.

3.7. Saran

1. Bagi masyarakat sudah dapat menggunakan biji karet untuk biodiesel


sebagai energi terbarukan ramah lingkungan.
2. Diharapkan kepada pemerintah agar memperhatikan hal-hal yang bisa
dimanfaatkan dalam lingkungan terutama untuk limbah biji karet, sehingga
berpeluang untuk dijadikan sumber energi terbarukan.
3. Bagi peneliti selanjutnya, di harapkan menganalisis hasil biodiesel yang
diperoleh oleh peneliti sebelumnya. Sehingga biodiesel yang dihasilkan dapat
memenuhi standard baku mutu biodiesel menurut SNI-04-7182-
2006.

13

DAFTAR PUSTAKA

Cannacki,M , Van Gerpen, J. 1999. Biodiesel Production via Acid Catalysis.


Trans ASAE 42 (5) : 1203 1210.

Demirbas, A. 2009. Progress and Recent Trends in Biodiesel Fuels, Energy


Conversion and Management, 50 (1), 14-34.

Edison, et.all., 1982. Howleys Considered Chemical Dictionary,8th edition. New


York : Van Nostard.

Gerpen J van dan Knothe G. 2005. Basics of the transesterification reaction. Di dalam:
Knothe G, Gerpen J van, Krahl Jurgen, editor, The Biodiesel Handbook. Illinios:
AOCS Press. hlm 34 49.

Hasahatan, Denis. dkk. 2012. Pengaruh Ratio H2SO4 dan Waktu Reaksi Terhadap
Kuantitas dan Kualitas Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar(Jurnal). Palembang :
Universitas Sriwijaya

Kirk, R.E. & Othmer, D.F., 1980, Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd ed.,
Vol. 9, John Wiley and Sons, New York.

Maali, A.R, Abul, dkk. 1982. Pengaruh Ukuran Partikel dan Lama Pemanasan
Terhadap RendemenMinyak. Palembang : Dinamika Penelitian BIPA.

Ma Fangrui, Milford, A, Hanna. 1999. Biodiesel Production :a review. Bioesouce


Technology 70: pp. 1-5.
Mittlebach, M; Remschmidt, Claudia. Biodiesel The Comprehensive Handbook.
Viema : Boersedruck Ges. M. bH, 2004

14

Prihandana, Rama. dkk. 2006. Menghasilkan Biodiesel Murah Mengatasi Plousi dan
Kelangkaan BBM. Jakarta: Agromedia.

Prihandana, R dan Hendroko, R. 2007. Energi Hijau. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ramadhas, A, S, Mulareedharan, C., Jayaraj, S, 2005. Performance and Emission


Evaluation of a Diesel Engine Fueled with Methyl Esters of Rubber Seeds Oil.
Renewable Energy, 30. 1789-1800.

Shokib, Abdul. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Karet Dengan Metode
Supercritical Methanol. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
2009.

Siahaan, S., Setyaningsih, D., & Hariyadi, 2011, Potensi Pemanfaatan Biji Karet
(Hevea Brasiliansis Muell, Arg) Sebagai Sumber Energi Alternatif Bikerosin,
Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 19 (3) 145-151.

Soerawidjaja, Tatang H. 2005. Minyak-Lemak dan Produk-produk Kimia Lain Dari


Kelapa, Handout kuliah Proses Industri Kimia, Program Studi Teknik
Kimia, Instituf Teknologi Bandung.

Swem, D. Baileys. 1964. Industrial Oil and Fat Product. New York. Intersciense
Publ.

Zhang, Y., Dude, M.A., Mclean.D.D., & Kates, M., 2003, Biodiesel Production
from Waste Cooking Oil: 1 Process Design and Technological Assement,
Bioresource Technology, 89, 1-16.

15

LAMPIRAN

Gambar 1. Hutan Karet di Kecamatan Mandau

Gambar 2. Sampel Biji Karet 3 kg

16

Gambar 3. Biji Karet yang telah dikukus

Gambar 4. Biji karet yang telah di oven



17


Gambar 5. Biji karet dihaluskan


Gambar. 6. Biji karet yang di press

18

(a) (b)

Gambar 7.(a). Proses penyaringan; (b) Hasil penyaringan

Gambar 8. Proses degumming Gambar 9. Proses pencucian dan


pemisahan setelah degumming

19

Gambar10.ProsesEsterifikasi Gambar12.ProsesTransesterifikasi

biodiesel

Gambar13.Prosespencuciandanpemisahan Gambar14.Hasildaricentrifuge
setelahtransesterifikasi

20

Anda mungkin juga menyukai