Anda di halaman 1dari 2

Pertempuran Lima Hari adalah serangkaian pertempuran antara

rakyat Indonesia melawan tentara Jepang di Semarangpada masa transisi kekuasaan


ke Belanda yang terjadi pada tanggal 1519 Oktober 1945. Dua penyebab utama pertempuran
ini adalah karena larinya tentara Jepang dan tewasnya dr. Kariadi.

Pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian,
tepatnya, 8 Maret, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang.
Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya
bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada 6 dan
9 Agustus 1945. Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan
kemerdekaannya pada 17Agustus1945.
Hal pertama yang menyulut kemarahan para pemuda Indonesia adalah ketika
pemuda Indonesia memindahkan tawanan Jepang dari Cepiring ke Bulu, dan di tengah jalan
mereka kabur dan bergabung dengan pasukan Kidobutai dibawah pimpinan Jendral
Nakamura. Kidobutai terkenal sebagai pasukan yang paling berani, dan untuk maksud
mencari perlindungan mereka bergabung bersama pasukan Kidobutai di Jatingaleh.
Setelah kaburnya tawanan Jepang, pada Minggu, 14 Oktober 1945, pukul 6.30 WIB,
pemuda-pemuda rumah sakit mendapat instruksi untuk mencegat dan memeriksa mobil
Jepang yang lewat di depan RS Purusara. Mereka menyita sedan milik Kempetai dan
merampas senjata mereka. Sore harinya, para pemuda ikut aktif mencari tentara Jepang
dan kemudian menjebloskannya ke Penjara Bulu. Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang
bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak sekaligus melucuti delapan anggota
polisi istimewa yang waktu itu sedang menjaga sumber air minum bagi warga Kota
Semarang Reservoir Siranda di Candilama. Kedelapan anggota Polisi Istimewa itu disiksa
dan dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh. Sore itu tersiar kabar tentara Jepang
menebarkan racun ke dalam reservoir itu. Rakyat pun menjadi gelisah. Cadangan air di
Candi, desa Wungkal, waktu itu adalah satu-satunya sumber mata air di kota Semarang.
Sebagai kepala RS Purusara (sekarang Rumah Sakit Kariadi) Dokter Kariadi berniat
memastikan kabar tersebut. Selepas Magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit
Purusara, yang memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera
memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu. Dokter Kariadi
kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke sana. Suasana sangat
berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan di beberapa tempat termasuk
di jalan menuju ke Reservoir Siranda. Isteri dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah
suaminya pergi mengingat keadaan yang sangat genting itu. Namun dr. Kariadi berpendapat
lain, ia harus menyelidiki kebenaran desas-desus itu karena menyangkut nyawa ribuan
warga Semarang. Akhirnya drg. Soenarti tidak bisa berbuat apa-apa. Ternyata dalam
perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang ditumpangi dr. Kariadi dicegat tentara
Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama tentara pelajar yang menyopiri mobil yang
ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar
pukul 23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat gawat.
Nyawa dokter muda itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40 tahun satu bulan.

Peristiwa lain

1. Sebelum tanggal 20 Oktober, ada kejadian Gencatan Senjata antara kedua belah pihak,
tetapi kendati demikian kejadian ini tidak memadamkan situasi, kejadian diperparah
dengan pembunuhan sandera (lihat no. 2)
2. Di Pedurungan, orang-orang Semarang, terutama dari Mranggen dan Genuk menjadi
satu untuk memindahkan tawanan, yang menjadi sandera. Karena janji Jepang untuk
mundur tidak dipenuhi maka 75 sandera itu dibunuh, sehingga perang berlanjut.
3. Datangnya pemuda dari luar Kota Semarang untuk membantu menjadikan Jepang
marah
4. Radius 10 km dari Tugumuda menjadi medan peperangan
Mengenai pertempuran lima hari di Semarang ini, ada beberapa tokoh yang terlibat adalah sbb :

1. dr. Kariadi, dokter yang akan mengecek cadangan air minum di daerah Candi yang
kabarnya telah diracuni oleh Jepang. Ia juga merupakan Kepala Laboratorium Dinas
Pusat Purusara.
2. Mr. Wongsonegoro, gubernur Jawa Tengah yang sempat ditahan oleh Jepang.
3. Dr. Sukaryo dan Sudanco Mirza Sidharta, tokoh Indonesia yang ditangkap
oleh Jepang bersama Mr. Wongsonegoro.
4. Mayor Kido (Pemimpin Kidobutai), pimpinan Batalion Kidobutai yang berpusat di
Jatingaleh.
5. drg. Soenarti, Istri dr. kariadi
6. Kasman Singodimejo, Perwakilan perundingan gencatan senjata dari Indonesia.
7. Jenderal Nakamura, perwira tinggi yang ditangkap oleh TKR di Magelang

Monumen Tugu Muda[sunting | sunting sumber]


Untuk memperingati Pertempuran 5 Hari di Semarang, dibangun Tugu Muda sebagai monumen
peringatan. Tugu Muda ini dibangun pada tanggal 10 November 1950. Diresmikan oleh presiden
Ir. Soekarno pada tanggal 20 Mei 1953. Bangunan ini terletak di kawasan yang banyak merekam
peristiwa penting selama lima hari pertempuran di Semarang, yaitu di pertemuan antara Jl.
Pemuda, Jl. Imam Bonjol, Jl. Dr. Sutomo, dan Jl. Pandanaran dengan lawang sewu. Selain
pembangunan Tugu Muda, Nama Dr. Kariadi diabadikan sebagai nama salah satu rumah sakit di
Semarang.

Anda mungkin juga menyukai