Anda di halaman 1dari 62

MAKALAH ANALISIS DAN KEAMANAN MAKANAN

LEMAK DAN MINYAK


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Dan Keamanan
Makanan
Dosen Pembimbing : Diana Sylvia,S.Si., M.Si

Disusun Oleh :
Dewi Nurwidayati (14040009)
Evania Elianti Supar (16046908)
Febriyani Kholifah (14040017)
Herlin Ramadhani Y (13040016)
Keke Dian Partiwa (14040028)
Muhamad Dini Sopari (14040032)
Muthia Nurhidayah (14040037)
Sagita Novianti (14040045)
Yofie Rifana (12040054)
Yuli Yanti (14040055)

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH


TANGERANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Lemak dan Minyak ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Diana Sylvia
selaku Dosen mata kuliah Analisis dan Keamanan Makanan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu sempurna
tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya.

Tangerang, November 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I MAKALAH ................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................. 1
1.2 .Tujuan ......................................................................... 2
1.3 .Teori Dan Pembahasan ................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN JURNAL .................................................. 38
2.1. Jurnal I .......................................................................... 38
2.2. Jurnal II......................................................................... 42
2.3. Jurnal III ....................................................................... 46
BAB III SOAL BESERTA JAWABAN ........................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 58

ii
BAB I
MAKALAH

1.1 Latar belakang


Protein, karbohidrat dan lemak bersama-sama dengan air merupakan
konstituen utama dalam bahan pangan. Protein dibutuhkan terutama untuk
pertumbuhan dan untuk memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang rusak.
Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi dalam aktivitas tubuh
manusia sedangkan beberapa macam garam-garam mineral dan vitamin juga
merupakan faktor yang penting dalam kelangsungan hidup (Kusharto, dkk).
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk
menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak dan lemak juga
merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat
dan protein. Satu minyak dan lemak dapat menghasilkan 9 kkal/gram
sedangkan protein dan karbohidrat hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Lemak
dan minyak terdapat hampir di semua bahan pangan dengan kandungan yang
berbeda-beda. Tetapi minyak dan lemak sering kali ditambahkan dengan
sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Lemak yang ditambahkan
ke dalam pangan atau dijadikan bahan pangan membutuhkan persyaratan dan
sifat-sifat tertentu (Budiyanto, 2005).
Disamping kegunaannya sebagai bahan pangan, lemak dan minyak
berfungsi sebagai bahan pembuat sabun, bahan pelumas (misalnya minyak
jarak), sebagai obat-obatan (misalnya minyak ikan), sebagai pengkilap cat
(terutama yang berasal dari golongan minyak mengering) (Almatsier, 2004 ).
Minyak pangan dalam bahan pangan biasanya diekstraksi dalam
keadaan tidak murni dan bercampur dengan komponen-komponen yang
disebut fraksi lipid terdiri dari minyak/lemak, fosfolipida, sterol, hidrokarbon,
dan pigmen. Dengan cara ekstraksi yang menggunakan pelarut lemak seperti
petroleum eter, etil eter, benzene, dan kloroform komponen-komponen fraksi
lipida dapat dipisahakan, lemak kasar tersebut disebut fraksi larut eter. Untuk

1
2

membedakan komponen-komponen fraksi lipida dipergunakan NaOH.


Minyak/lemak makan, malam, fosfolipida dapat disabunkan (Winarno, 1992).
Contoh pangan berlemak yang kerusakan mutu cita rasanya terutama
disebabkan oleh lemak yang terdapat di dalamnya, antara lain bahan pangan
yang mengandung minyak nabati, lemak hewani, mentega putih, minyak
goreng, minyak salad, dan dressing, obat-obatan yang mengandung minyak
ikan, biskuit, tepung dari biji-bijian, susu, lemak susu, mentega, susu bubuk,
cokelat, es krim, makanan bayi, karamel, keripik kentang, ikan asin, dan ikan
yang dibekukan (Budiyanto, 2005).
1.2 Tujuan
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka tujuan pembuatan makalah ini
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana ekstraksi dan pemurnian minyak.
2. Untuk mengetahui cara emulsi yang benar
3. Untuk mengetahui apa saja yang menyebabkan kerusakan lemak.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara menganalisis perubahan kimia dalam
lemak dan minyak
5. Untuk mengetahui nilai gizi yang terkandung dalam lemak dan minyak.
1.3 Teori dan Pembahasan
1.3.1. Teori
A. Definisi Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk
pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam
serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non
polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), kloroform (CHCL3),
benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut
dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak
mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut (Herlina
N, 2009).
Secara umum, lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam
kondisi ruang berada dalam keadaan padat. Sedangkan, minyak
3

adalah trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair. Secara


lebih pasti tidak ada batasan yang jelas untuk membedakan minyak
dan lemak ini (Sudarmadji, 1996). Dalam proses pembentukannya,
trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul
gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak (umumnya ketiga
asam lemak berbeda-beda) yang membentuk satu molekul
trigliserida dan tiga molekul air (Ketaren, 2005).
B. Penamaan Lemak
Nama lazim dari lemak adalah trigilserida. Penamaan lemak
dimulai dengan kata gliseril yang diikuti oleh nama asam lemak.
Contoh :
1. CH-COO-CH
CH-COO-CH Gliseril tristearat (tristearin)
CH-COO-CH
2. CH-COO-CH
CH-COO-CH Gliseril trioleat
CH-COO-CH
Lemak bersifat non polar atau tidak larut dalam pelarut polar
yaitu air, oleh karena itu lemak dapat larut pada pelarut non polar
pula seperti eter, kloroform, benzena, karbon tetraklorida (CCl),
xylena, alkohol panas dan aseton panas.
Sedangkan lipid adalah kelompok molekul alami yang meliputi
lemak, lilin (wax), sterol, vitamin yang larut dalam lemak
(A,D,E,K), monogliserida, digliserida, trigliserida,fosfolipid, dll.
Karena terdiri dari beberapa asam lemak, sehingga kaya akan
energi dan sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sumber energi utama
dalam proses metabolisme.
C. Klasifikasi Lemak
1. Menurut ikatan kimianya
a. Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acids), yaitu asam
lemak yang semua ikatan atom karbon pada rantai
4

karbonnya berupa ikatan tunggal (jenuh) dimana atom C


akan berikatan dengan atom H. Contoh asam laurat, asam
palmitat dan asam stearat.
b. Asam lemak tak jenuh tunggal, yaitu asam lemak yang
selalu mengandung 1 ikatan rangkap 2 atom C dengan
kehilangan paling sedikit 2 atom H. contoh asam oleat.
c. Asam lemak tak jenuh ganda (PUFA = Poly Unsaturated
Fatty Acid )(CnHO), yaitu asam lemak yang ikatan
rangkap banyak merupakan asam lemak yang mengandung
lebih dari 1iktan rangkap. Contoh asam linoleat.

2. Menurut asalnya
a. Lemak nabati, yaitu lemak yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan seperti kacang-kacangan, tempe, tahu, santan
kelapa, alpukat, dsb. Lemak nabati mengandung kolesterol
baik atau HDL (High-Density Lipoprotein) yang dalam
jumlah yang banyak sangat baik untuk tubuh.
b. Lemak hewani, yaitu lemak yang berasal dari hewan antara
lain susu, daging, telur, ikan. Lemak ini banyak
mengandung LDL (Low-Density Lipoprotein) yang tidak
baik jika berlebihan dalam tubuh kita.
5

3. Menurut struktur kimianya


a. Lemak sederhana, yaitu asam lemak dengan berbagai
macam alkohol. Contohnya monogliserol, digliserol,
trigliserol.
b. Lemak majemuk, yaitu lemak yang berikatan dengan zat
kimia lainnya. Contoh fosfolipid (lemak dan fosfor),
glycolipid (glikogen dan lemak) dan lipoprotein (lemak dan
protein).
c. Derivat lemak atau turunan lemak, yaitu zat-zat yang
merupakan kombinasi dari lemak sederhana dengan lemak
majemuk.
D. Fungsi lemak
Adapun fungsi lemak dalam tubuh adalah sebagai berikut :
a. Sumber energi, dimana lemak adalah sumber energi padat yang
menghasil 9 kkal untuk tiap gram, yaitu 2-5 kali besar energi
yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang
sama. Merupakan cadangan energi paling besar. Simpanan ini
berasal dari konsumsi yang berlebihan. Lemak tubuh biasanya
disimpan antara lain 50% dijaringan bawah kulit (subkutan),
45% disekeliling organ dalam rongga perut dan 5% dijaringan
intramuskuler.
b. Alat angkut vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E,K),
c. Penghemat protein, dalam hal ini kalau tersedianya energi dalam
tubuh telah tercukupi oleh lemak, maka pemanfaatan protein
untuk cadangan energi tidak diperlukan.
d. Sebagai pelumas diantara persendian dan membantu
pengeluaran sisa-sisa pencernaan.
e. Sebagai penghasil asam lemak essensial, dimana asam lemak ini
tidak dapat dibentuk oleh tubuh melainkan harus tersedia dari
luar, berasal dari makanan yang digunakan untuk pertumbuhan
6

dan mencegah terjadinya peradangan kulit. Contoh linoleat,


linolenat.
f. Memelihara suhu tubuh, dimana lemak dibawah kulit dapat
mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan panas tubuh secara
cepat. Contoh jika lapisan lemak terlalu tebal, pada orang gemuk
akan merasa kegerahan pada cuaca panas. Jika pada orang
kurus, akan merasa kedinginan pada cuaca dingin.
E. Metabolisme Lemak
Lemak yang menjadi makanan bagi manusia dan hewan
adalah trigliserida, sterol dan fosfolipid membran yang ada pada
hewan dan tumbuhan. Proses metabolisme lemak menyintesis
lemak dan mengurangi cadangan lemak dan menghasilkan
karakteristik lemak fungsional dan struktural pada jaringan
individu.
7

1. Pencernaan lemak
Proses pencernaan lemak mula-mula terjadi di rongga
mulut. Gigi melakukan fungsinya dalam meremahkan dan
menghaluskan lemak secara mekanis, sedangkan kelenjar air
ludah yang terdapat di bagian bawah lidah menghasilkan enzim
lipase lingual yang berfungsi untuk meminimalkan ukuran
lemak agar lebih halus secara kimiawi. meminimalkan ukuran
lemak agar lebih halus secara kimiawi.
Setelah dikunyah, makanan yang mengandung lemak
akan ditelan dan melewati esophagus secara cepat. Di bagian
organ ini, lemak tidak sama sekali mengalami proses apapun. Ia
hanya lewat untuk kemudian masuk kedalam lambung.
Di dalam lambung, lemak akan bercampur dengan bahan
makanan lain untuk kemudian digiling secara mekanis melalui
gerak kontraksi lambung dan secara kimiawi melalui
penambahan asam lambung (HCl) yang diproduksi oleh dinding
lambung.
Proses pencernaan lemak yang sebenarnya terjadi di usus
halus. Menyadari bahwa suatu zat hanya dapat dicerna jika
terlarut dalam air, sedangkan lemak atau minyak tidak bisa
bercampur dengan air, maka untuk dapat mencerna bahan satu
ini proses emulsifikasi lemak mutlak diperlukan.
Proses emulsifikasi sendiri terjadi ketika lemak masuk ke
usus dua belas jari. Masuknya lemak ke organ ini, secara
biologis akan membuat kantung empedu menghasilkan
cairannya. Cairan yang disekresikan hepatosit hati ini adalah zat
yang mampu mengemulsikan lemak dan merubah ukurannya
menjadi 300 kali lebih kecil dari ukuran semula. Dengan
bantuan enzim lipase dari pankreas, emulsi lemak kemudian
dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Keduanya akan
bereaksi dengan garam empedu untuk kemudian menghasilkan
8

butir-butir lemak (micel) yang siap diabsorpsi oleh usus kosong


(jejunum) dan usus penyerapan (ileum).
Secara difusi pasif, butir-butir lemak akan diserap oleh membran
mukosa di dinding usus kosong dan usus penyerapan. Butir-butir
lemak ini kemudian dibawa dan disalurkan melalui aliran darah
ke seluruh tubuh. Orang dewasa umumnya dapat mencerna dan
menyerap lemak maksimal 95% dari keseluruhan makanan yang
dikonsumsinya. Adapun 5% lemak yang tidak diserap akan
mengalir menuju usus besar untuk kemudian dikeluarkan dari
dalam tubuh melalui feses.
2. Absorpsi dan Transport
Absorpsi lemak teutama terjadi pada jejunum. Hasil
pencernaan lemak diabsorpsi kedalam membran mukos usus
halus dengan cara difusi pasif. Perbedaan konsterasi diperoleh
dengan cara :
a. Kehadiran protein mengikat asam lemak yang segera
mengikat asam lemak yang memasuki sel.
b. Esterifikasi kembali asam lemak menjadi monogliserida yaitu
produk utama pencernaan yang melintasi mukosa usus halus.
Sebelum diabsorpsi, kolestrelor mengalami esterifikasi kembali
yang dikatalis oleh asetil Ko-A dan kolesterol asetil-transferase.
Pembentukan enzim-enzim dipengaruhi oleh konsentrasi tinggi
kolesterol makanan. Sebagian hasil pencernaan lemak berupa
monogliserida dan asam lemak rantai panjang (C atau lebih),
didalam membrane mukosa usus dirubah kembali menjadi
trigliserida.
3. Ekskresi
Banyak lemak yang ekskresikan bersumber bukan dari
diet (bakteri, ragi, sekresi dan ekskresi usus atau epitelium yang
dideskuamasi) sampai 2gr meteri lemak yang ditemukan dalam
feses, juga pada orang yang diet bebas lemak. Normalnya
9

jumlah lemak yang hilang dalam urine dan sebum adalah tidak
bermakna.
F. Sifat-Sifat Lemak
1. Sifat Fisik Lemak antara lain adalah :
a. Pada suhu kamar, lemak hewan pada umumnya berupa zat
padat, sedangkan lemak dari tumbuhuna merupakan zat cair.
b. Lemak yang memiliki titik lebur tinggi mengandung asam
lemak jenuh, sedangkan yang titik lebur rendah mengandung
asam lemak tak jenuh. Contoh Tristearin (ester gliserol
dengan 3 molekul asam stearat) mempunyai titik lebur 71C,
sedangkan triolein (ester gliserol dengan 3 molekul asam
oleat) mempunyai titik lebur -17C.
c. Lemak yang mengandung asam lemak rantai pendek larut
dalam air, sedangkan yang memiliki asam lemak rantai
panjang tidak larut dalam air.
d. Titik didih asam lemak semakin meningkat dengan
bertambahnya panjang rantai karbon (C).
e. Bau amis (fish flavor) yang disebabkan oleh terbentuknya
trimetil-amin dari lecitin.
f. Rasa pada lemak selain terdapat rasa alami, juga terjadi
karena asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil
penguraian pada kerusakkan lemak.
g. Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan
campuran lemak dengan pelarut lemak.
h. Slipping point digunakan untuk pengenalan lemak alam serta
pengaruh kehadiran komponen-komponennya.
2. Sifat Kimia Lemak antara lain adalah :
a. Esterifikasi, proses yang bertujuan untuk asam-asam lemak
bebas dari trigliserida, menjadi bentuk ester. Reaksi
esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut
10

interifikasi atau penukaran ester yang didasarkan prinsip


transesterifikasi Fiedel-Craft.

b. Hidrolisa, lemak akan dirubah menjadi asam-asam lemak


bebas dan gliserol. Rekasi ini mengakibatkan kerusakkan
lemak. Ini terjadi karena terdapat sejumlah air dalam lemak
tersebut.

c. Penyabunan atau Saponifikasi, reaksi ini dilakukan dengan


penambahan sejumlah larutan basa kepada trigliserida. Bila
penyabunan telah lengkap, lapisan air yang mengandung
gliserol dipisahkan dan gliserol diambil dengan cara
penyulingan.
11

d. Hidrogenasi, proses ini bertujuan untuk menjernihkan ikatan


dari rantai karbon asam lemak pada lemak. Setelah proses
hidrogenasi selesai, lemak didinginkan dan katalisator
dipisahkan dengan cara disaring. Hasilnya adalah lemak yang
bersifat plastis atau keras, tergantung derajat kejenuhan.

e. Pembentukan keton, dihasilkan dengan cara penguraian


hidrolisa ester.
f. Oksidasi, hal ini dapat berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan lemak atau minyak. Terjadinya
reaksi oksidasi ini akan menyebabkan bau tengik pada lemak.
G. Unsur-unsur lemak
1. Kolesterol yaitu suatu bahan berlemak yang terjadi secara
alamiah didalam tubuh manusia. Dari segi ilmu kimia, kolesterol
merupakan senyawa lemak yang kompleks yang dihasilkan oeh
tubuh dengan bermacam-macam fungsi antara lain membuat
hormon seksual, adrenalin dan membentuk dinding sel.
Disebabkan pentingnya fungsi kolesterol, tubuh membuatnya
sendiri didalam hati atau lever.
2. Trigliserida yaitu salah satu jenis lemak yang terdapat didalam
darah dan berbagai organ didalam tubuh. Dari sudut ilmu kimia,
trigliserida adalah substansi yang terdiri dari gliserol yang
mengikat gugus asam lemak.
3. Lipoprotein, adalah gabungan lemak dan kolesterol dikemas
bersama protein. Lipoprotein berperan sebagai pembawa
kolesterol dan trigliserida dalam darah.
12

Ada 5 jenis lipoprotein utama, yaitu :


a. Kilomikron, tersusun dari beberapa trigliserida dan
kolesterol.
b. IDL-kolesterol (intermediate density lipoprotein), dibuat dari
VLDL-kolesterol dan membawa kolesterol dalam darah.
c. VLDL-kolesterol (very low density lipoprotein), membawa
kolesterol dari hati dan membawa sebagian besar trigliserida
dalam darah. Pada proses selanjutnya, sebagian VLDL
berubah menjadi LDL.
d. LDL-kolesterol (low density lipoprotein), yang mengangkut
paling banyak kolesterol didalam darah. Sering disebut
sebagai kolesterol jahat atau buruk, karena kadar LDL
yang tinggi menyebabkan mengendapnya kolesterol didalam
arteri sehingga sering menutupi bagian dalam dinding arteri.
e. HDL-kolesterol (high density lipoprotein), mengangkut
kolesterol lebih sedikit dibandingkan dengan jenis lainnya.
Sering disebut kolesterol baik karena mengirim kelebihan
kolesterol jahat di pembuluh arteri kembali kehati unutk
diproses dan dibuang.
H. Analisis Lemak secara Kualitatif dan Kuantitatif
1. Uji Kualitatif lemak, menunjukkan ada atau tidaknya lemak
pada suatu senyawa. Uji ini ada berbagai cara, antara lain :
a. Uji Kelarutan Lipid
Uji ini terdiri atas analisis kelarutan lipid maupun derivat
lipid terdahap berbagai macam pelarut. Dalam uji ini,
kelarutan lipid ditentukan oleh sifat kepolaran pelarut.
Apabila lipid dilarutkan ke dalam pelarut polar maka hasilnya
lipid tersbut tidak akan larut. Hal tersebut karena lipid
memiliki sifat nonpolar sehingga hanya akan larut pada
pelarut yang sama-sama nonpolar.
13

b. Uji Acrolein
Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas
atau dalam lemak/minyak menghasilkan aldehid akrilat atau
akrolein. Menurut Scy Tech Encyclopedia (2008), uji
akrolein digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau
lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen
pendehidrasi (KHSO4) yang akan menarik air, maka bagian
gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid tidak
jenuh atau dikenal sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang
memiliki bau seperti lemak terbakar dan ditandai dengan asap
putih.
c. Uji Kejenuhan pada Lipid
Uji ini untuk mengetahui asam lemak yang diuji apakah
termasuk asam lemak jenuh atau tidak jenuh dengan
menggunakan pereaksi Iod Hubl. Iod Hubl ini digunakan
sebagai indikator perubahan. Asam lemak yang diuji
ditambah kloroform sama banyaknya. Tabung dikocok
sampai bahan larut. Setelah itu, tetes demi tetes pereaksi Iod
Hubl dimasukkan ke dalam tabung sambil dikocok dan
perubahan warna yang terjadi terhadap campuran diamati.
Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari asam lemak tidak
jenuh dengan cara melihat strukturnya. Asam lemak tidak
jenuh memiliki ikatan ganda pada gugus hidrokarbonnya.
Reaksi positif ketidakjenuhan asam lemak ditandai dengan
timbulnya warna merah ketika iod Hubl diteteskan ke asam
lemak, lalu warna kembali lagi ke warna awal kuning bening.
Warna merah yang kembali pudar menandakan bahwa
terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon asam
lemak.
14

Pada uji kejenuhan ini, pereaksi ion Hubl akan mengoksidasi


asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap pada
molekulnya menjadi berikatan tunggal. Warna merah muda
yang hilang selama reaksi menunjukkan bahwa asam lemak
tak jenuh telah mereduksi peraksi ion Hubl.
d. Uji Ketengikan
Dalam uji ini, diidentifikasi lipid mana yang sudah tengik
dengan yang belum tengik yang disebabkan oleh oksidasi
lipid. Minyak yang akan diuji dicampurkan dengan HCl.
Selanjutnya, sebuah kertas saring dicelupkan ke larutan
floroglusinol. Floroglusinol ini berfungsi sebagai penampak
bercak. Setelah itu, kertas digantungkan di dalam erlenmeyer
yang berisi minyak yang diuji. Serbuk CaCO3 dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dan segera ditutup. HCl yang ditambahkan
akan menyumbangkan ion-ion hidrogennya yang dapat
memecah unsur lemak sehingga terbentuk lemak radikal
bebas dan hidrogen radikal bebas. Kedua bentuk radikal ini
bersifat sangat reaktif dan pada tahap akhir oksidasi akan
dihasilkan peroksida.
e. Uji Salkowski untuk Kolesterol
Uji Salkowski merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk
mengidentifikasi keberadaan kolesterol. Kolesterol dilarutkan
dengan kloroform anhidrat lalu dengan volume yang sama
ditambahkan asam sulfat. Asam sulfat berfungsi sebagai
pemutus ikatan ester lipid. Apabila dalam sampel tersebut
terdapat kolesterol, maka lapisan kolesterol di bagian atas
menjadi berwarna merah dan asam sulfat terlihat berubah
menjadi kuning dengan warna fluoresens hijau.
f. Uji Lieberman Buchard
Uji Lieberman Buchard merupakan uji kuantitatif untuk
kolesterol. Prinsip uji ini adalah mengidentifikasi adanya
15

kolesterol dengan penambahan asam sulfat ke dalam


campuran. Sebanyak 10 tetes asam asetat dilarutkan ke dalam
larutan kolesterol dan kloroform (dari percobaan Salkowski).
Setelah itu, asam sulfat pekat ditambahkan. Tabung dikocok
perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Mekanisme yang
terjadi dalam uji ini adalah ketika asam sulfat ditambahkan ke
dalam campuran yang berisi kolesterol, maka molekul air
berpindah dari gugus C3 kolesterol, kolesterol kemudian
teroksidasi membentuk 3,5-kolestadiena. Produk ini
dikonversi menjadi polimer yang mengandung kromofor
yang menghasilkan warna hijau. Warna hijau ini menandakan
hasil yang positif. Reaksi positif uji ini ditandai dengan
adanya perubahan warna dari terbentuknya warna pink
kemudian menjadi biru-ungu dan akhirnya menjadi hijau tua.
2. Analisis Kuantitatif
Terdapat berbagai macam uji yang berkaitan dengan lipid yang
meliputi analisis kuantitatif. Analisis kuntitatif lipid diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Ekstraksi Solven
Fakta bahwa lemak larut dalam air, tapi tidak larut dalam air,
membuat pemisahan lemak dari komponen makanan lain yang
larut air seperti protein, karbohidrat dan mineral, menjadi
mudah. Teknik ekstraksi solven merupakan metode yang
paling sering digunakan untuk isolasi lemak dan menentukan
kandungan lemak dalam makanan.
Preparasi sampel untuk ektraksi solven biasanya meliputi
beberapa tahap:
1) Pengeringan sampel
Sampel perlu dikeringkan sebelum ekstraksi solven,
karena beberapa pelarut organik tidak bisa berpenetrasi
16

dengan baik bila ada air dalam sampel makanan, sehingga


ekstraksi menjadi tidak efisien.
2) Pengecilan ukuran partikel.
Sampel kering biasanya perlu dihaluskan sebelum
ekstraksi solven untuk menghasilkan sampel yang
homogen dan meningkatkan luas permukaan lemak.
Penghalusan sering dilakukan pada suhu rendah untuk
mengurangi oksidasi lemak.
3) Hidrolisis asam.
Beberapa jenis makanan mengandung lemak yang
membentuk kompleks dengan protein (lipoprotein) atau
polisakarida (glikolipid). Untuk menentukan kadar
senyawa ini, perlu dilakukan pemutusan ikatan antara
lemak dan komponen non-lemak sebelum ekstraksi
solven. Hidrolisis asam umumnya dilakukan untuk
melepaskan lemak terikat sehingga lebih mudah
terekstraks, misalnya dengan mendigesti sampel selama 1
jam dengan HCl 3N.
4) Pemilihan solven.
Solven ideal untuk ekstraksi lemak harus mampu secara
sempurna mengesktraksi semua komponen lemak dari
makanan, dan meninggalkan komponen selain lemak.
Efisiensi solven tergantung polaritas lemak yang ada.
Lemak polar (seperti glikolipid atau fosfolipid) lebih
mudah larut dalam solven yang lebih polar (alkohol) dari
pada dalam solven non-polar (seperti heksan). Sebaliknya
lemak nonpolar (seperti triasilgliserol) lebih mudah larut
dalam solven non-polar dibanding dalam solven polar.
Fakta bahwa lemak yang berbeda mempunyai polaritas
yang berbeda menyebabkan tidak mungkin menggunakan
pelarut organik tunggal untuk mengesktraksi semuanya.
17

Sehingga penentuan kandungan lemak total menggunakan


ekstraksi solven tergantung pada pelarut organik yang
digunakan untuk ekstraksi. Selain pertimbangan di atas,
solven juga harus murah, mempunyai titik didih rendah
(sehingga mudah dipisahkan dengan evaporasi), non-
toksik dan tidak mudah terbakar. Pelarut yang biasa
digunakan untuk penentuan kadar lemak total dalam
makanan adalah etil eter, petroleum eter, pentan dan
heksan.
b. Metode Ekstraksi Cair Nonsolven
Sejumlah ekstraksi cair tidak menggunakan pelarut organik
untuk memisahkan lemak dari bahan lain dalam makanan,
contohnya dengan metode Babcock, Gerber dan Deterjen,
yang sering digunakan untuk menentukan kadar lemak dalam
susu dan produk olahan (dairy product).
1) Metode Babcock
Sejumlah sampel susu dipipet secara akurat ke dalam botol
Babcock. Asam sulfat dicampur dengan susu, yang akan
mendigesti protein, menghasilkan panas dan merusak
lapisan yang mengelilingin droplet lemak, sehingga
melepaskan lemak. Sampel kemudian disentrifuse saat
masih panas (55-60oC) yang akan menyebabkan lemak
cair naik ke leher botol. Leher botol telah diberi skala
yang menunjukkan persen lemak. Metode ini
membutuhkan waktu 45 menit, dengan presisi hingga
0,1%. Metode ini tidak menentukan kadar fosfolipid
dalam susu, karena berada di fase air atau di antara fase
lemak dan air.
18

2) Metode Gerber
Metode ini mirip dengan metode Babcock tapi
menggunakan asam sulfat dan isoamil alkohol, dengan
bentuk botol yang sedikit berbeda. Metode ini lebih cepat
dan sederhana dibanding metode Babcock. Isoamil
alkohol digunakan untuk mencegah pengarangan gula
karena panas dan asam sulfat, yang pada metode Babcock
menyebabkan sulitnya pembacaan skala. Sama seperti
metode Babcock, metode ini tidak menentukan posfolipid.

3) Metode deterjen
Sampel dicampur dengan kombinasi surfaktan dalam botol
Babcock. Surfaktan akan menggantikan membran yang
menyelubungi droplet emulsi dalam sampel susu,
menyebabkan lemak terpisah. Sampel disentrifungsi
19

sehingga lemak akan berada di leher botol sehingga kadar


bisa ditentukan.
4) Metode Instrumentasi
Ada banyak metode instrumen tersedia untuk penentuan
kadar lemak total dalam makanan. Berdasarkan prinsip
fisikokimianya, metode-metode ini dikategorikan
berdasarkan 3 prinsip yaitu : (i) penentuan sifat fisik, (ii)
pengukuran kemampuan absorpsi radiasi gelombang
elektromagnetik dan (iii) pengukuran kemampuan
memantulkan radiasi gelombang elektromagnetik.
Masing-masing metode mempunyai keuntungan dan
kerugian, serta kelompok sampel makanan yang
memungkinkan untuk di uji.
I. Kekurangan dan Kelebihan Lemak
1. Kekurangan lemak
Kekurangan asam lemak essensial (omega-3 dan omega-5)
pada masa janin akan mengakibatkan penurunan pada
pertumbuhan otak. Jika pertumbuhan otak terganggu maka
fungsi otak juga terganggu yaitu kemampuan kognitif rendah.
Kekurangan asam linoleat pada anak-anak dan dewasa
mengakibatkan adanya kelainan kulit yang disebut ekzema.
Eksema pada bayi jika bayi mendapatkan asupan makanan yang
mengandung asam linoleat takarannya kurang dari 0,1% energi
makanan.
Kekurangan lemak mengakibatkan perubahan pada
komposisi asam lemak diberbagai jaringan, terutama membrane
sel. Selain itu, terjadinya penurunan efisiensi produksi energi
dalam sel.
2. Kelebihan lemak
Kegemukan adalah hasil yang didapat jika kita berlebihan
mengkonsumsi lemak. Kegemukkan disebabkan oleh kadar
20

energi didalam lemak 2x lebih besar daripada karbohidrat.


Kegemukan bisa menyebabkan penyakit jantung dan pembuluh
darah serta diabetes.
Kelebihan lemak juga bisa penyebab mengapa liporotein
tidak bisa membawa lemak dalam metabolisme. Karena lemak
berlebih dapat menyumbat aliran darah.
Salah satu cara mengendalikan lemak berlebih adalah diet
dan mengurangi makan yang mengandung banyak lemak.
J. Ekstraksi dan Pemurnian Minyak
Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan
metode pemisahan yang paling baik dan popular diantara berbagai
jenis metode pemisahan lainnya. Alasan utamanya adalah bahwa
pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun
mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut
dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling
campur, seperti benzena, karbon tetraklorida, atau kloroform.
Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang
berbeda dalam kedua fase pelarut. Teknik ini dapat digunakan
untuk kegunaan preparative, pemurnian, memperkaya, pemisahan
serta analisa pada semua skala kerja. Mula-mula metode ini dikenal
dalam bidang kimia analitik, kemudian berkembang menjadi
metoda yang baik, sederhana, cepat, dan dapat digunakan untuk
ion-ion logam yang bertindak sebagai tracer (pengotor) dan ion-ion
logam dalam jumlah makro logam (Sudarmadji, dkk., 1990).
Lipida adalah senyawa organik berminyak atau berlemak
yang tidak larut di dalam air, yang dapat diekstraksi dari sel dan
jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti kloroform atau eter. Jenis
lipida yang paling banyak adalah lemak atau triasilgliserol, yang
merupakan bahan bakar utama bagi hampir semua organisme.
Golongan ini adalah bentuk energi kimia simpanan yang paling
penting (Lehninger, 1970).
21

Bahan-bahan pelarut yang umum dipakai untuk ekstraksi


lipida adalah n-heksana, eter atau kloroform. Untuk golongan
lipida, yang lebih polar, bahan pelarut yang dipakai untuk ekstraksi
juga dipilih yang lebih polar misalnya kloroform, etanol, metanol
atau campuran beberapa bahan pelarut. Cara ektraksi lipida dengan
pelarut organik ini memiliki spesifitas atau kekhasan yang tinggi
(Sudarmadji dkk., 1996).
Prinsip ekstraksi adalah melarutkan minyak atsiri dalam
bahan dengan pelarut organik yang mudah menguap. Proses
ekstraksi biasanya dilakukan dalam wadah (ketel) yang disebut
extractor. Ekstraksi dengan pelarut organik umumnya digunakan
untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh
pemanasan dengan uap dan air ( Munawaroh, S., dkk.,2010).
Lemak dan minyak memegang peranan yang penting dalam
teknologi makanan. Minyak dan lemak memiliki titik didih yang
tinggi (sekitar 200 C) maka biasa dipergunakan untuk
menggoreng makanan sehingga bahan yang digoreng akan
kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi
kering. Minyak dan lemak juga memberikan rasa gurih spesifik
minyak yang lain dari gurihnya protein. Minyak juga memberi
aroma yang spesifik. Dalam dunia teknologi roti, lemak dan
minyak penting dalam memberikan konsistensi empuk, halus dan
berlapis-lapis. Bahan lemak atau mentega yang dipakai dalam
pembuatan roti dan kue dikenal sebagai shortening. Minyak
(nabati) merupakan bahan utama pembuatan margarin sedangkan
lemak merupakan bahan utama pembuatan mentega
(butter) (Sudarmadji, dkk., 1996).
Ekstraksi minyak padat biasanya digunakan untuk
mengekstrak minyak atsiri dari bunga. Pada umumnya bungan
setelah dipetik akan tetap hidup secara fisiologis. Daun bunga terus
menjalankan proses hidup dan tetap memproduksi minyak atsiri
22

dan minyak yang terbentuk dalam bunga akan menguap dalam


waktu singkat. Kegiatan bunga akan terhenti jika kontak dengan
panas atau kontak dengan pelarut organik. Untuk mendapatkan
rendemen minyak yang lebih tinggi dan mutu yang lebih baik,
maka selama proses ekstraksi berlangsung perlu dijaga agar proses
fisiologi dalam bunga tetap dapat memproduksi minyak atsiri. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi minyak bunga yang
menggunakan lemak hewani atau nabati (Guenther, 2006).
Dalam melakukan ekstraksi lemak padat dibutuhkan
peralatan berupa pelat glas berbentuk kotak (chassis) dengan
ukuran panjang 75 cm, lebar 60 cm dan tebal 5 cm. Pelat gelas
tersebut dipolesi dengan lemak dan bunga disebarkan dalam
ruangan di antara 2 susunan pelat gelas. Dengan cara ini minyak
yang menguap dari bunga akan diabsorb oleh lemak. Bunga yang
telah diekstrak diganti dengan bunga segar setelah 24-36 jam dan
umumnya 0,5 kg lemak dapat menyerao minyak atsiri dari bunga
dengan berat 1,25 1,50 kg. Hasil ekstraksi berupa campuran
minyak atsiri dengan lemak yang disebut dengan
pomade (Guenther, 2006).
Minyak atsiri dalam pomade dapat diekstrak dengan alkohol
dalam suatu alat yang disebut batteuses. Campuran alkohol
dengan pomade didinginkan di bawah suhu 0oC, sehingga bagian
lemak akan membeku sedangkan campuran larutan alkohol dengan
minyak atsiri tetap dalam keadaan cair. Lemak dapat dipisahkan
dengan proses penyaringan. Campuran antara minyak atsiri dengan
alkohol disebut dengan extrait. Extrait merupakan salah satu bahan
dasar parfum yang bernilai tinggi, karena mengandung minyak
atsiri yang masih memiliki bau wangi alamiah (Ketaren, 1985).
Dalam melakukan ekstraksi dengan lemak padat, jenis lemak
yang digunakan perlu diperhatikan. Syarat lemak yang dapat
digunakan haruslah lemak yang tidak berbau dan mempunyai
23

konsistensi tertentu. Lemak yang berbau dapat mencemari minyak


yang dihasilkan. Bau lemak dapat dihilangkan dengan proses
deodorisasi. Sedangkan konsistensi lemak dapat diatur dengan
mencampur dua lemak yang titik cairnya berbeda. Campuran
lemak yang baik digunakan untuk ekstraksi adalah lemak babi
dan lemak sapi. Selain campuran lemak tersebut dapat pula
digunakan lemak nabati berupa shortening (Guenther, 2006).
Tujuan utama pemurnian minyak adalah untuk
menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak
menarik dan memperpanjang masa simpan sebelum digunakan
sebagai bahan mentah dalam industri. Adapun proses-proses
pemurnian minyak dan lemak adalah sebagai berikut:
1. Netralisasi
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak
bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam
lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga
membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak bebas
dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal
dengan istilah de-asidifikasi. Tujuan proses netralisasi adalah
untuk menghilangkan asam lemak bebas (FFA) yang dapat
menyebabkan bau tengik. Ada beberapa cara netralisasi, yaitu:
a. Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH)
Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam
skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah
dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu,
penggunaan kautik soda, membantu dalam mengurangi zat
warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam
minyak. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan
zat warna dan kotoran seperti fosfatidan dan protein, dengan
cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk
dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi. Dengan
24

cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun


secara mekanis, maka netralisasi dengan menggunakan
kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, rennin,
dan suspense dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan
dengan proses pemisahan gum. Komponen minor (minor
component) dalam minyak berupa sterol, klorofil, vitamin E,
dan karotenoid hanya sebagian kecil dapat dikurangi dengan
proses netralisasi. Netralisasi menggunakan kaustik soda
akan menyabunkan sejumlah kecil trigliserida. Molekul mono
dan digliserida lebih mudah bereaksi dengan persenywaan
alkali. Reaksi penyabunan mono dan digliserida dalam
minyak terjadi sebagai berikut:

b. Netralisasi dengan Natrium Karbonat (Na2CO3)


Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat
adalah karena trigliserida tidak ikut tersabunkan, sehingga
nilai refining factor dapat diperkecil. Suatu kelemahan dari
pemakaian senyawa ini adalah karena sabun yang terbentuk
sukar dipisahkan. Hal ini disebabkan karena gas CO2 yang
dibebaskan dari karbonat akan menimbulkan busa dalam
minyak.
Netralisasi menggunakan natrium karbonat biasanya
disusul dengan pencucian menggunakan kaustik soda encer,
sehingga memperbaiki mutu, terutama warna minyak. Hal ini
akan mengurangi jumlah absorben yang dibutuhkan pada
25

proses pencucian. Pada umumnya netralisasi minyak


menggunakan natrium karbonat dilakukan di bawah suhu 50
C, sehingga seluruh asam lemak bebas yang bereaksi dengan
natrium karbonat akan membentuk sabun dan asam karbonat,
dengan reaksi sebagai berikut: Pada pemanasan, asam
karbonat yang terbentuk akan terurai menjadi gas CO2 dan
H2O. gas CO2 yang dibebaskan akan membentuk busa dalam
sabun yang terbentuk dan mengapungkan partikel sabun di
atas permukaan minyak. Gas tersebut dapat dihilangkan
dengan cara mengalirkan uap panas atau atau dengan cara
menurunkan tekanan udara di atas permukaan minyak dengan
pompa vakum.Cara netralisasi adalah dengan minyak
dinetralkan, dipanaskan pada suhu 35-40oC dengan tekanan
lebih rendah dari 1 atmosfir. Selanjutnya ditambahkan larutan
natrium karbonat, kemudian diaduk selama 10-15 menit
dengan kecepatan pengadukan 65-75 rpm. Kemudian
kecepatan pengadukan dikurangi 15-20 rpm dan tekanan
vakum diperkecil selama 20-30 menit. Dengan cara tersebut,
gas CO2 yang terbentuk akan menguap dan asam lemak bebas
yang tertinggal dalam minyak kurang lebih sebesar 0,05%.
Sabun yang terbentuk dapat diendapkan dengan
menambahkan garam, misalnya natrium sulfat atau natrium
silikat, atau mencucinya dengan air panas. Setelah sabun
dipisahkan dari minyak selanjutnya dilakukan proses
pemucatan.
Minyak dalam sabun yang telah mengendap dapat
dipisahkan dengan cara menyaring menggunakan filter press.
Asam lemak bebas yang telah membentuk sabun (soap stock)
dapat diperoleh kembali jika sabun tersebut direaksikan
dengan asam mineral.
26

Keuntungan netralisasi menggunakan natrium karbonat


adalah sabun yang terbentuk bersifat pekat dan mudah
dipisahkan, serta dapat dipakai langsung untuk pembuatan
sabun bermutu baik. Minyak yang dihasilkan mmlebih baik,
terutama setelah mengalami proses deodorisasi. Di samping
itu trigliserida tidak ikut tersabunkan sehingga rendemen
minyak netra yang dihasilkan lebih besar. Kelemahannya
adalah karena cara tersebut sukar dilaksanakan dalam
praktek, dan di samping itu untuk minyak semi drying oil
seperti minyak kedelai, sabun yang terbentuk sukar disaring
karena adanya busa yang disebabkan oleh gas CO2.
c. Netralisasi minyak alam bentuk Miscella
Cara netralisasi ini digunakan pada minyak yang
diekstrak dengan menggunakan pelarut menguap (solvent
extraction). Hasil ekstraksi merupakan campuran antara
pelarut dan minyak disebut miscella. Asam lemak bebas
dalam miscella dapat dinetralkan dengan menggunakan
kaustik soda atau natrium karbonat. Penambahan bahan kimia
tersebut ke dalam miscella yang mengalir dalam ketel
ekstraksi, dilakukan pada suhu yang sesuai dengan titik didih
pelarut. Sabun yang terbenuk dapat dipisahkan dengan cara
menambahkan garam, sedangkan minyak netral dapat
dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan.
d. Netralisasi dengan etanol amin dan amonia
Etanol amin dan ammonia dapat digunakan untuk
netralisasi asam lemak bebas. Pada proses ini asam lemak
bebas dapat dinetralkan tanpa menyabunkan trigliserida,
sedangkan ammonia yang digunakan dapat diperoleh kembali
dari soap stock dengan cara penyulingan dalam ruang vakum.
27

e. Pemisahan asam (de-asidifikasi) dengan cara penyulingan


Proses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah
proses penguapan asam lemak bebas, langsung dari minyak
tanpa mereaksikannya dengan larutan biasa, sehingga asam
lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan
disuling terlebih dahulu dipanaskan dalam alat penukar kalor
(heat exchanger). Selanjutnya minyak tersebut dialirkan
secara kontinu ke dalam alat penyuling, dengan letak
horizontal.
2. Pemucatan (bleching)
Bleaching atau pemucatan merupakan proses untuk
memperbaiki warna minyak. Proses ini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen. Misalnya pada minyak ikan
tertentu, terutama minyak hasil samping penepungan ikan,
kadang-kadang tidak menarik sehingga kenampakannya harus
diperbaiki melalui proses pemucatan. Warna minyak ikan juga
disebabkan oleh asam lemak bebas beraksi membentuk senyawa
berwarna. Adanya logam bebas seperti Fe mempercepat proses
perubahan warna tersebut. Konsumen umumnya menghendaki
minyak yang bening dan jernih sehingga pada minyak ikan
tertentu harus dilakukan proses pemucatan.
3. Deguming
Degumming merupakan suatu proses yang bertujuan untuk
menghilangkan fosfatida, wax, dan pengotor lainnya dengan
cara penambahan air, larutan garam, atau larutan asam.
Degumming mengkonversi fosfatida menjadi gum terhidrasi
yang tidak larut dalam minyak dan selanjutnya akan dipisahkan
dengan cara filtrasi atau sentrifugasi. Pada pabrik sederhana,
degumming dilakukan dengan cara memanaskan CPO hingga
temperatur 90-130 C dimana temperatur ini adalah temperatur
yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi CPO dengan
28

asam fosfat. Setelah itu, CPO dipompa ke dalam mixer statis


dengan penambahan 0,35-0,45 kg/ton CPO. Pengadukan yang
terus-menerus di dalam mixer bertujuan untuk menghilangkan
gum. Proses ini akan mempermudah penghilangan gum pada
proses penyaringan berikutnya sehingga ukuran deodorizer tidak
terlalu besar.
4. Deodorasi
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak
dan lemak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa
(flavour) yang tidak disukai konsumen menggunakan cara
destilasi dengan suatu aliran uap pada tekanan vakum serta suhu
yang semakin tinggi (150C -250C). Tekanan uap zat-zat yang
berbau adalah sangat rendah hingga dengan suhu yang sangat
tinggi baru dapat diuapkan dengan tekanan atmosfer. Tetapi
suhu yang terlalu tinggi dapat merusak minyak dan lemak. Oleh
karena itu vakum yang tinggi dan aliran gas inert untuk
menggurangi suhu hingga dibawah suhu proses kerusakan
sangat diperlukan.
Deodorisasi didasarkan pada perbedaan volalitas
(kemudahan menguap) antara minyak (trigliserida) dengan
komponen pengotor yang tidak diinginkan ini mempengaruhi
aroma, rasa, warna, dan stabilitas minyak. Faktor yang penting
pada proses deodorisasi, adalah jumlah minyak, jumlah
komponen volatil, jumlah uap yang dipakai, dan besar tekanan
dalam proses.
Mekanisme proses deodorisasi yaitu minyak diberi
perlakuan vakum dan diagitasi : Deodorisasi dilakukan dalam
alat yang bernama deodorizer. Pada alat ini minyak diberi
perlakuan vakum dan suhu ditingkatkan disertai pengadukan dan
pengaliran gas. Gas yang digunakan adalah uap air panas.
Kondisi vakum menyebabkan komponen volatil menguap dan
29

mengurangi gas yang dibutuhkan. Kondisi vakum juga berperan


mengurangi oksidasi minyak dan hidrolisis trigliserida jika gas
yang digunakan adalah uap air panas. Setelah minyak
dideodorisasi, karena dalam proses deodorisasi ini dilakukan
pemanasan, proses pendinginan minyak harus segera dilakukan.
Proses deodorisasi dinyatakan mulai berlangsung jika jumlah
tekanan uap dan jumlah tekanan zat menguap telah sama dengan
permukaan minyak dan lemak. Makin rendah tekanan, makin
rendah pula suhu deodorisasi sehingga dengan demikian vakum
yang baik sangat berpengaruh dalam proses.
5. Hidrogenasi
Hidrogenasi merupakan proses pengolahan minyak atau lemak
dengan jalan menambah hidrogen pada ikatan rangkap dari asam
lemak, sehingga akan mengurangi tingkat ketidak jenuhan
minyak atau lemak.Proses hidrogenasi, terutama bertujuan untuk
membuat minyak atau lemak bersifat plastis. Adanya
penambahan hidrogen pada ikatan rangkap minyak atau lemak
dengan bantuan katalisator akan mengakibatkan kenaikan titik
cair. Juga dengan hilangnya ikatan rangkap, akan menjadikan
minyak atau lemak tersebut tahan terhadap proses oksidasi.
6. Fraksionasi
Proses fraksionasi dibutuhkan untuk memisahkan trigliserida
yang memiliki titik leleh lebih tinggi sehingga minyak sawit
tidak teremulsi pada temperatur rendah. Proses fraksionasi dapat
dilakukan dengan 3 cara, yaitu fraksinasi kering, fraksionasi
basah, dan fraksionasi dengan solvent. Pada fraksinasi kering,
minyak sawit didinginkan perlahan dan disaring untuk
memisahkan fraksi-fraksinya. Pada fraksionasi basah, kristal
pada fraksi stearin dibasahi dengan menggunakan surfaktan atau
larutan deterjen. Pada fraksionasi dengan solvent, minyak sawit
diencerkan dengan menggunakan solvent seperti heksan, aseton,
30

isopropanol, atau n-nitropropan. Proses fraksionasi kering lebih


disukai karena lebih ramah lingkungan. Fraksionasi dilakukan
untuk mendapatkan minyak dengan kestabilan dingin yang baik.
Titik leleh merupakan suatu indikasi jumlah unsaturated fatty
acid dan asam lemak yang memiliki rantai pendek. Titik leleh
akan meningkat seiiring dengan bertambahnya panjang rantai
dan dan menurun seiiring dengan bertambahnya jumlah
unsaturated bond.
7. Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak
dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan
kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering, penggunaan
panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk
menggumpalkan protein pada diding sel bahan dan untuk
memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus
oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya.
8. Winterisasi
Winterisasi merupakan proses pemisahan bagian gliserida jenuh
atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah. Pada
suhu rendah, trigliserida padat tidak dapat larut dalam
trigliserida cair.Bermacam-macam lemak berwujud cair pada
musim panas, sedangkan pada musim dingin akan kelihatan
seperti susu yang umumnya mengandung sejumlah
tristearin.Gliserida bertitik cair tinggi kadang-kadang
mengandung sejumlah asam stearat dan dapat terpisah pada
suhu rendah (pendinginan) dan dikenal dengan nama stearin.
Bagian yang membeku pada suhu rendah (disebut stearin)
dipisahkan melalui penyaringan (dilakukan dalam chill room)
sedangkan minyak yang tetap cair disebut winter oil.
31

9. Inter-esterifikasi
Interesterifikasi (penukaran ester atau tran esterifikasi)
menyangkut pertukaran gugus asil antar trigliserida. Karena
trigliserida mengandung 3 gugus ester per molekul, maka
peluang untuk pertukaran tersebut cukup banyak. Gugus asil
dapat bertukar posisinya dalam satu molekul trigliserida atau
diantara molekul trigliserida.Proses interesterifikasi dilakukan
untuk pembuatan mentega putih, margarine dan enrobing fat.
Mentega putih yang dibuat dengan penambahan monogliserida
sering disebut super gliserinated shortening. Monogliserida ini
bersifat aktif dibagian permukaan minyak atau lemak dan dapat
dipergunakan untuk menyempurnakan dispersi lemak dalam
adonan, sehingga menghasilkan bahan pangan dengan rupa dan
konsistensi yang lebih baik.
K. Emulsi
Emulsi adalah dispersi atau suspensi metastabil suatu cairan
dalam cairan lain dimana keduanya tidak saling melarutkan. Agar
terbentuk emulsi yang stabil diperlukan suatu zat pengemulsi yang
disebut emulsifier yang berfungsi menurunkan tegangan
permukaan antar kedua fase cairan. Bahan emulsifier dapat berupa
protein, gom, sabun atau garam empedu. Daya kerja emulsifier
terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat,
baik pada minyak maupun air. Emulsifier akan membentuk lapisan
di sekeliling minyak sebagai akibat menurunnya tegangan
permukaan dan diabsorpsi melapisi butir-butir minyak, sehingga
mengurangi kemungkinan bersatunya butir-butir minyak satu sama
lain.
L. Sebab-Sebab Kerusakan Lemak
Ketengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau perubahan
bau dan rasa dalam lemak atau bahan pangan berlemak.
32

Kemungkinana kerusakan atau ketengikan dalam lemak, dapat


disebabkan oleh 4 faktor yaitu:
1. Absorbsi bau oleh lemak
Lemak dapat mengabsorbsi zat menguap dari bahan lain.
Kuning telur mengandung lebih dari 30% lemak, mudah
mengabsorbsi bau selama disimpan dalam ruang dingin (cold
storage), terutama aroma khas musty yang dihasilkan oleh
koloni Actomyces sp. Absorbsi bau oleh mentega selama
penyimpanan, terutama dari bahan pengepak (packaging) yang
terbuat dari kayu atau timber yang mengandung zat terpene yang
mudah menguap, terutama jika peti tersebut terbuat dari kayu
yang kurang baik. Bakteri penghasil lendir yang tumbuh pada
suhu kamar dan suhu dingin pada daging akan menghasilkan
bau yang mencemari rasa lemak yang disimpan dalam ruangan.
Kerusakan bahan pangan berlemak akibat proses absorbsi bau
oleh lemak dapat dihindarkan dengan memisahkan lemak dari
bahan-bahan lain yang dapat mencemari bau (Ketaren, 1986).
2. Aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak
Lemak hewan dan nabati yang masih berada dalam jaringan,
biasanya mengandung enzim yang dapat menghidrolisa lemak.
Semua enzim, yang termasuk golongan lipase, mampu
menghidrolisa lemak netral (trigliserida). Sehingga
menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim
tersebut inaktif oleh panas (Ketaren, 1986).
3. Aksi mikroba, dan
Kerusakan lemak oleh mikroba biasanya terjadi pada lemak
yang masih berada dalam jaringan dan dalam bahan pangan
berlemak. Minyak yang telah dimurnikan biasanya masih
mengandung mikroba berjumlah maksimum 10 organisme
setiap 1 gram lemak, dapat dikatakan steril. Mikroba yang
menyerang bahan pangan berlemak biasanya termasuk tipe
33

mikroba non-patologi. Umunya dapat merusak lemak dengan


menghasilkan cita rasa tidak enak, di samping menimbulkan
perubahan warna ( Ketaren, 1986).
4. Oksidasi oleh oksigen udara, atau kombinasi dari dua atau lebih
dari penyebab kerusakan tersebut diatas.
Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang paling penting
disebabkan oleh aksi oksigen udara terhadap lemak. Oksidasi oleh
oksigen udara terjadi secara spontan jika bahan yang mengandung
lemak dibiarkan kontak dengan udara. Kecepatan proses
oksidasinya tergantung dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan
(Ketaren, 1986).
M. Analisis Perubahan Kimia dalam Lemak dan Minyak
Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan tujuan analisa,
yaitu; Penentuan kuantitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan
minyak yang terdapat dalam bahan makanan atau bahan pertanian.
Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang
berkaitan dengan proses ekstraksinya, atau ada pemurnian lanjutan
, misalnya penjernihan (refining), penghilangan bau (deodorizing),
penghilangan warna (bleaching). Penentuan tingkat kemurnian
minyak ini sangat erat kaitannya dengan daya tahannya selama
penyimpanan ,sifat gorengnya, baunya maupun rasanya. Tolak ukur
kualitas ini adalah angka asam lemak bebasnya (free fatty acid
atau FFA), angka peroksida, tingkat ketengikan dan kadar air.
Penentuan sifat fisika maupun kimia yang khas ataupun
mencirikan sifat minyak tertentu. data ini dapat diperoleh dari
angka iodinenya, angka Reichert-Meissel, angka polenske,angka
krischner,angka penyabunan, indeks refraksi titik cair, angka
kekentalan,titik percik,komposisi asam-asam lemak ,dan
sebagainya.
34

1. Penentuan Sifat Lemak Minyak


Jenis-jenis lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan
sifat-sifatnya . Pengujian sifat-sifat lemak dan minyak ini
meliputi:
a. Penentuan angka penyabunan
Angka penyabunan menunjukkan berat molekul lemak dan
minyak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam
lemak berantai karbon yang pendek berarti mempunyai berat
molekul yang relatif kecil, akan mempunyai angka
penyabunan yang besar dan sebaliknya bila minya
mempunyai berat molekul yang besar, maka angka
penyabunan relatif kecil. Angka penyabunan ini dinyatakan
sebagai banyaknya (mg) naoh yang dibutuhkan untuk
menyabunkan satu gram lemak atau minyak.
Angka penyabunan =
(titrasiblangko titrasisampel )N HCl BM NaOH
W sampel (gram)

b. Penentuan angka ester


Angka ester menunjukkan jumlah asam organik yang
bersenyawa sebagai ester. Angka ester dihitung dengan
selisih angka penyabuanan dengan angka asam.
Angka ester = angka penyabunan angka asam
c. Penentuan angka iodine
Penentuan iodine menunjukkan ketidakjenuhan asam lemak
penyusunan lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh
mampu mengikat iodium dan membentuk senyawaan yang
jenuh. Banyaknya iodine yang diikat menunjukkan
banyaknya ikatan rangkap yang terdapat dalam asam
lemaknya. Angka iodine dinyatakan sebagai banyaknya
35

iodine dalam gram yang diikat oleh 100 gram lemak atau
minyak.
Angka titrasi
(titrasiblangko titrasisampel ) N Na2 S2 O3 12,691
=
W sampel (gram)

d. Penentuan angka Reichert-Meissel


Angka Reichert-Meissel menunjukkan jumlah asam-asam
lemak yang dapat larut dalam air dan mudah menguap.
Angka ini dinyatakan sebagai jumlah NaOH 0,1 N dalam ml
yang digunakan unutk menetralkan asam lemak yang
menguap dan larut dalam air yang diperoleh dari
penyulingan 5 gram lemak atau minyak pada kondisi
tertentu. asam lemak yang mudah menguap dan mudah larut
dalam air adalah yang berantai karbon 4-6.
Angka Reichert-Meissel = 1,1 x (ts tb)
Dimana ts = jumlah ml NaOH 0,1 N untuk titrasi sampel
tb = jumlah ml NaOH 0,1 N untuk titrasi blangko
2. Penentuan Kualitas Lemak
Faktor penentu kualitas lemak atau minyak,antara lain:
a. Penentuan angka asam
Angka asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas
yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak. Angka asam
dinyatakan sebagai jumlah miligram naoh yang dibutuhkan
untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam
satu gram lemak atau minyak.

ml NaOH N NaOH BM NaOH


Ang ka asam =
W sampel (gram)
36

b. Penentuan angka peroksida


Angka peroksida menunjukkan tingkat kerusakan dari lemak
atau minyak.

ml Na2 S2 O3 N Na2 S2 O3 1000


Angka peroksida =
W sampel (gram)

c. Penentuan asam thiobarbiturat (TBA)


Lemak yang tengik mengandung aldehid dan kebanyakan
sebagai monoaldehid. Banyaknya monoaldehid dapat
ditentukan dengan jalan destilasi lebih dahulu. Monoaldehid
kemudian direaksikan dengan thiobarbiturat sehingga
terbentuk senyawa kompleks berwarna merah. Intensitas
warna merah sesuai dengan jumlah monoaldehid dapat
ditentukan dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 528 nm.
Angka TBA = mg monoaldehida/kg minyak
d. Penetuan kadar minyak
Penentuan kadar air dalam minyak dapat dilakukan
dengan cara thermogravimetri atau cara thermovolumetri.

AF
Kadar air = 100%
A

N. Nilai Gizi
1. Minyak kacang: Kaya akan vitamin E dan kalori dan rendah
kalium, natrium, protein dan zat besi.
2. Minyak Kelapa: Ini adalah tinggi kalori dan memiliki jumlah
sedikit kalium, natrium, protein dan zat besi.
3. Minyak bunga matahari: Mengandung sejumlah besar vitamin
E dan kalori dan mengandung tingkat rendah kalium, natrium,
protein dan zat besi.
37

4. Cod liver oil: Memiliki tingkat tinggi vitamin A, vitamin D,


vitamin E dan telah mengurangi kalori dan jumlah kalium,
natrium, protein dan zat besi.
5. Minyak jagung: Ini memiliki jumlah tinggi vitamin E dan
kalori dan rendah kalium, natrium, protein dan zat besi.
6. Minyak zaitun: Kaya akan vitamin E, vitamin K dan kalori dan
memiliki jumlah sedikit kalium, natrium dan protein. Minyak
zaitun murni: Minyak jenis ini tinggi vitamin E, vitamin K dan
kalori dan mengandung tingkat rendah kalium, natrium,
protein dan zat besi.
7. Minyak sawit: Mengandung sejumlah besar vitamin D, vitamin
E dan kalori dan memiliki sejumlah kecil kalium, natrium,
protein dan zat besi.
8. Minyak Kedelai: Memiliki tingkat tinggi vitamin E, vitamin K
dan kalori dan rendah kalium, natrium, protein dan zat besi.
BAB II
PEMBAHASAN JURNAL

2.1 Jurnal I
2.1.1. Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat
Proses Pemanasan.
2.1.2. Tujuan
Untuk mengetahui stabilitas dan tingkat kerusakan lemak nabati dan
lemak hewani akibat proses pemanasan pada suhu tinggi.
2.1.3. Latar Belakang
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting dalam
menjaga kesehatan tubuh dan juga sumber energi yang lebih efektif
dibandingkan karbohidrat dan protein (Muchtadi, et al, 1992).
Bahan pangan hampir semua mengandung lemak dan minyak, tetapi
seringkali ditambahkan dengan berbagai tujuan. Daging, ikan, telur,
susu, alpukat, kacang tanah dan beberapa Lemak dan minyak dikenal
sebagai lemak tersembunyi (invisible fat). Sedangkan lemak dan
minyak yang telah diekstraksi dari ternak atau bahan nabati dan
dimurnikan dikenal sebagai minyak biasa atau lemak kasat mata
(visible fat) (Ketaren, 1986).
Minyak dikenal sebagai medium untuk menggoreng bahan makanan,
karena dapat berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah
rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan.
Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi
mutu dan nilai gizi dari bahan makanan yang telah digoreng.
2.1.4. Metodologi
1. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah minyak goreng curah dan kemasan
yang diperoleh dari Pasar Ciputat Tangerang sedangkan minyak
ikan, margarin, dan minyak zaitun dari supermarket. Lemak
hewani seperti lemak ayam, sapi dan babi dari Rumah

38
39

Pemotongan Hewan (RPH). Pelarut N-Heksan untuk melarutkan


lemak, larutan TBA (Thiobarbituric acid) 0,37% dan larutan
MDA (malondialdehid) 0,02 M untuk analisis tingkat kerusakan
lemak, Na2SO4, KOH 10%, BF3 ddalam metanol untuk
transesterifikasi lemak.
Alat yang digunakan adalah spektrofotometri UV-Vis Perkin
Elmer Lambda 25 untuk analisis radikal bebas, Gas
Chromatoghrapy Mass Spectrofotometry (GCMS) QP-2010
Shimadzu Japan dengan Kolom RTx1-MS, Restech 30 m x 0,25
mm ID, 0,25 m, Polymethyl xiloxane (polydimethyl xiloxane
100%) untuk analisis asam lemak.
2. Preparasi Sampel
Lemak hewani diekstrak dari jaringan lemak dengan pemanasan
menggunakan oven pada suhu 75C selama 24 jam kemudian
disaring dengan kertas saring Whatman yang ditambah Na2SO4
anhidrat sebanyak dua kali penyaringan. Sampel lemak disimpan
dalam wadah tertutup dan ditempatkan dalam desikator, untuk
sampel lemak cair di wadah gelas sebanyak 5 ml dan disimpan di
desikator.
3. Uji Tingkat Kerusakan Lemak
Menggunakan alat spektrofotometri UV-Visible dengan larutan
TBA sebagai reagen pembentuk warna. Masing-masing sampel
dipanaskan dalam ruang terbuka dengan suhu 110C selama 30
menit. Setelah dingin, tambahkan N-Heksan dan aquadest dengan
volume yang sama. Senyawa radikal bebas yang dihasilkan
diekstraksi dengan corong pisah dan dipisahkan dari lapisan
lemak. Larutan malondialdehid yang dihasilkan akan bereaksi
dengan TBA membentuk senyawa kompleks TBA-MDA
berwarna merah muda. Intensitas warna diukur pada panjang
gelombang 532 nm dan nilai absorbansinya sebanding dengan
kadar radikal bebas yang dihasilkan (Moore K, et al, 1998).
40

4. Analisa Komposisi Asam Lemak dengan GCMS


Lakukan esterifikasi dengan 2 gram sampel lemak atau minyak
yang telah diekstrak kedalam tabung rekasi dan direaksikan
dengan BF3 dalam metanol, dikocok dan dipanaskan selama 15
menit, kemudian didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Hasil
esterifikasi dimasukkan kedalam vial untuk dianalisis dengan alat
GCMS 1L sampel lemak yang telah diesterifikasi diinjeksikan
kedalam kolom GC dengan metode autosampler. Hasil analisis
berupa spektrum massa dibandingkan dengan library
WILLEY147 & NIST47 yang terdapat pada software GCMS
postrun analysis (Janusz Czarniecki, 1998).
2.1.5. Hasil dan Pembahasan
1. Tingkat kerusakan lemak berdasarkan hasil uji radikal bebas
Stabilitas lemak nabati dan lemak hewani sangat berkaitan dengan
tingkat kerusakan lemak. Pada umumnya lemak yang tidak stabil
cenderung akan terhidrolisis atau teroksidasi menghasilkan
senyawa radikal bebas. Radikal bebas merupakan senyawa kimia
yang tidak stabil, terbentuk di dalam tubuh selama metabolisme
normal atau paparan racun dari lingkungan seperti pencemaran
udara, pencemaran makanan dan air. Hasil analisa kandungan
radikal bebas pada beberapa sampel yang diuji dengan metode
klorometri peroksidasi lipid adalah sebagai berikut:
No. Sampel Lemak Kadar Radikal Bebas
1. Minyak goreng curah 25 mol/L
2. Minyak goreng kemasan 20 mol/L
3. Margarin 16 mol/L
4. Minyak ikan 40 mol/L
5. Minyak zaitun 30 mol/L
6. Lemak ayam 37 mol/L
7. Lemak sapi 18 mol/L
41

8. Lemak babi 31 mol/L

Dari hasil enelitian yang dilakukan terlihat bahwa kadar


radikal bebas terbesar diperoleh pada minyak ikn 40 mol/L.
Tingginya kadar radikal bebas kemungkinan disebabkan karena
komposisi asam lemak pada minyak goreng curah sebagian besar
merupakan asam lemak tak jenuh sepenuh asam oleat, linoleat dan
linolenat. Asam lemak tak jenuh sangan mudah mengalami
autooksidasi terutama pada keadaan kaya oksigen dan adanya uap
air serta proses pemanasan.
2. Hasil analisa komposisi asam lemak dengan GCMS
Berdasarkan hasil analisa komposisi asam lemak pada masing-
masing sampel terlihat bahwa presentasi asam lemak jenuh (SFA),
asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tak jenuh
ganda (PUFA) relatif berbeda. Kandungan asam lemak jenuh
terbesar terdapat pada lemak sapi sebesar 65,53% dengan rasio
(MUFA+PUFA)/SFA 0,46, sedangkan asam lemak tak jenuh
terdapat pada minyak zaitun sebesar 82,27%, minyak ikan 75,48%
dan minyak goreng 66,19%. Minyak ikan memiliki kandungan
asam lemak tak jenuh ganda terbesar yaitu 30,24% sedangkan
minyak zaitun sebesar 26,14%. Kandungan asam lemak tak jenuh
terbesar terdapat pada minyak goreng kemasan sebesar 53,87%,
dan minyak goreng curah sebesar 52,77%. Rasio (MUFA+PUFA)
/SFA terbesar diperoleh pada minyak ikan yaitu 5,38%, kemudian
minyak zaitun sebesar 3,67% dan lemak sapi 0,35%.
Perbedaan komposisi asam lemak pada masing-masing sampel
sangat bergantung pada sumber lemak tersebut.
2.1.6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa radikal bebas pada masing-masing
sampel yang telah dipanaskan, tingkat kerusakan lemak terbesar
terjadi pada sampel minyak ikan dengan kandungan sebesar 40
42

mol/L, sedangkan pada minyak goreng curah sebesar 25 mol/L,


minyak goreng kemasan 20 mol/L, margarin 16 mol/L, minyak
zaitun 30 mol/L, lemak ayam 37 mol/L, lemak sapi 18 mol/L, dan
lemak babi 31 mol/L. Banyaknya kandungan radikal bebas
dipengaruhi oleh komposisi dan reaktifitas dari masing-masing asam
lemak yang terdapat pada setiap sampel.
2.2 Jurnal II
2.2.1. Kinetika Perubahan Ketengikan (Rancidity) Kacang Goreng Selama
Proses Penyimpanan.
2.2.2. Tujuan
Untuk mengembangkan model matematis perubahan ketengikan
(angka peroksida) kacang goreng selama penyimpanan.
2.2.3. Latar Belakang
Minyak goreng sebagai salah satu komponen pangan yang sering
dikonsumsi, ternyata selama proses penggorengan mudah mengalami
oksidasi termal. Pengaruh oksidasi termal terhadap perubahan kualitas
minyak goreng dapat diketahui dengan mengatur lama pemanasan
minyak yang berbeda-beda dan mengujinya. Semakin lama minyak
goreng mengalami pemanasan maka semakin tinggi tingkat kerusakan
minyak. Selama menggoreng, minyak mengalami degradasi dari
oksidasi termal untuk membentuk dekomposisi volatile dan non-
volatile produk (Melton dkk., 1994).
Perubahan kimia minyak goreng juga mengakibatkan perubahan
kualitas makanan yang digoreng. Komposisi asam lemak dari minyak
goreng adalah faktor penting yang mempengaruhi rasa makanan yang
digoreng (Mehta dan Swinbum, 2001;Kiatsrichart dkk., 2003).
Akibatnya, kualitas minyak goreng ini penting karena minyak goreng
diserap produk selama digoreng. Selain itu, salah satu penyebab
kerusakan bahan pangan adalah oksigen. Dari semua komponen gas
yang terdapat dalam udara, oksigen merupakan gas yang penting
ditinjau dari segi pengolahan pangan. Oksigen dapat mempercepat
43

kerusakan lemak, yaitu dengan terjadinya ketengikan secara oksidatif


pada bahan pangan yang berlemak contohnya kacang. Proses oksidasi
dapat dikendalikan dengan menurunkan konsentrasi oksigen dalam
kemasan (Leufven dkk., 2007).Semakin sedikit volume oksigen dalam
kemasan maka proses ketengikan semakin lambat.
2.2.4. Metodelogi
1. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang
tanah (Arachis Hypogea L) varietas jerapah, diperoleh dari Balai
Pengembangan Pembenihan Palawija, Gunung Kidul. Selain itu,
bahan untuk media penggorengan berupa minyak goreng sawit
curah dan kemasan plastik kode 7 (OTHER), berbentuk botol
dengan kapasitas 200 ml. Bahan untuk pengujian angka peroksida
berupa asam asetatkhloroform, larutan jenuh KI, aquades,
Na2S2O3 dan larutan pati 1 %.
Alat-alat yang digunakan antara lain cabinet dryer sebagai
tempat pengeringan kacang tanah, stopwatch sebagai pengukur
waktu, panci penggoreng rendam (deep frying) sebagai tempat
penggorengan, timbangan elektrik, dan alat penentuan angka
peroksida.
2. Hubungan lama pemanasan minyak
Hubungan lama pemanasan minyak pada suhu 150oC dengan
peningkatan angka peroksidanya (Tabel.1)
Lama pemanasan (jam) Angka peroksida
(meq/kg)
0 4,87
1 8,77
2 11,26
3 13,41
44

Selain dilakukan penggorengan, juga dilakukan pengovenan


kacang sebagai pembanding. Dari penelitian pendahuluan ini juga
diperoleh nilai densitas kacang goreng dan oven masing-masing
1,0426 g/ml dan 1,058 g/ml. Nilai densitas ini digunakan untuk
menentukan rasio volume kacang dengan kemasan yang juga
merupakan variasi perlakuan pada penelitian ini
3. Rasio volume kacang dengan kemasan
Tabel 2 Rasio volume kacang dengan kemasan
Rasio 1:6 5:13 10:17
Kacang goreng (g) 35 79 123
kacang oven (g) 35,5 80 124,8

Waktu penggorengan optimum ditetapkan dengan cara melakukan


percobaan penggorengan dengan interval waktu tertentu, kemudian
dilakukan uji organoleptik. Dari hasil uji organoleptik diperoleh
waktu yang sesuai dengan tingkat kesukaan konsumen terhadap
kacang yang telah digoreng berdasarkan parameter kerenyahan,
kematangan, warna, dan kesukaan secara keseluruhan. Dari
penelitian awal ini diperoleh waktu penggorengan optimal adalah 8
menit dan suhunya 150 oC untuk 5 liter volume minyak dan 500
gram berat kacang yang digoreng. Sedangkan waktu optimal
pengovenan adalah 60 menit dengan suhu 150 oC. Kacang yang
telah digoreng dengan keempat macam perlakuan minyak di atas
(Tabel 1) kemudian dikemas dengan variasi rasio volume kacang
dengan kemasan seperti pada Tabel 2. Selanjutnya disimpan pada
suhu kamar (27 oC) selama 3 bulan. Sampel kacang kemudian diuji
angka peroksidanya pada minggu ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12.

2.2.5. Hasil Dan Pembahasan


Minyak yang mendapat perlakuan pemanasan mengalami
peningkatan angka peroksida. Hal ini disebabkan karena semakin
lama pemanasan minyak, maka semakin cepat proses oksidasi.
45

Oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida


dengan pengikatan oksigen pada ikatan rangkap padaasam lemak tidak
jenuh. Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak
jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan suhu 100 oC atau lebih, asam
lemak jenuh pun dapat teroksidasi (Jacobson, 1967). Semakin cepat
proses oksidasi, maka semakin besar peroksida yang terbentuk atau
minyak semakin cepat tengik. Konstanta laju perubahan angka
peroksida minyak ini menunjukkan pengaruh lama pemanasan minyak
terhadap perubahan angka peroksidanya.
Pada rasio volume kacang dengan kemasan tetap, semakin lama
pemanasan minyak, maka semakin besar pula angka peroksida kacang
hasil penggorengannya. Hal ini disebabkan karena selama
penggorengan, minyak yang dipanaskan lebih lama, maka semakin
besar angka peroksida minyak. Selama penggorengan, minyak dengan
angka peroksida besar diserap oleh kacang sehingga angka peroksida
kacang menjadi besar.
Pengaruh Rasio Volume Kacang dengan Kemasan terhadap
Perubahan Angka Peroksida Kacang selama Penyimpanan yaitu
semakin lama penyimpanan, maka semakin tinggi angka peroksida
kacang untuk semua variasi perlakuan rasio volume kacang dengan
kemasan. Pada lama penyimpanan yang sama, semakin kecil rasio
volume kacang dengan kemasan maka peningkatan angka peroksida
kacang semakin cepat. Semakin kecil rasio volume kacang dengan
kemasan berarti semakin besar ketersediaan oksigen dalam kemasan.
Hal ini menyebabkan besarnya reaksi antara asam lemak tak jenuh
dengan oksigen dalam kemasan sehingga dapat mempercepat laju
oksidasi dan ketengikan. Penelitian yang dilakukan oleh Darmajana
(2007) menyebutkan bahwa cara pengemasan yang baik dapat
dilakukan dengan pengemasan vakum pada produk untuk mengurangi
oksigen dalam kemasan sehingga reaksi oksidasi lemak dapat
dihalangi dan dapat meningkatkan masa simpannya.
46

2.2.6. Kesimpulan
1. Semakin lama pemanasan minyak, maka semakin besar nilai angka
peroksida minyak tersebuT.
2. Semakin besar angka peroksida minyak, maka semakin besar pula
angka peroksida kacang hasil penggorengannya.
3. Semakin kecil rasio volume kacang dengan kemasan yang
digunakan, maka semakin besar konstanta laju perubahan angka
peroksida kacang selama penyimpanan atau kacang semakin cepat
tengik.
2.3 Jurnal III
2.3.1 Pengaruh Pemanasan Dan Derajat Keasaman Emulasi Pada
Pembuatan Minyak Kelapa.
2.3.2 Tujuan
Untuk mengetahui temperatur optimum pemanasan, pH optimum,
kemudian dilanjutkan dengan penentuan mutu berdasarkan kadar
air, kadar asam lemak bebas, angka iod, angka peroksida dan
angka penyabunan.
2.3.3 Latar Belakang
Dalam pembuatan minyak kelapa dikenal 3 metode, yaitu metode
kering, metode ekstraksi dengan zat pelarut, dan metode basah.
Pada metode kering menggunakan alat hidrolik pres untuk mengepres
daging buah kelapa yang telah dikeringkan sehingga diperoleh
minyak kelapa. Pada metode ekstraksi minyak dengan zat pelarut
dilakukan dengan menggiling kopra menjadi tepung, kemudian
dicampur dengan zat pelarut dan didiamkan selama 40 menit.
Terakhir zat pelarutnya diuapkan untuk memperoleh minyak
kelapa. Pada metode basah yang tradisional tahapan terdiri dari
pemisahan daging buah, pemarutan, pemerasan, dan pemanasan untuk
menguapkan kandungan airnya sehingga yang tersisa minyak dan
endapan. Selain metode diatas telah dikembangkan cara pengolahan
dengan metode basah secara modern dengan cara memekatkan santan
47

dalam alat sentrifugal sehingga air didalam santan dapat dikurangi.


Selanjutnya santan pekat tersebut agar emulsi minyak dalam santan
pecah (Palungkun, 2001).
2.3.4 Metodelogi
1. Bahan Dan Alat
Bahan Santan kelapa, air jeruk nipis, khloroform, reagen,
natrium thiosulfat, indikator amilum, phenolphetalein, asam
asetat, alkohol, KI, NaOH, KOH, dan HCl.
Alat Pipet volum, gelas ukur, pipet tetes, beker gelas pH meter,
elenmeyer, corong, oven, eksikator, neraca, cawan petri, buret,
penangas air, dan pendingin balik.
2. Ekstaksi Santan dari Daging Buah Kelapa.
Kelapa hasil parutan sebanyak 400 gr ditempatkan pada kain katun
berbentuk segi empat, kemudian sudutnya ditarik bersama-sama
menjadi satu sehingga daging buah kelapa berbentuk seperti bola.
Bola diperas dengan cara memuntir kain pembungkusnya.
Pemerasan ditahan sampai aliran santan berhenti. Melalui cara ini
akan diperoleh santan lebih kurang 50 % dari berat daging
buah kelapa parutan mula-mula (Suhardiyono, 1987). Kemudian
ampas ditumbuk dan ditambah air dan diperaas dengan cara
yang sama.
3. Penentuan Mutu Minyak Kelapa.
a. Kadar Air
Sebanyak 2 5 gr minyak ditimbang, lalu dimasukkan ke

dalam oven pada temperatur 105 oC selama 3 5 jam. Setelah


sample diangkat, lalu didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang. Panaskan lagi dalam oven selama 30 menit dan
didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Perlakuan ini
diulangi sampai tercapai berat konstan. Berat sebelum dan
sesudah pemanasan dicatat.
48

b. Kadar Asam Lemak Bebas (Asam Laurat)


Sebanyak 10 20 gr minyak ditimbang dalam Erlenmeyer
kemudian ditambahkan 50 ml alkohol netral yang panas dan 2
ml indikator phenolphthalein. Setelah itu dititrasi dengan
larutan 0,1 N NaOH sampai terbentuk warna merah jambu.
c. Angka Iod
Sebanyak 0,1-0,5 gr minyak ditimbang dalam Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 10 ml kloroform dan 25 ml reagen
iodium-bromida dan biarkan ditempat gelap selama 30 menit.
Kemudian tambahkan 10 ml larutan KI 15 % dan 50 100 ml
aquadest yang telah dididihkan dan segera dititrasi dengan
larutan natrium thiosulfat 0,1 N sampai larutan berwarna
kuning pucat, kemudian tambahkan 2 ml larutan pati. Titrasi
dilanjutkan sampai warna biru hilang. Kemudian dibuat larutan
blangko dari 25 ml reagen iodium-bromida dan ditambah KI 15
% lalu diencerkan dengan 100 ml aquades yang telah didihkan
serta dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Sudarmadji,
1989).
d. Angka Peroksida
Sebanyak 5 gr minyak ditimbang dalam Erlenmeyer,
kemudian dimasukkan 30 ml campuran pelarut yang terdiri
dari 60 % asam asetat glacial dan 40 % kloroform. Setelah
minyak larut ditambahkan 0,5 ml larutan kalium iodide jenuh
sambil dikocok selama 2 menit. Kemudian tambahkan 30 ml
air dan 1 2 ml amilum. Kelebihan iod dititrasi dengan larutan
natrium thiosulfat 0,1 N sampai warna kuning hilang.
Dengan cara yang sama dibuat juga penentuan blanko. Jumlah
larutan natrium thiosulfat untuk titrasi sampel dan blanko
dicatat (Ketare, 1986).
e. Angka Penyabunan
Sebanyak 1,55 gr minyak ditimbang dalam Erlenmeyer
49

kemudian ditambahkan 50 ml larutan KOH yang dibuat dari


40 gr KOH dalam 1 liter alkohol. Setelah itu ditutup dengan
pendingin balik dan didihkan selama 10 menit kemudian
dinginkan dan tambahkan beberapa tetes indicator
phenolphthalein dan titrasi kelebihan larutan KOH dengan
larutan standar 0,5 N HCl. Selanjutnya dibuat titrasi blanko
dengan prosedur yang sama kecuali tanpa minyak.
2.3.5 Hasil dan Pembahasan
Pengaruh pH elmusi santan terhadap jumlah minyak yang
dihasilkan dapat lihat pada

Gambar 1. Grafik pengaruh pH emulsi santan terhadap jumlah


minyak yang dihasilkan pada beberapa temperatur.
Dari gambar.1 dapat diketahui bahwa derajat keasaman berpengaruh
terhadap jumlah minyak yang dihasilkan, pada temperatur
peamanasan 75 C dihasilkan jumlah minyak yang optimal pada pH 6
sebanyak 75 ml. Demikian juga dengan temperature 100 C
dan pada temperature 130 C. Masing-masing dari temperature
tersebut dihasilkan jumlah minyak yang lebih banyak bila
dibandingkan pada temperature 75 C. Pada gambar 1 dapat
diketahui pH optimu emulsi santan yaitu pH 7. Hal ini disebabkan
jumlah minyak yang dihasilkan maksimum pada kondisi ini.Jumlah
minyak yang dihasilkan maksimum pada derajat ke asam 7 ini
disebabkan emulsi santan telah pecah. Hal ini terjadi karena
protein yang ada pada emulsi santan mengalami denaturasi karena
pH 7 merupakan pH isolistrik protein.
50

Pengaruh temperatur pemanasan elmusi santan terhadap jumlah


minyak yang dihasilkan dapat lihat pada gambar berikut :

Gambar 2. Grafik pengaruh temperatur pemanasan terhadap jumlah


minyak yang dihasilkan pada beberapa pH
Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa pada derajat keasaman yang
berbeda dengan temperature pemanasan yang berbeda juga dihasilkan
jumlah minyak yang hampir sama. pH 7 dan pH 5 menghasilkan
jumlah minyak yang sama pada pemanasan pada temperature 75 C
dan 130 C. dari grafik atas juga dapat dilihat dengan jelas bahwa
pada temperature 100 C dihasilkan jumlah minyak yang optimal.
Pengaruh lamanya pemanasan elmusi santan terhadap jumlah
minyak yang dihasilkan dapat lihat pada gambar berikut :

Gambar 3. Grafik pengaruh lamanya pemanasan terhadap jumlah


minyak yang dihasilkan.
Dari grafik diatas diketahui bahwa lama waktu pemanasan sangat
berpengaruh terhadap jumlah minyak kelapa yang dihasilkan. Dengan
temperatur sama dan lama waktu pemanasan yang berbeda maka
jumlah minyak kelapa yang dihasilkan berbeda pula. Hal ini
membuktikan bahwa lamanya waktu pemanasan berpengaruh
terhadap jumlah minyak kelapa yang dihasilkan.
51

Tabel 1. Kadar air

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa minyak kelapa yang


dihasilkan memiliki kadar air yang rendah. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan asam air jeruk nipis dalam memecah emulsi santan
sehingga air yang terbentuk dari proses pembentukkan alami minyak
akan terpisah dengan minyak dalam jumlah maksimum sehingga air
yang terkandung dalam minyak akan rendah.
Tabel 2. Kadar Asam Lemak Bebas

Berdasarkan tabel dan grafik diatas terlihat bahwa asam lemak


bebas yaitu asam laurat, mempunyai kadar yang jauh lebih kecil
dari 5%. Hal ini dapat dijelaskan karena kandungan air yang sedikit
pada minyak menyebabkan proses hidrolisis menghasilkan asam
lemak bebas dalam jumlah yang sedikit pula sehingga kerusakan
minyak sebagai akibat dari asam lemak bebas yang terbentuk dapat
dihindari.
Tabel 3. Angka Iod
52

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa angka iod mencerminkan


ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak. Asam lemak tidak
jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawaan yang jenuh.
Banyak iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap.
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa angka iod dari minyak kelapa
masih sesuai dengan standar mutu.
Tabel 4. Angka Peroksida

Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa angka


peroksida jauh lebih kecil dari 5 pada standar mutu. Hal ini
menunjukkan bahwa kandungan oksigen atau kontak dengan
udara selama proses pembuatan minyak dapat diminimalkan sehingga
reaksi oksidasi pada minyak cukup rendah. Hal ini akan mengurangi
peroksida yang terbentuk sehingga kerusakan minyak dapat dihindari
53

Tabel 5. angka Penyabunan

Angka Standar
Penyabunan Mutu
(mg KOH/g
minyak)
1. Temperatur 75oC
- pH 7 263,67
- pH 6 229,075
- pH 5 263,67
2. Temperatur 100oC
- pH 7 259,06
- pH 6 252,45 225 - 265
- pH 5 229,075
3. Temperatur 130 oC
- pH 7 264,05
- pH 6 256,19
- pH 5 248,71

Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa hasil pengukuran
angka penyabunan terhadap minyak kelapa masih sesuai dengan
standar mutu. Dari angka penyabunan ini menunjukkan bahwa sabun
yang terbentuk pada proses saponifikasi mengandung asam-asam
lemak rantai panjang dengan berat molekul yang besar.
2.3.6 Kesimpulan
1. pH optimum antara emulsi santan dengan air jeruk nipis
adalah 7.
2. Temperatur pemanasan optimum adalah pada

100 oC dengan jumlah minyak yang dihasilkan sebanyak 105


ml.
3. Lama pemanasan optimum adalah 30 menit dengan jumlah
minyak yang dihasilkan sebanyak 105 ml.
4. Mutu minyak kelapa yang dihasilkan pada penelitian ini
sudah memenuhi Standar Industri Indonesia.
BAB III
SOAL BESERTA JAWABAN

1. Lemak adalah ..
a. Turunan aldehid atau keton dari alkohol polihidrik (karena mengandung
gugus hidroksi lebih dari satu), atau sebagai senyawa yang menghasilkan
turunan tersebut apabila dihidrolisis.
b. Senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam pelarut organik non polar, misalnya dietil eter
(C2H5OC2H5), kloroform (CHCL3), benzena dan hidrokarbon lainnya
c. Senyawa yang tersusun atas gugus karboksil (COOH) dan gugus amin
(NH2)
d. Asam amino yang dapat disintesis di dalam tubuh, dari suplai nitrogen
e. Turunan aldosa atau ketosa (karena mengandung gugus hidroksi lebih dari
satu), atau sebagai senyawa yang menghasilkan turunan tersebut apabila
dihidrolisis.
2. Lemak dapat larut oleh, kecuali ...
a. Eter
b. Kloroform
c. Benzena
d. Karbon tetraklorida (CCl),
e. Etanol
3. HDL (High-Density Lipoprotein) merupakan golongan lemak apa?
a. Lemak jahat
b. Lemak Hewani
c. Lemak Nabati
d. Lemak gliserol
e. Lemak tidak baik

54
55

4. Salah satu fungsi lemak yaitu sebagai Alat angkut vitamin yang larut dalam
lemak, contoh vitamin yang larut dalam lemak yaitu :
a. A, D, E, K
b. Vitamin C
c. Asam askorbat
d. Thiamin
e. Sianokobalamin
5. Pada suhu kamar, lemak hewan akan memiliki sifat fisik berupa ....
a. Zat padat
b. Zat cair
c. Gas
d. Kristal
e. Emulsi
6. Pada suhu kamar, lemak nabati akan memiliki sifat fisik berupa ....
a. Zat padat
b. Zat cair
c. Gas
d. Kristal
e. Emulsi
7. Lemak memiliki sifat fisik berupa bau amis (fish flavor) yang disebabkan
oleh...
a. Terbentuknya trimetil aldosa dari gliseril
b. Terbentuknya trimetil-amin dari lecithin
c. Terbentuknya trimetil aldosa dari gliserol
d. Terbentuknya trimetil amin dari trigliserol
e. Terbentuknya trimetil aldosa dari lecitin
8. Proses yang bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai karbon asam
lemak pada lemak disebut proses...
a. Oksidasi
b. Hidrogenasi
c. Esterifikasi
56

d. Saponifikasi
e. Penyabunan
9. Reaksi yang akan menyebabkan bau tengik pada lemak disebut reaksi...
a. Oksidasi
b. Hidrogenasi
c. Esterifikasi
d. Saponifikasi
e. Penyabunan
10. Senyawa lemak yang kompleks yang dihasilkan oeh tubuh dengan bermacam-
macam fungsi antara lain membuat hormon seksual, adrenalin dan membentuk
dinding sel disebut ...
a. Kilomikron
b. IDL
c. HDL
d. Kolesterol
e. LDL
11. Yang termasuk analisis kualitatif lemak yaitu, kecuali...
a. Uji Acrolein
b. Uji Kelarutan Lipid
c. Uji Lieberman Buchard
d. Uji Gerber
e. Uji Kejenuhan pada Lipid
12. Suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak,
dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya
sehingga membentuk sabun (soap stock) disebut dengan ...
a. Proses Browning
b. Proses Netralisasi
c. Proses Enzimatik
d. Proses Katalis
e. Proses Esterifikasi
57

13. Fungsi dari Emulsifier yaitu...


a. Menurunkan tegangan permukaan antar kedua fase cairan
b. Menaikkan tegangan permukaan antar kedua fase cairan
c. Menaikan tegangan permukaan antar kedua fase gas
d. Menurunkan tegangan permukaan antar kedua fase gas
e. Menstabilkan fase cairan dan fase uap
14. Bahan emulsifier dapat berupa, kecuali......
a. Protein
b. Gom
c. Sabun
d. Glikogen
e. garam empedu
15. Sebab sebab kerusakan lemak dapat terjadi, kecuali
a. Absorbsi bau oleh lemak
b. Aksi mikroba
c. Absorpsi oleh protein
d. Aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak
e. Oksidasi
DAFTAR PUSTAKA

Herlina, Netti dan Ginting, M. Hendra S. 2002. Lemak dan Minyak. Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1320/1/tkimia-Netti.pdf Internet
(Diakses pada Tanggal 28 Oktober 2017)
http://barifbrave.wordpress.com/2009/10/02/penggolongan -lemak-berdasarkan-
kejenuha-lemak-jenuh-dan-lema-tak-jenuh/ Internet (Diakses pada Tanggal
28 Oktober 2017)
http://id.wikipedia.org/wiki/Lemak Internet (Diakses pada Tanggal 28 Oktober
2017)
http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak Internet (Diakses pada Tanggal 28 Oktober
2017)
http://ardisuhardi.blogspot.com/2012/07/minyak-dan-lemak.html. Internet
(Diakses pada Tanggal 28 Oktober 2017)
http://bisakimia.com/2013/01/20/lemak-dan-minyak/ Internet (Diakses pada
Tanggal 28 Oktober 2017)
http://dhechicetia.blogspot.com/2014/08/penentuan-bilangan-iodium-dan-
penentuan.html Internet (Diakses pada Tanggal 28 Oktober 2017)

Tim Penyusun. 2015. Modul Praktikum Kimia Organik. Surabaya: Laboratorium


Dasar Teknik Kimia ITATS.

58

Anda mungkin juga menyukai