Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Epidemiologi

Dilated Cardiomyopathy (DCM) adalah penyakit jantung yang


umum terjadi dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Namun, belum
ditemukan secara pasti penyebab dan patogenesis dari penyakit ini. Ciri
DCM dilihat dengan mikroskop, seperti hipertrofi miosit, fibrosis
interstitial, hilang striasi (miofibilar) dan meningkatnya sebukan sel
radang tidak dapat dijadikan acuan pasien terkena DCM. Penelitian
memperkirakan bahwa faktor risiko terjadinya DCM adalah keturunan
Afrika, usia, sering terjadi pada dekade ke-3 dan ke-4, hipertensi, jenis
kelamin laki-laki, lebih rentan dua kali daripada perempuan, infeksi dan
faktor lingkungan. DCM berbeda dengan Hypertensive cardiomyopathy,
dicirikan adanya hypertrophy pada ventrikel kiri dan kerusakan fungsi
sistolik yang membutuhkan waktu tahunan.(1,2).

Sejak tahun 1970, angka kematian dari DCM telah meningkat


hingga 9000 kematian tiap tahun di Amerika. Di seluruh dunia DCM
merupakan indikasi primer pasien untuk melakukan transplantasi
jantung.(2). Insiden terjadinya penyakit ini setelah di otopsi diperkirakan
4-5/100.000, 24 kasus, di tempat klinik 2-45/100.000, 13 kasus dengan
total insiden 6-95/100.000 kasus baru tiap tahun. Faktor risiko keluarga
dengan penyakit jantung ditemukan pada 3 pasisen (12,5%). Sebanyak 15
pasien (62.5%) meninggal karena penyakit komplikasi, seperti penebalan
endokardial, perlemakan dan gagal fungsi atrium ditemukan pada pasien
berusia lanjut (> 65 tahun).
Di Afrika, DCM adalah sindrom dari gagal jantung, dihubungkan
dengan kerusakan fungsi sistol dan hipertrofi ventrikel kiri yang belum
dapat dipastikan penyebabnya. Di Afrika Selatan dan Uganda, Ditemukan
sebesar 10%-17% dari penyakit jantung adalah DCM pada otopsi dan 17%
- 48% di rumah sakit adalah gagal jantung.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi kardiomiopati
Kardiomiopati adalah penyakit otot jantung akibat disfungsi
miokardium intrinsik.1,2 Kelainan penyakit kardiomiopati ini tergolong
khusus karena kelainan yang ditimbulkan bukan terjadi karena penyakit
perikardium, hipertensi, jantug koroner, kelainan kongenital.1,2
Kardiomiopati diklasifikasikan berdasarkan etiologi dibagi menjadi dua
yaitu 1) Tipe primer adalah penyakit pada otot jantung dengan penyebab
tidak diketahui. Termasuk di dalamnya adalah kardiomiopati ideopatik,
familial kardiomiopati, penyakit eosinofilik endomiokardium, dan fibrosis
endokardium. 2) Tipe sekunder adalah penyakit otot jantung yang
diketahui penyebabnya dan berhubungan dengan organ lain atau
kardiomopati sistemik. Sedangkan untuk memudahkan diagnosis dan
terapi maka berdasarkan klinis dan patofisiologi kardiomiopati dibedakan
menjadi kardiomiopati dilatasi, restriktif, dan hipertrofik. 1,2
Kardiomiopati dilatasi merupakan kardiomiopati yang paling
banyak ditemukan. Kardiomiopati ini ditandai dengan adanya dilatasi
jantung dan disfungsi sistolik. Kardiomiopati restriktif adalah
kardiomiopati yang ditandai dengan berkurangnya fleksibilitas ventrikel
atau ventrikel menjadi kaku dan menganggu pengisian ventrikel saat
diastol. Kardiomiopati hipertrofik adalah kardimiopati yang ditandai oleh
hipertrofi miokardium, pengsiisan diastolik yang defektif dan pada
sepertiga kasus denga obstruksi aliran ventrikel keluar. Kardiomiopati
yang baru-baru ini ditemukan yaitu kardiomiopati aritmogenik yang
disebabkan oleh mutasi genetik protein miofilamen jantung yang
mengakibatkan fibrosis miokardium dan tumpukan lemak di otot jantung
dengan diikuti ventrikel fibrilasi meskipun begitu penyakit ini belum
diketahui secara pasti.3

2
B. Etiologi dan faktor resiko kardiomiopati
Berdasarkan patofisiologisnya dan manifestasi klinik maka
kardiomiopati dibedakan menjadi tiga yaitu kardiomiopati dilatasi,
restriktif, dan hipertrofik.3,4 Kardiomiopati dilatasi biasanya disebabkan
oleh penyakit jantung iskemik dan hipertensi. Penyebab lain kardiomiopati
dilatasi yaitu miokarditis, penyakit katup, genetiik, produk berbagai
macam toksin, zat metabolit atau infeksi. Mekanisme infeksi
menyebabkan kardiomiopati melalui mekanisme imunologis.1,3,4 Lebih
sering ditemukan pada pria usia pertengahan di Afrika. Kardiomiopati
dilatasi mempunyai faktor resiko seperti kehamilan, obesitas, penyakit
tiroid, alkohol, kokain, takikardia kronik biasanya bersifat reversibel.
Sedangkan riwayat keluarga merupakan faktor resiko irreversibel.
Obesitas merupakan faktor resiko kardiomiopati dilatasi karena obesitas
meningkatkan terjadinya gagal jantung. 20-40% kardiomiopati dilatasi
juga disebabkan oleh mutasi genetik. Kelainan mutasi genetik disebabkan
karena perubahan sitoskeletal gen seperti desmin , kontraktilitas sel dan
membran sel (gen lamin A/C). Pentransmisian mutasi genetik ini bersifat
autosomal dominan dan beberapa terjadi X-linked dan autosomal
resesif.1,2,3,4
Di lain sisi, penyebab dari DCM memang belum banyak diketahui,
penyakit ini mungkin terjadi sebagai bentuk akhir adaptasi miokardial
yang rusak yang diperparah oleh beberapa faktor, seperti haemodynamic,
infeksi, toksik nutrisi dan faktor genetik. Faktor penyebab baru-baru ini
telah diteliti di Afrika, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi dan
mikarditis, autoimun, iron-overload, metabolic factor, alkohol dan
kekurangan nutrisi dan kehamilan9,10.
Masalah burnt-out hypertesive adalah manifestasi klinis pertama
yang terjadi, diikuti gejala lain. Pertama, DCM awalnya diikuti oleh
tekanan darah pada range hipertensi. Hal ini berbeda dengan penyakit
jantung dengan hipertensi (hypertensive heart disease) dan systolic
dysfunction yang mungkin diawali dengan hipertensi di area normal.

3
Namun, hipertensi akan terjadi setelah beberapa waktu periode
pengobatan. Tekanan darah normal ini terjadi karena penyakit-penyakit ini
secara langsung mengurangi cardiac output9.
Kedua, efek terhadap organ karena hipertensi, misal renal dan aorta
mungkin tidak muncul secara klinis dan fundus pada retinopathy tampak
normal, berbeda dengan penyakit hypertensive heart disease yang dapat
berlanjut pada gagal jantung kongestif yang selalu diikuti oleh retinopathy.
Selanjutnya, peran dari infeksi dan miokarditis juga telah ditemukan di
berbagai wilayah Afrika, misal Nigeria. Infeksi Toxoplasma g. dan
Coxsackievirus B. telah diteliti memiliki peran penting di patogenesis
DCM berdasarkan serologi di penelitian case-control studies. Namun,
asumsi ini tidak diperkuat dengan penelitian histologi sehingga tidak dapat
memecahkan masalah perbedaan DCM dengan penyakit jantung lain.
Namun, di Kenya sebesar 50 % pasien dengan DCM dilaporkan memiliki
ciri histologi dari infeksi miokarditis, tidak ada bukti serologi dari infeksi
Coxsackievirus B. atau virus lain yang mengarah pada kerusakan
miokardium. Peneliti Cameroon telah meneliti dengan
Immunofluorescence test pada penderita DCM (27.5%) dan 1.9% normal
bahwa cardiomiopathy dapat terjadi pada penderita trypanosomiasis yang
memproduksi komplek imun merusak otot jantung. Pada penderita HIV,
infeksi myocarditis dapat terjadi bukan hanya virus tapi juga nonvirus,
misal toxoplasmosis dan mycobacteria. Selain mekanisme autoimun, baru-
baru ini disusun hipotesis terlalu banyak aktivasi dari sistem imun juga
dapat menyebabkan gagal jantung dengan DCM. Penderita DCM
menunjukkan peningkatan level dari sitokin inflamasi, Tumor Nekrosis
Factor (TNF)- dan a plasma marker of apoptosis, Fas/Apo-110.
Kardiomiopati hipertrofik ada dua bentuk yaitu hipertrofi
konsentris dan septal simetris (idipathic hyperthofic subaortic stenosis dan
left ventricular outdlow tract obstruction). Etiologinya masih belum
diketahui tetapi diduga disebabkan oleh katekolamin, kelainan pembuluh
koroner kecil, kelainan konduksi atrioventrikular dan kelainan kolagen.
Kardiomiopati dilatasi ditemukan pada semua umur tetapi biasanya pada

4
usia 20 tahun dan intensitasnya sama terhadap kedua jenis kelamin
1,3
.Faktor resiko kadiomiopati hipertrofik adalah riwayat genetik keluarga.
Pada kardiomiopati hipertrofik genetik 80% disebabkan oleh mutasi zona
Z pada sarkomer pada protein MYH7 dan MYBPC3. Diduga delesi dari
gen- gen tersebut menyebabkan hipertrofi.3,4,5

Tabel 1. Faktor risiko penyakit Dilated Cardiomyopathy berupa usia dan jenis
kelamin laki-laki.

Kardiomiopati restriktif merupakan penyakit yang sangat jarang


dan sebabnya pun belum diketahui secara pasti. Namun, diduga
kardiomiopati restriktif sering ditemukan pada amiloidosis,
hemokromatosis, deposisi glikogen, fibrosis endomiokardial, eosinofilia,
dan fibroelastosis.1,2 Faktor resiko kardiomiopati restriktif. Kardiomiopati
ini juga disebabkan oleh mutasi zona Z sarkomer, mutasi protein TNNI3,
MYH7,TNNT2, MYL2, MYL3, ACTC1, mutasi desmin, dan mutasi
transiterin. Penyebab genetik ini biasanya ditransmisikan secara vertikal
dengan autosomal dominan , namun juga bisa secaraautosomal resesif dan
X-linked.3,4,6,7
C. Patofisiologi kardiomiopati
Kardiomiopati dilatasi disebabkan oleh mutasi gen, paling sering
bersifat autosomal dominan dan yang paling banyak terjadi karena mutasi
gen sitoskeleton atau protein yang menghubungkan sarkomer ke
sitoskeleton misalnya alfa-kardiak aktin. Kardiomiopati dilatasi X-linked
diakibatkan karena mutasi distrofin yang memnghubungkan sitoskeleton
ke membran ekstraseluler. Selain itu mutasi gen mitokondria yang

5
berperan dalam beta oksidasi asam lemak diduga dapat mengakibatkan
defek produksi ATP. Proein sitoskeleton lain yaitu desmin dan lamin A
dan C yang terletak di inti juga menyebabkan kardiomiopati dilatasi
1,2
dengan mempengaruhi kontraksi. Infeksi yang disebabkan oleh
coxsackievirus B dan enterovirus. Pajanan alkohol atau zat toksik lainnya
menyebabkan kardiomiopati dilatasi karen memiliki efek toksik langsung
terhadap miokardium dan zat toksik doxorubicin yaitu suatu obat
kemoterapi menyebabkan kematian miokardium.1,2 Kardiomiopati
peripartum terjadi pada akhir minggu gestasi, penyebabnya hipertensi pada
kehamilan, kelebihan beban volume, defisiensi nutrisi,dan gangguan
metabolik.1,2,6 Kelebihan besi dapat diakibatkan oleh transfusi berkali-kali
dapat diakibatkan oleh gangguan sistem enzim yang bergantung pada
logam atau jejas sehingga menyebabkan pembentukan oksigen reaktif
yang dimediasi oleh besi.2,4 Dilatasi ruang jantung akibat rusaknya
miokardium nantinya akan membuat disfungsi katup mitral, kelainan pada
katup mitral ini akan menyebabkan terjadinya regurgitasi darah ke atrium
kiri. Regurgitasi darah ke atrium kiri memiliki tiga dampak yang buruk,
yaitu peningkatan tekanan dan volume yang berlebihan di atrium kiri
sehingga atrium kiri membesar yang akan meningkatkan resiko,
selanjutnya regurgitasi ke atrium kiri menyebabkan darah yang
dipompakan oleh ventrikel kiri lebih sedikit sehingga memperburuk
penurunan stroke volume yang telah terjadi, dampak buruk yang terakhir
adalah pada saat diastolik volume darah yang masuk ke atrium kiri
menjadi lebih besar karena mendapat tambah darah yang disebabkan oleh
regurgitasi ventrikel kiri yang pada akhirnya akan menambah jumah darah
di ventrikel kiri, sehingga memperparah dilatasi yang telah terjadi.1,2,3
Penurunan stroke volume karena menurunnya kontraktilitas miokardium
dan ditambah dengan adanya regurgitasi katup mitral akan menimbulkan
gejala kelelahan dan kelemahan pada otot rangka karena kurangnya suplai
darah ke otot rangka.3 Pada kardiomiopati dilatasi juga terjadi peningkatan
tekanan pengisian ventrikel yang akan menimbulkan gejala kongesti paru
seperti dispnea, ortopnea, ronki basah dan juga gejala kongesti sistemik

6
seperti peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali dan edema
perifer.3

Gambar 1. Sitoarsitektur otot jantung5


Kardiomiopati hipertrofik disebabkan oleh mutasi gen rotein yang
digunakan sarkomer untuk berkontraksi. Kardiomiopati hipertrofik secara
fundamental merupakan gangguan pada rantai berat beta-miosin diikuti
oleh protein C dan troponin T. Mutasi pada gen tersebut terjadi pada 70-
80% kasus.Mutasi gen pada kardiomiopati hipertrofik menyebabkan
peningkatan pengaktifan miofilamen. Pada kardiomiopati hipertrofik dan
kardiomiopati dilatasi protein beta miosin mengalami mutasi tetapi pada
kardiomiopati dilatasi hal ini menyebabkan menekan fungsi motorik.1,3,4
Kardiomiopati hipertrofi dapat berupa tanpa sumbatan aliran sistolik.
Pada kardiomiopati hipertrofi jenis ini selain terjadi hipertrofi juga terjadi
kekakuan dan gangguan relaksasi pada ventrikel kiri. Gangguan relaksasi
yang menurun pada ventrikel kiri menyebabkan peningkatan tekanan
ventrikel kiri, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan atrium, vena
pulmonal dan kapiler pulmonal menyebabkan gejala dispnea pada
penderita kardiomiopati jenis ini. Jantung yang hipertrofi juga dapat
menimbulkan gejala angina peningkatan kebutuhan oksigen oleh
miokardium. Kardiomiopati jenis lain yaitu dengan sumbatan aliran.
Mekanisme terjadinya sumbatan aliran sistolik adalah pada saat ventrikel

7
berkontraksi, ejeksi darah ke katup aorta menjadi lebih cepat dari biasanya
karena harus mengalir melalui jalur yang sudah menyempit, aliran darah
yang cepat ini mengakibatkan tekanan pada katup mitral sehingga secara
abnormal mendorong katup mitral ke arah septum, akibatnya katup mitral
mendekat septum ventrikel kiri yang hipertrofi dan menutup sementara
aliran darah ke aorta. Selain itu karena katup mitral terdorong dan
menutup jalur keluar darah melalui katup aorta, katup mitral bagian
anterior tidak dapat menutup dengan sempurna saat sistolik sehingga
terjadi regurgitasi katup mitral.3
Kardiomiopati restriktif ditandai dengan berkurangnya fleksibilitas
ventrikel, dan gangguan diastolik. Kardiomiopati restriktif bisa
diklasifikasikan sebagai kardiomiopati primer (idiopathic restriktif) atau
sekunder penyakit infiltrasi seperti amiloidosis, sarkoidosis,radiasi karditis
dan penyakit penyimpanan seperti hemokromatosis,penyakit penyimpanan
glikogen.4 Amiloidosis jantung bisa diklasifikasikan menjadi primer,
sekunder, dan tersier. Amilloidosis primer dikarenakan overproduksi
rantai berat imunoglobulin yangdiikuti dengan mieloma. Amiloidosis
sekunder diakibatkan karena penyakit inflamasi kronik seperti arthritis,
tuberkulosis, dan demam mediterania. Amiloidosis tersier akibat
overproduksi trasthyretin hingga mengakibatkan kekakuan dinding
miokardium dan bertambahnya ketebalan ventrikel.2,4,7 Hemokromatosis
adalah penyakit kelebihan besi sehingga terjadi penumpukan besi di
retikulum sarkoplasma berbagai organ seperti jantung sehingga
menyebabkan insufisiensi organ. Kelebihan besi di sel jantung
mengakibatkan fibrosis jantung mskipun eritropoiesis normal. Penyakit ini
terikat autosomal resesif.2,4,7 Fibrosis endokardium terjadi karena respon
inflamasi kronik seperti adanya infeksi cacing atau kekurangan nutrisi
mengakibatkan fibrosis jantung biasanya di ventrikel, katup trikuspid dan
katup mitral, ini merupakan bentuk tersering kardiomiopati restriktif.
Loffler endomiokarditis karena adanya eosinofil akibat respon inflamasi
yang berlebihan memicu platelet derived growth factor secara berlebihan
membentuk trombus mural sehingga mengurangi kapasitas ventrikel

8
hingga gangguan diastol.2 Berkurangnya kemampuan regang dari ventrikel
mengakibatkan gangguan pada saat pengisian ventrikel. Gangguan
pengisian ventrikel menyebabkan dua kelainan, yaitu: meningkatnya
tekanan vena sistemik dan paru dengan ciri kongesti vaskular kiri dan
kanan. Kedua adalah berkurangnya ukuran ruang ventrikel dengan
penurunan volume sekuncup dan curah jantung. Sama seperti pada
kardiomiopati dilatasi, kongesti vena akan menyebabkan peningkatan
tekanan vena jugularis, hepatomegali dan edema perifer sedangkan
penurunan curah jantung akan menyebabkan kelemahan dan kelelahan
pada otot rangka.3
D. Pemeriksaan Fisik
DCM apabila diikuti dengan Congestive Heart Failure akan
memberi gejala yang sama, misal bunyi ronki pada paru terutama bagian
basal. Keadaan fisik penderita biasanya pucat, bernafas cepat dan mudah
lelah pada aktivitas minimal. DCM yang disebabkan oleh
virus,miokarditis, pasien dapat mengalami demam sejak 24-48 jam
terpajan. Pada pemeriksaan perkusi akan terjadi pergeseran letak jantung
karena jantung mengalami hipertrofi terutama ventrikel kiri. Selanjutnya,
pasien dapat terlihat mengalami gangguan irama jantung, misal palpitasi11.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang awal dapat dilakukan X-ray. Pemeriksaan
ini digunakan untuk mengetahui ukuran jantung. Namun, pemeriksaan ini
harus diikuti dengan pemeriksaan lain untuk menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan Electocardiografi (ECG) dapat digunakan sebagai referensi
mengetahui gangguan kelistrikan dan fungsi pada penyakit
Cardiomyopathy, misal terjadinya sinyal blok. Hasil abnormalnya
ditemukan pada semua penderita. Gelombang abnormal ST dan
gelombang patologi Q terjadi. Durasi QRS 100 ms dan blok cabang
serabut (bundle branch) terjadi pada 27.1 % penderita. Gelombang T
ditemukan besar pada apeks jantung11.
Pada pemeriksaan ecchocardiografi digunakan untuk mengetahui
efek struktural pada penyakit cardiomiopathy. Pemeriksaan ini

9
menggunakan sinar ultrasound untuk mengetahui ruang jantung dan
fungsinyan. Beberapa penderita cardiomyopathy mengalami penebalan
dinding posterior hingga 16 4.8 mm dan septum interventrikular adalah
218.3 mm. Selain itu pemeriksaan ini juga bisa mengetahui jumlah aliran
darah dan arahnya11.
F. Diagnosis banding
Kardiomiopati dilatasi biasanya dikaitkan dengan gagal jantung
kongestif meskipun biasanya awal dari gagal jantung adalah
kardiomiopati dilatasi. Kardiomiopati hipertrofik sering rancu dengan
kardiomiopati restriktif. Kardiomiopati restriktif sukar dibedakan dengan
perikarditis konstriktif. Pada kardiomiopati restriktif terdapat tekanan
pulmonal, dinding ventrikel menebal, tekanan diastolik ventrikel kiri dan
kanan berbeda, dan tekanan diastolik ventrikel kanan di atas nol,
sedangkan perikarditis konstriktif tekanan pulmonal tidak ada, tekanan
ventrikel kanan di bawah nol, tekanan ventrikel kiri dan kanan sama,
dinding ventrikel ketebalan normal.1,2,8

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, A.W,Setiyohadi, B., Alwi. I., Simmadibrata, K., Setiati, S.


2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kelma, Jilid I. Interna
Publishing: Jakarta.
2. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. 2007. Robbins Basic Pathology, 8ed.
China: Elsevier
3. Lilly LS. 2011. Patophysiology of heart disease. 5ed. Philadelphia:
Lippincott William&Wilkins
4. Sisakian H. Cardiomyopathies: Evolution of pathogenesis concepts
and potential for new therapies. World journal of cardiology. 2014 Jun
26;6(6):478.
5. Daughenbaugh LA. Cardiomyopathy: an overview. The Journal for
Nurse Practitioners. 2007 Apr 30;3(4):248-58.
6. Jacoby D, McKenna WJ. Genetics of inherited cardiomyopathy.
European heart journal. 2011 Aug 2:ehr260.
7. Kushwaha SS, Fallon JT, Fuster V. Restrictive cardiomyopathy. New
England Journal of Medicine. 1997 Jan 23;336(4):267-76.
8. Tanto, C., Liwang, F., Hanifan, S., Pradipta, E.A. 2014. Kapita
Selekta Kedokteran essensials of medicine, Jilid II. Media
Aesculapius: Jakarta.
9. Zeng, Xiaolin; Chen, Shuzhen; Wang, Jinju et all.. Dilated
Cardiomyopathy with Hypertension : Prevalence and Response to
High-dose 1-adrenoreceptor antagonist therapy. Clinical and
Experimental Pharmacology and Physiology. 2009 (36), 945949
10. Sliwa, Karen;Damasceno, Albertino;Mayosi, Bongani M.
Epidemiology and Etiology of Cardiomyopathy in Africa. Circulation.
2005 February 12;112:3577-3583
11. Rao, VadlamudiR; Das, Soumi; Biswas, Amitabh; Kapoor et
all.Epidemiology of Cardiomyopathy - A Clinical and Genetic Study
of Hypertrophic Cardiomyopathy: The EPOCH-H study. Journal of
the Practice of Cardiovascular Sciences. 2015 MayAugust; (1) : 30-
34

11

Anda mungkin juga menyukai