Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan Kesehatan
Jiwa pada Ny.R dengan Masalah Isolasi Sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
2.
Dalam penyusunan Asuhan Keperawatan ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kekurangannya baik dari segi teknik penulisan maupun isi
materinya, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan saran serta
kritik yang bersifat membangun demi perbaikan askep ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ns. Yeni Koto, S.Kep., M.Kes selaku Ka Prodi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Keperawatan Indonesia Maju
2. Ns. Bambang Suryadi, M.Kes Selaku Koordinator Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu
Keperawatan Indonesia Maju
3. Ns. Aisyah Safitri M.Kep., Sp.Kep.J selaku Pembimbing akademik di keperawatan jiwa
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju yang telah memberikan dukungan dan
bimbingan selama mengikuti pendidikan.
4. Jajaran Pembimbing Akademik stase Keperawatan Jiwa yang telah memberikan
bimbingan selama proses penyusunan asuhan keperawatan
5. Rekan-rekan serta semua pihak yang telah memberikan masukan yang sangat berharga
dalam menyelesaikan askep ini
Semoga amal baiknya mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Dengan segala
kerendahan hati yang ada, semoga askep ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Amin.

Jakarta, 14 November 2017

Tim Penyususn

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ ii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Tujuan ........................................................................................................................................ 2
C. Proses Pembuatan Makalah ..................................................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................................................... 4
LANDASAN TEORI ............................................................................................................................ 4
A. Konsep Isolasi Sosial ................................................................................................................. 4
B. Proses Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial............................................................................. 6
BAB III................................................................................................................................................. 11
GAMBARAN KASUS ........................................................................................................................ 11
A. Pengkajian ............................................................................................................................... 11
B. Analisa Data ............................................................................................................................ 11
C. Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan ........................................................................ 13
D. Rencana Tindakan Keperawatan .......................................................................................... 13
E. Tindakan dan Evaluasi ........................................................................................................... 13
BAB IV ................................................................................................................................................. 19
PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 19
A. Pengkajian ............................................................................................................................... 19
B. Penegakan Diagnosa ............................................................................................................... 20
C. Rencana Tindakan .................................................................................................................. 20
D. Tindakan Keperawatan dan Evaluasi ................................................................................... 20
E. Hambatan Saat Merawat ....................................................................................................... 23
BAB V .................................................................................................................................................. 23
PENUTUP............................................................................................................................................ 23
A. KESIMPULAN ....................................................................................................................... 23
B. SARAN ..................................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan yang professional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual. Praktik keperawatan yang bersifat
humanistik dan berorientasi pada kepentingan klien adalah penerapan dari ilmu
pengetahuan, prinsip dan kiat keperawatan (Azizah, 2011). Keperawatan jiwa adalah
proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien
yang berperan pada fungsi yang terintegrasi sistem pasien atau klien dapat berupa
individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. American nurse Association
mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi praktik
keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan
diri yang bermanfaat sebagai kiatnya (Sundeen & Stuart, 2007).

Berdasarkan definisi diatas fokus pertama pada klien keperawatan jiwa adalah
promotif dan preventif. Hal ini penting mengingat kekambuhan klien gangguan jiwa
tetap tinggi sekitar 15-20%. Perawatan klien yang sudah menderita gangguan jiwa
sangat lama antara 1-10 tahun. Hal itu memerlukan biaya yang sangat tinggi dan
sumber daya yang sangat banyak. Berdasarkan hal tersebut maka promotif dan
maintenance kesehatan jiwa sangat penting. Misalnya dengan cara mengadakan krisis
senter, konsultasi remaja, konsultasi pranikah, padat karya bagi pengangguaran,
promosi kesehatan jiwa, gerakan anti NAPZA, dan sebagainya. Menurut stuart sundeen
tiga area praktik keperawatan mental yaitu perawatan langsung, komunikasi dan
management menjadi tugas perawat jiwa (Yosep, 2007).

Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii


Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap
negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat.
Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyusuaikan
dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut ( Diktorat Bina
Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan, 2007).
Akhir-akhir ini semakin sering dijumpai orang-orang yang mengalami stres atau
depresi akibat tekanan hidup yang berkepanjangan, hal ini perlu diwaspadai akan

1
timbulnya masalah baru yang lebih buruk, yaitu terjadinya Anomali Jiwa,
penyimpangan jiwa kearah yang negatif. Sebagai contoh karena tuntunan hidup atau
profesinya, seperti artis, penyanyi, pejabat, dan sebagainya. Keadaan dengan pola hidup
yang cenderung memaksa karena ingin mengikuti gaya hidup yang tidak sesuai dengan
keyakinan batin seseorang juga berpotensi memperbesar penyimpangan jiwa seseorang
(Junaidi, 2012).

Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak
aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan
yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin
mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain
yang menimbulkan rasa aman.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi
diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku . Klien semakin tidak dapat
melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup
itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai.
Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas
daripada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Menarik diri juga disebabkan oleh perceraian, putus hubungan, peran keluarga
yang tidak jelas, orang tua pecandu alkohol dan penganiayaan anak. Resiko menarik diri
adalah terjadinya resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Dari semua itu perawat
dituntut untuk memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang bagaimana keperawatan
jiwa yang sebenarnya agar dalam pelaksanaan keperawatan tidak dapat kesulitan yang
besar dalam melaksanakan tugasnya dan perawat juga harus memahami asuhan
keperawatan kepada klien, data yang diperoleh dari Panti Sosial Bina Laras Sentosa
Harapan 2 didapatkan jumlah WBS pada tahun 2015 berjumlah 746 orang, 2016
berjumlah 1287 orang dan pada tahun 2017 berjumlah 1188 orang. Pada setiap tahunnya
terjadi peningkatan, dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk untuk membuat
makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien Ny. R dengan Isolasi Sosial
di Ruang Melati Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien
dengan harga diri rendah di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 02 Cipayung.

2
Tujuan khusus
1. Memahami konsep dasar teori isolasi social
2. Mampu melaksanakan pengkajian pada klien dengan isolasi sosial
3. Mampu merumuskan dignosa keperawatan pada klien dengan isolasi sosial
4. Mampu menyusun tujuan dan tindakan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial
5. Mampu menyusun tujuan dan tindakan keperawatan yang telah disusun pada klien
dengan isolasi sosial
6. Mampu mengevaluasi hasil pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan
isolasi sosial
C. Proses Pembuatan Makalah
Setelah kami mengobservasi di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2
Cipayung dengan Warga Bina Sosial (WBS) berjumlah 600 orang didapatkan yang
paling banyak mengalami gangguan jiwa adalah dari kalangan laki-laki. Dan isolasi
sosial merupakan salah satu masalah keperawatan yang menonjol.
Pada saat bimbingan atau konsultasi dengan pembimbing, pembimbing
menyarankan untuk kasus diagnosa keperawatan jiwa harus berbeda-beda setiap
kelompoknya tidak boleh menggunakan diagnosa yang sama antar kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain. Hasil diskusi kami, kelompok memilih kasus keperawatan
jiwa yaitu isolasi sosial karena telah disepakati bersama-sama dengan kelompok yang
lain agar masing masing berbeda beda kasus antara kelompok satu dengan kelompok
yang lain.
Setelah dilakukan pengkajian dan mengidentifikasi, klien mengatakan tidak
memiliki orang yang berarti dalam hidupnya, klien mengatakan tidak ikut serta dalalm
kegiatan kelompok/masyarakat karena klien tidak suka dengan keramaian dan kegiatan-
kegiatan kelompok. Klien tidak suka kegiatan TAK. Klien mengatakan klien merasakan
jika berhubungan dengan orang banyak badan terasa lemas, pusing, mabuk dan sakit.
Setelah diagnosa sudah disepakati bahwa masalah keperawatan utamaya adalah isolasi
sosial, kelompok kami membagikan tugas kepada masing-masing anggota kelompok.
Masing-masing anggota kelompok mempunyai tugas yang dibagikan menurut masing-
masing dari BAB I-VI akan dibuat makalah dan kemudian akan diseminarkan.

3
BAB II

LANDASAN TEORI
A. Konsep Isolasi Sosial
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya (Damaiyanti, 2012).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam dalam hubungan sosial (Depkes
RI, 2000).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida dan
Hartono, 2012).
2. Tanda dan Gejala
a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Klien merasa bosan
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
5) Klien merasa tidak berguna
b. Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu ya atau tidak dengan
pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya (Trimelia, 2011).
4
3. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan. Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada
tugas perkembangan yang harus dilalui individu dengan sukses agar tidak
terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila tugas ini tidak
terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah
respon sosial maladaptif (Damaiyanti, 2012).
2) Faktor biologis. Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial
maladaptif.
3) Faktor sosial budaya. Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam
gangguan berhubungan. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak
mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai
anggota masyarakat yang tidak produktif seperti lansia, orang cacat, dan
penderita penyakit kronis.
4) Faktor komunikasi dalam keluarga. Pada komunikasi dalam keluarga
dapat mengantarkan seseorang dalam gangguan berhubungan, bila
keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang negative dan mendorong
anak mengembangkan harga diri rendah. Seseorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan,
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
b. Faktor presipitasi
1) Stressor sosial budaya. Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor
antara faktor lain dan faktor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit
keluarga dan berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya,
misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stressor psikologis. Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.
Tuntutan untuk berpisah dengan orang dekat atau kegagalan orang lain
untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan
kecemasan tingkat tinggi (Prabowo, 2014).

5
B. Proses Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahapan pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien.Data yang dikumpulkan meliputi, data biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual (Stuart dan Sundeen, 2006).
Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien (Keliat, 2006).
Isi pengkajian meliputi :
a. Identitas Klien
Meliputi Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, dan dari penanggung jawab.
b. Keluhan utama dan alasan masuk
Keluhan utama atau alasan masuk ditanyakan pada keluarga/klien, apa
yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Keluhan biasanya
berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak
ada, berdiam diri dikamar,menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan
kegiatan sehari hari, dependen.
c. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua,harapan orang tua yang
tidak realistis,kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus
dioperasi, kecelakaan dicerai suami, putus sekolah,PHK, perasaan malu karena
sesuatu yang terjadi (korban perkosaan, dituduh kkn, dipenjara tiba tiba)
perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri
sendiri yang berlangsung lama.
d. Faktor presipitasi
Faktor internal dan eksternal : trauma dan ketegangan peran. (transisi
peran : perkembangan, situasi, dan sehat sakit).

6
e. Aspek fisik
Mengukur dan mengobservasi TTV, ukur TB dan BB, aktivitas sehari-
hari, pola tidur, pola istirahat, rekreasi dan kaji fungsi organ tubuh bila ada
keluhan.
f. Aspek psikososial
Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi.
Konsep diri :
- Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatip tentang tubuh.
Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusasaan,
mengungkapkan ketakutan.
- Identitas diri: Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
- Peran diri : Tugas yang diemban dalam keluarga, Berubah atau berhenti fungsi
peran yang disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.
- Ideal diri : Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas dll.
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya: mengungkapkan keinginan
yang terlalu tinggi.
- Harga diri : Hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan
orang lain terhadap dirinya.
Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat
Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
g. Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan denga orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
h. Kebutuhan persiapan pulang
Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan
alat makan
Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian
7
Mandi klien dan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien
Istirahat dan tidur klien, aktivitas didalam dan diluar rumah
Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum
obat.
i. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya
pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).
j. Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
k. Pengetahuan
Dapat didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian
yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
l. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bias berupa ECT, terapi lain seperti terapi
psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi,
dan terapi lingkungan, TAK, serta rehabilitasi.
2. Penegakan Diagnosa
Diagnosa utama dalam kasus ini adalah Isolasi Sosial dibuktikan dengan data
objektif: Ketidakmampuan untuk percaya kepada orang lain, Panik, Regresi ke tahap
perkembangan sebelumnya, Menarik diri. Dan data subjektif : Tidak ada asosiasi
antara ide satu dengan lainnya, Menggunakan kata-kata simbolik (neologisme),
Menggunakan kata yang tak berarti, Kontak mata kurang / tidak mau menatap lawan
bicara.
Yang menjadi penyebab dari isolasi sosial adalah masalah harga diri rendah.
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman
dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan yang
penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin
mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang
lain yang menimbulkan rasa aman.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk
melindungi diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku (rigid).Klien
semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha
mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan
sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan
8
rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta
menyesuaikan diri dengan kenyataan. Sehingga dapat terjadi gGangguan perubahan
sensori (Halusinasi) dibuktikan dengan data subjektif : pasien mengatakan sering
mendengar suara-suara, sering melihat bayangan-bayangan yang mengajaknya untuk
mengikutinya dan data objektif pasien terlihat selalu menyendiri, selalu menghindar
jika didekati, sering terlihat ketakutan.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
(Terlampir)
4. Tindakan Keperawatan
Diagnosa SP Pasien SP Keluarga
Keperawatan
Isolasi Sosial SP I P SP I K
1. Membina hubungan saling 1. Mendiskusikan
percaya masalah yang
2. Mengidentifikasi penyebab dirasakan keluarga
isolasi sosial pasien dalam merawat pasien
3. Mendiskusikan dengan 2. Menjelaskan
pasien tentang keuntungan pengertian, tanda dan
berinteraksi dengan orang gejala isolasi sosial
lain yang dialami pasien
4. Mendiskusikan dengan beserta proses
pasien kerugian tidak terjadinya
berinteraksi dengan orang 3. Menjelaskan cara-cara
lain merawat pasien isolasi
5. Mengajarkan pasien cara sosial
berkenalan dengan satu
orang
6. Menganjurkan pasien
memasukan kegiatan latihan
berbincang-bincang dengan
orang lain dalam jadwal
kegiatan harian
SP II P SP II K
1. Mengevaluasi jadwal 1. Melatih keluarga
kegiatan harian pasien mempraktekkan cara
2. Memberikan kesempatan merawat pasien
kepada pasien dengan isolasi sosial
mempraktekan cara 2. Melatih keluarga
berkenalan dengan satu melakukan cara
orang merawat langsung
3. Membantu pasien keluarganya yang

9
memasukkan kegiatan mengalami isolasi
berbincang-bincang dengan sosial
satu orang ke dalam jadwal
kegiatan harian
SP III P SP III K
1. Megevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga
harian pasien membuat jadwal
2. Memberikan kesempatan aktifitas di rumah
kepada pasien termasuk minum obat
mempraktekan cara (discharge planning)
berkenalan dengan dua orang 2. Menjelaskan follow up
atau lebih pasien setelah pulang
3. Menganjurkan pasien
memasukan ke dalam jadwal
kegiatan harian

10
BAB III

GAMBARAN KASUS
A. Pengkajian
Nyonya R berusia 43 tahun klien adalah seorang muallaf berasal dari Bangka
Belitung. Klien pernah bekerja sebagai petani jagung. Klien memiliki 6 bersaudara klien
adalah anak ke 5. Klien mengatakan sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Anak
pertama klien diasuh oleh bapak dan Ibu klien sejak bayi dan anak kedua diadopsi oleh
keluarga dari suami klien. Klien mengaku selama berkeluarga tidak pernah dianggap
oleh suaminya klien merasa sudah tidak memiliki keluarga, dan sudah tidak ada yang
peduli lagi. klien tampak berbeda dari klien lain yang ada di panti, dengan rambut terurai
panjang, dan sering memainkan rambutnya. Klien berpenampilan rapi dan bersih,
penggunaan pakaian sesuai, klien memakai sendal dan klien tidak bau.

Klien mengatakan bisa berada di panti dikarenakan klien ditangkap oleh satpol
PP di jalanan Senayan, karena pergi dari rumah (Bangka Belitung) untuk kerja di Jakarta,
namun malah terlantar dan tidur di jalanan. Klien mengatakan pernah menjadi korban
aniaya fisik, berupa kekerasan dalam keluarga yang dilakukan oleh saudaranya pada saat
berusia 24 tahun, berupa pemukulan pada daerah kepala, punggung dan leher. Klien juga
mengatakan merupakan korban penolakan oleh suaminya sendiri dan selalu
dibandingkan dengan 3 istri lainnya. Kien merasa sedih dan tidak berguna. Klien
mengatakan tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan panti. Klien mengatakan tidak mau
berteman dengan orang lain karena orang hanya mau berteman jika ada maunya saja.
Klien lebih senang sepi dan sendiri karena klien merasa mabuk, pusing dan lemas jika
ada keramaian. Klien ingin kembali ke rumah karrena merasa tidak punya teman dan
klien mengatakan tidak mau berteman dengan siapapun karena tidak ada orang yang
tulus.

klin tampak selalu diam, bicara lambat kadang terdiam lama, membisu dan tidak
mampu memulai pembicaraan dan klien juga tidak suka berinteraksi. Selain itu klien
mengatakan sering mendengar suara-suara ramai tak berarti, saat sedang sendiri. Terlebih
pada malam hari. Klien mengatakan saat mendengar sara-suara itu klien hanya diam.
Suara-suara itu berlangsung 2-3 menit.

B. Analisa Data
1. DATA

11
Data Subyektif : Klien mengatakan tidak mau berinterkasi dengan orang lain, Klien
mengatakan tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan panti, Klien mengatakan tidak
mau berteman dengan orang lain karena orang hanya mau berteman jika ada maunya
saja, Klien mengatakan lebi senang sepi dan sendiri karena klien merasa mabuk, sing
dna lemas jika ada keramaian, Teman klien mengatakan klien tidak memiliki teman.
Data Objektif : Klien tampak murung, lesu dan menarik diri, Kontak mata kurang,
Klien sulit memulai pembcaraan.
MASALAH KEPERAWATAN : Isolasi Sosial
2. DATA
Data Subjektif : Klien mengatakan sering mendengar suara-suara ramai ta berarti
dan tak ada wujudnya, Klien mengatakan mendengar suara-suara tersebut pada saat
malam hari, Klien mengatakan suara-suara tersebut berlangsung selama 2-3 menit,
Klien mengatakan mendengar suara-suara tersebut pada saat diam, Klien
mengatakan jika mendengar suara-suara tersebut hanya diam saja dan tidak merasa
takut.
Data Objektif : Klien tampak bingung, Kontak mata kurang, Tampak murung,
Klien tampak yakin dengan apa yang diceritakan
MASALAH KEPERAWATAN : Ganggian Sensori Persepsi : Halusinasi
Pendengaran.
3. DATA
Data Subjektif : Klien mengatakan dianggap gembel oleh suaminya, Klien
mengatakan tidak akan ada keluarga yang datang menjemputnya, Klien mengatakan
tidak memiliki teman, Klien mengatakan merasa tidak berguna.
Data Objektif : Klien tampak murung, Kontak mata kurang, Mata klien tampak
berkaca-kaca, Klien tampak pasrah
MASALAH KEPERAWATAN : Harga Diri Rendah
4. DATA
Data Subjektif : Klien mengaku selama berkeluarga tidak pernah dianggap oleh
suaminya, klien mengatakan keluarganya tidak pernah datang menjenguk klien di
Panti.
Data Objektif : Klien tampak sedih, mata tampak berkaca-kaca.
MASALAH KEPERAWATAN : Koping Keluarga Inefektif.
5. DATA

12
Data Subjektif : Klien mengatakan tidak suka keramaian, klien lebih senang sepi
dan sendiri,klien mengatakan tidak suka mengikuti kegiatan-kegiatan seperti TAK.
Data Objektif : Respon mal adaptif klien tampak selalu diam, reaksi pembicaraan
lambat.
MASALAH KEPERAWATAN : Koping Keluarga Individu
6. DATA
Data Subjektif : Klien mengatakan tidak mengerti tentang penyakit yang sedang
dialaminya.
Data Objektif : Klien tampak bertanya-tanyaa tentang obat yang sering Ia minum.
MASALAH KEPERAWATAN : Kurang Pengetahuan.
C. Pohon Masalah dan Diagnosa Keperawatan
Effect Halusinasi

Core Problem Isolasi Sosial: Menarik Diri

Cause Harga Diri Rendah Koping Individu Inefektif

Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi Sosial
2. Harga Diri Rendah
3. Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi

D. Rencana Tindakan Keperawatan


Terlampir

E. Tindakan dan Evaluasi


1. Isolasi Sosial
Hari/Tanggal : Selasa/ 24 Oktober 2017 ( SP I Pertemuan ke-1)
Implementasi
1. Membina hubungan saling percaya
2. Mengidentifikasi penyebab isolasi social klien
3. Diskusikan dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
4. Mendiskusikan tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
5. Mengajaran klien cara berkenalan dengan orang lain.
Rencana Tindak Lanjut

13
1. Evaluasi SP 1 Isolasi Sosial
2. Lanjutkan SP 1 Isolasi Sosial : Mengajarkan klien cara berkenalan dengan orang
lain
Evaluasi
Subjektif : Klien mengatakan tidak mau bergabung dan ikut serta dalam kegiatan,
karena badan terada lemas, pusing dan mabuk jika melihat keramaian
dan berada di keramaian dan klien mengatakan orang-orang
mendekatinya hanya karena ada maunya.
Objektif : Kien tampak murung, Kontak mata (-), Klien sering melamun.
Analisis : Isolasi Sosial (+)
Klien belum mampu untuk mempraktekan cara berkenalan
Planning :
1. Anjurkan klien berkenalan dengan 1 orang
2. Anjurkan klien memasukan ke jadwal harian

Hari / Tanggal : Selasa / 24-Oktober-2017 ( SP I Pertemuan ke-2)


Implementasi
1. Mengajaran klien cara berkenalan dengan orang lain.
2. Menganjurkan klien memasukan kegiatan latihan berkenalan ke jadwal kegiatan
harian
Rencana Tindak lanjut
1. Evaluasi SP 1 Isolasi Sosial
2. Lanjutkan SP 2 Isolasi Sosial : Mempraktekan cara berkenalan dengan 1 orang
Evaluasi
Subjektif : Klien mengatakan sudah tahu cara berkenalan.
Objektif : Kontak mata (-), Klien mulai kooperatif, Klien tampak tenang, Klien
sering melamun.
Analisis : Isolasi Sosial (+)
Klien mampu untuk mempraktekan cara berkenalan
Planning :
1. Anjurkan klien melakukan perkenalan dengan orang lain
2. Anjurkan klien memasukan ke jadwal harian

Harga / Tanggal : Rabu / 25-Oktober-2017 (SP 2)


14
Implementasi
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Memberi kesempatan pada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan 1
orang
3. Membantu klien memasukan kegiatan berkenalan dengan 1 orang ke jadwal
kegiatan harian
Rencana Tindak lanjut
1. Evaluasi SP 2 Isolasi Sosial
2. Lanjutkan SP 3 Isolasi Sosial
Evaluasi
Subjektif : Klien mengatakan sudah dapat berkenalan dengan 1 orang perawat.
Objektif : Kien tampak tenang, Klien mulai berbincang-bincang dengan
temannya, Klien tidak menyendiri lagi
Analisis : Isolasi Sosial (+)
Klien mampu untuk berkenalan dengan 1 orang
Planning :
1. Anjurkan klien berkenalan dengan 2 orang atau lebih
2. Anjurkan klien memasukan ke jadwal harian

Hari / Tanggal : Rabu / 25-Oktober-2017 (SP 3)


Implementasi
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberi kesempatan pada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan 2
orang/ lebih
3. Menganjurkan klien memasukan de dlam jadwal kegiatan harian
Rencana Tindak Lanjut
1. Evaluasi SP 3 Isolasi Sosial
2. Lanjutkan SP 1 Harga Diri Rendah
Evaluasi
Subjektif : Klien mengatakan sudah dapat berkenalan dengan 4 orang teman di
kamarnya.
Objektif : Kien tampak tenang, Klien mulai berbincang-bincang dengan
temannya, Klien mulai sering berkenalan.
Analisis : Isolasi Sosial (+)
15
Klien mampu berkenalan denga 4 orang teman sekamarnya
Planning :
1. Anjurkan klien untuk selalu berkenalan dengan orang lain
2. Anjurkan klien memasukan ke jadwal harian.

2. Harga Diri Rendah


Hari/Tanggal : Sabtu/ 28 Oktober 2017 (SP I)
Implementasi
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan
3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien
4. Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
6. Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
Rencana Tindak Lanjut
1. Evaluasi SP 1 Harga Diri Rendah
2. Lanjutkan SP 2 Harga Diri Rendah
Evaluasi
Subjektif : Klien mengatakan senang dengan kegiatan mencuci pakaian.
Objektif : Klien menceritakan kegiatan mencuci pakaiannya
Analisis : Harga diri rendah (+)
Klien mampu melakukan kegiatan mencuci pakaian.
Planning :
1. Anjurkan klien untuk membiasakan melatih kegiatan yang dipilih :
mencuci pakaian.
2. Anjurkan klien memasukan ke jadwal harian.

Hari/Tanggal : Sabtu/ 28 Oktober 2017 (SP 2)


Implementasi
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih kemampuan ke dua
3. Menganjurkan pasien memasukan ke dalam jadwal kegiatan harian
Rencana Tindak Lanjut
16
1. Evaluasi SP 2 Harga Diri Rendah
2. Lanjutkan SP 1 Gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran
Evaluasi
Subjektif : Klien mengatakan senang dengan kegiatan mencuci pakaian. Klien
mengatakan sudah mampu untuk melakukan kegian mengepel lantai.
Objektif : Klien mempu mempraktekan cara mencuci pakaian dan mengepel lantai.
Analisis : Harga diri rendah (+)
Klien mampu melakukan kegiatan mencuci pakaian dan mengepel lantai
Planning :
1. Anjurkan klien untuk membiasakan mencuci pakaian dan mengepel lantai setiap
hari
2. Anjurkan klien memasukan ke jadwal harian.

3. Halusinasi Pendengaran
Hari/Tanggal : Senin/ 30 Oktober 2017 (SP I)
Implementasi
1. Mengidentifikasi isi halusinasi
2. Mengidentifikasi waktu terjadinya halusinasi
3. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
4. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
5. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
6. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
7. Menganjurkan pasien memasukan cara menghardik dalam jadwal kegiatan harian.

Rencana Tindak Lanjut


1. Evaluasi SP 1 P. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran
2. Lanjutkan SP 2 P. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran
Evaluasi
Subjektif : Klien mengatakan sering mendengar suara-suara ramai tak berarti dan taka
da wujudnya, Klien mengatakan mendengar suara suara tersebut pada saat
malam hari, Klien mengatakan mendengar suara suara tersebut selama 2-3
menit, Klien mengatakan mendengar suara suara tersebut pada saat diam,
Klien mengatakan jika mendengar suara suara tersebut pasien hanya diam

17
saja dan pasien tidak merasa takut, Pasien mengatakan dapat mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik.
Objektif : Klien mempu mempraktekan cara mengonrol halusinasi dengan cara
menghardik
Analisis : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran (+)
Klien mempu mempraktekan cara mengonrol halusinasi dengan cara
menghardik
Planning :
1. Anjurkan klien untuk menghardik jika mendengar suara-suara tak berwujud
2. Anjurkan klien memasukan ke jadwal harian.

Hari / Tanggal : Senin / 30-Oktober-2017 (SP II)


Implementasi
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
3. Menganjurkan pasien memasukan ke dalam jadwal kegiatan harian
Rencana Tindak Lanjut
1. Evaluasi SP 2 P. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran
2. Lanjutkan SP 3 P. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran
Evaluasi
Subjektif : Pasien mengatakan dapat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
Klien mengatakan mampu mempraktekan mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap.
Objektif : Klien mempu mempraktekan cara mengonrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap.
Analisis : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran (+)
Klien mampu mempraktekan cara mengonrol halusinasi dengan cara bercakap-
cakap.
Planning :
1. Anjurkan klien untuk menghardik dan bercakap-cakap jika mendengar suara-
suara tak berwujud
2. Anjurkan klien memasukan ke jadwal harian.

18
BAB IV

PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pada pengkajian pengumpulan data dilakukan menggunakan format pengkajian
keperawatan jiwa yang telah ditetapkan, data yang dikumpulkan dengan wawancara
langsung kepada klien dan pendamping klien, ditemukan kesenjangan antara data
teoritis dan apa yang didapat dengan kasus dilapangan. Pengumpulan data yang
dilakukan hanya dengan wawancara dengan klien serta pendamping, dan observasi.
Sedangkan data dari keluarga tidak didapatkan. Hal tersebut dikarenakan selama proses
pengkajian keluarga klien tidak datang menjenguk.
Menurut data teoritis secara umum dari factor predisposisi diterangkan bahwa
isolasi social dapat terjadi dari berbagai faktor berupa faktor psikologis, biologis, faktor

19
genetik, faktor sosial budaya yang pasti mungkin terlihat dalam perkembangan suatu
kelainan psikologis tampak bahwa individu yang berada pada risiko tinggi terhadap
kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang sama
(orang tua, saudara kandung yang lain) dan dikeluarga hanya klien yang mengalami
gangguan jiwa. Dalam melakukan pengkajian kelompok menemukan hambatan karena
tidak mendapat data langsung dari keluarga karena selama melakukan pengkajian
keluarga belum pernah datang menjenguk klien.
B. Penegakan Diagnosa
Diagnosa keperawatan menurut Stuart dan Laraia (dalam Keliat, 2006) adalah
identifikasi atau penilaian terhadap pola respon klien baik aktual maupun potensial.
Schult dan Videbeck dalam Nurjanah (2005) menyatakan bahwa diagnosa terdiri dari
masalah atau respon klien dan faktor yang berhubungan yang mempengaruhi atau
kontribusi pada masalah atau respon klien. Pada kasus ini penulis mengambil satu
prioritas diagnosa masalah yaitu gangguan isolasi sosial, karena adanya prilaku klien
subjektif dan objektif menunjukan bahwa masalah keperawatan utama Ny. R adalah
isolasi sosial.
Diagnosa keperawatan isolasi menarik diri pada Ny. R didukung dengan data
subjektif antara lain klien jarang mengikuti kegiatan di panti, tidak mempunyai teman
dekat, klien tidak ingin beriteraksi dengn orang lain, klien lebih senang sepi dan sendiri
dan juaga pendiam. Sedangkan data objektif yang diperoleh antara lain klien tapak
murung, lesu tidak mau memulai pembicaraan, tampak lemah tidak bersemangat, sering
menyendiri, dan kontak mata kurang.
Pohon masalah yang ditemukan pada kasus ini sesuai dengan teori Keliat (2006)
yaitu gangguan konsep diri: harga diri rendah merupakan penyebab sedangkan isolasi
sosial menjadi masalah utama dan gangguan sensori /persepsi: halusinasi sebagai
akibat.
C. Rencana Tindakan
Intervensi yang ditetapkan pada kasus ini berdasarkan rencana keperawatan sesuai teori
(baku).
D. Tindakan Keperawatan dan Evaluasi
Menurut Efendy dalam Nurjanah (2005) implementasi adalah pengolahan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Sebelum melakukan tindakan keperwatan yang telah direncanakan perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan
20
klien sesuai dengan kondisinya saat ini. Perawat yang menilai sendiri, apakah
mempunyai kamampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal yang diperlukan untuk
melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi
klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
Pada saat akan melakukan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan
klien yang isinya menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta yang
diharapkan dari klien. Dokumentasi tindakan yang telah dilakukan berserta respon
klien.
Menurut Keliat (2006) implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata implentasi seringkali jauh berbeda
dengan rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana
tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang sering dilakukan perawat
adalah menggunakan rencana tidak tertulis, yaitu apayang dipikirkan, dirasakan, itu
yang dilaksanakan.
Penulis menggunakan implementasi dengan pendekatan Strategi Pelaksanaan
(SP) yang ditulis oleh Dermawan dan Rusdi (2011).
1. Strategi pelaksanaan 1 (SP1): membantu klien mengenal penyebab isolasi sosial,
keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain serta
mengajarkan cara berkenalan. Tindakan pertama dilakukan perawat pada tanggal
24 Oktober 2017 dengan strategi pelaksanaan pertama yaitu membina hubungan
saling percaya, membantu Ny. R mengenal penyebab isolasi sosial, membantu
mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kejadwal harian klien.
Respon Ny. R adalah Ny.R mau menjalin hubungan saling percaya dengan perawat
karena sebelumnya sudah sering mengobrol, Ny. R mampu menyebutkan
keuntungan dan kerugian jikaberhubungan denganorang lain, tetapi Ny. R belum
mampu mempraktikan cara berkenalan sehingga perawat perlu mengulangi
tindakan SP 1.
2. Strategi Pelaksanaan 2 (SP2): mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap
(berkenalan dengan 1 orang). Tindakan keperawatan kedua dilakukan perawat pada
tanggal 25 Oktober 2017 dengan strategi pelaksanaan kedua yaitu memberi
kesempatan kepada klien mempraktekan cara berkenalan dengan 1 orang, pada
tahap pertama ini Ny. R akan berkenalan dengan seorang perawat . Sebelum
malaksanakan strategi pelaksanaan pertama. Respon Ny. R adalah Ny. R mampu
21
mengingat strategi pelaksanaan pertama saat dievaluasi perawat. Kemudian Ny. R
mampu berkenalan dengan perawat lain di ruangan.
3. Strategi Pelaksanaan 3 (SP3): megajarkan klien berinteraksi secara bertahap
(berkenalan dengan 2 oang atau lebih). Tindakan perawat ketiga dilakukan perawat
pada tanggal 25 Oktober 2017 dengan strategi pelaksanaan ketiga yaitu memberi
kesempatan kepada klien mempraktekan cara berkenalan dengan 2 orang atau
lebih, pada tahap ini Ny. R berkenalan dengan 4 orang teman sekamarnya.
Sebelum melaksanakan strategi pelaksanaan ketiga, perawat mengevaluasi
pertemuan sebelumnya tentang strategi pelaksanaan pertama dan kedua. Respon
Ny. R adalah Ny. R mampu mengingat apa yang telah di pelajari pada strategi
pelaksanaan kedua dan ketiga. Pada saat melaksanakan strategi pelaksanaan ketiga
Ny. R tampak lebih kooperatif dari sebelumnya, namun Ny. R tidak bisa fokus saat
berkenalan dengan klien lain karena malas dan malu.
EVALUASI
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan yang dilakukam pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi dibagi dua, yaitu
evaluasi proses dan formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan
keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan
antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah dilakukan (Keliat, 2006).
Dalam kasus ini penulis menggunakan evaluasi hasil sumatif serta menggunakan
pendekatan SOAP karena evaluasi hasil sumatif dilakukan pada akhir tindakan
perawatan klien dan SOAP terdiri dari respon subjektif, respon objektif, analisi dan
perencanaan. Evaluasi ini dilakukan setiap hari setelah interaksi dengan Ny. R.
Evaluasi yang penulis dapatkan dalam tercapainya strategi pelaksanaan pertama yang
dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2017 pertemuan pertama adalah Ny. R mampu
membina hubungan saling percaya dengan perawat, mengenali penyebab isolasi sosial
menarik diri, menyebutkan keuntungan berhubungan dan tidak berhubugan dengan
orang lain. Ny. R belum mampu mampu untuk dilatih cara berkenalan. Tetapi pada
pertemuan kedua Ny. R sudah mampu untuk mempraktekan cara berkenalan. Respon
tersebut sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa strategi pelaksanaan pertama pada Ny. R berhasil.
Evaluasi strategi pelaksanaan kedua yang dilakukan pada tanggal 25 Oktober
2017 jam 09.30 WIB adalah Ny. R mampu untuk mengulangi strategi pelaksanaan
22
pertama dan mampu berkenalan dengan seorang perawat diruangan. Respon tersebut
sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan, sehingga dapat diambil kesimpulan
strategi pelaksanaan kedua Ny. R berhasil.
Evaluasi yang penulis dapatkan pada strategi pelaksanaan ketiga pada tanggal 25
Oktober 2017 jam 14.30 WIB adalah Ny. R lebih kooperatif dari sebelumnya, kontak
mata baik. Respon tersebut sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan, sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa stategi pelaksanaan ketiga Ny. R berhasil.
E. Hambatan Saat Merawat
Beberapa kesulitan yang dialami penulis dalam memberikan tindakan
keperawatan adalah tidak tercapainya semua tujuan khusus yang telah direncakan karena
keterbatasan waktu serta keadaan klien yang kurang fokus dalam melakukan strategi
pelaksanaan yang diberikan oleh perawat. Selain itu proses keperawatan keluarga tidak
dapat tercapai karena selama proses keperawatan pada klien tidak ada yang datang
menjenguk.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
bahkan samasekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Isolasi
sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku mal adaptif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.

23
Meenurut teori ada tiga diagnosa keperawatan yang muncul namun kajian dari
annalisa data ditemukan pada Ny. R. Mengalami enam masalah keperawatan yaitu
isolasi sosial, harga diri rendah, halusinasi, koping individu inefektif, koping keluarga
inefektif dan kurang pengetahuan.

Hasil pelaksanaan tindakan keperawatan pada Ny. R. dengan masalah isolasi sosial
telah dilakukan sesuai SP I, SP II, SP III dan hasilnya klien mampu melakukan interaksi`
untuk masalah harga diri rendah telah dilakukan sesuai SP I dan SP II, hasilnya klien
mampu melatih kemampuan-kemampuan yang dimilikimya. Sedangkan untuk masalah
halusinasi hanya dilakukan SP I dan SP II hasilnya klien mampu mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik dan bercakap-cakap.

B. SARAN
1. Lahan
tetap mempertahankan mutu pelayanan serta meningkatkan proses pelayanan.
2. Perawat
Kepada perawat baik itu mahasiswa atau perawat lahan untuk harus lebih sabar dan
telaten dalam membina hubungnan saling percaya serta penerapan komunikasi
teraupetik dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa kepada klien, agar dapat
meningkatkan mutu pelayaanan dan derajat kesehatan di Indonesia.

24
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.


Dermawan, D. & Rusdi. (2011). Keperawatan jiwa: konsep dan kerangka kerja asuhan
keperawatan jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Depkes. (2000). Keperawatan Jiwa : Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Depkes
RI.
Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Keperawatan dan Pelayanan Medik. Departement
Kesehatan. 2007.
Farida Kusumawati dan Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Keliat. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa : edisi 2. Jakarta: EGC.
Nurjannah, Intansari. (2005). Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Prabowo, Eko. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuhamedika.
Sundeen & Stuart. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC.
Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM.

25

Anda mungkin juga menyukai