Anda di halaman 1dari 13

PROSEDUR PENERAPAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU

(Karya Ilmiah Teknologi Pengendalian Terpadu Hama Dan penyakit


Tumbuhan)

Oleh:

Nama : Sannah
Nim : E1A214180

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2017
2

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI .................................................................................................. i

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1


Latar Belakang ........................................................................................ 1
Rumusan masalah ................................................................................... 2
Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN .............................................................................. 3

BAB III. PENUTUP ...................................................................................... 9

Kesimpulan ............................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan

rahmat dan karunianya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas

karya ilmiah Mata Kuliah Pengelolaan Hama Terpadu. Tidak lupa saya ucapkan

terimakasih kepada dosen yang telah membimbing saya agar dapat mengerti

tentang bagaimana cara menyusun karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun agar

pembaca dapat memperluas ilmu tentang Prosedur Penerapan Pengelolaan Hama

Terpadu.

Semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya

pada diri saya sendiri dan semoga dapat memberikan wawasan yang lebih luas

kepada pembaca. Saya menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih

banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

sifatnya membangun sangat diharapkan dari semua pihak agar tercapainya

kesempurnaan Karya Ilmiah ini.

Akhir kata saya berharap semoga karya ilmiah ini tentang Prosedur
Penerapan Pengendalian Hama Terpadu dapat memberikan manfaat terhadap
pembaca.

Banjarbaru, Mei 2017

Penyusun
4

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang


peranan penting dari seluruh perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan
dari banyaknya penduduk dan tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor
pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian (Mubyarto, 1994)
Dari beberapa sub sektor yang ada, pertumbuhan sub sektor pertanian
tanaman pangan paling kecil yaitu sekitar 2,10% per tahun. Selain karena faktor
alam seperti iklim dan cuaca, kekeringan, serangan hama dan penyakit serius,
dengan sistem manajemen seperti yang ada sekarang, sektor pertanian mengalami
gejala kejenuhan. Artinya, sektor pertanian sedang mengalami gejala penerimaan
output yang semakin berkurang (diminishing returns) karena produktifitas faktor
produksi pertanian semakin menurun (Arifin, 2001 ).
Penyuluhan pertanian merupakan pendidikan nonformal bagi petani
beserta keluarganya agar mereka mau dan mampu untuk meningkatkan
kersejahteraan mereka. Sebagai pendidikan nonformal, penyuluhan pertanian
mempunyai potensi yang besar untuk memperluas jangkauan pendidikan bagi
masyarakat pedesaan karena pendidikan nonformal yang ada pada waktu yang
sama yang dapat meningkatkan produktivitas serta kualitas usahatani dalam
meningkatkan standard hidup mereka (Suhardiyono, 1992).
Indonesia juga mengalami dampak negatif karena penggunaan pestisida
yang sangat berlebihan dalam program intensifikasi massal, mendorong para
pakarnya untuk mengkaji ulang dan mencari alternatif jawaban yang lebih baik
dalam mengatasi masalah-masalah hama padi tanaman. Konsep yang paling tepat
ialah PHT (Pengendalian Hama Terpadu) itu yang penerapannya disesuaikan
dengan kondisi lingkungan dan sosial budaya setempat (Oka, 1993).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) diartikan sebagai suatu strategi
pengendalian hama dengan memadukan berbagai taktik pengendalian yang
terpilih dan sesuai dengan memperhatikan segi ekonomis, sosial dan ekologi yang
menitik beratkan faktor mortalitas alam sebagai populasi hama tetap berada pada
tingkat yang secara ekonomik tidak merugikan (Rukmana dkk, 1997).
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu terbukti berhasil dalam
menurunkan biaya pestisida, meningkatkan hasil panen dan membuat pertanian
lebih berkelanjutan sehingga Departemen Pertanian RI sekarang menerapkan
pendekatan serupa pada berbagai masalah lain. Keberhasilan hanya akan tercapai
melalui pelatihan kembali seluruh staf yang sebelumnya menggunakan
pendekatan dari atas ke bawah (Van den Ban dan Hawkins, 1999).

1.2 Rumusan Masalah

1. Mengapa Harus Menerapkan Pengendalian Hama Terpadu ?


2. Apa Unsur-unsur Dasar Dan Komponen Pengendalian Hama Terpadu ?
3. Bagaimana Konsep Pengendalian Hama Terpadu ?
4. Apa Saja Prinsip Penerapan Pengendalian Hama Terpadu ?

1.3 Tujuan
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan membahas dan mengetahui tentang
prosedur penerapan pengendalian hama terpadu.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Menerapkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)


Ada banyak faktor yang mendorong untuk menerapkan PHT secara
nasionak terutama dalam rangka program pembangunan nasional berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan. Berikut beberapa faktor yang mengharuskan kita
untuk menerapkan pengendalian hama terpadu di Indonesia untuk semua jenis
komoditas pertanian.
1. Kegagalan pemberantasan hama konvensional
a) Munculnya ketahanan hama terhadap insektisida
Karena hama terus-menerus mendapat tekanan oleh pestisida maka
melalui proses seleksi alam spesies hama mampu membentuk strain yang lebih
tahan terhadap pestisida tertentu yang sering digunakan oleh petani. Saat ini telah
diketahui lebih dari 500 spesies serangga terutama serangan hama yang telah
resisten terhadap berbagai jenis atau kelompok insektisida.
b) Timbulnya resurjensi hama
Dampak insektisida yang dirasakan oleh petani adalah timbulnya
resurjensi hama atau peristiwa meningkatnya populasi hama setelah hama
tersebut memperoleh perlakuan insektisida tertentu. Apabila pada peristiwa
resisteni hama menjadi lebih tahan terhadap pestisida sehingga sulit untuk
dimusnahkan, tetapi pada peristiwa resurjensi justru populasi hama tersebut
semakin meningkat setelah memperoleh penyemprotan pestisida.
c) Letusan hama kedua
Dampak insektisida yang ketiga adalah timbul letusan hama kedua.
Setelah perlakuan insektisida tertentu secara intensif ternyata hama sasaran utama
memang dapat terkendali, tetapi kemudian muncul dan berperan menjadi ama
utama adalah jenis hama lain yang sebelumnya masih dianggap tidak
membahayakan.
2. Kesadaran akan kualitas lingkungan hidup
Meskipun program pembangunan telah menunjukkan hasilnya dalam
meningkatkan pendapatan nasional dan kesejahteraan masyarakat, namun karena
keterbatasan daya dukung lingkungan maka kegiatan berbagai program
pembangunan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Salah satu
dampak negatif yang berbahaya adalah tersebarnya banyak bahan jenis pencemar
di lingkungan hidup kita baik di dalam tanah, air, udara dan dimana saja sehingga
kualitas lingkungan semakin menurun. Kesadaraan akan perlunya kualitas
lingkungan hidup yan tinggi dari masyarakat, pemerintah dan masyarakat dunia
ini yang mendorong dan mengharuskan untuk segara menerapkan PHT karena
dengan PHT penggunaan pestisida dapat ditekan sekecil-kecilnya.
3. Kebijakan Pemerintah
Pemerintah telah menetapkan PHT sebagai kebijakan dasar bagi setiap
program perlindungan tanaman. Kebijakan ini telah merupakan program
pemerintah sejak Pelita III sampai sekarang. Dasar hukum penerapan PHT dan
pengembangan PHT di Indonesia adalah Intruksi Presiden No.3 tahun 1986 dan
Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya tanaman.

2.2 Unsur-unsur Dasar Komponen Pengendalian Hama Terpadu (PHT)


Watson et.al (1975) membedakan adanya dua kelompok pengetahuan dan
informasi yang perlu diketahui dan dikembangkan. Dua kelompok tersebut
adalah:
1. Unsur-unsur dasar PHT
a. Pengendalian alami
b. Pengambilan sampel
c. Aras ekonomik
d. Ekologi dan Biologi
2. Komponen PHT
a. Pengendalian kultur teknis
b. Pengendalian hayati
c. Pengendalian kimiawi
d. Pengendalian dengan varietas tahan
e. pengendalian fisik dan mekanik
f. Pengendalian dengan peraturan
Untuk mencapai sasaran PHT yaitu menekan populasi hama atau
kerusakannya tetap pada aras yang tidak merugikan perlu digunakan perpaduan
komponen-komponen PHT tersebut secara kompatibel. Hal ini berarti bahwa satu
8

komponen harus dapat mendukung komponen lainnya, sehingga akhirnya


diperoleh hasil pengelolaan yang optimal sesuai dengan sasaran PHT.

2.3 Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT)


Konsep PHT berkembang dan diterapkan sampai saat ini oleh karena
dilandasi beberapa prinsip dasar sebagai berikut :
1. Pemahaman sifat dinamika ekosistem pertanian
Usaha pengendalian hama adalah salah satu usaha dari proses produksi
pertanian guna memperoleh hasil semaksimal mungkin dari lahan pertanian bagi
kepentingan petani dan masyarakat luas. Sedangkan proses produksi tanaman
meliputi berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan pertanian atau agro-ekosistem
yang dutujukan untuk pencapaian sasaran produktivitas tertentu. Jadi PHT
merupakan kegiatan integral dari pengelolaan agro-ekosistem, bahkan ada ahli
yang mendefinisikan bahwa PHT adalah pengelolaan agro-ekositem. Oleh Karena
itu agar diperoleh hasil pengendalian hama yang baik diperlukan pemahaman
tentang sifat agro-ekositem yang sedang dikelola.
2. Analisis biaya-manfaat pengendalian hama
Dalam pengembangan masyarakat dalam era pembangunan nasional saat
ini tentunya tepat kalau kita anggap bahwa setiap petani dalam mengelola lahan
pertaniannya ingin memperoleh keuntungan setinggi-tingginya. Dalam keadaan
akstrim pun petani subsisten dalam usaha taninta tetap akan memperhatikan
antara biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diterima meskipun mungkin
perhitungannya tidak dengan menggunakan uang. Biaya yang dikeluarkan dalam
pengendalian hama merupakan total uang yang dikeluarkan untuk membeli
pestisida, varietas tahan lama, untuk menyewa alat pengendalian dan membayar
tenaga pengendali hama. Manfaat yang diperoleh dari usaha pengendalian hama
berupa nilai manfaat dan baiay pengendalian hama secara kasar dianggap sebagai
keuntungan dari usaha pengendalian hama.
3. Toleransi tanaman terhadap kerusakan
Semua tanaman tentu memiliki tingkat toleransi tertentu terhadap adanya
kerusakan, baik yang disebabkan serangan hama atau oleh penyebab lainnya, hal
itu bahwa adanya tingkat kerusakan tersebut tidak mempengaruhi penghasilan
petani. Oleh karena itu adanya populasi hama tertentu pada tanaman yang
diusahakan mungkin tidak akan mengakibatkan kerugian apapun. Perhatian untuk
adanya pengendalian, baru dilakukan apabila populasi hama atau kerusakan
tanaman telah melampaui ambang toleransi tanaman.
4. Budidaya tanaman yang sehat
Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian yang penting
dalam program pengendalian hama. Tanaman yang sehat tentunya akan lebih
dapat bertahan terhadap serangan hama bila dibandingkan dengan tanaman
lemah. Juga tanaman yang sehat akan lebih cepat mengatasi kerusakan yang
terjadi akibat serangan hama dengan mempercepat pembentukan anakan proses
penyembuhan fisiologis lainnya.
Oleh karena itu setiap usaha budidaya tanaman sejak pemilihan varietas,
pengelolaan tanah, penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman sampai
penanganan pasca panen perlu diperhatikan sehingga dapat diperoleh keadaan
pertanaman yang sehat dan kuat serta produktif. Semua kegiatan bercocok tanam
yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama perlu
diterapkan, sedangkan sebaliknya apabila ada tindakan yang dapat memperlemah
keadaan tanaman atau meningkatkan kepekaan tanaman dihindarkan.

2.4 Prinsip Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)


PHT memadukan berbagai metode pengelolaan agro-ekositem dalam
perpaduan yang paling efektif dalam mencapai stabilitas produksi yang tinggi,
peningkatan penghasilan petani, mempertahankan populasi hama dalam keadaan
yang tidak merugikan serta mengurangi kerugian seminimal mungkin bagi
kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Untuk menyederhanakan beberapa
prinsip PHT agar mudah dipahami oleh petani program nasional PHT
mengangkat 4 prinsip penerapan PHT ditingkat petani, yaitu :
1. Pelestarian dan pembudidayaan fungsi musuh alami
10

Sebagai komponen ekosistem yang sangat menentukan keseimbangan


populasi hama, musuh alami perlu diberi kesempatan, peluang dan suasana untuk
berfungsi secara maksimal. PHT menekankan pada bekerjanya musuh alami yang
secara alami organisme tersebut mampu menekan populasi hama dalam aras
keseimbangan populasi yang aman bagi kita. Berbagai upaya untuk lebih
memfungsikan musuh alami harus dilakukan termasuk bercocok tanam dan
pengendalian hayati. Tindakan-tindakan yang dapat mengurangi berfungsinya
musuh alami seperti penggunaan pestisida berspektrum lebar sedapat mungkin
perlu dihindarkan.
2. Pengamatan lahan secara mingguan
Masalah hama timbul karena terjadinya perubahan pada ekosistem pertanian
yang dibawa oleh perubahan cuaca. Perubahan populasi pengendali alami dan
perubahan yang diakibatkan oleh kegiatan budidaya tanaman. Dinamika ekositem
pada umumnya dan dinamika populasi hama dan kegiatan pengamatan. Agar
informasi yang terkumpul tidak terlambat bagi adanya pengambilan keputusan
pengendalian maka fruekuensi pengamatan ditentukan satu minggu. Setiap
minggu sekali petani harus mengamati lahannya, mengadakan analisis terhadap
hasil pengamatan dan kemudian mengambil keputusan tentang tindakan yang
perlu dilakukan.
3. Petani menjadi ahli PHT di lahan sawahnya
Pada dasarnya petani adalah penanggungjawab, pengelola dan penentu
keputusan dilahan sawahnya sendiri. Petugas pemerintah dan orang-orang lain
merupakan narasumber, pemberi informasi dan pemandu petani apabila
diperlukan. PHT sifatnya lentur dan dinamik dalam penerapnnya di lapangan
maka petani harus dilatih untuk menjadi ahli PHT.
4. Sekolah lapangan PHT
Sekolah lapangan PHT adalah salah satu model percontohan latihan petani
secara besar-besaran. Tujuan sekolah lapangan PHT (SLPHT) adalah untu mlatih
petani sehingga menjadi ahli lapangan PHT sehingga mampu menerapkan prinsip
PhT, sekurang-kurangya dilingkungan sawahnya sendiri. Untuk menghasilkan
seorang petani yang ahli dalam PHT, keterampilan dasar yang perlu didapatkan
dari (SLPHT) adalah :
a. Pengendalian musuh alami, hama dan pola penyerangannya, kemampuan
mengidentifikasikan musuh alami, hama maupun pola penyerangannya
dapat dipelajari melalui analisis ekosistem.
b. pengambilan keputusan, berdasarkan analisis yang disusun petani dapat
mengambil keputusan yang terbaik dalam pengendalian hama, sehingga
modal yang ditanamkan disawahnya dapat diefisienkan penggunaannya.
12

BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pengendalian hama Terpadu (PHT) merupakan upaya manusia untuk
mengusir, menghindarkan dan membunuh secara langsung maupun tidak
langsung terhadap spesies hama. Pengendalian hama tidak bermaksud
memusnahkan spesies hama, melainkan hanya menekan sampai pada tingkat
tertentu saja sehingga secara ekonomi dan ekologi dapat dipertanggungjawabkan.
Implementasi PHT memerlukan dukungan dari berbagai pihak termasuk
petani, peniliti, pemerhati lingkungan, penentu kebijakan dan bahkan politisi.
Pengamatan dilakukan oleh petani terhadap keadaan dan populasi organisme
pengganggu tanaman (OPT) sehingga petani dapat memutuskan dengan tepat
kapan dalam penggunaan pestisida atau bahan perlindungan tanaman. Karena
prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) adalah hama tidak dimusnahkan tetapi
diusahakan agar selalu dibawah ambang batas ekonomi. Menerapkan PHT sesuai
dengan Prosedur akan dapat meningkatkan hasil panen dan membuat pertanian
lebih berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Ali., 2001. Membaca saham. Edisi Pertama. Andi Offset. Yogyakarta.

Mubyarto, 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Pustaka LP3ES. Jakarta.

Oka, I. N. 1993. Epidemiologi Penyakit Tanaman Pengantar. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta. Hal 92.

Rahmat Rukmana. 1997. Usaha Tani jagung. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Suhardiyono, L., 1992. Petunjuk bagi Penyuluhan Pertanian. Erlangga. Jakarta.

Van Den Ban. A. W. dan H. S. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius.


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai