Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
oleh:
Fikri Nur Latifatul Qolbi, S. Kep.
NIM 132311101011
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN BATU BULI
Pada saat kosong, buli-buli terdapat di belakang simpisis pubis dan pada saat penuh
berada pada atas simpisis pubis sehingga dapat dipalpasi atau di perkusi. Buli-buli yang
terasa penuh memberikan rangsangan pada saraf afferen dan menyebabkan aktivasi miksi di
medulla spinalis segmen sacral S 2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor,
terbukanya leher buli-buli dan relaksasi spingter uretra sehingga terjadilah proses miksi
(Purnomo, 2011).
4. Definisi
Batu buli-buli disebut juga batu vesica, vesical calculi, vesical stone, bladder stone.
Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah masa yang berbentuk kristal yang terbentuk atas
material mineral dan protein yang terdapat pada urin. Batu saluran kemih pada dasarnya
dapat terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih banyak pada saluran penampung terakhir.
Pada orang dewasa batu saluran kencing banyak mengenai sistem bagian atas (ginjal,
pyelum) sedang pada anak- anak sering pada sistem bagian bawah (buli-buli). Di negara
berkembang batu buli-buli terbanyak ditemukan pada anak laki-laki pre pubertas. Komponen
yang terbanyak penyusun batu buli-buli adalah garam calsium. Pada awalnya
merupakan bentuk yang sebesar biji padi tetapi kemudian dapat berkembang menjadi ukuran
yang lebih besar. Kadangkala juga merupakan batu yang mulitipel (De Jong, 2004; Sudoyo et
al, 2006).
5. Etiologi
Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu buli- buli yaitu
faktor instrinsik yang terdiri dari herediter (keturunan) penyakit ini diduga diturunkan dari
orang tuanya, umur, serta jenis kelamin, jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari
keadaan geografi, iklim, temperatur, asupan air, diet, dan pekerjaan. Geografi, kebanyakan
didaerah pegunungan, padang pasir, dan daerah tropis. Iklim, individu yang menetap di
daerah beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung
mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3 (memicu peningkatan ekskresi
kalsium dan oksalat) sehingga insiden batu saluran kemih akan meningkat. Asupan air,
kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih. Diet, obat sitostatik untuk penderita kanker juga
memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat meningkatkan
asam urat dalam tubuh, diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih. Dan pekerjaan, penyakit ini sering dijumpai pada orang
yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitasnya (De Jong, 2004; Sudoyo et al,
2006).
Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan
miksi atau terdapat benda asing di buli-buli yang aktivitasnya sebagai inti batu. Gangguan
miksi terjadi pada pasien-pasien hiperplasia prostat, striktura uretra, divertikel buli-buli dan
buli-buli neurogenik. Pada suatu studi dilaporkan pada pasien dengan cidera spinal dimana
ia mempunyai kelainan neurogenik blader dalam delapan tahun, 36%nya berkembang
menjadi batu buli-buli. Benda asing tersebut dibedakan menjadi iatrogenic dan non
iatrogenik. Benda iatrogenic terdiri dari bekas jahitan, balon folley kateter yang pecah,
kalsifikasi yang disebabkan karena iritasi balon kateter, staples, uretral stens,
peralatan kontrasepsi, prostetik uretral stents. Noniatrogenik disebabkan adanya benda yang
terkandung pada buli-buli seusai pasien rekreasi atau alasan yang lain. Selain itu batu buli-
buli dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli yang banyak
dijumpai pada anak-anak yang menderita kurang gizi atau yang sering menderita dehidrasi
atau diare. Infeksi pada saluran kemih akan mempercepat timbulnya batu. Inflamasi pada
buli-buli dapat disebabkan karena hal sekunder misalnya sinar radiasi atau infeksi
shiztomiasis yang juga merupakan predisposisi batu buli-buli. Gangguan metabolik juga
merupakan faktor predisposisi terjadi pembentukan batu. Pada pasien ini batu umumnya
terbentuk dari bahan calsium dan struvit. Pada pasien yang mempunya predisposisi
dilakukan evaluasi ada tidaknya hal yang memicu statisnya urin, misalnya BPH. Pada
perempuan yang memakai celana ketat, dan cystocele (De Jong, 2004; Sudoyo et al, 2006).
6. Patofisiologi
Pada umumnya batu buli-buli terbentuk dalam buli-buli, tetapi pada beberapa kasus
batu buli terbentuk di ginjal lalu turun menuju buli-buli, kemudian terjadi penambahan
deposisi batu untuk berkembang menjadi besar. Batu buli yang turun dari ginjal pada
umumnya berukuran kecil sehingga dapat melalui ureter dan dapat dikeluarkan spontan
melalui uretra (De Jong, 2004; Sudoyo et al, 2006).
7. Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau kalsium
fosfat, asam urat, magnesium ammonium fosfat, xanthin, sistein, silikat dan senyawa
lainnya. Data mengenai kandungan atau komposisi batu sangat penting untuk pencegahan
timbulnya batu yang residif. Berikut ini adalah jenis batu saluran kemih meliputi (De Jong,
2004; Sudoyo et al, 2006; Basler, 2007):
a. Batu Kalsium
Batu ini merupakan batu yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 70- 80% dari
seluruh batu saluran kemih. Adapun kandungannya adalah kalsium oksalat, kalsium
fosfat atau campuran keduanya. Faktor terjadinya batu oksalat adalah sebagi berikut:
1) Hiperkalsiuri merupakan kenaikan kadar kalsium dalam urin yang melebihi 250-
Gambar 3. BOF
b. Cystogram/ intravenous pyelografi
Jika pada pemeriksaan secara klinik dan foto KUB tidak dapat menunjukkan
adanya batu, maka langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan IVP. Adanya batu
akan ditunjukkan dengan adanya filling defek.
Gambar 3. BOF
c. Ultrasonografi (USG)
Batu buli akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif untuk melihat batu
yang radiopaque atau radiolucent.
Gambar 5. USG
d. CT Scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang nyeri
perut, massa di pelvis, suspect abses, dan menunjukkan adanya batu buli- buli
yang tidak dapat ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat sebagian batu yang
keruh.
Gambar 6. CT Scan
e. MRI
Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lubang hitam yang semestinya
tidak ada pada buli yang seharusnya terisi penuh, ini diassosiasikan sebagai batu.
Gambar 7. MRI
f. Sitoskopi
Pada pemeriksaan ini dokter akan memasukkan semacam alat endoskopi
melalui uretra yang ada pada penis, kemudian masuk kedalam blader
g. Terapi pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang kejut
atau bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian kita harus memerlukan
suatu indikasi. Misalnya apabila batu kandung kemih selalu menyebabkan
gangguan miksi yang hebat sehingga perlu diadakan tindakan pengeluarannya.
Litotriptor hanya mampu memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm kebawah.
Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan batu kejut atau sistolitotomi (De
Jong, 2004; Sudoyo et al, 2006).
1) Transurethral Cystolitholapaxy: tehnik ini dilakukan setelah adanya batu
ditunjukkan dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk membuat
nya menjadi fragmen yang akan dipindahkan dari dalam buli dengan alat
sistoskopi. Energi yang digunakan dapat berupa energi mekanik
(pneumatic jack hummer), ultrasonic dan elektrohidraulik dan laser (De
Jong, 2004; Sudoyo et al, 2006).
2) Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy: tehnik ini selain digunakan untuk
dewasa juga digunakan untuk anak- anak, tehnik percutaneus
menggunakan endoskopi untuk membuat fragmen batu lebih cepat hancur
lalu dievakuasi.sering tehnik ini digunalan bersama tehnik yang pertama
dengan tujuan stabilisasi batu dan mencegah irigasi yang ditimbulkan
oleh debris pada batu (De Jong, 2004; Sudoyo et al, 2006)
3) Suprapubic Cystostomy: tehnik ini digunakan untuk memindah batu
dengan ukuran besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan
diverculotomy. Pengambilkan prostate secara terbuka diindikasikan jika
beratnya kira- kira 80-100gr. Keuntungan tehnik ini adalah cepat,
lebih mudah untuk memindahkan batu dalam jumlah banyak,
memindah batu yang melekat pada mukosa buli dan kemampuannya
untuk memindah batu yang besar dengan sisi kasar. Tetapi kerugian
penggunaan tehnik ini adalah pasien merasa nyeri post operasi, lebih lama
dirawat di rumah sakit, lebih lama menggunakan kateter (De Jong, 2004;
Sudoyo et al, 2006).
C. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada seseorang dengan batu buli adalah
sebagai berikut:
1. Hidronefrosis
pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan ginjal, sehingga ginjal menyerupai
sebuah kantong yang berisi kemih, kondisi ini terjadi karena tekanan dan aliran balik
ureter dan urine ke ginjal akibat kandung kemih tidak mampu lagi menampung urine.
Sementara urine terus-menerus bertambah dan tidak bisa dikeluarkan. Bila hal ini terjadi
maka, akan timbul nyeri pinggang, teraba benjolan basar didaerah ginjal dan secara
progresif dapat terjadi gagal ginjal.
2. Uremia
peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan ginjal menyaring hasil
metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala mual muntah, sakit kepala, penglihatan
kabur, kejang, koma, nafas dan keringat berbau urin.
3. Pyelonefritis
Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik secara assenden ke
ginjal dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka akan timbul panas yang tinggi
disertai mengigil, sakit pinggang, disuria, poliuria, dan nyeri ketok kosta vertebra
4. Gagal ginjal akut hingga kronis
G
Klasifikasi Gagal Ginjal
Pada kasus gagal ginjal akut kondisi ginjal dapat dipulihkan kembali, hal ini
berbeda dengan kasus pada gagal ginjal kronik. Pada gagal ginjal kronik penderita
hanya dapat berusaha menghambat laju tingkat kegagalan fungsi ginjal tersebut, agar
tidak menjadi gagal ginjal terminal, suatu kondisi dimana ginjal sudah hampir tidak
dapat berfungsi lagi. Kondisi ini berlangsung secara perlahan dan sifatnya menahun,
dengan sedikit gejala pada awalnya, bahkan lebih sering penderita tidak merasakan
adanya gejala
Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut adalah sindroma yang ditandai oleh penurunan laju
filtrasi glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang
mengakibatkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen, seperti ureum dan
kreatinin.
Terdapat tiga kondisi yang dapat menyebabkan GGA:
a. GGA Prarenal
GGA prarenal diakibatkan oleh hipoperfusi ginjal (dehidrasi,
perdarahan, penurunan curah jantung, dan hipotensi oleh sebab lain)
b. GGA Renal
GGA renal diakibatkan kerusakan akut parenkim ginjal (obat, zat
kimia/toksin, iskemia ginjal, dan penyakit glomerular)
c. GGA Pascarenal
GGA pascarenal diakibatkan obstruksi akut traktus urinarius (batu
saluran kemih, hipertrofi prostat, keganasan ginekologis), ureter
terjahit.
Fase gagal ginjal akut adalah anuria (produksi urine <100 ml/24 jam,
oliguria
(produksi urine <400 ml/24 jam), poliuria (produksi urine >3500 ml/24
jam)
Pada kasus penderita gagal ginjal akut (GGA), ginjal akan berfungsi normal
kembali bila penyebabnya dapat diatasi, sehingga pengeluaran urin kembali
normal, dengan demikian keadaan fisik secara menyeluruh dapat pulih.
BATU BULI
Stasis aliran
Hambatan RETENSI urin Iritasi mukosa Diskontinuitas
saluran urin URIN bladder jaringan lokal
peluang infeksi
Perubahan Kerusakan NYERI AKUT
Refluk urin bakteri meningkat
volume urin pembuluh darah
RISIKO
GANGGUAN hidroureter
INFEKSI Hematuria
ELIMINASI
URIN Produksi
Urin refluk Perdarahan Hb/nutrisi Suplai nutrisi
kegagalan ginjal ke pelvis berlebih menurun dalam darah
membuang limbah menurun
metabolik
Penekanan pada Oksihemoglobin
RISIKO
medula ginjal menurun KETIDAKSEIMB
SYOK
Sindrom ANGAN
uremia Suplai O2 NUTRISI:
Gangguan Penurunan
kasar KURANG DARI
fungsi ginjal eritropoetin
menurun KEBUTUHAN
urea keluar
TUBUH
bersama
Kerusakan sel- Produksi eritrosit
keringat
sel ginjal menurun ketidakseimbangan
suplai dan
Bekuan kebutuhan oksigen
GAGAL anemia
uremik pada
kulit GINJAL KETIDAK
Produksi Hb EFEKTIFAN
Bersifat PERFUSI
pruritus menurun
toksik bagi JARINGAN
tubuh PERIFER
KERUSAKAN Mudah lelah, letih
INTEGRITAS , lesu, pucat
Ureum bertemu
KULIT
dg HCl di
lambung Penurunan
aktivitas
MUAL
INTOLERANSI
AKTIVITAS
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
a. Data demografi
Secara otomatis, tidak ada faktor jenis kelamin dan usia yang
signifikan dalam proses pembentukan batu. Namun, angka kejadian
urolgitiasis dilapangan sering kali terjadi pada laki-laki dan pada masa
usia dewasa. Hal ini dimungkinkan karena pola hidup, aktifitas, dan
geografis. (Prabowo E, dan Pranata, 2014
b. Riwayat penyakit klien
Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri
pada saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada
lokasi dan besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat
juga mengalami gangguan gastrointestinal dan perubahan. (Dinda,
2011
c. Keadaan umum
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa
kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak
batu dan penyulit yang ditimbulkan. Terjadi nyeri/kolik renal klien
dapat juga mengalami gangguan gastrointestinal dan perubahan.
d. Tanda-tanda vital
Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan
darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20
kali/menit, suhu 36,2 C, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) 29,3 kg/m2.
Pada pemeriksaan palpasi regio flank sinistra didapatkan tanda
ballotement (+) dan pada perkusi nyeri ketok costovertebrae angle
sinistra (+)
e. Pengkajian Pola
1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Kaji tentang Riwayat penyakit ginjal akut dan kronik, riwayat
infeksi saluran kemih, pajanan lingkungan terhadap zat-zat kimia,
keturunan, alkoholik, merokok, tipe dan jumlah persalinan untuk
klien wanita
2) Pola nutrisi metabolic
Kaji tentang mual muntah, demam, diet tinggi purin oksalat atau
fosfat, Kebiasaan mengkonsumsi air minum, distensi abdominal,
penurunan bising usus, alkoholik
3) Pola eliminasi
Perubahan pola eliminasi: urin pekat, penurunan output, adanya
hematuria, rasa terbakar dan dorongan berkemih, riwayat
obstruksi, penurunan hantaran urin
4) Pola aktivitas dan latihan
Kaji tentang perkejaan, pola aktivitasnya, keterbatasan aktivitas,
gaya hidup olahraga, gangguan tidur
5) Pola tidur dan istirahat
Gangguan tidur akibat rasa nyeri., demam dan menggigil
6) Pola persepsi kognitif
Nyeri: nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan
posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada
palpasi, pengetahuan tentang terjadinya pembentukan batu,
penanganan tanda dan gejala yang muncul
7) Pola reproduksi dan seksual
Keluhan dalam aktivitas seksual sehubungan dengan adanya nyeri
pada saluran kemih
8) Pola persepsi dan konsep diri
Perubahan gaya hidup karena penyakit
9) Pola mekanisme copying dan toleransi terhadap stress
Adakah pasien tampak cemas, bagaimana klien mengatasi
masalah yang muncul.
f. Pemeriksaan fisik per-sistem
1) Sistem persyarafan, tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara, compos
mentis.
2) Sistem penglihatan, termasuk penglihatan pupil isokor, dengan
reflex cahaya (+)
3) Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan
nafas. Atau tidak mengeluh batuk atau sesak. Tidak ada riwayat
bronchitis, TB, asma, empisema, pneumonia
4) Sistem pendengaran, tidak ditemukan gangguan pada sistem
pendengaran
5) Sistem pencernaan, Mulut dan tenggorokan: Fungsi mengunyah
dan menelan baik, Bising usus normal
6) Sistem abdomen, adanya nyeri tekan abdomen, teraba massa
keras atau batu, nyeri ketok pada pinggang.
7) Sistem reproduksi tidak ada masalah atau gangguan pada sistem
reproduksi.
8) Sistem kardiovaskuler, tidak ditemukan gangguan pada sistem
kardiovaskular.
9) Sistem integumen, hangat, kemerahan, atau pucat.
10) Sistem muskuluskletal, mengalami intoleransi aktivitas dan
hambatan mobilitas fiisk karena nyeri yang dirasakan yang
melakukan mobilitas fisik tertentu.
11) Sistem perkemihan, adanya oliguria, disuria, gross hematuria,
menjadi ciri khas dari urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok
pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/ urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok pada
pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu
(uretrolithiasis). nilai frekuensi buang air kecil dan jumlahnya,
Gangguan pola berkemih. (Prabowo E, dan Pranata, 2014).
g. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap,
kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat), dan urin lengkap.
Hasilnya ditemukan peningkatan kadar leukosit 11.700/l
(normalnya: 5000- 10.000/l); kimia darah tidak ditemukan
peningkatan kadar ureum, kreatinin, maupun asam urat; urin
lengkap ditemukan warna keruh, epitel (+), sedimen (+),
peningkatan kadar eritrosit 5-7/LPB (normalnya: 0-1/LPB),
leukosit 10-11/LPB (0-5/LPB).
a
G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yangs ering muncul pada kasus dengan batu buli
adalah sebagai berikut:
1. B1 (Breathing)
-
2. B2 (Blood)
a. Intoleransi aktivitas
b. Risiko syok
c. Risiko infeksi
3. B3 (Brain)
a. Nyeri akut
4. B4 (Bladder)
a. Retensi urin
b. Gangguan eliminasi urin
c. Kerusakan integritas kulit
5. B5 (Bowel)
a. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
b. Mual
6. B6 (Bone)
-
H. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut
No.Dx Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual ataupun potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan (Internasional Assosiation fot the Study
of Pain; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi.
1 2 3 4 5
Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5
210224 Mengerinyit
1400 Manajeme 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onsert/durasi, Membantu pasien untuk
n nyeri frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya dan faktor pencetus. mengenal nyeri dan
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada merek yang mengurangi nyerinya
tidak dapat berkomunikasi secara efektif dalam bentuk
3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemamtauan yang ketat nonfamakologis maupun
4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri farmakologis.
5. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya: tidur, nafsu
makan, performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan, tanggung jawab peran)
2. 6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan
dan antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur.
7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
8. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti: biofeeback, TENS, hypnosis, relaksasi,bimbingan
antisipatif, terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas, akupresur, aplikasi panas/dingin dan
pijatan)
9. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik dari dokter.
6482 Manajeme 1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan yang Memanipulasi lingkungan
n optimal. pasien untuk mendapatkan
lingkungan 2. Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk beristirahat kenyamanan yang optimal
: 3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
4. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
kenyaman
5. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan, seperti balutan lembab, posisi selang,
an
balutan yang tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang menggangggu.
6. Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan
Definisi: pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan dengan kerusakan
jaringan atau potensial. Atau digambarkan sebagai suatu kerusakan (Internasional
Nyeri Kronis Assosiation fot the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga (>3) bulan.
1 2 3 4 5
Gangguan
210102
penampilan peran
Gangguan
210108
konsentrasi
Gangguan dalam
210128
perasaan mengontrol
Gangguan
210113
pergerakan fisik
Gangguan pada
210129
aktifitas sehari-hari
Kehilangan nafsu
210115
makan
Gangguan
210117
elimminassi urin
1400 Manajeme 10. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onsert/durasi, Membantu pasien untuk
n nyeri frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya dan faktor pencetus. mengenal nyeri dan
11. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada merek mengurangi nyerinya dalam
yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif bentuk nonfamakologis
12. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemamtauan yang ketat maupun farmakologis.
13. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
14. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya: tidur,
nafsu makan, performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan, tanggung jawab peran)
15. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan
dan antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur.
16. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
17. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti: biofeeback, TENS, hypnosis, relaksasi,bimbingan
antisipatif, terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas, akupresur, aplikasi panas/dingin dan
pijatan)
18. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik dari dokter.
6482 Manajeme 7. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan yang Memanipulasi lingkungan
n optimal. pasien untuk mendapatkan
lingkungan 8. Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk beristirahat kenyamanan yang optimal
: 9. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
10. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
kenyaman
11. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan, seperti balutan lembab, posisi selang,
an
balutan yang tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang menggangggu.
12. Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan
1 2 3 4 5
110106 Keringat
110108 Tekstur
110109 Ketebalan
1720 Pengecekan 19. Periksa kulit dan selaput lender terkait dengan adanya kemerahan, kehangatan, ekstrim, Membantu klien
kulit edema, atau drainase mengumpulkan dan
20. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada ekstremitas menganalisis data klien
21. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet untuk menjaga kulit dan
22. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan kelembaban
integritas membrane
23. Monitor infeksi, terutama dari daerah edema
24. Dokumentasikan perubahan membrane mukosa mukosa
25. Ajarkan anggota keluarga/pemberu asuhan mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan
tepat
Tidak ada Terbatas Sedang Besar Sangat besar
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
3660 Perawatan 1. Angkat balutan dan plester perekat Membantu klien mencegah
luka 2. Cukur rambut disekitar daerah yang terkena, sesuai kebutuhan komplikasi luka dan
3. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau peningkatan penyembuhan
4. Ukur luas luka yang sesuai
luka
5. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun dengan tepat
6. Tepatkan area yang terkena pada air yang mengalir, dengan tepat
7. Berikan perawatan insisi pada luka, yang diperlukan
8. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi
9. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
10.Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase
11.Periksa luka setiap kali perubahan baluta
12.Bandingkan dan catat setiap perubahan luka
13.Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala infeksi
14.Dokumentasikan lokasi luka, ukuran, dan tampilan
DAFTAR PUSTAKA