PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Parkinson pertama kali diuraikan dalam sebuah monograf oleh James
Parkinson seorang dokter di London, Inggris, pada tahun 1817. Di dalam tulisannya,
James Parkinson mengatakan bahwa penyakit (yang akhirnya dinamakan sesuai
dengan namanya) tersebut memiliki karakteristik yang khas yakni tremor, kekakuan
dan gangguan dalam cara berjalan (gait difficulty).
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan
wanita seimbang. 5 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya
muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun.
Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia
dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada
usia 85 89 tahun.1
Ada sekitar 500.000 di Amerika Serikat penderita parkinson. Di Indonesia
sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-
400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-
sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan
Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di
dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan
yang belum diketahui.
Beberapa orang ternama yang mengidap Penyakit Parkinson diantaranya
adalah Bajin (sasterawan terkenal China), Chen Jingrun (ahli matematik terkenal
China), Muhammad Ali (mantan peninju terkenal A.S.), Michael J FoxThe Michael J
Fox Foundation For Parkinsons Research (seorang bintang film Hollywood
terkenal).
Fakta yang menunjukkan data mengenai Penyakit Parkinson, hal yang
menarik adalah penyakit ini belum diketahui penyebabnya secara pasti dan hanya
mengacu pada prediksi faktor genetika dan lingkungan. Namun, pada perkembangan
terakhir mengenai penyakit ini, ada tendency bahwa penyakit ini deisebabkan oleh
kerusakan mitokondria, organel penghasil energi di dalam sel, yang menyebabkan
neuron di dalam substantia nigra otak mati atau tidak berfungsi. Studi dari Children
Hospital Boston sekarang menunjukkan bahwa mutasi genetik menyebabkan bentuk
herediter dari Penyakit Parkinson menyebabkan mitokondria bergerak acak keluar
dari sel, meninggalkan sel tanpa ada kemungkinan menghentikan mereka. Penemuan
ini muncul pada 11 November isu tentang sel, oleh sebab itu, pembahasan mengenai
parkinson ini sangat menarik juga karena pengembangan dari penelitian penyakit ini
selalu meningkat tiap tahunnya.
BAB II
PATOFISIOLOGI
A. Definisi
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat
dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron
dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi
intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies.
Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus
ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor
nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom. 2
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada
penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin. 2
1. Hipotesis radikal bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron
nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi
lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress
oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2. Hipotesis neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses
neurodegenerasi pada Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun
rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang
diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan
balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah
mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan
melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan
diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah
gerakan involunter. Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus,
putamen, palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus
rubra, lokus seruleus).
Secara sederhana , penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai
berikut :
1. Piramidal ; kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek superfisial
yang abnormal
2. Ekstrapiramidal : didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter
3. Serebelar : ataksia alaupun sensasi propioseptif normal sering disertai nistagmus
4. Neuromuskuler : kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang
menurun
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat ini belum diketahui
pasti. Namun teoritis diduga hal ini berhubungan dengan defisiensi serotonin,
dopamin dan noradrenalin.
Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuronyang meliputi
berbagai inti subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area ventral
tegmental, nukleus basalis, hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal,
locus cereleus, nucleus central pontine dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan
struktur ini bervariasi. Pada otopsi didapatkan kehilangan sel substansia nigra dan
lokus cereleus bervariasi antara 50% - 85%, sedangkan pada nukleus raphe dorsal
berkisar antara 0% - 45%, dan pada nukleus ganglia basalis antara 32 % - 87 %. Inti-
inti subkortikal ini merupakan sumber utama neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini
mengakibatkan berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai 75%),
putamen (berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%).
Norepinefrin berkurang 43% di lokus sereleus, 52% di substansia nigra, 68% di
hipotalamus posterior. Serotonin berkurang 40% di nukleus kaudatus dan
hipokampus, 40% di lobus frontalis dan 30% di lobus temporalis, serta 50% di
ganglia basalis. Selain itu juga terjadi pengurangan nuropeptid spesifik seperti met-
enkephalin, leu-enkephalin, substansi P dan bombesin.
Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan
neurofisiologik yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem
transmiter yang terlibat ini menengahi proses reward, mekanisme motivasi, dan
respons terhadap stres. Sistem dopamin berperan dalam
proses reward dan reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis bahwa
abnormalitas sistem neurotransmiter pada penyakit Parkinson akan mengurangi
keefektifan mekanisme reward dan menyebabkan anhedonia, kehilangan motivasi
dan apatis. Sedang Taylor menekankan pentingnya peranan sistem
dopaminforebrain dalam fungsi-fungsi tingkah laku terhadap pengharapan dan
antisipasi. Sistem ini berperan dalam motivasi dan dorongan untuk berbuat, sehingga
disfungsi ini akan mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan terhadap
lingkungan dengan berkurangnya keinginan melakukan aktivitas, menurunnya
perasaan kemampuan untuk mengontrol diri. Berkurangnya perasaan kemampuan
untuk mengontrol diri sendiri dapat bermanifestasi sebagai perasaan tidak berguna
dan kehilangan harga diri. Ketergantungan terhadap lingkungan dan ketidakmampuan
melakukan aktivitas akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa. Sistem
serotonergik berperan dalam regulasi suasana perasaan, regulasi bangun tidur,
aktivitas agresi dan seksual. Disfungsi sistem ini akan menyebabkan gangguan pola
tidur, kehilangan nafsu makan, berkurangnya libido, dan menurunnya kemampuan
konsentrasi. Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan
gambaran dari sindrom klasik depresi.2
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus
diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi,
prognosis dan penatalaksanaannya. 4
1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya
belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis,
sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin,
reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca
trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri,
hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran
penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson
(degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-
drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal(parkinsonismus juvenilis).
B. Tanda dan Gejala
Tanda Penting Perkinsonisme adalah rigiditas, tremor (khususnya saat istirahat),
akinesia atau bradikinesia, dan hilangnya refleks tubuh. Disfungsi ini bersifat kronik
dan progresif tetapi dengan berbagai variasi gejala antar pasien.
Rigiditas mungkin hanya terbatas pada satu kelompok otot dan terutama unilateral
atau dapat menyebar dan bilateral. Parkinsonisme menurunkan kekuatan dan
menurunkankecepatan otot, dan merupakan faktor utama dalam terjadinya deformitas
akibat sindrom ini. Gejala pasif yang melibatkan ekstrimitas atau trunkus mengalami
resistensi traffylike yang relatif stabil melalui kisaran gerakan. Parkinsonisme telah
dibandingkan dengan pipa saluran yang ditekuk sehingga kadang disebut rigiditas
pipa saluran. Catches sering timbul selama gerakan pasif, menyebabkan karakter
roda pedati atau rachetlikepada rigiditas yang disebut rigiditas roda pedati. Otot
fleksor maupun ekstensor berkontraksi kuat(tonus meningkat), mengindikasikan
adanya gangguan kontrol pada kelompok otot yang bersebrangan.
Jika rigiditas melibatkan trunkus, rigiditas itu bertanggungjawab terhadap gaya
berjalan dan masalah posisi tubuh akibat Parkinson. Pasien membungkuk ketika
mereka berdiri sehingga dagu maju jauh ke depan daripada ibu jarinya. Mereka
berjalan sambil menyeret kakinya terburu-buru, langkah yang semakin cepat bila
tersandung ke depan dan mencoba untuk cepat mengembalikan kaki mereka pada
keadaan semula (festinating gait).
Tremor akibat parkinsonisme timbul pada saat istirahat dan disebut tremor
istirahat. Ketika otot menegang untuk melakukan tindakan yang bertujuan, biasanya
tremor akan berhenti. (sekitar sepertiga pasien mengalami tremor yang hebat
bersamaan dengan tremor istirahat, namun seperti yang telah disebutkan, tremor
hebat biasanya berkaitan dengan disfungsi serebelum). Tremor yang melibatkan
tangan dijelaskan sebagai pill rolling dan mengakibatkan gerakan ritmis ibu jari
pertama dan kedua. Tremor adalah akibat dari kontraksi bergantian yang regular (4
hingga 6 siklus per detik) pada otot yang berlawanan. Tremor sepertinya akan
memburuk jika pasien lelah, di bawah tekanan emosi, atau terfokus pada tremor.
Dasar tremor tidak jelas. Degenerasi ganglia basalis menyebabkan hilangknya
pengaruh inhibitor dan menigkatkan timbal balik berbagai sirkuit yang berakibat
dalam osilasi. Tidak semua pasien memiliki tremor yang jelas. Bila pasien secara
tidak sengaja mengalami kecelakaan serebrovaskular (CVA, stroke) dan timbul
hemiplegia, tremor akan hilang pada bagian yang paralisis.
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga
tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam
pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin
mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran
masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu.
Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi
kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur. 3
Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil
suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang
berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya
gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.4
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini, berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi
cepat (marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.4
Sering pula terjadi bicara monoton karena bradikinesia dan rigiditas otot
pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-
kata yang monoton dengan volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat. 4
Demensia, adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan
deficit kognitif. Gangguan Behavioral, lambat-laun menjadi dependen ( tergantung
kepada orang lain ), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan
respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan
jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup, dan gejala lain yaitu kedua mata
berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya
(tanda Myerson positif)
Ada pula gejala non motorik
1. Disfungsi otonom
a. Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
b. Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
c. Pengeluaran urin yang banyak
d. Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, orgasme.
2. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
3. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
4. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
5. Gangguan sensasi,
a. kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan
warna,
b. penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan
penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
c. berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia
atau anosmia).
D. Mekanisme
Penyakit Parkinson merupakan gangguan neurodegeneratif kedua terbanyak,
setelah penyakit Alzheimer. Dikarakterisasi secara klinis oleh parkinsonisme (resting
tremor, bradikinesia, rigiditas, dan ketakstabilan postural) dan secara patologis
dengan kehilangan neuron pada substantia nigra, dan dimana saja yang berhubungan
dengan adanya deposit protein ubiquinated pada sitoplasma neuron (Lewy bodies)
dan inklusi pada proteinaseus seperti benang dalam neurit (Lewy neurites).
Kejadian penyakit Parkinson sekitar 0,5-1% pada orang usia 65-69 tahun,
meningkat 1-3% pada orang usia 80 tahun atau lebih. Diagnosa secara klinis,
meskipun gangguan lain dengan gejala menyolok dan tanda parkinsonisme,
seperti postencephalitis, drug-induced, dan parkinsonisme arteriosklerotik, dapat
rancu dengan penyakit Parkinson sampai diagnosa dipastikan dengan otopsi.
Komponen genetik pada penyakit Parkinson telah lama dibicarakan, karena
kebanyakan pasien memiliki penyakit sporadis dan penelitian awal pada orang
kembar memperlihatkan persamaan rata-rata rendah dari concordance pada kembar
monozigot dan dizigot. Pandangan bahwa genetik terlibat pada beberapa bentuk
penyakit Parkinson telah diperkuat, bagaimanapun, dengan penelitian bahwa kembar
monozigot dengan onset penyakit sebelum usia 50 tahun memiliki pembawa genetik
yang sangat tinggi, lebih tinggi dari kembar dizigot dengan penyakit early-onset.
Lebih jauh, tanpa memperhatikan usia onset, hal yang nyata terlihat antara kembar
monozigot dapat ditingkatkan secara signifikan jika uptake dopaminergik striatial
abnormal pada kembar tanpa gejala dari pasangan yang tidak harmonis, sebagai
pernyataan oleh tomografi emisi positron dengan fluorodopa F18, digunakan sebagai
tanda penyakit Parkinson presimtomatik.
Peningkatan risiko penyakit Parkinson juga dapat dilihat pada hubungan tingkat-
pertama pasien, biasanya ketika hasil tomografi emisi positron hubungan asimtomatik
diambil untuk dihitung, memenuhi bukti lebih lanjut dari adanya komponen genetik
terhadap penyakit. Bagaimanapun, keuntungan nyata muncul ketika sejumlah kecil
keluarga dengan early-onset, Lewy body penyakit Parkinson didomiasi oleh
faktor autosomal positif teridentifikasi. Penelitian pada keluarga ini, dari Mediterania
dan Jerman, mengarahkan identifikasi dari 2 mutasi missense (Ala53Thr dan
Ala30Pro) pada gen penyandi -synuclein, protein presinaps kecil yang tidak
diketahui fungsinya. Meskipun mutasi pada -synuclein terbukti jarang pada pasien
penyakit Parkinson, mereka telah memenuhi petunjuk pertama bahwa protein ini
dapat terlibat dalam rantai molekuler kejadian yang menyebabkan penyakit.
Pentingnya -synuclein telah ditingkatkan oleh penemuan bahwa Lewy-
bodies dan Lewy neurit yang ditemukan pada penyakit Parkinson pada umumnya
mengandung agregat -synuclein. Molekul protein -synuclein cenderung untuk
menjadi oligomer in vitro; protein dengan mutasi missense Ala53Thr dan Ala30Pro
tampaknya lebih cenderung seperti ini.
Belanda
DJ-1
PARK7 1p36
Jepang
Tdk diketahui
PARK8 12p11.2-q13.1
1. Terapi Obat-obatan
Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:
a. Antikolinergik
Benzotropine (Cogentin), trihexyphenidyl (Artane). Berguna untuk mengendalikan
gejala dari penyakit parkinson. Untuk mengaluskan pergerakan.
b. Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak
levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada
neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa
dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron
dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek
samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan
L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,
membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita
penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat
ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya dan mengurangi
efek sampingnya.10
Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960an, levodopa dianggap merupakan obat yang
paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap merupakan tulang
punggung pengobatan penyakit parkinson. Berkat levodopa, seorang penderita
parkinson dapat kembali beraktivitas secara normal.10
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai memang
dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi
dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa
berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya.Levodopa melintasi sawar-darah-otak
dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi
dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.10
Efek samping levodopa dapat berupa:11
1. Neusea, muntah, distress abdominal
2. Hipotensi postural
3. Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia
lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system
konduksi jantung. Ini bias diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
4. Diskinesia.
Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau
muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi
levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu
karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku,
sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5. Abnormalitas laboratorium.
Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah yang meningkat
merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu
gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon
penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang. 7
Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan
ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki
mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B
inhibitor. Jika kombinasi obat-obatan tersebut juga tidak membantu disini
dipertimbangkan pengobatan operasi. Operasi bukan merupakan pengobatan standar
untuk penyakit parkinson juga bukan sebagai terapi pengganti terhadap obat-obatan
yang diminum.11
c. COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi motor
pada pasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah penghambat enzim
COMT, memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang berlebihan
seperti liver toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama, entacapone, tidak
menimbulkan penurunan fungsi liver. 11
d. Agonis dopamin
Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax), pramipexol
(Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk
mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin,
akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif
yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. 10
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan
yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin
dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat
mengurangi fluktuasi gejala motorik. 9
e. MAO-B inhibitors
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada
penyakit Parkinson karena neuotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan
mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya
sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama
beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Yaitu
untuk mengaluskan pergerakan.11
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang
dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin
and L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan L-
dopa dapat meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa
diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.10
f. Amantadine (Symmetrel)
Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.1
g. Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka
levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk
maksud ini dapat digunakan karbidopa atau benserazide ( madopar ). Dopamin dan
karbidopa tidak dapat menembus sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih banyak
levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi
menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umunya hampir sama dengan efek
samping yang ditimbulkan oleh levodopa.
3. Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik.
Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan
petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit
Parkinson merupakan program jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan
perkembangan atau perburukan penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor
dan hambatan lainnya.7
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat bermanfaat
dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas, keseimbangan, dan range
of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi,
mengunyah keras, dan memindahkan makanan di dalam mulut.
4. Terapi Suara
Perawatan yanG paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh
penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ). LSVT
fokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa alat
elektronik yang menyediakan umpan balik indera pendengar atau frequency auditory
feedback (FAF) untuk meningkatkan kejernihan suara.
5. Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen yang
melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak yang
disebut subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk
mempoduksi sebuah enzim yang disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang
mempercepat produksi neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai
penghambat langsung sel yang terlalu aktif di STN. 7
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glial-derived
neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan implant kathether
melalui operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan merangsang
pembentukan L-dopa.
6. Pencangkokan saraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel stem yang
berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan
pertama yang dilakukan adalah randomized double-blind sham-placebo dengan
pencangkokan dopaminergik yang gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk
pasien di bawah umur.
7. Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak ditemukannya levodopa.
Operasi dilakukan pada pasien dengan Parkinson yang sudah parah di mana terapi
dengan obat tidak mencukupi. Operasi dilakukan thalatotomi dan stimulasi thalamik.
8. Terapi neuroprotektif
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi
progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif
adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics,
antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di
klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamine
agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
9. Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian digunakan
secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin yang
merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam
mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam
biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap 110 pasien.
THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor koenzim
dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah dibanding L-
Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori dapat
mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin tersebut
diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan katalase untuk
menetralkan anion superoxide yang dapat merusak sel.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis
progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis
akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke
globus palidus/ neostriatum(striatal dopamine deficiency). Di Amerika Serikat, ada
sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk
210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan
secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk
menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala
yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi
total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan
dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien
berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala
berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan
terkadang dapat sangat parah.