Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

MANAJEMEN RISIKO

ANALISIS ASURANSI PERTANIAN YANG ADA DI INDONESIA DARI ASPEK


LEGAL DAN ASPEK PELAKSANAAN DILAPANGAN

OLEH:

INTAN SURYANI PUTRI 1410222046


SRI GUSTIA RIZAL 1610226001
SEFRIWATI 1610226004
VINNY NOVLIA ISKANDAR 1610226005
PURWANTO PURMASARI 1610226003
SUCI RISWAYANTI 1510222029
RIKA HANUM HARAHAP 1510222016

JURUSAN SOSIAL EKONOMI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2017
JURNAL 1 : KAJIAN PERSIAPAN IMPLEMENTASI ASURANSI
PERTANIAN NASIONAL

Latar belakang
Selama ini pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan dan program untuk
membantu sektor pertanian. Beberapa kebijakan/program di sektor pertanian seperti subsidi
bibit, subsidi pupuk, bantuan saprodi, serta kredit program untuk sektor pertanian (Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi
Perkebunan (KPEN-RP), Kredit Usaha Rakyat (KUR)). Namun bantuan tersebut dirasa belum
cukup mampu mengatasi berbagai masalah di sektor pertanian terutama masalah gagal panen
yang disebabkan oleh kondisi alam/faktor alam.
Dalam prakteknya banyak negara yang melakukan perlindungan bagi petani setelah
petani mengalami bencana/gagal panen. Perlindungan petani secara umum dilakukan melalui
dua cara, yaitu denganmelindungi petani secara tradisional, dan melindungi petani melalui
skema asuransi pertanian.
Pertanian merupakan amanat dari undang-undang nomor 19 tahun 2013 tentang
perlindungan dan pemberdayaan petani pasal 37 ayat (1) yang berbunyi Pemerintah dan
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melindungi usaha tani yang
dilakukan oleh petani dalam bentuk asuransi pertanian.
Asuransi pertanian dilakukan untuk melindungi petani dari kerugian gagal panen akibat,
bencana alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit hewan menular,
dampak perubahan iklim, dan/atau jenis risiko lain yang diatur dengan Peraturan Menteri.
Tujuan dan Manfaat Asuransi
Berdasarkan undang-undang nomor 19 tahun 2013, dapat disimpulkan bahwa tujuan
asuransi pertanian yaitu untuk memberikan perlindungan kepada petani dalam bentuk bantuan
modal kerja jika terjadi kerusakan tanaman atau gagal panen sebagai akibat risiko bencana
alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit menular, dampak
perubahan iklim, dan/atau jenis risiko lainnya. Sehingga petani tetap bisa melakukan usaha
tani, yaitu menanam kembali setelah terjadi gagal panen.
Penerapan Asuransi Pertanian di Beberapa Negara

a. India
Negara India mengenal asuransi pertanian sejak tahun 1972 dengan diterapkannya uji
coba asuransi pertanian yang diterapkan secara swadaya. Mulai tahun 1979 pemerintah India
memberikan subsidi premi asuransi gagal panen berdasarkan yield index untuk wilayah publik.
Mulai tahun 1985 skema asuransi gagal panen secara komprehensif (Comprehensif Crop
Insurance Scheme/ CCIS) mulai diperkenalkan di enam belas negara bagian dan dua wilayah
serikat oleh perusahaan asuransi di India (General Insurance Corporation/GIC). CCIS diganti
dengan National Agricultural Insurance Scheme (NAIS) pada tahun 1999/2000.
b. Cina
Negara China mulai menerapkan asuransi pertanian sejak tahun 1982 melalui asuransi
ternak dan asuransi gagal panen. China mengalami dua tahap perkembangan asuransi
pertanian. Pada tahun 1982 sampai dengan 2002 asuransi dilaksanakan oleh suatu perusahaan
asuransi di Cina (Peoples Insurance Company of China /PICC). Pendapatan premi sebesar
US$98 juta pada tahun 1992 dan menurun sebesar US$40 juta pada tahun 2002. Pada masa itu,
perusahaan asuransi mengalami kerugian dan akhirnya diprivatisasi. Pada tahap kedua
pemerintah china mulai mengenalkan subsidi dalam skema asuransi pertanian pada tahun 2003.
Pemerintah china mendorong perusahaan asuransi baru untuk melaksanakan asuransi pertanian
sebagai salah satu kebijakan guna mengembangkan sektor pertanian. Sejak tahun 2005,
pelaksanaan asuransi pertanian mengalami perkembangan sehingga subsidi premi juga
mengalami peningkatan. Saat ini China merupakan negara yang menerapkan asuransi pertanian
terbesar kedua setelah United State.
c. Vietnam
Pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi pemerintah vietnam, dimana 22%
produk domestik bruto disumbang dari sektor pertanian. Negara vietnam sering dilanda
bencana angin puyuh dan hujan yang cukup deras sehingga menyebabkan banjir, tanah longsor,
musim kering, gelombang badai dan banjir roop di daerah selatan. Asuransi pertanian di negara
Vietnam mulai diterapkan sejak tahun 1982 oleh perusahaan asuransi Bao Viet Insurance.
Asuransi pertanian dilaksanakan tanpa bantuan subsidi premi dari pemerintah/tidak ada dana
secara langsung dari pemerintah untuk mendukung auransi pertanian. Asuransi pertanian
dilaksanakan bank pertanian bekerja sama dengan petani, dan sifatnya tidak wajib bagi petani
untuk ikut asuransi. Produk pertanian yang dicover oleh asuransi meliputi jagung, ubi kayu,
dan padi.
d. Thailand
Asuransi gagal panen telah diterapkan di Thailand antara tahun 1978 sampai dengan
tahun 1990. Asuransi gagal panen mengcover berbagai macam risiko (multiple peril crop
insurance/MPCI) untuk produk kapas, jagung, dan kacang kedelai. Program asuransi telah
ditutup karena tingginya biaya administrasi dan besarnya kerugian yang harus ditanggung.
Asuransi gagal panen berdasarkan index iklim dilaksanakan pada tahun 2006 sampai
dengan tahun 2010 oleh perusahaan reasuransi, kumpulan dari sembilan perusahaan asuransi
dan perusahaan asuransi milik pemerintah Thailand (Thai reinsurance public company Ltd).
Asuransi index iklim menjamin tanaman kapas yang merupakan tanaman konvensional yang
sangat rentan terhadap curah hujan dengan rata-rata tarif premi diatas 10% Asuransi pertanian
berdasarkan indek iklim dilaksanakan oleh bank pertanian (Bank of Agriculture and
Agricultural Cooperatives/BAAC), namun petani tidak diwajibkan untuk mengikuti asuransi
pertanian.

e. Jepang
Pada tahun 1929 di negara Jepang di berlakukan asuransi ternak. Kemudian pada tahun
1937, peraturan tentang asuransi hutan nasional mulai diberlakukan untuk mengcover
kerusakan yang disebabkan oleh kebakaran, pengaruh iklim (angin, air, salju, kekeringan, es,
gelombang pasang) dan erupsi gunung berapi. Skema asuransi pertanian di Jepang dibangun
berdasarkan solidaritas antar petani, dimana setiap koperasi mengumpulkan dana yang berasal
dari pembayaran premi.

JURNAL 2 : DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN RUMAH


TANGGA PETANI (STUDI KASUS DI DESA TELANG
KECAMATAN KAMAL)

Latar belakang

Petani melakukan usahatani padi memiliki dua tujuan yaitu menciptakan ketahanan
pangan rumah tangganya dan mendapatkan keuntungan .Dalam rangka mencapai tujuan
tersebut petani dihadapkan pada risiko-risiko.Usahatani padi dipandang sebagai usaha yang
mempunyai resiko tinggi terhadap dinamika alam dan rentan terhadap seragan hama dan
penyakit yang mengakibatkan penurunan produksi hasil bahkan gagal panen serta risiko
fluktuasi harga dimana mahalnya harga input dan rendahnya harga output sehingga pendapatan
petani menurun .
Berbagai permasalahan lainnya seperti produktivitas rendah,posisi tawar
lemah,terbatasnya sarana dan prasarana yang ada menjadi kendala petani dalam mewujudkan
ketahanan pangan rumahtangganya .Permasalahan tersebut merupakan resiko yang harus
dihadapi petani dalam melakukan aktivitas usahataninya.
Berdasarkan jurnal yang dianalisis menurut petani faktor penyebab utama penyebab
resiko usahatani adalah OPT ( organisme pengganggu tanaman) dan faktor kedua dan ketiga
adalah harga saprodi yang tinggi dan harga jual padi yang rendah .Semua faktor tersebut
merupakan faktor eksternal yang sulit dikendalikan oleh petani.Sedangkan faktor internal yang
terdiri dari ketersediaan modal ,rendahnya penguasaan teknologi dan kemampuan manajerial
menurut petani di desa Telang bukan merupakan faktor utama penyebab resiko .
Ketidakpastian dan tingginya resiko ini sangat memungkinkan petani beralih
mengusahakan komoditas lain yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dengan risiko kegagalan
yang lebih kecil .Jika hal ini dibiarkan lebih berlanjut ,dikhawatirkan akan berdampak terhadap
stabilitas ketahanan pangan nasional ,khususnya produksi dan ketersediaan bahan pangan
pokok beras.
Dengan demikian salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi dan
memperkecil risiko adalah dengan memperkenalkan asuransi pertanian .Asuransi pertanian
berhubungan dengan pembiayaan usaha tani dengan pihak ketiga (lembaga/perusahaan swasta
atau instansi pemerintah )dengan jumlah tertentu dari pembayaran premi .Asuransi ini sangat
penting untuk membantu petani dari kerugian besar dan memastikan bahwa mereka akan
memiliki modal kerja yang cukup karena mengasuransikan usahatani padinya pada musim
berikutnya.
Asuransi bukan hanya mencakup perlindungan terhadap fluktuasi harga ,tetapi secara
khusus mencakup pembagian risiko karena kekeringan,banjir ,dan serangan OPT serta faktor
eksternal lainnya.

Manfaat asuransi pertanian

Berdasarkan jurnal yang dianalisis ,dapat dijabarkan manfaat asuransi pertanian :


1. Melindungi kepentingan petani terhadap resiko yang terjadi akibat gagal panen karena
perubahan iklim yang sulit diprediksi ,gangguan serangan OPT serta faktor eksternal
lainnya seperti kebanjiran ,kekeringan yang mengakibatkan kerugian
2. Memberikan kesempatan bisnis baru untuk sektor swasta/perusahaan asuransi
3. Menstabilkan pendapatan petani karena adanya tanggungan kerugian atas kerusakan
usahatani padi.
4. Menaikkan posisi petani terhadap kredit pertanian terutama dalam mengakses sumber
pembiayaan.
5. Skema asuransi pertanian dinilai dapat lebih mendidik dan mendorong tanggung jawab
petani terhadap manajemen usahataninya,dibandingkan dengan pemberian bantuan secara
cuma-cuma.

JURNAL 3 : SIMPUL-SIMPUL STRATEGIS PENGEMBANGAN ASURANSI


PERTANIAN UNTUK USAHATANI PADI DI INDONESIA

Latar belakang
Terkendala oleh terbatasnya modal, penguasaan teknologi, dan akses pasar maka
kemampuan adaptasi petani terhadap perubahan iklim diperkirakan tidak memadai. Pendekatan
konvensional melalui penerapan salah satu atau kombinasi strategi produksi, pemasaran,
finansial, dan pemanfaatan kredit informal diperkirakan kurang efektif. Oleh karena itu
diperlukan adanya suatu sistem proteksi formal yang sistemik dan sistematis. Dalam konteks
ini, pengembangan sistem asuransi pertanian formal khususnya untuk komoditas strategis
layak dipertimbangkan. Bahkan secara normatif perlu diposisikan sebagai bagian integral dari
strategi pembangunan pertanian jangka panjang.
Secara empiris, asuransi pertanian di negara-negara maju lebih berkembang dari pada
di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara di Uni Eropa,
asuransi pertanian untuk beberapa komoditas tertentu berkembang cukup pesat dan efektif
sebagai sistem proteksi bagi petani. Di sejumlah negara di Asia, perkembangan asuransi
pertanian sangat bervariasi. Asuransi pertanian berkembang dengan baik di Taiwan, sementara
di India, Bangladesh, dan Filipina perkembangannya lambat, sedangkan di Thailand kurang
berkembang (Asian Productivity Organization, 1999).
Di Indonesia, asuransi pertanian untuk usaha pertanian rakyat belum terbentuk.
Meskipun sejak tahun 1982 1998 telah tiga kali (1982, 1984, dan 1985) dibentuk Kelompok
Kerja (POKJA) Persiapan Pengembangan Asuransi Panen, tetapi tidak berlanjut. Tahun 1999
upaya untuk mengembangkan asuransi pertanian dicanangkan kembali. Berbagai pembahasan
yang lebih serius telah dilakukan, akan tetapi untuk melangkah ke tahap implementasi masih
memerlukan sejumlah pertimbangan yang sangat matang. Masih banyak masukan yang
dibutuhkan untuk merumuskan kebijakan, program, perintisan, dan berbagai instrumen
kelembagaan yang sesuai dengan strategi pengembangan

KEBUTUHAN TERHADAP KEBERADAAN ASURANSI PERTANIAN

Dalam menghadapi risiko, strategi yang diterapkan antara petani yang satu dengan
petani lainnya bervariasi. Secara garis besar, petani menerapkan satu atau kombinasi dari
beberapa strategi berikut: Pertama, strategi produksi. Tercakup dalam kategori ini adalah
diversifikasi atau memilih sistem usahatani yang sekuen kegiatannya fleksibel, usahatani yang
pembiayaannya fleksibel, dan/atau cara pengelolaan produksinya fleksibel (Lee et al., 1980;
Sakurai, 1997). Di Indonesia, strategi yang diterapkan sebagian besar petani adalah
diversifikasi usahatani (lihat misalnya pada Hadi et al., 2000; Susilowati et al., 2002;
Sumaryanto, 2006; ataupun Saliem dan Supriyati, 2006).
Kedua, strategi pemasaran. Tercakup dalam strategi ini misalnya: menjual hasil panen
secara berangsur atau tidak sekaligus, memanfaatkan sistem kontrak untuk penjualan produk
yang akan dihasilkan (forward contracting), ataupun melakukan perjanjian tingkat harga antara
petani dengan pembeli tertentu untuk hasil panen yang akan datang (hedging on the future
market).
Ketiga, strategi finansial. Tercakup dalam strategi ini adalah: (a) melakukan
pencadangan dana yang cukup, (b) melakukan investasi pada kegiatan berdaya hasil tinggi,
ataupun (c) membuat proyeksi arus tunai berdasarkan estimasi biaya produksi, harga jual
produk, dan produksi yang realistis. Di Indonesia strategi ini mungkin diterapkan oleh sebagian
petani yang termasuk kategori mampu; itupun untuk beberapa petani yang menerapkan strategi
(c) yang pada umumnya tidak tertuang dalam bentuk formal (tertulis).
Keempat, pemanfaatan kredit informal (Harsh et al., 1981; Sakurai, 1997). Contoh dari
penerapan strategi ini adalah petani meminjam uang atau barang kebutuhan pokok dari pihak
lain (pedagang, pemilik modal perorangan). Di Indonesia strategi ini relatif banyak diterapkan
oleh petani, terutama rumah tangga petani kecil yang berpendapatan rendah.
Kelima, peserta asuransi pertanian. Menjadi peserta asuransi pertanian formal untuk
menutup sebagian atau semua kerugian yang diperkirakan akan terjadi. Strategi ini banyak
ditempuh oleh petani di negara maju, ataupun sebagian petani di negara-negara berkembang.
Di Indonesia asuransi pertanian formal belum dikembangkan.
PILAR-PILAR POKOK RANCANG BANGUN SKIM ASURANS PERTANIAN

Pertama, unsur-unsur pokok landasan dasar struktur asuransi pertanian. Ini mencakup
empat unsur yaitu: (1) Derajat kelengkapan (degree of comprehensiveness: perils to be
covered)1; dalam arti risiko apa saja yang diasuransikan, apa yang dicakup (coverage), dan
bagaimana sifatnya: tunggal (single peril) ataukah majemuk (multi peril). Pada awal
operasionalisasi, Barus (2000) berpendapat bahwa akan lebih tepat jika digunakan pen-dekatan
essential coverage (seperti di Mexico yang khusus melindungi kehilangan hasil panen), bukan
pendekatan all risks (seperti di Chili, Sri Lanka dan Jepang)
(2) Sektor, apakah publik ataukah privat. Untuk sistem usahatani padi di Indonesia
diperkirakan bahwa yang lebih sesuai adalah sektor publik. Hasil penelitian Nurmanaf et al.
(2007) menunjukkan bahwa secara finansial bisnis asuransi pertanian untuk usahatani padi
hanya akan layak jika disubsidi.
(3) Pendekatan, apakah individu ataukah area. Usahatani padi adalah suatu usaha
berbasis lahan dimana interdependensi antar pelaku usaha (petani) sehamparan dalam
pengendalian risiko (pengelolaan air, pengendalian OPT) sangat kuat. Selain itu, secara empiris
unit-unit usaha tersebut pada umumnya berskala mikro.
(4) Partisipasi, apakah sukarela (voluntary) atau wajib (compulsary). Pada dasarnya
partisipasi sukarela tentu mempunyai legitimasi yang lebih kuat daripada wajib

JURNAL 4 : UU NO 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN


PEMBERDAYAAN PETANI

Perlindungan Petani adalah segala upaya untuk membantu Petani dalam menghadapi
permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko
harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim.

Pemberdayaan Petani adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan Petani


untuk melaksanakan Usaha Tani yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan
dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian, konsolidasi
dan jaminan luasan lahan pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan
informasi, serta penguatan Kelembagaan Petani.

Asuransi Pertanian adalah perjanjian antara Petani dan pihak perusahaan asuransi
untukmengikatkan diri dalam pertanggungan risiko Usaha Tani.
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani meliputi perencanaan, Perlindungan Petani,
Pemberdayaan Petani, pembiayaan dan pendanaan, pengawasan, dan peran serta masyarakat,
yang diselenggarakan berdasarkan asas kedaulatan, kemandirian, kebermanfaatan,
kebersamaan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi-berkeadilan, dan berkelanjutan.

Bentuk kebijakan yang dapat diberikan untuk melindungi kepentingan Petani, antara
lain pengaturan impor Komoditas Pertanian sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan
konsumsi di dalam negeri; penyediaan sarana produksi Pertanian yang tepat waktu, tepat mutu,
dan harga terjangkau bagi Petani, serta subsidi sarana produksi; penetapan tarif bea masuk
Komoditas Pertanian, serta penetapan tempat pemasukan Komoditas Pertanian dari luar negeri
dalam kawasan pabean. Selain itu, juga dilakukan penetapan kawasan Usaha Tani berdasarkan
kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan;
fasilitasi Asuransi Pertanian untuk melindungi Petani dari kerugian gagal panen akibat bencana
alam, wabah penyakit hewan menular, perubahan iklim; dan/atau jenis risiko lain yang
ditetapkan oleh Menteri; serta dapat memberikan bantuan ganti rugi gagal panen akibat
kejadian luar biasa sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

Selain kebijakan Perlindungan terhadap Petani, upaya Pemberdayaan juga memiliki


peran penting untuk mencapai kesejahteraan Petani yang lebih baik. Pemberdayaan dilakukan
untuk memajukan dan mengembangkan pola pikir Petani, meningkatkan Usaha Tani, serta
menumbuhkan dan menguatkan Kelembagaan Petani agar mampu mandiri dan berdaya saing
tinggi dalam ber-Usaha Tani. Beberapa kegiatan yang diharapkan mampu menstimulasi Petani
agar lebih berdaya, antara lain, berupa pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan
pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian; pengutamaan
hasil Pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional; konsolidasi dan
jaminan luasan lahan Pertanian; penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan; kemudahan
akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan penguatan Kelembagaan Petani.

Sasaran Perlindungan dan Pemberdayaan Petani adalah Petani, terutama kepada Petani
penggarap paling luas 2 (dua) hektare (tidak mempunyai lahan yang mata pencaharian
pokoknya adalah melakukan Usaha Tani); Petani yang mempunyai lahan dan melakukan usaha
budi daya tanaman pangan pada luas lahan paling luas 2 (dua) hektare; Petani hortikultura,
pekebun, atau peternak skala usaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan dan
kemandirian Petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan
yang lebih baik; melindungi Petani dari kegagalan panen dan risiko harga; menyediakan
prasarana dan sarana Pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan Usaha Tani;
menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan Pertanian yang melayani kepentingan
Usaha Tani; meningkatkan kemampuan dan kapasitas Petani serta Kelembagaan Petani dalam
menjalankan Usaha Tani yang produktif, maju, modern, bernilai tambah, berdaya saing,
mempunyai pangsa pasar dan berkelanjutan; serta memberikan kepastian hukum bagi
terselenggaranya Usaha Tani.

KESIMPULAN

Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil risiko
adalah dengan memperkenalkan asuransi pertanian .Asuransi pertanian berhubungan
dengan pembiayaan usaha tani dengan pihak ketiga (lembaga/perusahaan swasta atau
instansi pemerintah )dengan jumlah tertentu dari pembayaran premi .Asuransi ini
sangat penting untuk membantu petani dari kerugian besar dan memastikan bahwa
mereka akan memiliki modal kerja yang cukup karena mengasuransikan usahatani
padinya pada musim berikutnya.
Bentuk kebijakan yang dapat diberikan untuk melindungi kepentingan Petani, antara
lain pengaturan impor Komoditas Pertanian sesuai dengan musim panen dan/atau
kebutuhan konsumsi di dalam negeri; penyediaan sarana produksi Pertanian yang tepat
waktu, tepat mutu, dan harga terjangkau bagi Petani, serta subsidi sarana produksi;
penetapan tarif bea masuk Komoditas Pertanian, serta penetapan tempat pemasukan
Komoditas Pertanian dari luar negeri dalam kawasan pabean
Peran pemerintah dalam pengembangan asuransi pertanian sangat menentukan.
Pengembangan asuransi pertanian membutuhkan adanya komitmen, kebijakan,
program, dan dukungan politik yang kuat dan konsisten. Berpijak pada kondisi empiris
sistem usahatani padi petani di negeri ini maupun belajar dari pengalaman negara lain
yang telah mengembangkannya, asuransi pertanian untuk usahatani padi di Indonesia
dapat dikembangkan jika ada subsidi dari pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai