Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AGROKLIMATOLOGI

PENGARUH KLASIFIKASI IKLIM DI DENPASAR TERHADAP KONDISI AIR


TANAH

Nama kelompok :

1. Efita Febriana (1625010109)


2. Irawan Dwiyanto (1625010110)
3. Larissa Zerlinda Zhafirah (1625010111)
4. Agatha Michella R (1625010112)

Kelas : Agroteknologi C

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR

FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

SURABAYA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian


sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia sering ditekankan pada
pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian.Pada daerah tropik suhu udara jarang
menjadi faktor pembatas kegiatan produksi pertanian, sedangkan ketersediaan air merupakan
faktor yang paling menentukan dalam kegiatan budidaya pertanian khususnya budidaya padi.
Klasifikasi adalah penyusunan bersistem dalam kelompok atau golongan menurut
kaidah atau standar yg ditetapkan. Mengklasifikasi menggolong-golongkan menurut jenis,
menyusun ke dalam golongan. Iklim adalah suatu keadaan hawa (suhu, kelembapan, awan,
hujan, dan sinar matahari) pada suatu daerah dalam jangka waktu yang agak lama di suatu
daerah.
Penentuan tipe iklim menurut klasifikasi iklim hanya memerlukan data hujan bulanan paling
sedikit 10 tahun dan keriterianya hanya menggunakan bulan kering (BK), bulan basah (BB),
dan bulan lembab (BL).

Perubahan iklim mempunyai pengaruh terhadap degradasi tanah, air, dan


pertumbuhan serta produksi tanaman. Degradasi tanah dapat dipicu oleh berbagai factor
kemunduran sifat fisik, kimia, dan proses biologi tanah. Kemunduran sifat fisik tanah
disebabkan karena erosi, pemadatan, dan rekahan.Kemunduran sifat kimia tanah disebabkan
pencucian hara, pengasaman, dansalinisasi, sedangkan kemunduran sifat biologi tanah karena
berkurangnya bahan organic tanah dan biodiversitas biota tanah.

Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini untuk mengetahui pengaruh curah hujan terhadap
kondisi air tanah di Denpasar dengan menggunakan data curah hujan 10 tahun.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Iklim adalah sintestis atau kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur cuaca (hari
demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang di suatu wilayah, sintetis tersebut
bisa diartikan pula sebagai statistik yang meliputi rata-rata, maksimum, minimum, frekuensi
kejadian, dan sebagainya.Maka iklim sering dikatakan sebagai nilai statistik cuaca jangka
panjang di suatu wilayah (Handoko, 1994).

Ilmu yang mempelajari iklim adalah Klimatologi yang berasal dari bahasa Yunani,
yaitu klima dan logos yang berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat
sedangkan logos berarti ilmu.Jadi definisi dari klimatologi adalah ilmu yang
menggambarkan dan menjelaskan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi
berbeda, dan bagaimana kaitan antara iklim dengan aktifitas manusia.Klimatologi
memerlukan intepretasi dari data-data yang banyak sehingga memerlukan statistik dalam
pengajaranya, kebanyakan orang-orang sering mengatakan klimatologi sebagai meterorologi
statistik.(Tjasyono, 2006).

Klasifikasi Iklim

1. Iklim Schmidt Ferguson

Sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson sangat terkenal di Indonesia dan banyak


digunakan pada jenis tanaman tahunan, Schmidt-Ferguson (1951) dalam (Tjasyono, 2006)
menggunakan nilai perbandingan (Q) antara rata-rata banyaknya bulan kering (Md) dan rata-
rata banyaknya bulan basah (Mw) dalam satu tahun. Klasifikasi ini tidak memasukkan unsur
suhu karena menganggap amplitudo suhupada daerah tropika sangat kecil, untuk
menentukan bulan kering dan bulan basah maka kategorinya adalah sebagai berikut :

a. Bulan Kering : Jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan < 60 mm.

b. Bulan Lembab : Jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan 60 100 mm.

c. Bulan Basah : Jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan > 100 mm.

Tabel 1.2. Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson

Tipe Iklim Keterangan Kriteria (%)

A Sangat Basah 0 < Q < 14,3


B Basah 14,3 < Q < 33,3
C Agak Basah 33,3 < Q < 60,0
D Sedang 60,0 < Q < 100,0
E Agak Kering 100,0 < Q < 167,0
F Kering 167,0 < Q < 300,0
G Sangat Kering 300,0 < Q < 700,0
H Luar Biasa Kering 700,0 < Q

Sumber : Handoko, 1994

2. Iklim Oldeman

Seperti halnya metode Schmidt-Ferguson, metode Oldeman juga memakai unsur


curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim, yaitu bulan basah dan bulan kering secara
berturut turut yang dikaitkan dengan pertanian untuk daerah daerah tertentu, misalnya
jumlah curah hujan sebesar 200 mm tiap bulan dipandang cukup untuk membudidayakan
padi sawah, sedangkan untuk sebagian besar palawija maka jumlah curah hujan minimal
yang diperlukan adalah 100 mm tiap bulan. Musim hujan selama 5 bulan dianggap cukup
untuk membudidayakan padi sawah selama satu musim, dalam metode ini, bulan basah
didefinisikan sebagai bulan yang mempunyai jumlah curah hujan sekurang-kurangnya 200
mm.

Oldeman membagi iklim berdasarkan kebutuhan air masing-masing tanaman


sehingga setiap zone memiliki jenis tanaman dan cara pengelolaan yang berbeda sehingga
disebut zona agroklimat, berikut zona agroklimat klasifikasi Oldeman:

1. A1 10-12 bulan basah berurutan dan 0-1 bulan kering

2. B1 7-9 bulan basah berurutan dan satu bulan kering

3. B2 7-9 bulan basah berurutan dan 2-3 bulan kering

4. B3 7-8 bulan basah berurutan dan 4-5 bulan kering

5. C1 5-6 bulan basah berurutan dan 0-1 bulan kering


6. C2 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering

7. C3 5-6 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering

8. D1 3-4 bulan basah berurutan dan satu bulan kering

9. D2 3-4 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering

10. D3 3-4 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering

11. D4 3-4 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan bulan kering

12. E1 kurang dari 3 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan kering

13. E2 kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering

14. E3 kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering

15. E4 kurang dari 3 bulan basah berurutan lebih dari 6 bulan

3. Sistem Klasifikasi Mohr

Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah
hujan, dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun waktu satu
tahun dimana keadaan yang disebut bulan basah apabila curah hujan >100 mm per bulan,
bulan lembab bila curah hujan bulan berkisar antara 100 60 mm dan bulan kering bila curah
hujan < 60 mm per bulan (Anonim, 2009).

Air tanah merupakan bagian air di alam yang terdapat di bawah permukaan tanah.
Pembentukan air tanah mengikuti siklus peredaran air di bumi yang disebut daur hidrologi,
yaitu proses alamiah yang berlangsung pada air di alam yang mengalami perpindahan
tempat secara berurutan dan terus menerus (Kodoatie, 2012).
BAB III

PEMBAHASAN

KLASIFIKASI IKLIM MENURUT MOHR

KLASIFIKASI IKLIM MENURUT OLDEMAN

KLASIFIKASI IKLIM MENURUT SMITH FERGUSON


Curah Hujan dan Suhu Udara

Masukan utama alami untuk air tanah adalah serapan dari air permukaan, terutama dari
air hujan. Oleh karena itu kajian air tanah pada suatu wilayah akan selalu berhubungan dengan
besaran curah hujan di wilayah tersebut.

Selama tahun 2010-2014 terlihat bahwa rata-rata di daerah Kota Denpasar setiap bulan terjadi
turun hujan walaupun pada bulan Agustus, September, Oktober adalah bulan-bulan dengan
curah hujan lebih rendah dibandingkan bulan-bulan lainnya. Berdasarkan curah hujan di Kota
Denpasar selama 5 tahun terakhir menggunakan klasifikasi iklim Schmidt & Ferguson diperoleh
data 6,8 bulan basah, 3,6 bulan kering

Q = BK/ BB X 100%

= 3,6 / 6,8 X 100%

= 52,95

Termasuk ke dalam klasifikasi iklim sedang.

Suhu udara akan mempengaruhi ketersediaan air tanah melalui mekanisme besarnya
evapotranspirasi. Nilai suhu udara berfluktuatif terhadap nilai evapotranspirasi yaitu terjadi
kenaikan dan penurunan suhu disertai kenaikan dan penurunan evapotranspirasi, hal ini
disebabkan oleh unsur-unsur iklim.Menurut Handoko (1996) bahwa secara potensial
evapotranspirasi ditentukan hanya oleh unsur-unsur iklim (suhu dan udara), sedangkan secara
actual evapotranspirasi juga ditentukan oleh kondisi tanah dan sifat tanaman.

Evapotranspirasi

Air merupakan kebutuhan mutlak untuk menopang pertumbuhan tanaman, dimana


jumlah air yang dibutuhkan tanaman tergantung dari factor lingkungan (iklim dan tanah )serta
tanaman (jenis, pertumbuhan, dan fase perkembangan (Djufry, 2012). Kehilangan air melalui
permukaan tanaman (penguapan-evaporasi) dan melalui tanaman (penguapan stomata atau
kutikula-transpirasi) disebut evapotranspirasi.Oleh karena itu evapotranspirasi disebut juga
penggunaan air tanaman (water use). Evapotranspirasi merupakan proses yang sangat penting
bagi tanaman. Metabolisme tanaman berlangsung jika evapotranspirasi terjadi.Evapotranspirasi
merupakan perubah yang sangat berkaitan dengan produksi tanaman.Pengamatan
evapotranspirasi dapat digunakan sebagai peringatan dini terhadap kekurangan air.Jika
kekurangan air dapat diatasi sedini mungkin maka penurunan produksi dapat dihindari.Perubah
dari system atmosfer digunakan untuk menduga evapotranspirasi potensial (Doorenbosdan
Pruitt, 1977).

Evapotranspirasi merupakan salah satu komponen neraca air.Neraca air merupakan


model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan
jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.Ketersediaan air tanah
dipengaruhi kondisi iklim, topografi, jenis tanah, tutupan lahan serta struktur geologi suatu
daerah (Ayu dkk, 2013).Tingkat ketersediaan air tanah diperoleh dengan menganalisa data
kandungan air tanah (lengas tanah) terhadap nilai suhu, dan evapotranspirasi
potensial.Evapotranspirasi potensial terjadi pada kondisi air tersedia maksimum atau kapasitas
lapang (Handoko, 1996).

Potensi air tersedia dalam tanah sangat diperlukan dalam manajemen air dalam rangka
pengembangan tanaman pangan di lahan tadah hujan.Fluktuasi ketersediaan air tanah dari
bulan ke bulan dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan neraca air (Ayu dkk, 2013;
Djufry Fadjry, 2012).Curah hujan dan evapotranspirasi memberikan informasi tentang perkiraan
jumlah air tanah yang dapat disimpan dalam matriks tanah untuk menentukan periode surplus
atau defisit air di lahan, yang dapat dianalisis melalui perhitungan neraca air.

Ketersediaan Air Tanah dan Defisit Air Tanah

Secara kuantitatif, neraca air menggambarkan prinsip bahwa selama periode waktu
tertentu masukan air total sama dengan keluaran air total ditambah dengan perubahan air
cadangan (change in storage) (Djufry Fadjry. 2012). Nilai perubahan air cadangan ini dapat
bertanda positif atau negatif.Jika nilai perubahan cadangan air tanah adalah negative maka
dapat dikatakan bahwa kondisi air tanah mengalami defisit air.Bila cadangan air tanah adalah
positif maka dapat dikatakan tersimpan sejumlah air di tanah.

Curah hujan dan evapotranspirasi akan memberikan informasi perkiraan jumlah air yang
dapat diperoleh untuk menentukan periode surplus (S) atau defisit (D) air tanah di lahan, yang
dapat dianalisis melalui perhitungan neraca air. Defisit air dihitung berdasarkan keseimbangan
air tanah dan tanaman.Keseimbangan air tanah dipengaruhi oleh ketersediaan air, curah hujan
dan evapotranspirasi.Terdapat hubungan nilai antara curah hujan (P) dengan evapotranspirasi
potensial (ETP). Apabila curah hujan melebihi evapotranspirasi maka akan terjadi surplus air
pada lahan dan sebaliknya jika curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi maka akan terjadi
defisit air pada lahan.

PERHITUNGAN CADANGAN AIR TANAH 2010-2014 KOTA DENPASAR, BALI

2010 2011 2012

Evapotranspirasi Evapotranspirasi Evapotranspirasi


= (-0,146 x = (-0,146 x 2175) = (-0,146 x
2812,1) +1276 +1276 2026,3) +1276
=957,41 = 958,45 = 980,1602
Run off Run off Run off
= (0,4 x 2812,1)- = (0,4 x 2175) = (0,4 x 2026,3)
344 344 344
=780,84 =526 =466,52
Recharge Recharge Recharge
= 2812,1 - = 2175 - 958,45 = 2026,3 -
957,41 - 780,84 526 980,1602 - 466,52
= 1073,85 =690,55 = 579,6198
2013 2014

Evapotranspirasi Evapotranspirasi
= (-0,146 x 2175) = (-0,146 x 2175)
+1276 +1276
= 958,45 = 958,45
Run off Run off
= (0,4 x 2175) 344 = (0,4 x 2175) 344
=526 =526
Recharge Recharge
= 2175 - 958,45 = 2175 - 958,45
526 526
=690,55 =690,55

KETERSEDIAAN AIR TANAH DI DAERAH DENPASAR, BALI

Selama tahun 2010-2014 terlihat bahwa pada Kota Denpasar Bali setiap bulan hampir selalu
terjadi hujan. Dengan bulan basah 6,6 dan bulan kering 3,6 memiliki tipe iklim agak basah.
Sehiingga ketersedian air tanah selalu tersedia cukup sepanjang tahun.

Klasifikasi iklim mempengaruhi tingkat air tanah. Perhitungan pada ketiga tabel menjelaskan
bahwa bulan basah lebih banyak daripada bulan kering.

Berdasarkan perhitungan cadangan air tanah di Kota Denpasar Bali Tahun 2010-2014, diperoleh
cadangan air tanah pada tahun 2010= 1.073,85, tahun 2011= 690,55, tahun 2012= 579,62,
tahun 2013= 373,5 dan tahun 2014= 285,4

Cadangan air tanah paling banyak tersedia pada tahun 2010 da paling sedikit pada tahun 2014.
hal ini sesuai dengan curah hujan tertinggi pada tahun 2010 dan paling rendah tahun 2014
sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi curah hujan maka cadangan air tanah
semakin banyak.
BAB IV

KESIMPULAN

Pada tahun 2010-2014 di daerah denpasar hampir setiap bulan terjadi hujan, sehingga
berdasarkan data yang di peroleh daerah denpasr memiliki tipe iklim sedang dengan
perhitungan bulanbasah 6.8 dan bulan kering 3.6. Sehingga ketersediaan air tanah tersedia tiap
tahun.Ketersediaan air tanah yang ada berpengaruh terhadap curah hujan dan
evaportranspirasi yang ada di daerah tersebut.

Apabila curah hujan melebihi evapotranspirasi maka akan terjadi surplus air pada lahan dan
sebaliknya jika curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi maka akan terjadi defisit air pada
lahan.
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Lakitan. 2002. Klasifikasi iklim indonesia. PT, Dunia Pustaka Jaya: Jakarta. [01- 05-2011-
18:00].
Safii. 1995. Sistem klasifikasi Koppen. Departemen Pertanian: Bogor. [01-05- 2011-18:00].
Tjasyono. 2004. Id.wordpress.com-klasifikasi-iklim. [01-05-2011-18:00].

http://pianunyo.blogspot.co.id/2011/05/klasifikasi-iklim.html

http://saidimammaulana051.blogspot.co.id/2014/04/laporan-agtoklimatologi-klasifikasi.html

Anda mungkin juga menyukai